Monday 22 June 2015

FF Flower + Guys (Part 11 / End)

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango



Sebelumnya di Flower + Guys (Part 10)


            Aku dan Siwon mengunjungi pasar malam bersama, ehm… mungkin dapat dikatakan kencan. Semenjak kejadian di Mokpo itu, aku dan dia menjadi sangat dekat. Dia mencoba memegang tanganku, aku cukup terkejut, juga lumayan malu. Kulirik dia di sampingku yang ternyata reaksinya tidak jauh beda denganku. Kami bergandengan tangan sepanjang jalan sambil melihat-lihat dan sesekali singgah memilih barang. Siwon memaksaku berfoto di photo shop dan kurasa aku tak dapat menolak. Hasilnya lumayan lucu, ternyata aku cukup fotogenic.
            Kami singgah di kedai makanan kecil untuk beristirahat sambil kami menikmati kue beras. Ini pertama kalinya Pangeran Boryeong itu makan di kedai kecil di pinggir jalan, aku cukup kasihan melihatnya namun dari ekspresinya aku dapat berkesimpulan bahwa dia menikmatinya.
            “Mau coba ini?” tawarku pada sate usus, keningnya bekerut, “Coba sedikit saja, kalau tak suka aku tidak akan memaksamu lagi!” lanjutku. Dia menurutiku, wajahnya yang tadi pesimis berubah mual saat satu gigitan masuk ke perutnya. Buru-buru kuberi cola untuknya, “Mianhe… aku tidak akan memaksamu lagi!” ucapku penuh penyesalan.
            “Uhm… kurasa tidak begitu buruk!” selanya, aku kaget,
            “Kau suka?” tanyaku. Dia mengangguk sambil tertawa renyah. Setelah kenyang, kami pun melanjutkan jalan-jalan kami. Wah… aku melihat game zone, aku singgah melihat-lihat permainan yang ada. Mataku tertuju pada gantungan kunci boneka dalam box game,
            “Kau suka?” tanya Siwon, aku mengangguk
            “ Ayo kita beli!” putusnya,
            “Ambilkan saja untukku! Kau bisa ‘kan?” tanyaku. Siwon pun menurut, dia berusah mengambilkannya untukku. Meski jepitannya selalu meleset sehingga kami harus mengeluarkan banyak koin namun akhirnya dia berhasil mendapatkan gantungan kunci itu.
            Aku tersenyum-senyum sendiri sambil memandangi hadiah kecil yang baru saja dimenangkan Siwon untukku. Sebuah gantungan kunci boneka berwarna putih.
            “Hanya gantungan kunci biasa seperti itu, kau tak perlu berlebihan!” tegur Siwon yang heran melihat reaksiku. Kami duduk di tepi sungai sambil menikmati secangkir kopi hangat.
            “Siapa bilang ini gantungan kunci biasa? Tadinya ini memang hanya benda biasa yang bahkan tidak berharga, namun melihat kau begitu gigih mendapatkannya untukku maka benda ini berubah menjadi benda yang istimewa.”
            “Jiah… dasar!” dia tertawa geli.
            “Aku tidak pernah menilai sesuatu dari bentuk ataupun harganya. Aku menilai sesuatu dari seberapa keras perjuanganmu untuk mendapatkannya. Semakin keras kau berusaha untuk mendapatkannya tentu semakin barharga hal itu untukmu. Dan benda biasa ini kau dapatkan dengan susah payah, tentunya akan menjadi hal yang berharga untukku.”
            “Jadi benda biasa pun dapat menjadi istimewa ya?” tanyanya. Aku mengangguk sambil terus memandangi gantungan kunci itu dengan bahagia. Siwon sampai harus berulang kali menukar koin untuk mendapatkan benda ini. Kalau mau dijumlahkan, uangnya habis 5000 won padahal harga gantungan kunci ini di toko-toko hanya 1000 won. Kesimpulannya… Siwon payah dalam permainan ini!
            “Siwon-ssi…”
            “Uhm…?”
            “Terima kasih…”
            “Untuk apa?
            “Sebab malam ini kau sudah membuatku senang!”
            “Jangan terlalu cepat mengucapkan terima kasih…” ucapnya, “…sebab masih banyak malammu yang akan kuberi kebahagiaan. Tidak hanya malam ini aku akan membuatmu senang!” lanjutnya. Kusandarkan kepalaku di bahunya sambil tersenyum bahagia,
            “Kalau begitu tepati janjimu!” tutupku.

