Saturday 11 October 2014

FF One Shot - L.O.V.E



            Langit terlihat begitu cerah, pagi ini matahari bersinar seakan tersenyum turut merayakan pesta pertunanganmu. Tirai-tirai putih bergoyang tertiup angin, semerbak wangi mawar menghiasi taman kala ini. Lantunan musik merdu menambah manisnya perayaan ini. Adikku tiba dengan gaun putih berliannya, dia nampak cantik dengan balutan gaun yang senada dengan perhiasan yang dia kenakan. Kau menyambutnya dengan senyuman, kau terlihat tampan dengan balutan blazer hitammu.
            Kau sematkan sebuah cincin di jari manisnya, adikku nampak sangat bahagia. Begitupun saat dia memasangkan cincin serupa di jari manismu, kau tersenyum begitu indah. Kupegang dadaku, entah dari mana datangnya perih itu, seharusnya aku bahagia, hari ini adalah hari pertunangan adikku dan dirimu. Seandainya saja aku yang lebih dulu bertemu denganmu, mungkinkah saat ini aku yang berdiri di sampingmu, menyematkan cincin itu untukmu? Cincin yang kupilihkan untuk acara pertunanganmu.

            “Unni… itu dia, Lee Sung Min Oppa!” bisik adikku saat pertama kali memperlihatkan kau padaku kala itu pada festival budaya di Namsang. Kau tersenyum menyambut kedatangan kami, aku sempat tergetar, adikku mendapatkan pria yang tampan bisikku dalam hati.
            “Anyeong hasyeo, aku Shin Seo Ah, kakaknya Seo Ra!” sapaku padamu.
            “Anyeong haseyeo, aku Lee Sung Min!” balasmu. Suaramu begitu lembut, kau mengajak kami mengelilingi kota Namsan yang baru saja kami kunjungi untuk pertama kalinya sebab kami baru pindah dari Busan. Pertemuan pertama kita berlalu dan menyisahkan kenangan manis di hatiku, aku bahagia adikku mendapatkan pria baik sepertimu, sungguh aku tulus bahagia untuk kalian.

            Aku tak menyangka secara kebetulan kita bekerja di tempat yang sama, bahkan berada di devisi yang sama. Keseringan bertemu dan bercengkrama denganmu membuat perasaan itu muncul, perasaan yang tak seharusnya ada sebab kau milik adikku. Namun apalah dayaku, hatiku terlanjur memilihmu. Cinta memang misteri, kita tak akan pernah tahu pada siapa cinta itu akan menjatuhkan pilihan.
            “Ayo kita meramal!” ajak temanku saat kita mengunjungi bazaar bersama-sama, kebetulan saat itu ada stand peramal. “Kapan aku akan bertemu jodohku?” tanya temanku itu pada sang peramal. Aku dan kau tersenyum, pertanyaan yang kurasa menggelikan itu memang kerap menjadi pertanyaan utama setiap orang. “Lalu siapa yang akan menjadi pendamping Shin Seo Ah?” pertanyaan temanku berbelok untukku.
            “Kenapa aku?” protesku,
            “Biar saja, kita sudah terlanjur masuk di stand ini. Kalau tidak meramal semua, kita akan rugi!” balas temanku. Kulihat sang peramal mulai berkomat-kamit membaca mantra. Bola kristal di depannya bercahaya, beberapa saat kemudian sang peramal tersenyum,
            “Seorang pria bernama Lee Sung Min!” ucapnya. Aku tersentak, apa peramal ini sedang mengerjaiku?
            “Kalian…?” temanku itu menatap horor padaku dan Sung Min.
            “Mungkin anda keliru…” sela Sung Min, aku mengangguk mendukungnya.
            “Tidak! Jelas sekali kalau kalian berjodoh!” balas peramal itu.

            Aku menelusuri jalan dengan langkah lemahku, kau mengiringku di samping. Apa yang barusan terjadi membuatku shock, namun tak kupungkiri ada sepercik perasaan bahagia.
            “Em… kejadian tadi…” kau mencoba membuka percakapan, “…tak perlu sampai Seo Ra tahu!”
            “Uhm… tentu saja, hal lucu seperti ini tidak perlu sampai menyakiti hati adikku. Apa kau percaya pada ramalan itu? Aku pribadi, dari dulu dan entah sampai kapan tidak pernah percaya pada ramalan!”
            “Entahlah… aku tak dapat memutuskan!” balasmu.

            Aku tak pernah percaya pada ramalan, itu sudah tercetus dari bibirku di hadapanmu dan kau pun telah mendukung pernyataanku. Secara tidak langsung aku mendapat jawaban tentang perasaanku, kau menolakku. Memang, tak ada alasan kau berpaling dari adikku, gadis ceria, polos, dan baik sepertinya cukup menjadi tempat kau menyandarkan bahtera cintamu. Itulah yang kusesalkan sebab bagaimana pun, hatiku menginginkamu.
            “Unni… Sung Min Oppa mengajakku bertunangan!” penuturan adikku sekejap mengoyak perasaanku. Untuk beberapa saat aku kehilangan kata-kata, aku kaget, sekiranya seperti ada seribu jarum yang seketika menusuk jantungku. “Unni… katakanlah sesuatu, apa yang harus kulakukan?” desak adikku.
            “Oh…” aku tersadar lagi dari alam bawah sadarku, perlahan air mataku menetes,
            “Unni… kenapa kau menangis?” tanya adikku.
            “Ah… tidak, ini air mata kebahagiaan, adikku akan bertunangan. Unni ikut bahagia sampai tak terasa menangis,” dustaku. Yah… aku berdusta, aku menangis bukan karena turut bahagia, aku menangis karena menyadari Sung Min benar-benar bukan untukku.  

