sebelumnya di In My (Dream Part 2)
Aku
tercengang melihat ke mana Kyuhyun membawaku, taman bermain? Dia mengajakku
main ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, dan berbagai mainan anak-anak yang
lain.
“Kita
‘kan bukan anak TK, untuk apa main beginian?” protesku saat bermain ayunan
bersamanya. Namja itu hanya tersenyum, dia begitu manis di saat senyumnya
mengembang. “Yaak, apa dulu kau tidak masuk TK? Langsung mendaftar ke SD?”
tanyaku.
“Yaak,
kalau bertanya yang wajar saja! Mana mungkin aku langsung SD!”
“Tapi
kenapa kita bermain permainan anak kecil seperti ini?”
“Memangnya
kenapa? Tidak boleh?”
“Cho
Kyuhyun… ingatlah umurmu!”
“Memangnya
ada aturan kalau anak SMU tidak boleh main ayunan?”
“Bukannya
begitu, tapi…” sepertinya kalau melawannya berdebat, aku pasti tidak akan menang. “Ya
sudahlah… kali ini kau kuampuni, kau membuatku terlihat tidak menikmati masa
kecilku saja!”
Setelah
puas bermain seperti anak kecil, namja aneh itu membawaku ke kedai ramyeon. Aku
jadi heran, kenapa dia suka sekali makan ramyeon? Dia terlihat sangat
menikmatinya, aku yang tadinya lumayan kesal pada tingkahnya, justru berbalik
menatapnya haru.
“Puasnya
hari ini!!!” serunya saat kami menuju halte.
“Cuma
bermain di taman bermain dan makan ramyeon, apanya yang spesial?” celotehku.
Namja itu hanya diam menyunggingkan segaris senyum menawan di bibirnya.
“Eun
Hye… apa kau tahu kalau sebenarnya aku sedang sakit…” ucap Kyuhyun pelan.
“Sakit?”
aku tercengang. “Sakit apa? Kau bisa sembuh ‘kan?”
“Entahlah…”
jawabnya.
“Yaak…
Cho Kyuhyun jangan bercanda!” desakku.
“Saat
masih kecil, aku mengidap anoreksia parah. Sampai sekarang gejalanya masih
sering datang. Kalau gejalanya datang, dapat dipastikan aku tidak akan bisa
makan. Makanya umma sangat menjaga pola makan dan jenis makanan yang kumakan.
Aku tidak dibolehkan makan makanan instant dan minum softdrink,”
“Tapi…
barusan kau makan ramyeon ‘kan?”
“Itulah
mengapa aku mengajakmu, supaya bila aku jatuh sakit maka aku bisa bilang pada
umma kalau kau yang mengajakku makan,”
“Yaak,
bukannya kau yang mengajakku makan?”
“Eun
Hye mengertilah, terkadang kau pasti dapat bosan dengan pola hidup yang kau
jalani sekarang. Kau pasti ingin mencoba hal-hal baru yang belum pernah kau
rasakan, begitu pula aku. Apa salahnya kalau kau membantuku kali ini?”
“Tapi
kenapa kau menjadikanku kambing hitam?” kupukul namja itu, “Cepat muntahkan
ramyeon yang baru kau makan, cepat keluarkan sebelum sakitmu kambuh!” kupegang
tengkuknya dan berusaha membuatnya muntah.
“Yaak,
yaak, lepaskan!” dia meronta.
“Cepat
muntahkan sebelum kita berada dalam masalah!” desakku.
“Aduuuuh…”
dia meringis memegang perutnya.
“Kau
kenapa? Sakit ya?” aku jadi panik,
“Bercanda
^^!” ucapnya kemudian berlari meninggalkanku.
“Kau
penipu Cho Kyuhyun!” kukejar dia. Langkah Kyuhyun terhenti saat seorang yeoja
berdiri di hadapannya, aku pun berhenti tepat di samping Kyuhyun. Sejenak yeoja
itu menatap padaku. Yeoja yang juga memakai seragam yang sama dengan kami.
Berarti murid Paran High School juga.
“Jadi
ini alasannya?” yeoja itu mulai berbicara pada Kyuhyun.
“Emmm…
kami…” Kyuhyun terlihat kaku, apakah yeoja di depanku ini adalah pacarnya?
“Cho
Kyuhyun, kupikir kau namja yang dapat dipercaya. Kupikir aku dapat memegang
perkataanmu, ternyata kau munafik,”
“Sebenarnya
kau salah paham…”
“Pantas
kau menolak ajakanku… ternyata…” yeoja itu melirik sinis ke arahku.