            Kami kembali bergelut dengan kegiatan sekolah, kali ini kami harus lebih focus pada pelajaran sebab sebentar lagi kami akan menghadapi kelulusan. Meski sedang sibuk belajar, bersantai bersama Flower Guys dan Sungyeon rutin aku lakukan sepulang sekolah maupun saat istirahat. Aku tak tahu mesti menggunakan cara apa agar Sungyeon dapat berdamai dengan Sungmin. Jangan kira meski kami sering berkumpul, Sungmin dan Sungyeon akan menjadi tontonan menarik bila sedang bertengkar. Malam ini, seperti malam-malam biasanya, Siwon mengantarku pulang. 
            “Gwansim… jangan terlalu lelah belajar, kulihat kau terlalu pucat untuk ukuran orang sehat!” pesan Siwon sebelum aku membuka pagar. Aku tersenyum kemudian mengangguk. “Bukannya kau telah mendapat beasiswa, jadi tidak perlu berlebihan belajar. Ayahku bukan tipe orang yang akan mencabut beasiswa dengan mudah!” lanjutnya.
            “Ok!” candaku. “Sekarang kau juga harus pulang, ini sudah malam. Kau kan juga butuh istirahat!” pesanku. Siwon melangkah mendekatiku, dia menatapku dalam. Dibelainya rambutku yang tertiup angin, aku mulai deg-degan saat wajahnya mendekat. Ya ampun… Siwon, ini di depan rumahku! Bagaimana kalau ayah dan ibuku juga Oppaku melihat?! Kututup mataku rapat-rapat saking gugupnya, kuharap dia tidak nekat.
            “Kau kenapa?” tanyanya tiba-tiba. Segera kubuka mataku dan dia ternyata tidak melakukan apa-apa. “Yaak, kau berpikiran jorok lagi ya?!” dia menyentil hidungku, “Aku hanya memperhatikan lingkar matamu yang seperti mata panda.” Astaga… malunya aku, aku kenapa selalu berpikiran jorok sih?
            “Oh… benarkah?” ucapku lari dari rasa kikuk.
            “Bagaimana kalau besok kita ke salon Heechul Hyung? Lagian sudah lama kita tidak berkunjung ke tempatnya!”
            “Boleh… kita ajak yang lain juga…” tawarku.
            “Uhm, lebih ramai akan lebih baik!”
            “Ya sudah, kau pulanglah. Angin semakin kencang dan udara sangat dingin. Aku takut kau terkena flu!” perintahku.
            “Baiklah… sampai bertemu besok!” serunya dan bergegas masuk ke mobilnya. Dia pun pegi dengan menyisahkan senyuman untukku. Aku pun berbalik dan segera masuk ke halaman. Deg… aku terkejut saat melihat Yesung Oppa berdiri tepat di hadapanku, dia menatapku tajam. Aduh… dia pasti melihat kejadian tadi, dia pasti salah paham.
            “Oppa… aku dan Siwon tadi hanya…” ucapanku terhenti saat melihat tetes demi tetes air matanya mengalir. “Oppa…?” ucapku bingung.
            “Apa benar kau mencintainya? Lalu bagaimana denganku, apa tak ada sedikitpun rasa itu terhadapku? Aku yang selama ini menjaga dan mendukungmu tapi kenapa justru orang yang baru kau kenal yang mendapatkan cintamu? Apa kau tidak tahu kalau aku terluka selama ini, aku tak dapat melihatmu bersama pria lain,” ucapnya. Aku kaget, untuk sesaat aku hanya dapat diam.
            “Aku tak dapat menahannya lagi, aku tidak bisa terus diam seperti ini. Hal ini membuatku begitu tersiksa. Selama ini aku berusaha tegar namun akhirnya aku runtuh juga. Aku sungguh tak bisa melihatmu bersama orang lain sebab… aku juga mencintaimu!” bergegas ia masuk ke rumah, aku yang masih shock hanya dapat berdiri seperti patung di tempatku.
            “Siwon-ssi?!” tegurku kaget saat kusadari ada dia yang berdiri di belakangku. Di tangannya ada sapu tanganku, jadi dia kembali untuk memberikan sapu tanganku yang tertinggal di mobilnya. Apakah dia mendengar semuanya?

