sebelumnya di When Rain Comes (Part 2)
Akhirnya tiba juga pesta panen, yah…
semacam syukuran yang diselenggarakan para petani untuk menyambut hasil panen
yang melimpah. Biasanya pesta ini semarak dengan tarian dan nyanyian serta
berbagai macam kuliner yang dimasak secara ramai-ramai oleh penduduk desa.
“Ini baju untukmu, pakailah di pesta
panen nanti malam!” ucap Appa menyodorkan sebuah bungkusan padaku, kubuka
bungkusan itu, wah… hanbok! Biasanya kalau ke pesta aku menggunakan gaun mewah
rancangan Andre Kim, Louis Vitton, Giordano Armani, Dior, atau Calvin Klein
tapi kali ini aku harus puas dengan selembar Hanbok. Haermoni yang
mendandaniku, beliau cekatan sekali memasangkan setiap helai hanbok di tubuhku.
“Haermoni…” ucapku,
“Aku merasa aneh ada seorang gadis
seumuran anakku memanggilku Haelmoni,”
“Aku juga merasa aneh bila harus
menyebut ajumma pada hearmoni-ku!”
“Sudahlah… tak apa, kenapa
memanggilku?”
“Appa dan Ommanya Kyu ke mana? Aku
tidak pernah melihatnya!” entah kenapa aku jadi penasaran,
“Appa dan Ommanya Kyuh telah
meninggal terseret banjir dua tahun yang lalu. Saat itu hujan sangat lebat
sehingga warga desa sulit menolong mereka. Kasihan Kyu… kini dia tinggal bersama
paman dan bibinya, itulah mengapa kami sangat menyanginya apa lagi dia anak
yang rajin dan penurut,” jelas Haermoni.
“Seandainya
hujan tidak lebat, kira-kira Appa dan Ommanya masih tertolong?”
“Ya…
tentu saja, hujan lebat itu mengakibatkan warga tak dapat melihat dengan jelas
sehingga tak sempat menolong mereka!” Jeongmal?
Kalau begitu nasibnya lebih tragis dibanding aku, kalau dibanding kehilangan
orang tua, aku lebih memilih kehilangan kemampuan menariku. Entah apa yang
terjadi bila aku yang berada di posisi Kyuhyun.
“Nah…
sudah jadi! Noe nomu yeppo!” puji
Haermoni,
“Gomawoyo
Haermoni!” aku bercermin, ternyata Haermoni tidak bohong, aku memang sangat
cantik dengan hanbok ini dibanding saat aku menggunakan gaun mewah koleksiku.
Aku keluar kamar, di luar Appa telah menunggu.
“Appa…
bagaimana penampilanku?!”
“Wah…
nomu kyeopta!” puji Appa. Kamipun
segera menyusul warga lain ke halaman SMU Mokpo, ya… pesta panen tentunya
membutuhkan tempat yang luas dan tempat yang paling tepat adalah halaman SMU
Mokpo.
Kulihat
Kyuhyun sedang membantu ajumma dan ajussi menyusun makanan sementara anak-anak
yang lain asik bermain petasan.
“Kyu~a…!”
teriak Appa, seketika dia menoleh. Kami bertemu pandang, dia tersenyum padaku.
“Noe nomu kyeopta!” pujinya padaku.
“Gomawo!” balasku,
“Ayo…
kita menari!” dia menarik tanganku, eh… aku belum memberimu izin kan’? lagi
pula aku mana bisa! Selain menari dan bernyanyi, kami juga berfoto bersama. Aku
kebagian foto berdua dengan Kyuhyun, karena fotonya langsung jadi maka aku
dapat melihat hasilnya. Kalau pakai kamera digital pasti hasilnya lebih cerah,
tapi jangankan kamera digital, kamera berklise saja tidak ada!
“Aku
saja yang pegang!” seru Kyuhyun. Uh… padahal aku juga mau, dasar anak itu.