“Kami
tidak punya hubungan apa-apa, aku hanya…”
“Berhentilah
membual, kau pikir aku orang bodoh? Dasar penipu!” yeoja itu lalu pergi.
“Apa
yang kau tunggu? Cepat kejar dia!” desakku pada Kyuhyun.
“Percuma,
di saat marah dia tidak akan dapat mendengar penjelasan,” tolaknya.
“Jadi benar dia pacarmu?” jeritku dalam hati.
Aku
berjalan lemah di koridor sekolahku. Ini pertama kalinya bagiku, pertama kali
merasakan ada sesuatu yang mengganjal di dadaku yang membuatku terasa sesak
untuk bernapas. Rasanya sakit sekali, aku tak tahu apa obatnya. Semenjak
kemarin malam, tepatnya sejak pertemuan kesalahpahaman antara yeoja itu, Kyuhyun,
dan aku rasa sesak itu mulai ada.
“Eun
Hye!” Sun Young dan Yeon Hee menghampiriku, sepertinya ada yang ingin mereka
katakan padaku,
“Ada
apa?” tanyaku lemah. Mereka saling pandang, “Ada apa? Katakanlah!”
“Kenapa
wajahmu lesu seperti itu? Padahal kami malah ingin menyampaikan berita buruk,”
ucap Sun Young berat.
“Kalau
memang aku harus tahu, katakanlah!” aku pasrah. Kalau pun nanti aku menangis,
aku bisa meminjam bahu mereka.
“Kami
mendengar kabar kalau Kyuhyun dan Victoria Sunbae saat ini sedang dekat,” ucap
Yeon Hee.
“Mereka
benar-benar pacaran ‘kan?” air mataku menggumpal, “Kalau dia sudah punya yeoja
chingu, kenapa dia malah mengajakku bermain di taman bermain, menemaninya makan
ramyeon atau membuatkannya ramyeon di rumahnya? Dia ‘kan bisa memanggil yeoja
chingunya itu!” huwa…huwa… akhirnya aku
menangis juga.
“Maaf…
kami tidak bisa berbuat apa-apa…” sesal Yeon Hee.
“Memangnya
kalian bisa apa? Sudah… peluk aku saja agar aku merasa aku masih punya
sandaran!” perintahku. Mereka memelukku, gomawo chingudeul… kalian tetap
mendampingi aku di saat aku terpuruk seperti ini.
Suasana
kantin saat istirahat tiba memang padat seperti biasanya. Yeon Hee dan Sun
Young mengajakku ke kantin setelah tadi aku puas menangis menumpahkan semua
emosiku. Kutahu niat sahabat-sahabatku itu baik, namun di kantin justru aku
kembali bertemu dengan Kyuhyun. Parahnya lagi dia bersama sunbae itu,
sepertinya mereka sudah baikan.
“Jangan
dilihat, nikmati saja jusmu!” perintah Yeon Hee. Aku menurut saja, memang
benar, kalau dilihat yang ada malah semakin sakit hati. Dhuuugh… terdengar
seseorang memukul meja.
“Apa
maksudmu?” bentak seorang yeoja, saat aku menolah ternyata Victoria Sunbae.
“Masih
belum jelas? Aku menolak anda Sunbae!” balas Kyuhyun cuek.
“Kau
mempermainkanku?” tanya sunbae lagi
“Tidak,
aku merasa kita memang tidak cocok. Aku tidak ingin bersama yeoja yang tidak
bisa percaya padaku…”
“Lalu
untuk apa kau mengejarku dan bersusah payah menjelaskan kejadian semalam saat
kau bersama yeoja itu!” Victoria Sunbae menunjuk ke arahku. Aku kaget dengan
mata yang membulat.
“Aku
hanya tidak ingin kau mengataiku penipu. Aku tidak pernah bohong padamu, aku
dan dia memang tidak punya hubungan apa-apa!”
“Kau…”
sunbae kehabisan kata-kata.
“Jadi
berhentilah mengejarku sunbae!” putus Kyuhyun sambil menyeruput jus jeruknya.
Cussss, Victoria sunbae menumpakan jus strawberi miliknya ke wajah Kyuhyun,
“Kau
benar-benar brengsek!” umpatnya dan pergi begitu saja.