            Semua diam, Siwon, Sungyeon, Sungmin, Kyuhyun, juga Donghae. Saat ini kami berkumpul di ruang Flower Guys untuk membicarakan apa yang terjadi semalam. Jelas terlihat ada kekecewaan di wajah Sungyeon yang telah bertahun-tahun menyimpan hati pada Oppa-ku. Siwon berdiri di depan jendela dan mengarahkan pandangannya ke luar, Sungyeon terduduk lesu di hadapanku, begitu pun Sungmin yang menyepi di sudut. Kyuhyun dan Donghae… hanya diam menatapku seakan memberiku kesempatan untuk bicara.
            “Ini konyol! Bagaimana mungkin ini terjadi?” protes Sungyeon, “Ingin tertawa pun aku tidak bisa! Ini benar-benar di luar nalar. Meski kau bukan adik kandungnya tapi bagaimanapun kalian tetap saudara!”
            “Yeon~a!” lirihku,
            “Ini gila!” tutup sahabatku itu dan bergegas meninggalkan kami.
            “Aku juga kehilangan kata-kata, aku tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Aku mungkin akan lebih menerima kalau Yesung Hyung mencintai gadis lain, kurasa aku masih bisa bersaing dengan gadis itu, tapi kalau sainganku itu justru kau…” Sungmin melirikku, dia menarik napasnya dengan berat. Dia pun pergi tanpa sempat menyelesaikan kata-katanya. Aku semakin terpojok, kusadari kedua orang yang baru keluar itu… benar-benar menaruh harapan pada Oppa-ku.
            “Jadi kau anak adopsi?” tanya Kyuhyun, aku mengangguk.
            “Orang tuaku meninggal saat usiaku enam tahun kemudian aku diadopsi oleh keluarga Yesung Oppa yang ternyata bersahabat baik dengan orang tuaku dulu. Sebagai rasa terima kasihku, aku pun mengganti namaku beserta surat-surat kelahiranku atas nama orang tua adopsiku,” jelasku. Donghae yang memang sudah tahu sejak dulu hanya diam tertunduk.
            Setelah Sungyeon dan Sungmin yang pergi, kini giliran Siwon. Dia pun pergi begitu saja tanpa sempat berbicara.
            “Aku harus bagaimana Kyuhyun-ssi?” tanyaku cemas.
            “Aku juga tidak tahu, aku sungguh kehilangan ide untuk masalah ini!” balasnya. Kulirik Donghae dengan isyarat pertanyaan yang sama,
            “Kau tak harus berbuat apa-apa sekarang. Biarkan semua tenang dulu, saat ini mereka pasti shock dan belum dapat berpikir jernih.”
            “Betul, kita hanya perlu menunggu dengan diam, biar waktu yang bekerja membantu kita!” ucap Kyuhyun yang searah dengan pemecahan yang diajukan Donghae.

