Friday 13 November 2015

FF In My Dream (Part 3)




sebelumnya di In My (Dream Part 2)

Aku tercengang melihat ke mana Kyuhyun membawaku, taman bermain? Dia mengajakku main ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, dan berbagai mainan anak-anak yang lain.
“Kita ‘kan bukan anak TK, untuk apa main beginian?” protesku saat bermain ayunan bersamanya. Namja itu hanya tersenyum, dia begitu manis di saat senyumnya mengembang. “Yaak, apa dulu kau tidak masuk TK? Langsung mendaftar ke SD?” tanyaku.
“Yaak, kalau bertanya yang wajar saja! Mana mungkin aku langsung SD!”
“Tapi kenapa kita bermain permainan anak kecil seperti ini?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“Cho Kyuhyun… ingatlah umurmu!”
“Memangnya ada aturan kalau anak SMU tidak boleh main ayunan?”
“Bukannya begitu, tapi…” sepertinya kalau melawannya berdebat, aku pasti tidak akan menang. “Ya sudahlah… kali ini kau kuampuni, kau membuatku terlihat tidak menikmati masa kecilku saja!”
Setelah puas bermain seperti anak kecil, namja aneh itu membawaku ke kedai ramyeon. Aku jadi heran, kenapa dia suka sekali makan ramyeon? Dia terlihat sangat menikmatinya, aku yang tadinya lumayan kesal pada tingkahnya, justru berbalik menatapnya haru.
“Puasnya hari ini!!!” serunya saat kami menuju halte.
“Cuma bermain di taman bermain dan makan ramyeon, apanya yang spesial?” celotehku. Namja itu hanya diam menyunggingkan segaris senyum menawan di bibirnya.
“Eun Hye… apa kau tahu kalau sebenarnya aku sedang sakit…” ucap Kyuhyun pelan.
“Sakit?” aku tercengang. “Sakit apa? Kau bisa sembuh ‘kan?”
“Entahlah…” jawabnya.
“Yaak… Cho Kyuhyun jangan bercanda!” desakku.
“Saat masih kecil, aku mengidap anoreksia parah. Sampai sekarang gejalanya masih sering datang. Kalau gejalanya datang, dapat dipastikan aku tidak akan bisa makan. Makanya umma sangat menjaga pola makan dan jenis makanan yang kumakan. Aku tidak dibolehkan makan makanan instant dan minum softdrink,”
“Tapi… barusan kau makan ramyeon ‘kan?”
“Itulah mengapa aku mengajakmu, supaya bila aku jatuh sakit maka aku bisa bilang pada umma kalau kau yang mengajakku makan,”
“Yaak, bukannya kau yang mengajakku makan?”
“Eun Hye mengertilah, terkadang kau pasti dapat bosan dengan pola hidup yang kau jalani sekarang. Kau pasti ingin mencoba hal-hal baru yang belum pernah kau rasakan, begitu pula aku. Apa salahnya kalau kau membantuku kali ini?”
“Tapi kenapa kau menjadikanku kambing hitam?” kupukul namja itu, “Cepat muntahkan ramyeon yang baru kau makan, cepat keluarkan sebelum sakitmu kambuh!” kupegang tengkuknya dan berusaha membuatnya muntah.
“Yaak, yaak, lepaskan!” dia meronta.
“Cepat muntahkan sebelum kita berada dalam masalah!” desakku.
“Aduuuuh…” dia meringis memegang perutnya.
“Kau kenapa? Sakit ya?” aku jadi panik,
“Bercanda ^^!” ucapnya kemudian berlari meninggalkanku.
“Kau penipu Cho Kyuhyun!” kukejar dia. Langkah Kyuhyun terhenti saat seorang yeoja berdiri di hadapannya, aku pun berhenti tepat di samping Kyuhyun. Sejenak yeoja itu menatap padaku. Yeoja yang juga memakai seragam yang sama dengan kami. Berarti murid Paran High School juga.
“Jadi ini alasannya?” yeoja itu mulai berbicara pada Kyuhyun.
“Emmm… kami…” Kyuhyun terlihat kaku, apakah yeoja di depanku ini adalah pacarnya?
“Cho Kyuhyun, kupikir kau namja yang dapat dipercaya. Kupikir aku dapat memegang perkataanmu, ternyata kau munafik,”
“Sebenarnya kau salah paham…”
“Pantas kau menolak ajakanku… ternyata…” yeoja itu melirik sinis ke arahku.