Malam
semakin larut dan pesta tak kunjung usai, kakiku sudah pegal, aku memilih
beristirahat di sudut sekolah. Aku penasaran keadaan sekolah Appa-ku ini, aku
pun masuk dan berkeliling sendiri. Sekolah zaman dulu, lantainya masih dari
kayu, atapnya sebagian menggunakan atap rumbia, tentu sekolah ini tidak punya
ruang internet, tak punya laboratorium digital, tak punya ruang orchestra, dan
tak punya parkiran mobil. Sungguh berat perjuangan orang-orang di zaman ini,
aku yang hidup dengan segala fasilitas yang memadai kenapa masih selalu
mengeluh dan tidak pernah bersyukur.
Kyuhyun
yang kehilangan orang tuanya di saat hujan saja tidak pernah mengeluh atau
bahkan membenci hujan sementara aku… aku… aku sangat membenci hujan yang telah
merenggut kemampuan menariku. Perlahan kurasakan dadaku sesak, kulihat ada asap
yang mengepung ruangan dan masuk melalui celah-celah jendela.
“Kebakaran…!”
kudengar teriakan seseorang dari luar ruangan, aku baru tersadar bahwa yang
terbakar adalah sekolah ini saat melihat api membakar atap sekolah. Aku berlari
ketakutan mencoba keluar ruangan namun mataku perih karena asap yang memenuhi
ruangan sehingga penglihatanku berkurang. Kututup hidungku agar aku tidak
menghirup asap terlalu banyak namun itu membuatku sulit bernapas. Aku mencoba
menuruni tangga namun aku terjatuh sebab kesandung oleh hanbokku. Aw… kakiku
yang keseleo kemarin kembali sakit. Api cepat membakar ruang sekolah ini sebab
sekolah ini terbuat dari kayu, belum lagi atapnya dari daun rumbia.
“Appa…
tolong aku!!” aku menangis, aku menyeret badanku sekuat tenaga menuju pintu
keluar, tiba-tiba saja sebuah balok menimpa jalanku dan tanganku terkena
jilatan api. Aku mencoba berdiri namun aku tidak bisa, tak ada lagi tempat yang
dapat kugunakan bertumpu sebab api sudah menghanguskan semuanya. Hanbokku ikut
terbakar, aku segera memadamkannya sebelum api menjilat semuanya.
“Hyena…!”
kudengar Appa memanggilku,
“Appa!”
balasku, “Aku di sini… tolong aku!” berulang kali Appa berteriak namun belum
juga menemukanku, kalau begini terus aku bisa mati terbakar.
“Hyena!!!”
seseorang memanggilku, mataku perih karena asap sehingga samr-samar aku
melihatnya, Kyuhyun?! Dia segera menggendongku,
“Hyung…!! Aku sudah menemukannya!”
samar-samar kulihat dua orang pemuda seumuran denganku berusaha keras
menolongku, satu orang menggendongku dan satunya lagi membuka jalan.
“Hyena…irona!!”
“Hyena…irona!!” berulang kali kudengar suara
itu, perlahan kubuka mataku, kulihat Appa dengan wajah cemasnya berusaha
menyadarkanku.
“Appa!!”
aku segera memeluknya dan menangis, “Aku takut sekali!”
“Gwencana…!” tidak apa-apa, bujuk Appa.
Dari jauh kulihat Kyuhyun dan beberapa anak berusaha memadamkan api yang
membakar sekolah mereka. Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya, aku menoleh ke
langit, pantas tidak ada bintang malam ini ternyata tertutup awan mendung,
karena langit malam gelap maka mendung tidak nampak. Perlahan api yang membakar
seluruh sekolah menjadi padam terguyur hujan, kulihat tarikan napas lega dari
semua orang yang berusaha memadamkan api itu. Untunglah turun hujan sehingga
sekolah Appa tidak hangus, Appa dan yang lain masih bisa sekolah meski harus
memperbaiki kembali sebagian ruang yang termakan api.
“Lihatlah…
hujan membantu menyelamatkan sekolah kami!!!” bisik Kyuhyun saat kami termangu
memandangi sekolahnya yang hangus sebagian, “Tidak selamanya apa yang kau benci
adalah buruk, jangan langsung membenci sesuatu hanya karena satu kesalahannya
lantas kau melupakan hal-hal baik yang pernah terjadi karenanya. Seperti hujan
ini, kau membencinya karena satu musibah yang menimpa namun kau melupakan
manfaat hujan yang lain!”