            Kekakuan antara aku dan Oppa terlihat jelas, entah siapa yang menghindari siapa, yang jelas kami selalu menghindar setiap kali akan berpapasan. Di sekolah juga begitu, sampai sekarang Sungyeon, Sungmin, bahkan Siwon belum bertegur sapa denganku. Aku tak tahu harus menyalahkan siapa saat ini, aku tidak pernah mengharapkan Oppa melakukan ini padaku lalu kenapa aku dijauhi begini? Untung masih ada Kyuhyun dan Donghae yang mendukungku, entah bagaimana kalau mereka juga menjauhiku, aku bisa gila.
            “Oppa akan pindah ke Dongdi?” tanyaku kaget saat ibu menyampaikan rencan Oppa padaku.
            “Uhm, padahal rumah sakit di Seoul banyak, tapi kenapa mesti menerima tawaran ke Dongdi!” keluh ibu. Apa Oppa mencoba untuk menghindar? Kasihan ibu, jelas sekali ia tidak ingin tinggal terpisah dengan anaknya meski itu hanya berjarak tiga jam perjalanan darat. Ibu tidak tahu apa-apa, aku jadi semakin merasa bersalah.
            “Oppa… bisakah kita bicara sebentar? Kita tidak bisa terus begini, kumohon jangan terus menghindar…” pintaku di depan pintu kamarnya yang terkunci. Jongjin Oppa menepuk bahuku,
            “Untuk saat ini biarkan Hyung sendiri, dia butuh waktu untuk menenangkan hatinya. Hal ini tentu sangat sulit dilaluinya sehingga hanya kesendirian yang dapat membantunya.” Aku terkejut menatap Oppa-ku, “Uhm, aku sudah tahu. Semalam aku tak sengaja melihat kalian di pekarangan…” lanjutnya sekaligus menjawab tatapan terkejutku.
            Oppa mengajakku ke cafĂ©, ia menghiburku, di sana kami bercerita banyak tentang masa kecil kami, saat pertama kali aku diadopsi oleh keluarganya. Tepatnya kami bernostalgia, mengenang saat bahagia itu. Orang tuaku meninggal saat aku berumur enam tahun kemudian aku diadopsi oleh keluarga Kim yang rupanya sahabat baik orang tuaku. Saat pertama kali aku datang ke kediaman baruku, aku lebih banyak diam dan menyendiri, juga masih sering menangis. Aku bahkan menjaga jarak dengan kedua Oppaku yang terlihat begitu perhatian padaku.
            Kedua Oppaku begitu sayang padaku, bahkan setiap peringatan kematian kedua orang tuaku yang meninggal karena bencana alam, kedua Oppaku akan mengantarku ke makam dan kami pun berdoa bersama. Aku dan Jongjin Oppa bersekolah di sekolah yang sama. Aku dan Jongjin Oppa masih duduk di bangku sekolah dasar dan Yesung Oppa sudah berada di tingkat menengah pertama. Setiap pulang sekolah, Yesung Oppa menjemput kami dan kami pulang bertiga. Biasanya kami tidak langsung pulang, kami singgah bermain di taman entah itu untuk menangkap serangga atau bermain petak umpet. Biasanya kami akan lupa pulang bila keasyikan bermain sehingga Omma datang dan menjemput kami. Yesung Oppa selalu kena marah bila sudah seperti ini, katanya Oppa tidak memberi contoh yang baik bagi adik-adiknya.
            Perlahan tapi pasti aku akhirnya dapat melupakan rasa perih kehilangan keluarga sebab aku mendapat pengganti yang sama baiknya. Meski aku putri adopsi namun aku tidak pernah diperlakukan seperti anak adopsi. Ayah dan ibuku menyayangiku seperti mereka menyayangi kedua putranya. Aku pun tumbuh menjadi anak yang tak kekurangan kasih sayang, aku punya ayah, ibu, dan dua Oppa yang sangat baik. Namun sekarang… hiks, apakah keakraban antara aku dan Oppaku akan lenyap?
“Yeon~a… aku baru saja membuat banana cake, kau mau mencoba? Aku tidak tahu apakah rasanya enak sebab ini resep baruku bersama ibu!” aku mencoba mendekati Sungyeon, jujur saja kalau aku tidak bisa berlama-lama jauh darinya.
“Maaf… aku harus ke perpustakaan!” tolaknya. Sikapnya begitu dingin, aku menatap kepergiannya dengan dada yang sesak.
“Wah… apa yang sedang terjadi? Apakah kita ketinggalan berita teman-teman?” perkataan Jessica mengusikku, aku menoleh ke arahnya yang tersenyum meremehkan.
“Sepertinya duo bunga dan daun sedang dalam masalah. Ada apa ya? Tidak biasanya mereka jadi dingin begini!” sambung Jaekyeong.
“Ha…ha… akhirnya si Daun mengerti kalau Bunga yang selama ini menemaninya bukan rekan yang baik!” seru Eunjeong tak mau kalah. Kuserahkan kotak bekalku pada mereka, mereka kebingungan…
“Kalian belum makan siang ‘kan? Cicipi cake buatanku!” ucapku sambil nyelosor pergi. Aku tak tahu kenapa mereka begitu membenciku, kurasa aku tak punya hak melarang mereka memusuhiku. Aku cukup menghindar dan semua akan baik-baik saja. Oh ya, arti dari namaku adalah bunga, tapi kenapa mereka menjuluki Sungyeon daun?
“Dia kenapa?” tanya Jaekyeong,
“Sepertinya dia sudah gila!” jawab Eunjeong.
“Ah… tidak, Siwon sunbae tidak mungkin menyukai orang gila!” pekik Jessica.