“Kami tidak punya hubungan apa-apa, aku hanya…”
“Berhentilah membual, kau pikir aku orang bodoh? Dasar penipu!” yeoja itu lalu pergi.
“Apa yang kau tunggu? Cepat kejar dia!” desakku pada Kyuhyun.
“Percuma, di saat marah dia tidak akan dapat mendengar penjelasan,” tolaknya.
“Jadi benar dia pacarmu?” jeritku dalam hati.

Aku berjalan lemah di koridor sekolahku. Ini pertama kalinya bagiku, pertama kali merasakan ada sesuatu yang mengganjal di dadaku yang membuatku terasa sesak untuk bernapas. Rasanya sakit sekali, aku tak tahu apa obatnya. Semenjak kemarin malam, tepatnya sejak pertemuan kesalahpahaman antara yeoja itu, Kyuhyun, dan aku rasa sesak itu mulai ada.
“Eun Hye!” Sun Young dan Yeon Hee menghampiriku, sepertinya ada yang ingin mereka katakan padaku,
“Ada apa?” tanyaku lemah. Mereka saling pandang, “Ada apa? Katakanlah!”
“Kenapa wajahmu lesu seperti itu? Padahal kami malah ingin menyampaikan berita buruk,” ucap Sun Young berat.
“Kalau memang aku harus tahu, katakanlah!” aku pasrah. Kalau pun nanti aku menangis, aku bisa meminjam bahu mereka.
“Kami mendengar kabar kalau Kyuhyun dan Victoria Sunbae saat ini sedang dekat,” ucap Yeon Hee.
“Mereka benar-benar pacaran ‘kan?” air mataku menggumpal, “Kalau dia sudah punya yeoja chingu, kenapa dia malah mengajakku bermain di taman bermain, menemaninya makan ramyeon atau membuatkannya ramyeon di rumahnya? Dia ‘kan bisa memanggil yeoja chingunya itu!”  huwa…huwa… akhirnya aku menangis juga.
“Maaf… kami tidak bisa berbuat apa-apa…” sesal Yeon Hee.
“Memangnya kalian bisa apa? Sudah… peluk aku saja agar aku merasa aku masih punya sandaran!” perintahku. Mereka memelukku, gomawo chingudeul… kalian tetap mendampingi aku di saat aku terpuruk seperti ini.

Suasana kantin saat istirahat tiba memang padat seperti biasanya. Yeon Hee dan Sun Young mengajakku ke kantin setelah tadi aku puas menangis menumpahkan semua emosiku. Kutahu niat sahabat-sahabatku itu baik, namun di kantin justru aku kembali bertemu dengan Kyuhyun. Parahnya lagi dia bersama sunbae itu, sepertinya mereka sudah baikan.
“Jangan dilihat, nikmati saja jusmu!” perintah Yeon Hee. Aku menurut saja, memang benar, kalau dilihat yang ada malah semakin sakit hati. Dhuuugh… terdengar seseorang memukul meja.
“Apa maksudmu?” bentak seorang yeoja, saat aku menolah ternyata Victoria Sunbae.
“Masih belum jelas? Aku menolak anda Sunbae!” balas Kyuhyun cuek.
“Kau mempermainkanku?” tanya sunbae lagi
“Tidak, aku merasa kita memang tidak cocok. Aku tidak ingin bersama yeoja yang tidak bisa percaya padaku…”
“Lalu untuk apa kau mengejarku dan bersusah payah menjelaskan kejadian semalam saat kau bersama yeoja itu!” Victoria Sunbae menunjuk ke arahku. Aku kaget dengan mata yang membulat.
“Aku hanya tidak ingin kau mengataiku penipu. Aku tidak pernah bohong padamu, aku dan dia memang tidak punya hubungan apa-apa!”
“Kau…” sunbae kehabisan kata-kata.
“Jadi berhentilah mengejarku sunbae!” putus Kyuhyun sambil menyeruput jus jeruknya. Cussss, Victoria sunbae menumpakan jus strawberi miliknya ke wajah Kyuhyun,
“Kau benar-benar brengsek!” umpatnya dan pergi begitu saja.