“Kau
benar, kurasa selama ini aku sangat keterlaluan, bukannya berterima kasih pada
pemberian Tuhan malah membencinya.” Kau benar Kyuhyun… orang yang lebih pantas
membenci hujan sebenarnya adalah kamu namun kau tetap berbesar hati, menerima
bahkan masih sangat menyukai hujan.
“Kyu~a…”
suaraku serak, “Pasti berat melalui hidup ini tanpa orang tua, tapi kau tetap
optimis, kau tetap kuat menghadapi semuanya dengan hati yang lapang. Aku sunguh
iri padamu, aku ingin sepertimu yang dapat menerima semua takdirmu dengan
senyuman. Jarang ada orang sepertimu Kyu…”
“…”
kami terdiam.
“Aku
akan menjadi psikolog dan mengamalkan ilmu yang kau berikan padaku, aku telah
menerima keadaan bahwa aku tak dapat menjadi penari. Aku berjanji akan membantu
orang lain yang merasa putus asa karena takdirnya, aku akan mengajari mereka
untuk bisa bertahan meski apa yang mereka inginkan tidak tercapai,” dia
tersenyum ke arahku, “Kyunghee University… tunggu aku, aku pasti tak akan gagal
menjadi mahasiswimu!” teriakku kencang.
“Kyunghee?”
tanya Kyuhyun
“Uhm…
Kyunghee… aku akan bersekolah di sana, aku pasti bisa!”
“Kenapa
ingin bersekolah di sana?”
“Appaku
adalah salah satu lulusan terbaik universitas itu sahingga aku ingin menjadi
penerusnya!”
“Semangat!!!”
aku terkejut saat dia memberi dukungan padaku.
~~♥ when rain comes ♥~~
Pagi
ini kulihat beberapa anak mengangkut balok dan beberapa papan, mereka berjalan
ke arah sekolah. Wah… kegotongroyongan warga desa ini sangat kental, baru
semalam kejadian kebakaran itu, paginya mereka telah beramai-ramai membangun
sekolah.
“Hyena…palli!” Kyuhyun memanggilku, aku melihat
dia memegang satu bibit pohon. Dia menarik tanganku dan membawaku ke sebuah
tempat, “Bukannya kau bilang kalau desa kami akan terendam air dan menjadi
danau?” tanyanya, akupun mengangguk. “Akan kutanam banyak pohon biar air yang
akan menenggelamkan desa kami terserap oleh akar-akar pohon ini!”
“Benar,
akar pohon akan membantu menyerap air sehingga mencegah banjir. Baiklah aku
akan membantumu!” seharian kami menanam bibit pohon itu di sepanjang garis
jalan, tak kusangka dia percaya pada kata-kataku. Aku saja bila berada di
posisinya tidak akan termakan perkataanku mengenai desa yang akan menjadi danau
ini, aku saja tidak percaya pada diriku sendiri tapi kenapa dia percaya
padaku?! Kyu~a… gomapta sudah mau
percaya padaku.
“Hyena…”
panggil Kyuhyun, aku berbalik ke arahnya. “Aku tahu kita pasti akan berpisah
maka dari itu aku minta padamu jangan lupakan aku!”
“Kau
ini bicara apa?!” balasku
“Suatu
saat kau pasti akan kembali ke zamanmu dan meninggalkan kami, aku memang sangat
menyebalkan dan sering membuatmu marah…tapi aku sungguh senang dapat berkenalan
denganmu. Aku tak tahu apakah kita akan bertemu lagi di zamanmu nanti atau
tidak, satu yang kuminta darimu, jangan lupakan aku!”
“Aku
janji tidak akan melupakanmu!” ucapku, bagaimana mungkin aku akan melupakan
orang yang telah menarik hatiku. “Yaa…
aku ke Mokpo untuk menghadiri reunian Appaku, itu berarti kita akan bertemu!
Aku jadi penasaran bagaimana penampilanmu di saat kau menjadi ajussi!” dia
tertawa mendengarku
“Aku
pasti tetap tampan dan berkharisma!” balasnya, kali ini aku yang tertawa, orang
ini benar-benar gokil.