Aku duduk menyendiri di taman belakang, tempat aku dan Sungyeon juga Flower Guys menghabiskan waktu istirahat. Tubuhku memang di sekolah namun pikiranku terus berada di rumah. Sampai kapan Oppa akan seperti ini? Aku tak ingin dia pergi dengan meninggalkan masalah kami yang belum terselesaikan.
“Jangan terlalu mengkhawatirkan masalah ini, jalan keluar pasti akan muncul!” Donghae muncul sambil menyodorkan sekaleng jus padaku, disusul Kyuhyun yang sedang membawa kotak bekalku.
“Cake buatanmu enak!” seru si magnae yang asyik mengunyah sampai pipinya gembung.
“Kenapa cake itu ada padamu? Bukannya aku memberikannya pada Jessica dan kawan-kawannya?”
“Dia merampasnya, ternyata nafsu makannya besar!” jawab Donghae.
“Kami melihat kau di-bullying oleh mereka, heran deh… kenapa kau malah memberikan ini pada mereka? Mereka kan tidak pernah berbuat baik padamu,” keluh magnae
“Itulah mengapa Gwansim perlu pelindung sebab dia tak tahu membedakan mana teman dan mana lawannya. Semua diperlakukan sama rata seperti teman sehingga dia tidak tahu kalau sebenarnya dia bisa saja diserang,” jelas Donghae.
“Kalau begitu, aku akan jadi pelindungmu asal kau membuatkan cake seperti ini untukku!” seru Si Magnae, aku tersenyum. Terima kasih sebab kalian masih bersikap baik padaku serta mendukungku.

Aku melangkah lemah memasuki rumahku, saat berjalan ke kamarku, kulihat kamar Yesung Oppa terbuka. Senyumku mengembang, kurasa ini kesempatan untuk bicara dengannya. Tanpa banyak menunggu, aku segera masuk ke kamar itu. Senyumanku menghilang saat kulihat Omma lah yang berada di dalam sambil merapikan barang dan sekalian menutupi beberapa property dengan kain.
“Kenapa Omma merapikan kamar Oppa?” tanyaku agak khawatir, jangan-jangan…
“Oppa-mu sudah berangkat Nak, maaf ya… omma tidak bisa menahannya sampai kau pulang,”
“Oppa sudah berangkat?!” kagetku. Omma mengangguk dan membelai rambutku.
“Sebenarnya Omma sudah memintanya menunggumu untuk berpamitan tapi dia bilang pada Omma untuk menyampaikan salamnya saja padamu.”
“Tapi… tapi… itu… ini tidak adil!” aku mulai bergetar,
“Omma mengerti perasaan Oppamu, dia pasti sangat berat meninggalkanmu sehingga memutuskan untuk pergi tanpa pamit denganmu. Kau tahu sendiri, Oppa-mu sangat sayang padamu, mana tahan dia mengucapkan selamat tinggal denganmu,” ucap ibu. Aku melangkah lemah keluar dari kamar Yesung Oppa, sesekali kuseka air mataku. Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi juga, kekecewaannya kini berubah menjadi benci. Bahkan untuk berpamitan denganku dia enggan.
“Jangan menangis, Omma tidak tahu masalah kalian!” Jongjin Oppa muncul di hadapanku, “Tidak usah khawatir, Hyung tidak membencimu, dia hanya berusaha melupakanmu dan mungkin baginya ini adalah salah satu caranya,” Oppa mengusap air mataku. Aku memeluknya dan menangis sedih, dia mengusap kepalaku, “Jangan bersedih, itu pesan Hyung untukmu sebelum dia pergi.”