Wah… pertunjukan yang memukau, semua aktifitas di kantin berhenti seketika saat perseteruan itu terjadi. Kesimpulannya sekarang… Kyuhyun tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan sunbae itu ‘kan? Wajah Kyuhyun kotor terkena jus strawberry, aku bergegas mengambil sapu tanganku untuk membantunya membersihkan wajahnya. Tapi sayang… aku kalah cepat dengan siswi yang lain, tiba-tiba saja sudah banyak siswi yang menyodorkan tissue maupun sapu tangan untuk menyeka wajahnya. Hm… dia begitu popular, ternyata sainganku bukan hanya Victoria Sunbae namun seluruh siswi yang menaksir Kyuhyun.
~~~
Malam ini aku harus menjaga rumah sendiri. Umma dan Oppa harus ke Jeju menjenguk nenek yang sakit. Kebetulan Oppaku tidak ada perkuliahan maka dia ikut, sementara aku, karena sekolah, maka aku tinggal. Ini pertama kalinya aku ditinggal sendiri, memang ada perasaan takut namun kurasa aku memang harus belajar mandiri. Kyuhyun saja pernah tinggal sendiri di rumah, kenapa aku tidak bisa!
“Jangan memandangku!” tegur Kyuhyun di twitter, kebetulan aku sedang online. Saat ini aku memang duduk di balkon kamarku yang berhadapan dengan kamarnya, aku memang memandang ke arah kamarnya tapi aku tidak tahu kalau dia melihatku.
“Siapa yang memandangmu? Jangan besar kepala ya!” balasku.
“Kau sudah ketahuan tapi masih menyangkal!” dia keluar dari kamar kemudian melambai padaku. Kujulurkan lidahku untuk mengejeknya.
“Malam ini kau sendiri ya? Apa tidak takut?”
“Untuk apa takut? Aku pemberani!”
“Umma-mu baru saja menelpon ke rumahku untuk minta tolong mengawasimu. Katanya kau sangat penakut…”
“Bohong!”
“Untuk apa bohong? Apa untungnya bagiku?” balas Kyuhyun. Irgh… umma untuk apa sampai menelpon ke tetangga. “Ini nomorku 088 0204 xxx, telpon aku bila kau butuh bantuan. Cepat disimpan, setelah ini aku akan menghapus twitt ini. Aku tidak mau nomorku tersebar, kau tahu sendiri ‘kan banyak yang mengejar nomor ponselku,” Uhg… anak itu terlahir dengan rasa percaya diri yang besarnya melebihi karang es yang dihantam Titanic.
“Untuk apa? Aku tidak butuh nomormu! Hapus saja kalau kau ingin menghapusnya.” Balasku sok jual mahal. Padahal aku sudah menyimpan nomornya, bagaimanapun aku sudah lama ingin punya nomor ponselnya hanya saja aku malu memintanya.
“Save nomorku dengan nama Cho Kyuhyun Tampan!” tulisnya di twitter.
“Siapa yang menyimpan nomormu? Aku tidak menyimpannya sama sekali!” amukku.
Malam semakin larut namun aku masih sulit memejamkan mata. Sedari tadi kerjaanku hanya beguling-guling di ranjangku sambil menatap sederet nomor yang terpampang di ponselku. Nomor yang kuberi nama Cho Kyuhyun Tampan, hm… anak itu membuatku seperti budak, aku mau saja menulis nama pemberiannya sendiri pada nomornya. Jam di ponselku sudah menapaki angka dua pagi tapi mataku belum berkurang sedikit pun watt-nya.
Tunggu dulu, jangan-jangan dia membohongiku. Nomor ini bukan nomornya, dia ‘kan jahil sekali. Seperti saat dia mengajakku makan ramyeon, ternyata dia hanya memanfaatkanku untuk jadi kambing hitamnya. Tanpa banyak berpikir aku langsung menekan tombol memanggil pada nomor itu. Terdengar nada menunggu untuk beberapa saat sampai panggilanku pun ada yang menjawab,
“Yeobuseo?” ucap si penjawab telepon dengan nada mengantuk. Ini… benar suara Kyuhyun! Jadi dia tidak bohong. “Yeobuseo? Eun Hye… ada apa kau menelponku pagi-pagi buta begini?” tanyanya masih dengan nada mengantuk.
“Dari mana kau tahu ini nomorku?” aku jadi kaget.
“Ummamu yang memberiku saat ia menelpon semalam, kau baik-baik saja ‘kan? Kau takut ke toilet ya?”