Wah…
pertunjukan yang memukau, semua aktifitas di kantin berhenti seketika saat
perseteruan itu terjadi. Kesimpulannya sekarang… Kyuhyun tidak punya hubungan
apa-apa lagi dengan sunbae itu ‘kan? Wajah Kyuhyun kotor terkena jus
strawberry, aku bergegas mengambil sapu tanganku untuk membantunya membersihkan
wajahnya. Tapi sayang… aku kalah cepat dengan siswi yang lain, tiba-tiba saja
sudah banyak siswi yang menyodorkan tissue maupun sapu tangan untuk menyeka
wajahnya. Hm… dia begitu popular, ternyata sainganku bukan hanya Victoria
Sunbae namun seluruh siswi yang menaksir Kyuhyun.
~~~
Malam
ini aku harus menjaga rumah sendiri. Umma dan Oppa harus ke Jeju menjenguk
nenek yang sakit. Kebetulan Oppaku tidak ada perkuliahan maka dia ikut,
sementara aku, karena sekolah, maka aku tinggal. Ini pertama kalinya aku
ditinggal sendiri, memang ada perasaan takut namun kurasa aku memang harus
belajar mandiri. Kyuhyun saja pernah tinggal sendiri di rumah, kenapa aku tidak
bisa!
“Jangan
memandangku!” tegur Kyuhyun di twitter, kebetulan aku sedang online. Saat ini
aku memang duduk di balkon kamarku yang berhadapan dengan kamarnya, aku memang
memandang ke arah kamarnya tapi aku tidak tahu kalau dia melihatku.
“Siapa
yang memandangmu? Jangan besar kepala ya!” balasku.
“Kau
sudah ketahuan tapi masih menyangkal!” dia keluar dari kamar kemudian melambai
padaku. Kujulurkan lidahku untuk mengejeknya.
“Malam
ini kau sendiri ya? Apa tidak takut?”
“Untuk
apa takut? Aku pemberani!”
“Umma-mu
baru saja menelpon ke rumahku untuk minta tolong mengawasimu. Katanya kau
sangat penakut…”
“Bohong!”
“Untuk
apa bohong? Apa untungnya bagiku?” balas Kyuhyun. Irgh… umma untuk apa sampai
menelpon ke tetangga. “Ini nomorku 088 0204 xxx, telpon aku bila kau butuh
bantuan. Cepat disimpan, setelah ini aku akan menghapus twitt ini. Aku tidak
mau nomorku tersebar, kau tahu sendiri ‘kan banyak yang mengejar nomor
ponselku,” Uhg… anak itu terlahir dengan rasa percaya diri yang besarnya
melebihi karang es yang dihantam Titanic.
“Untuk
apa? Aku tidak butuh nomormu! Hapus saja kalau kau ingin menghapusnya.” Balasku
sok jual mahal. Padahal aku sudah menyimpan nomornya, bagaimanapun aku sudah
lama ingin punya nomor ponselnya hanya saja aku malu memintanya.
“Save
nomorku dengan nama Cho Kyuhyun Tampan!” tulisnya di twitter.
“Siapa
yang menyimpan nomormu? Aku tidak menyimpannya sama sekali!” amukku.
Malam
semakin larut namun aku masih sulit memejamkan mata. Sedari tadi kerjaanku
hanya beguling-guling di ranjangku sambil menatap sederet nomor yang terpampang
di ponselku. Nomor yang kuberi nama Cho Kyuhyun Tampan, hm… anak itu membuatku
seperti budak, aku mau saja menulis nama pemberiannya sendiri pada nomornya.
Jam di ponselku sudah menapaki angka dua pagi tapi mataku belum berkurang
sedikit pun watt-nya.
Tunggu
dulu, jangan-jangan dia membohongiku. Nomor ini bukan nomornya, dia ‘kan jahil
sekali. Seperti saat dia mengajakku makan ramyeon, ternyata dia hanya
memanfaatkanku untuk jadi kambing hitamnya. Tanpa banyak berpikir aku langsung
menekan tombol memanggil pada nomor itu. Terdengar nada menunggu untuk beberapa
saat sampai panggilanku pun ada yang menjawab,
“Yeobuseo?”
ucap si penjawab telepon dengan nada mengantuk. Ini… benar suara Kyuhyun! Jadi
dia tidak bohong. “Yeobuseo? Eun Hye… ada apa kau menelponku pagi-pagi buta
begini?” tanyanya masih dengan nada mengantuk.
“Dari
mana kau tahu ini nomorku?” aku jadi kaget.
“Ummamu
yang memberiku saat ia menelpon semalam, kau baik-baik saja ‘kan? Kau takut ke
toilet ya?”