Duk…duk…duk… terdengar jelas suara bola di-drible, Siwon berlari dengan kakinya yang telah sembuh sambil menggiring bola ke bawah keranjang. Saat tepat berada di depan, diangkatnya bola itu kemudian melemparnya sehingga bola itu masuk ke keranjang. Benda bulat itu pun terpantul-pantul setelah lepas dari jaring dan bermuara ke arahku. Siwon pun melangkah mendekat, kurasa bukan untukku namun untuk bola itu.
“Sampai kapan kita akan begini?” tanyaku lemah saat dia mengambil bola yang berada di ujung sepatuku. Dia tidak menjawab malah langsung memutar haluan membelakangiku. Aku melangkah cepat dan memeluknya dari belakang, “Jangan perlakukan aku seperti ini… kumohon! Oppaku meninggalkanku, Sungyeon menjauhiku, dan kau mendiamiku. Kyuhyun-ssi dan Donghae tidaklah cukup untuk mendukungku, aku juga butuh kau. Ke mana lagi aku menangis kalau bukan padamu!” isakku. “Ini bukan salahku, aku pun sungguh tidak ingin ini terjadi, namun ini berada di luar kendaliku…” dia tiba-tiba melepas pelukanku. Aku diam dengan rasa perih, sampai kapan kau akan marah?
“Aku tidak ingin marah lagi…” ucapnya lembut dan tanpa kusangka dia berbalik memelukku. “Aku tak ingin kau menjadi lelah akan sikapku sehingga kau menyerah dan akhirnya pergi. Saat ini sainganku telah bertambah satu, bukan hanya Donghae namun tak tanggung-tanggung adalah Oppa-mu. Aku harus menjagamu sebaik mungkin agar tidak kehilanganmu!” ucapnya mempererat pelukannya. Aku tersenyum dalam tangisku, gomawo Siwon-ssi… hiks.

Siwon mengantarku pulang, kali ini bebanku terasa hilang sebagian. Setidaknya aku sudah mendapatkan satu lagi pendukung. Aku benar-benar tak berdaya di saat aku kehilangan kasih sayang dari orang-orang yang kucinta. Aku membuka pintu kamarku, dan alangkah kagetnya aku saat kulihat Sungyeon tidur di kasurku.
“Oh… kau sudah pulang? Sungyeon sudah lama menunggumu, makanya dia ketiduran. Memangnya kau dari mana Nak?” tanya Ibu.
“Aku dan Siwon ke Dongdaemun Omma, oh ya, kenapa Sungyeon datang?” tanyaku.
“Entahlah, waktu dia datang, wajahnya sangat layu. Sepertinya dia ada masalah, dia hanya bilang ingin bertemu denganmu dan memutuskan untuk menunggumu saat Omma bilang kau belum pulang dari sekolah,”
“Oh begitu…” ucapku sambil memandangi wajah sahabatku.
“Omma akan ke restaurant, Appamu sendirian di sana,” pamit Omma,
“Nde…” ucapku.
Aku duduk di samping sahabatku, kubelai rambutnya, aku begitu sayang padamu namun aku tidak tahu bagaimana caranya untuk membuatmu bahagia. Maafkan aku, aku tahu kau begitu sakit, Oppaku yang kau taksir bertahun-tahun justru menyukaiku. Andai aku dapat mengatur perasaan seseorang, tentu aku akan membuat Oppaku menyukaimu.
“Oh… Gwansim,” Sungyeon terjaga, mungkin karena belaianku. Dia segera duduk dan memperbaiki posisinya sambil sesekali menguap kecil. “Kau dari mana saja, aku menunggu cukup lama.”
“Maaf, aku dan Siwon ke Dongdaemun tadi,”
“Hm… jadi kau dan Siwon sudah berbaikan?” dia tersenyum lega. Perlahan air wajahnya berubah, dia terlihat sedih. Serta merta dia memelukku dan kurasakan tubuhnya mulai bergetar karena menangis. “Maafkan aku, tak seharusnya aku memusuhimu karena masalah ini. Aku tahu kau tak salah namun egoku terlalu besar untuk dapat menerima apa yang telah terjadi. Berhari-hari aku memikirkan semua ini, kita telah bersama selama bertahun-tahun, tak adil bila aku memusuhimu atas kejadian yang sama sekali bukan salahmu.”
“Yeon~a…” lirihku, mataku berkaca-kaca mendengar rintihannya.
“Aku sangat menderita Gwansim… aku juga sakit karena menjauhimu. Aku sadar kalau aku sudah sangat menyangimu, aku menyayangimu lebih dari rasa sukaku terhadap Oppa-mu. Jadi kumohon maafkan aku, bisa ‘kan kita berdamai?”
Mianhe hal gotkkajineun obseo…” tak ada yang perlu dimaafkan, “Kau tak pernah salah, aku yang telah mengecewakanmu justru akulah yang harus minta maaf,”
“Gwansim~a… aku sangat menyangimu!” isaknya.