“Yaak, ummaku cerita sampai di mana tentangku?” aku jadi histeris. Masalah pribadi seperti itu bagaimana boleh dia tahu.
“Ya itu… kalau malam kau takut ke toilet sendiri! Ya sudah kalau memang begitu, nyalakan lampu kamarmu kemudian jalanlah perlahan. Nyalakan pula lampu di tempat yang kau lalui, keadaan terang akan mengurangi sedikit takutmu…”
“Diam, diam, diam! Aku tidak ingin ke toilet!” cegatku saat dia mendikteku seperti orang bodoh. Prangggg… aku kaget, tiba-tiba saja ada suara barang pecah. Aku turun dari ranjangku dan mencoba memeriksa keadaan rumah. Perlahan kubuka pintu kamarku, aku sama sekali tidak menyalakan lampu.
“Eun Hye… kau masih mendengarku?” tanya Kyuhyun.
“Siapa di situ?” tanyaku saat melihat sesosok bayangan di ruang tengah.
“Apa ada orang di rumahmu?” tanya Kyuhyun lagi. Buru-buru kunyalakan lampu dan terlihat jelas seseorang yang mengenakan topeng sedang mengangkat sebuah tas ukuran sedang.
“Aaaaaaahhhhh, pencuri!!!!” teriakku kencang. Kuambil apa saja di dekatku sebagai senjata, kupukul orang itu dengan bantal gabus yang kudapat di kursi.
“Diam!” bentaknya, dia seorang pria, bagaimana pun aku tidak akan sanggup melawannya.
“Lepaskan aku!” saat dia memelintir kedua tanganku.
“Jangan berteriak!” bentaknya.
“Tolong, tolong, tolong…” teriakku kencang tidak menghiraukan perintahnya.
“Anak ini benar-benar…” dia jadi kesal dan bergegas menyumpal mulutku dengan tangannya. Kesempatan bagiku, kugigit tangannya hingga dia mengerang kesakitan dan akhirnya melepasku. Aku pun berlari menapaki anak tangga menuju kamarku, aku harus berlindung, aku tidak tahu senjata tajam apa yang dibawa pencuri itu. Membayangkan senjata tajam saja aku sudah merinding, apalagi kalau sampai melihatnya, lebih-lebih kalau sampai melukaiku.
Pencuri itu mengejarku ke lantai atas, aku memang berhasil masuk ke kamarku namun saat akan menutup pintunya, pencuri itu berhasil mencegatnya. Jadilah kami tarik menarik daun pintu. Hiks, hiks, seseorang tolonglah aku. Bhuggg… terdengar suara pukulan dari luar, perlahan daun pintu yang ditarik pencuri itu mengendor.
“Eun Hye…” panggil seseorang, itu suara Kyuhyun. Buru-buru kubuka pintu, kulihat dia memegang stick golf sementara pencuri itu sudah terkapar di lantai.
“Kyuhyun!!!” aku menangis memeluknya. “Aku takut sekali!” isakku.
“Tenanglah, pencurinya sudah tak dapat berbuat apa-apa,”
Malam itu juga polisi datang untuk meringkus si pencuri. Ternyata pencuri itu hanya mengincar pakaian dalam gadis-gadis, dia tidak mengincar harta atau apalah barang-barang yang berharga. Kasus pencurian pakaian dalam memang sudah beberapa kali terjadi namun baru kali ini pelakunya tertangkap.
“Dari mana kau tahu kalau di rumahku ada pencuri?” tanyaku saat keadaan kembali tenang. Kali ini Ah Ra unni, kakaknya Kyuhyun bersedia menemaniku di rumah.
“Kau lupa ya? Panggilanmu masih tersambung padaku saat kau berteriak ada pencuri!” jawabnya.
“Jadi kau langsung lari ke sini membantuku?”
“Iya, kami di rumah saja kaget melihat dia berlari seperti orang gila.” Ah Ra unni yang menjawab pertanyaanku. “Bahkan dia sudah tidak sempat memakai alas kaki!” tambahnya. Kulihat kaki Kyuhyun, memang sedikit lecet.
“Tak perlu berterima kasih, aku tahu kau berutang budi padaku dan pastinya sulit untuk membalasnya. Yang pasti aku tulus membantumu meski kakiku lecet, jadi kau tidak perlu memujiku!” ucapnya bergegas pergi. Huh… aku benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi namja seperti dia. Ah Ra unni hanya tertawa melihat tingkah adiknya kemudian sedikit menguap,
“Unni… kalau mengantuk, tidur saja di kamarku!” ucapku.