            Sanggupkah aku bertahan melihat kebahagiaan kalian? Atau haruskah aku pergi memberi kesempatan untuk hatiku melupakan rasa sakit yang dirasakannya? Sungguh terasa sesak sampai aku tak dapat menarik napasku lagi.
            “Ada apa antara Unni dan Sung Min Oppa?” pertanyaan adikku menyentakku, “Kudengar kalian pernah meramal dan hasilnya kalian berjodoh. Apa Unni musuhku? Musuh dalam selimutku?”
            “Saeng…” aku tercekat. Dari mana dia tahu?
            “Unni… Oppa milikku, aku yang bertemu dengannya duluan. Aku sangat sayang padanya. Jangan ambil dia dariku!” tangisnya. Ternyata kabar ramalan itu sampai ke telinganya dari teman-teman kantorku. Beberapa hari adikku tak mau bertegur denganku. Rasanya sakit sekali, aku memang salah, aku bersalah karena telah jatuh cinta pada namja-mu tapi tolong maafkan aku.
            Air mata yang menetes saat aku mengadu padamu justru menjadi boomerang bagiku. Serta merta kau melamar adikku untuk menghapus kekhawatirannya, juga untuk membersihkan namaku. Kini pernikahan kalian tinggal menghitung waktu, dan kurasa memang aku harus merelakanmu, sebab sejak awal kau memang bukan milikku.

            “Apa benar ini Nona Shin Seo Ah?” tanya seseorang yang tak kukenal dari ponselku.
            “Benar… maaf ini siapa?” tanyaku berbalik.
            “Ini dari Rumah Sakit Seoul, kami ingin mengabarkan bahwa Lee Sung Min dan Shin Seo Ra mengalami kecelakaan. Kebetulan nomor kontak pertama di ponsel milik Tuan Lee adalah nomor anda.”
            “Mwo!!!!????”
            Sekali lagi aku menangis, pesta pernikahan yang seharusnya kalian rayakan berubah menjadi acara perpisahan. Adikku tak tertolong sedangkan kau dalam keadaan koma. Dunia terasa seketika berhenti berputar, aku kehilangan seseorang yang sangat aku sayangi secara tiba-tiba. Berhari-hari aku terpuruk, sungguh aku telah kehilangan semangat hidupku. Adikku yang cantik kini terbenam dalam lapisan tanah yang dingin sedangkan kau entah kapan akan kembali membuka mata.

***

            “Unni… jangan menangis. Aku baik-baik saja, kini kutitip Oppa padamu…” aku tersentak, kuamati sekelilingku, hanya ada aku dan kau yang terbaring kaku di ruangan ini. Apa aku bermimpi, berhalusinasi? Tapi yang tadi terasa begitu nyata. Perlahan kurasakan ada sesuatu yang bergerak menyentuh jemariku, terasa hangat dan lemah. Saat kulihat, ternyata tanganmu yang berusaha menggenggam jemariku.
            “Sung Min~a…” air mataku merembes saat kulihat kau membuka matamu untuk pertama kalinya setelah dua tahun tertidur.
            “Mianhe…” ucapan maaf itulah yang pertama kali keluar dari bibir tipismu saat kau menatapku. Minta maaf untuk apa? Kejadian ini bukanlah kehendakmu, kau tak salah apa-apa.
            Kau bercerita tentang kejadian itu, kejadian yang sangat memilukan itu. Di saat itu adikku marah mengetahui akulah orang pertama dalam nomor kontak daruratmu. Meski kau telah menjelaskan alasannya namun adikku terlanjur kecewa. Aku adalah rekan kerjamu itulah alasannya mengapa aku menjadi yang pertama. Ternyata alasan itu tidak membuat adikku langsung percaya, dia justru semakin yakin kita telah mengkhianatinya. Karena perselisihan itulah kau yang saat itu sedang memegang kemudi, tidak menyadari berada di jalur yang berlawanan dengan sebuah truk. Dalam hitungan detik peristiwa mengerikan itu pun terjadi.
            “Lupakanlah… apa yang terjadi biarlah menjadi kenangan. Aku telah kehilangan adikku dan aku telah menerimanya…” setidaknya aku tidak kehilanganmu.
            “Aku yang membunuhnya… aku yang membuatnya kecewa, andai ia tidak tahu perasaanku padamu, mungkin semua ini tidak akan terjadi…”
            “Apa maksudmu?” tanyaku,
            “Cintaku padanya terkikis karena kelembutanmu…” kulepas genggamanmu, “Perhatiannya padaku tak berarti apa-apa lagi di saat aku bertemu kehangatanmu…”
            “Sung Min~a… sadarkah kau pada apa yang kau katakan?!” aku mulai emosi, “Lalu kenapa kau ingin menikahinya bila dia tidak berarti apa-apa lagi untukmu!”
            “Agar dia tak lagi berpikiran buruk padamu. Agar kau tak menangis lagi di hadapanku. Aku tak tahan melihatmu terisak karena kesalahanku maka kuputuskan untuk membuatnya percaya bahwa kau tidak bersalah.”
            “Kenapa kau lakukan itu…” tangisanku semakin kencang, aku kembali memegang tanganmu.
            “Aku bertemu dengannya, dia sangat cantik… dia bilang jagalah Unni-ku dan jangan buat dia menangis…” ucapmu. Benarkah? Aku juga mendengar dia bilang begitu padaku.

*L.O.V.E*

            “Lee Sung Min, apa kau percaya pada ramalan?”

            “Kurasa aku percaya…”