“Yaak,
ummaku cerita sampai di mana tentangku?” aku jadi histeris. Masalah pribadi
seperti itu bagaimana boleh dia tahu.
“Ya
itu… kalau malam kau takut ke toilet sendiri! Ya sudah kalau memang begitu,
nyalakan lampu kamarmu kemudian jalanlah perlahan. Nyalakan pula lampu di
tempat yang kau lalui, keadaan terang akan mengurangi sedikit takutmu…”
“Diam,
diam, diam! Aku tidak ingin ke toilet!” cegatku saat dia mendikteku seperti
orang bodoh. Prangggg… aku kaget, tiba-tiba saja ada suara barang pecah. Aku
turun dari ranjangku dan mencoba memeriksa keadaan rumah. Perlahan kubuka pintu
kamarku, aku sama sekali tidak menyalakan lampu.
“Eun
Hye… kau masih mendengarku?” tanya Kyuhyun.
“Siapa
di situ?” tanyaku saat melihat sesosok bayangan di ruang tengah.
“Apa
ada orang di rumahmu?” tanya Kyuhyun lagi. Buru-buru kunyalakan lampu dan
terlihat jelas seseorang yang mengenakan topeng sedang mengangkat sebuah tas
ukuran sedang.
“Aaaaaaahhhhh,
pencuri!!!!” teriakku kencang. Kuambil apa saja di dekatku sebagai senjata,
kupukul orang itu dengan bantal gabus yang kudapat di kursi.
“Diam!”
bentaknya, dia seorang pria, bagaimana pun aku tidak akan sanggup melawannya.
“Lepaskan
aku!” saat dia memelintir kedua tanganku.
“Jangan
berteriak!” bentaknya.
“Tolong,
tolong, tolong…” teriakku kencang tidak menghiraukan perintahnya.
“Anak
ini benar-benar…” dia jadi kesal dan bergegas menyumpal mulutku dengan
tangannya. Kesempatan bagiku, kugigit tangannya hingga dia mengerang kesakitan
dan akhirnya melepasku. Aku pun berlari menapaki anak tangga menuju kamarku,
aku harus berlindung, aku tidak tahu senjata tajam apa yang dibawa pencuri itu.
Membayangkan senjata tajam saja aku sudah merinding, apalagi kalau sampai
melihatnya, lebih-lebih kalau sampai melukaiku.
Pencuri
itu mengejarku ke lantai atas, aku memang berhasil masuk ke kamarku namun saat
akan menutup pintunya, pencuri itu berhasil mencegatnya. Jadilah kami tarik
menarik daun pintu. Hiks, hiks, seseorang tolonglah aku. Bhuggg… terdengar
suara pukulan dari luar, perlahan daun pintu yang ditarik pencuri itu
mengendor.
“Eun
Hye…” panggil seseorang, itu suara Kyuhyun. Buru-buru kubuka pintu, kulihat dia
memegang stick golf sementara pencuri itu sudah terkapar di lantai.
“Kyuhyun!!!”
aku menangis memeluknya. “Aku takut sekali!” isakku.
“Tenanglah,
pencurinya sudah tak dapat berbuat apa-apa,”
Malam
itu juga polisi datang untuk meringkus si pencuri. Ternyata pencuri itu hanya
mengincar pakaian dalam gadis-gadis, dia tidak mengincar harta atau apalah
barang-barang yang berharga. Kasus pencurian pakaian dalam memang sudah
beberapa kali terjadi namun baru kali ini pelakunya tertangkap.
“Dari
mana kau tahu kalau di rumahku ada pencuri?” tanyaku saat keadaan kembali
tenang. Kali ini Ah Ra unni, kakaknya Kyuhyun bersedia menemaniku di rumah.
“Kau
lupa ya? Panggilanmu masih tersambung padaku saat kau berteriak ada pencuri!”
jawabnya.
“Jadi
kau langsung lari ke sini membantuku?”
“Iya,
kami di rumah saja kaget melihat dia berlari seperti orang gila.” Ah Ra unni
yang menjawab pertanyaanku. “Bahkan dia sudah tidak sempat memakai alas kaki!”
tambahnya. Kulihat kaki Kyuhyun, memang sedikit lecet.
“Tak
perlu berterima kasih, aku tahu kau berutang budi padaku dan pastinya sulit
untuk membalasnya. Yang pasti aku tulus membantumu meski kakiku lecet, jadi kau
tidak perlu memujiku!” ucapnya bergegas pergi. Huh… aku benar-benar tidak tahu
bagaimana menghadapi namja seperti dia. Ah Ra unni hanya tertawa melihat
tingkah adiknya kemudian sedikit menguap,
“Unni…
kalau mengantuk, tidur saja di kamarku!” ucapku.