“Apa di sini boleh? Sepertinya kursi ini lumayan nyaman!”
“Tapi nanti unni salah tidur,”
“Jangan khawatir, kursi ini lumayan besar. Kau juga tidurlah, kau masih punya 2 jam waktu untuk tidur sebelum ke sekolah.”
“Nde,” ucapku.  Terima kasih Cho Kyuhyun, kau baru saja menyelamatkanku dari seorang maniak.

Ibu dan Oppaku langsung kembali ke Seoul begitu aku melapor akan kejadian yang menimpaku semalam. Kebetulan keadaan nenek sudah membaik hingga mereka tak menunggu lama lagi untuk kembali. Ibu benar-benar berterima kasih atas bantuan keluarga Cho padaku, sebagai tanda terima kasihnya, ibu khusus membuatkan cake lezat untuk keluarga Cho. Dan… aku yang harus mengantarnya.
“Aduh… kenapa ibumu sampai repot begini?” ummanya Kyuhyun merasa tidak enak.
“Ini belum seberapa Bibi, terimalah.” Ucapku. Akupun dipersilahkan untuk masuk.
“Kyuhyun keluar bersama unninya membelikan makanan untuk Choco. Duduklah dulu, temani Bibi minum teh!” tidak berapa lama Bibi keluar dengan nampan yang berisi teh dan potongan cake pemberian umma.
Bibi banyak bercerita tentang masa kanak-kanak Kyuhyun dan Ah Ra unni. Katanya mereka pernah menjadi paduan suara di gereja bahkan sempat rekaman lagu natal. Ah Ra unni telah menyelesaikan pendidikannya di Oxford University. Unni mengambil jurusan bisnis dan sekarang tengah melakukan penjajakan di Seoul untuk membuka usaha.
“Kalau Kyuhyun bagaimana Bibi? Dia akan kuliah di mana?”
“Bibi belum tahu pasti anak itu akan kuliah di mana. Itu tergantung pilihannya, tapi yang jelas dia tidak boleh jauh-jauh dari Bibi. Kyuhyun itu gampang sakit, makanya masih perlu diawasi.” Aku ingat saat Kyuhyun mengaku mengidap anoreksia.
“Kyuhyun itu pernah mengalami trauma saat dia masih kecil hingga dia terkena anoreksia. Dia sama sekali tidak bisa makan mie, setiap memakannya… dia pasti akan langsung memuntahkannya. Saat Bibi membawanya periksa, dokter bilang itu adalah dampak dari trauma yang dialaminya.”
“Trauma kenapa Bibi?”
“Suatu hari, Kyuhyun pulang dalam keadaan menangis diantar oleh gurunya di TK. Saat Bibi bertanya, gurunya bilang Kyuhyun baru saja bertengkar dengan temannya. Itulah awalnya, tiba-tiba saja Kyuhyun tidak bisa makan mie dan tak mau lagi bersekolah di sekolahnya itu.
“Hanya bertengkar dengan temannya hingga berefek seperti itu?” aku jadi kaget.
“Sejak saat itu pula dia juga tak mau bermain di taman bermain, tak mau main perosotan, jungkat-jungkit dan mainan anak TK yang lain. Dulu Kyuhyun sulit bergaul, temannya tidak banyak bahkan tak ada yang mau bermain dengannya,”
“Memangnya kenapa tak ada yang mau bermain bersamanya?” tanyaku penasaran. Bibi malah tersenyum, aku jadi semakin penasaran.
“Kau mau melihat foto Kyuhyun saat masih di Paran Kindergarten?”
“Paran? Aku juga dari Paran!” aku jadi antusias. “Aku mau Bibi, perlihatkan fotonya. kami ‘kan seangkatan, siapa tahu aku masih ingat,” seruku.

“Kalau begitu, Bibi ambil albumnya dulu,” ucap bibi. Aku mengangguk semangat. Jadi apa yang dikatakannya saat dia mengajakku makan ramyeon, semua berkebalikan. Ramyeon dan taman bermain adalah hal yang dia hindari karena trauma, tapi dia justru mengajakku untuk makan ramyeon dan menemaninya bermain.


To be continued . . .