Flower + Guys End

FF Flower + Guys (Part 10)

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango



Sebelumnya di Flower + Guys (Part 9)


             Aku beserta Sungmin dan Kyuhyun sedang duduk bersantai saat salju mulai turun lagi, mereka masih terlalu lelah dengan perjalanan tadi sehingga lebih memilih beristirahat di cafĂ© sambil minum coklat hangat. Sementara siswa lain asyik bermain di luar bersama Oppa, Donghae, dan Sungyeon.
            “Bukannya kalian ke Kanada? Kenapa tiba-tiba ada di Mokpo?” tanyaku heran.
            “Siwon langsung membatalkan perjalanan kami sehari sebelum keberangkatan!” jawab Sungmin sambil terus memperhatikan anak-anak yang bermain salju di luar. “Lagi pula kami sudah bosan ke Kanada, jadi lebih baik menghabiskan liburan di tempat yang belum pernah kami datangi!” sambungnya. Matanya berbinar-binar, sepertinya dia akan menyusul yang lain untuk bermain di tengah hujan salju itu. “Wah… sepertinya seru!!! Yesung Hyung… aku datang!” serunya lantas meninggalkan kami begitu saja.
            “Alasannya membatalkan perjalanan… yah karena itu!” sela Kyuhyun, aku tidak mengerti dan mengerutkan keningku. “Saat kau memberitahukan bahwa kau akan berlibur bersama Donghae, Siwon Hyung kaget.”
            “Apa? Dia akan berlibur bersama Donghae ke Mokpo? Hanya berdua?”
            “Tidak, dia bilang Sungyeon dan Yesung Hyung diajak!”
            “Apa? Yesung Hyung juga ikut? Jadi mereka berpasangan? Tidak boleh… Sungyeon pasti akan menggoda Hyung-ku,”
            “Wah… aku jadi iri dengan mereka, di tengah dinginnya salju saling bercengkrama dengan akrab sambil menikmati coklat panas, uh… romantis sekali! Donghae dan Yesung Hyung benar-benar beruntung!”
            “Wonnie… bagaimana ini? Aku tidak rela Sungyeon mendekati Yesung Hyung!!!”
            “Uh… apa lagi kalau kamar mereka berdekatan, bisa saja kan Gwansim dan Sungyeon minta Donghae dan Yesung Hyung menemani mereka tidur karena mereka takut kalau badai datang!”
            “Wonnie!!!! Ini tidak boleh terjadi!!!”
            “Kita liburan ke Mokpo! Batalkan tiket ke Kanada besok!”
            “Wah… kau seperti memprovokasi mereka!” ucapku, Kyuhyun tersenyum,
            “Aku terpaksa melakukannya, daripada ke Kanada tanpa kalian, lebih baik tidak usah pergi!” ucapnya,
            “Oh… jadi begitu ceritanya?!” Siwon muncul dan langsung menjewer dongsaengnya.
            “Aduh Hyung… sakit!” ringis Kyuhyun,
            “Siapa bilang tidak sakit!” Siwon sepertinya semakin antusias menarik telinga si magnae.
            “Siwon-ssi… dia bisa kena gangguan telinga!” cegatku, reflex aku menepis tangannya untuk menyelamatkan Kyuhyun. Sejenak dia menatapku,
            “Jangan salah paham, aku batal ke Kanada karena aku sudah bosan berlibur di sana. Dan jangan pernah menyangka aku ke resort ini untuk menyusulmu!” ucapnya tegas.
            “Huh…jelas sekali kau ke sini untuk menyusulnya…” bisik Kyuhyun, pletakkkk, si bungsu itu sekali lagi meringis saat jemari Siwon dengan apik menimpa kepalanya.
            “Lagi pula kau masih berutang padaku sehingga kurasa aku perlu menagihnya!” keningku berkerut mendengar penuturan sang Pangeran Hyundai ini.
            “Utang apa?” Kyuhyun menyuarakan isi hatiku,
            “Kakiku belum sembuh total, bukannya dulu kau bilang akan mengurus segala keperluanku sampai kakiku sembuh!” aku bengong, Kyuhyun juga kelihatannya kehabisan kata-kata.