“Apa
di sini boleh? Sepertinya kursi ini lumayan nyaman!”
“Tapi
nanti unni salah tidur,”
“Jangan
khawatir, kursi ini lumayan besar. Kau juga tidurlah, kau masih punya 2 jam
waktu untuk tidur sebelum ke sekolah.”
“Nde,”
ucapku. Terima kasih Cho Kyuhyun, kau
baru saja menyelamatkanku dari seorang maniak.
Ibu
dan Oppaku langsung kembali ke Seoul begitu aku melapor akan kejadian yang
menimpaku semalam. Kebetulan keadaan nenek sudah membaik hingga mereka tak
menunggu lama lagi untuk kembali. Ibu benar-benar berterima kasih atas bantuan
keluarga Cho padaku, sebagai tanda terima kasihnya, ibu khusus membuatkan cake
lezat untuk keluarga Cho. Dan… aku yang harus mengantarnya.
“Aduh…
kenapa ibumu sampai repot begini?” ummanya Kyuhyun merasa tidak enak.
“Ini
belum seberapa Bibi, terimalah.” Ucapku. Akupun dipersilahkan untuk masuk.
“Kyuhyun
keluar bersama unninya membelikan makanan untuk Choco. Duduklah dulu, temani
Bibi minum teh!” tidak berapa lama Bibi keluar dengan nampan yang berisi teh
dan potongan cake pemberian umma.
Bibi
banyak bercerita tentang masa kanak-kanak Kyuhyun dan Ah Ra unni. Katanya
mereka pernah menjadi paduan suara di gereja bahkan sempat rekaman lagu natal.
Ah Ra unni telah menyelesaikan pendidikannya di Oxford University. Unni
mengambil jurusan bisnis dan sekarang tengah melakukan penjajakan di Seoul
untuk membuka usaha.
“Kalau
Kyuhyun bagaimana Bibi? Dia akan kuliah di mana?”
“Bibi
belum tahu pasti anak itu akan kuliah di mana. Itu tergantung pilihannya, tapi
yang jelas dia tidak boleh jauh-jauh dari Bibi. Kyuhyun itu gampang sakit,
makanya masih perlu diawasi.” Aku ingat saat Kyuhyun mengaku mengidap
anoreksia.
“Kyuhyun
itu pernah mengalami trauma saat dia masih kecil hingga dia terkena anoreksia.
Dia sama sekali tidak bisa makan mie, setiap memakannya… dia pasti akan
langsung memuntahkannya. Saat Bibi membawanya periksa, dokter bilang itu adalah
dampak dari trauma yang dialaminya.”
“Trauma
kenapa Bibi?”
“Suatu
hari, Kyuhyun pulang dalam keadaan menangis diantar oleh gurunya di TK. Saat
Bibi bertanya, gurunya bilang Kyuhyun baru saja bertengkar dengan temannya. Itulah
awalnya, tiba-tiba saja Kyuhyun tidak bisa makan mie dan tak mau lagi
bersekolah di sekolahnya itu.
“Hanya
bertengkar dengan temannya hingga berefek seperti itu?” aku jadi kaget.
“Sejak
saat itu pula dia juga tak mau bermain di taman bermain, tak mau main
perosotan, jungkat-jungkit dan mainan anak TK yang lain. Dulu Kyuhyun sulit
bergaul, temannya tidak banyak bahkan tak ada yang mau bermain dengannya,”
“Memangnya
kenapa tak ada yang mau bermain bersamanya?” tanyaku penasaran. Bibi malah
tersenyum, aku jadi semakin penasaran.
“Kau
mau melihat foto Kyuhyun saat masih di Paran Kindergarten?”
“Paran?
Aku juga dari Paran!” aku jadi antusias. “Aku mau Bibi, perlihatkan fotonya.
kami ‘kan seangkatan, siapa tahu aku masih ingat,” seruku.
“Kalau
begitu, Bibi ambil albumnya dulu,” ucap bibi. Aku mengangguk semangat. Jadi apa
yang dikatakannya saat dia mengajakku makan ramyeon, semua berkebalikan.
Ramyeon dan taman bermain adalah hal yang dia hindari karena trauma, tapi dia
justru mengajakku untuk makan ramyeon dan menemaninya bermain.
To be
continued . . .