“Hiks… syukurlah Bibi menemukanmu.
Beberapa hari yang lalu Bibi pulang ke Daegu untuk mengikuti reuni akbar
teman-teman SMA Bibi. Dari mereka lah Bibi tahu ibumu baru saja meninggal
dan Bibi yakin kau sedang kesusahan. Bibi mencari alamat dan nomor teleponmu
dengan berbagai cara yang Bibi bisa, dan akhirnya Bibi berhasil…”
“Nah…
inilah kamarmu, Bibi harap kau suka,”
“Bibi…
kamar ini sangat bagus. Aku benar-benar berterima kasih,”
“Ibu…
kami pulang!!!”
“Itu putraku Dae Han. Ayo
turun dan kuperkenalkan denganmu,”
“Halo…
namaku Yoo Jin Hee, senang bertemu denganmu Dae Han,” “Dae
Han punya Kakak?”
“Hae
Jin~a inilah Jin Hee yang Bibi ceritakan itu. Syukurlah dia mau menerima
tawaran Bibi untuk tinggal bersama kita…”
“Oraenman ine [1]…
selamat datang di rumah kami,”
“Oh…
tunggu, apa kalian saling mengenal?”
“Saat
SMA, kami sekelas!”
“Park Hae Jin… kenapa
kau selalu muncul dalam pikiranku. Berhentilah mengganggu tidurku,”
“Yoo Jin Hee… kau
hebat, kau bisa jadi penulis puisi yang handal!”
“Waah….”
“Suit…suit…”
“Bwahahaaa….”
“Heh… kau cukup
berani, kau tahu siapa Hae Jin ‘kan? Anak buruh bangunan dan tukang cuci
sepertimu yang masuk ke sekolah elit ini lewat rasa kasihan sponsor tentu tidak
pantas untuk Hae Jin.”
“Kembalikan
bukunya!”
“Apa kau
melindunginya?”
“Sebentar lagi guru
masuk, jangan buat keributan!… dan lagi, mungkin di rumahnya tidak ada cermin.
Bagi kalian yang ingin berdonasi, sumbangkanlah kelebihan cermin di rumah
kalian untuknya!”
“Nasibmu
benar-benar malang, di saat kau mendapat tumpangan di rumah orang, eh… malah
kau harus seatap dengan orang yang telah mempermalukanmu,”