Gelap
menjelang, Appa datang menjemputku. Akhirnya aku dan Kyuhyun menyudahi
pekerjaan kami.
“Kita
ke sungai dulu untuk mencuci tangan dan kaki, lihat kau belepotan lumpur!” ajak
Kyuhyun, aku menurut saja apalagi Appa mengizinkan. Kami bertiga ke sungai
terdekat, Appa menunggu di tepi sementara aku dan Kyuhyun lebih ke tengah
karena airnya lebih banyak.
“Hati-hati
Hyena… arusnya kencang!” Appa memperingatiku,
“Nde…!” balasku, Parkk… ada sesuatu yang
menyangkut di kakiku, reflex aku melompat dan byuuurrr… aku jatuh dan terbawa
arus. “Appa!!! Kyu…!!! Tolong aku!” teriakku, kulihat Kyuhyun berusaha
menolongku, dia berlari di sepanjang tepi sungai begitupun Appa, mereka
berusaha menolong dan menjangkauku. Aku terseret jauh… semakin jauh… kepalaku
berat sekali sehingga akhirnya aku kehilangan kesadaran.
~~♥ when rain comes ♥~~
Mataku perlahan terbuka karena silau
cahaya mentari, aku bangun dan memandang keadaan di sekitarku. Aku berada di
sebuah ruangan mirip klinik, seorang dokter masuk,
“Bagaimana keadaanmu?!” tanyanya,
“Aku merasa baikan, aku di mana sekarang?”
“Oh… ini klinik desa, kau mau ke
mana, siapa namamu?”
“Joneun
Park Hyena imnida, aku tadinya mau
pulang ke rumah Appa tapi malah terseret arus di sungai!”
“Sungai?! Di sini tidak ada sungai,
yang ada hanya danau itupun tidak berarus. Semalam seorang warga menemukanmu
tersangkut di akar pohon dan segera membawamu ke klinik.
“Mwo?
Danau?” aku tersentak, “Dokter… sekarang tanggal berapa?” tanyaku,
“13 Oktober! Memangnya kenapa?”
tanya dokter itu balik, itu tanggal reunian Appa, jadi aku telah kembali ke
zamanku?! Appa, Haermoni, Haerboji, Imo, dan… Kyuhyun, aku telah berpisah
dengan mereka. Aku bangun dan berlari sekencangnya, tak kupedulikan dokter yang
berteriak memanggilku. Aku berlari, secepatnya…
“Cholgi…
tempat reuni siswa SMU Mokpo di mana?” tanyaku pada seorang warga yang kulalui.
“Oh… di ujung jalan sana kau belok
kiri saja, kau akan menemukan SMU Mokpo, nah… acaranya di halaman sekolah!”
jelasnya
“Gamsahamnida!”
ucapku sambil membungkukkan badan. Aku kembali berlari melalui jalan yang
digambarkan ajussi tadi. Aku menemukan SMU Mokpo! SMU yang hampir hangus
terbakar bersamaku di malam itu. Tanpa basa-basi aku masuk ke halamannya dan
menghampiri beberapa ajussi dan ajumma yang sedang asik berbincang-bincang.
“Anyeong
Haseo!” sapaku pada mereka,
“Oh… Anyeong haseo,” balas mereka, “nuguseo?”
tanya salah seorang dari mereka,
“Joneun
Park Hyena imnida, saya putri Park Jungsu!”
“Ommo!
Putrinya Jungsu ya!! Wah… sudah besar, ke mana Appamu Nak, kenapa dia tidak
datang?”
“Appa ada tugas mendadak ke Busan
makanya saya yang diminta mewakilinya!”
“Oh… begitu ya!! Ayo… duduklah, biar
ajumma mengambilkan minum untukmu!”
“Cholgi…
saya mencari Kyuhyun, Cho Kyuhyun ajussi, apa dia datang?” tanyaku. Mereka
saling berpandangan, raut wajah mereka aneh sekali.
“Dari mana kau tahu Kyuhyun?” tanya
ajussi itu,
“Em…” aduh aku harus beralasan apa?
Tidak mungkin aku menceritakan kejadian aneh yang kualami. “Appa dan Kyuhyun
ajussi adalah teman dekat, Appa memintaku untuk mencarinya!”
“Itu…” mereka terlihat sedih.
“Kyuhyun telah meninggal tiga bulan yang lalu, katanya kecelakaan saat
menjalankan tugas!”
“Huh… padahal dia seorang polisi
yang handal! Kasihan dia!”
“Tapi… putranya akan datang ke sini,
dia juga sepertimu, mewakili mendiang Appanya!”
“Bohong! Ajumma dan ajussi pasti
bohong, kami telah berjanji bertemu di sini, mana mungkin Kyuhyun bohong
padaku!” tak terasa air mataku jatuh, aku segera pergi dari tempat itu. Aku
berlari kecil sampai ke gerbang, mana mungkin ini terjadi? Kyuhyun bilang di saat
dia menjadi ajussi, dia akan tetap tampan dan berkharisma, aku belum sempat
melihatnya bagaimana mungkin dia lebih dulu pergi!
Bruk… tubuhku terpental saat aku
menabrak seseorang, selembar kertas berayun ke arahku karena tertiup angin.
Kuamati kertas itu, tidak… bukan kertas tapi selembar foto, kuambil foto itu,
degggg… fotoku bersama Kyuhyun saat di pesta panen. Aku mengangkat kepalaku
ingin mengetahui siapa orang yang memegang foto ini, kenapa foto ini ada
padanya? Bukannya foto ini dipegang oleh Kyuhyun. Henry? Kenapa… kenapa dia
memegang foto ini, apa dia adalah…
“Gwencanayo?!”
tanyanya, seberkas bayangan Kyuhyun terlintas di wajah Henry, persis ekspresi
Kyuhyun saat menanyakan keadaanku setelah terpeleset.
“Igon…!”
hiks… perlahan-lahan air mataku menetes,
“Appaku titip salam untukmu, beliau
memberiku mandat untuk menemuimu di reuni ini. Sebelum meninggal, Appaku
berpesan menyampaikan permintaan maafnya karena tak dapat menemuimu!” ucapan
Henry membuat tangisanku semakin kencang, aku bahkan belum sempat mengucapkan
selamat tinggal padanya namun dia sudah terlanjur pergi. Henry merangkulku,
pelukannya hangat seperti punggung Kyuhyun saat menggendongku. Perlahan hujan
turun membasahi halaman sekolah dan sekitarnya, turunlah… turunlah dengan
lebat… basuhlah luka yang kurasakan saat ini, luka karena kehilangan orang yang
kusayangi.
~~♥ when rain comes ♥~~
Aku duduk termenung memandang
tetesan-tetesan air hujan yang turun melalui atap sekolahku, kurasakan di
setiap tetes hujan ada senyummu, aku sangat merindukanmu di saat hujan turun,
lebih-lebih di saat hujan berhenti. Akan kuingat semua pesanmu, terima kasih
kau telah membuatku mengerti bahwa hujan begitu berarti! Perjalanan indahku
menelusuri waktu hingga dapat bertemu Appa dan Kyuhyun akan kusimpan rapat-rapat,
tak akan pernah kubongkar ke orang lain. Appa… terima kasih karena telah
memintaku menghadiri reuni itu, sebab aku bisa mengalami pengalaman yang tak
akan pernah kulupakan seumur hidupku.
Kupandangi fotoku bersama Kyuhyun di
pesta panen itu, aku tersenyum dan air mataku mengalir setiap melihatnya. Di
belakang, Kyuhyun menulis pesan untukku:
‘Bila kau ingin tahu seberapa
besar aku merindukanmu…
Cobalah menggenggam hujan yang
turun
Hujan yang berhasil kau genggam,
begitulah kau merindukanku
Dan…sisa yang tidak tergenggam
olehmu, begitulah aku merindukanmu’
Saat
hujan turun, pertanda kau datang menemaniku. Saat hujan turun, kurasakan kau
berada di sisiku. Saat hujan turun aku merasa hangat. Saat hujan turun, kuyakin
kau mengajakku berbicara. Kyu… terima kasih, di sana apa kau bertemu
Haelbojiku? Tolong jaga dia untukku!
When
Rain Comes
End