            Sore ini aku dan Sungyeon sudah siap dengan semua perlengkapan ski kami, ya… kami akan bermain ski, meski belum mahir namun Donghae dan Oppa siap menjadi pembimbing kami. Aku dan Sungyeon menyusul rombongan ke tempat star, namun pemandangan yang ada di depan mata kami membuat Sungyeon naik darah.
            “Huh… apa maunya anak itu?” gerutu sahabatku, bagaimana mungkin dia tidak marah, Sungmin begitu manja pada Oppaku, dia minta diajarkan bermain ski. “Yaak… lepaskan tanganmu!” teriak Sungyeon saat Sungmin terpeleset dan memeluk Oppaku agar tidak jatuh. Akhirnya pertengkaran tak dapat dielakkan, Sungmin dan Sungyeon beradu sementara Oppaku kebingungan.
            “Sudah siap?” tanya Donghae yang mendekat ke arahku.
            “Oh… nde!” aku tersenyum. Diapun mulai menjelaskan cara bermain ski, dia menegakkan bahuku dan mencontohkan posisi kaki yang benar.
            “Bagaimana bila kita berseluncur bersama, kulihat sepertinya kau masih canggung pada permainan ini. Aku menyetujui tawarannya, diapun mengganti papan pengalas kaki untuk dua orang. Aku berdiri di depan dan dia menjagaku di belakang, dia memegang tanganku yang juga memegang stik. “Kau siap? Jangan takut, kalau kau dapat menjaga keseimbangan, kita akan berhasil!” bisiknya di dekat telingaku. Aku mengangguk, setelah hitungan ke tiga kami pun berseluncur.
            “Waaaaaahhhhhh!!!!!!!!” aku berteriak keras, hebat sekali, seperti sedang di roller coaster saja. Sayangnya aku tidak dapat menjaga keseimbanganku karena kecepatan, aku dan Donghae pun jatuh dan berguling di salju. “Mianhe… aku tidak sengaja!” ucapku saat kami berdiri dan membersihkan pakaian kami dari tempelan salju.
            “Untuk apa minta maaf, memang orang yang baru belajar seperti ini!” ucapnya, dia mendekat dan membantu menyingkirkan salju di rambutku. “Ayo…!” ajaknya sekali lagi sambil menyiapkan perlengkapan ski. Setelah sampai ke bawah bukit, kami naik lagi dengan kereta gantung ke puncak.
            “Yaak… kau kan pria jadi belajar sendiri!” bentak Sungyeon pada Sungmin, “Oppa tidak perlu memperdulikannya!” serunya pada Oppaku.
            “Bagaimana mau belajar kalau aku tidak diajar?!” Sungmin tak mau kalah, kasihan Oppaku yang kebingungan.
            “Ayo!” ajak Donghae, aku pun segera bersiap. Greb… ada yang menarik syalku dari belakang, aku menoleh dan kulihat wajah dingin Siwon.
            “Mau ke mana? Berani sekali kau bersenang-senang dan melupakan aku di sini!”
            “Hyung… apa kau ingin bermain ski juga? Kakimu ‘kan masih sakit!” tanya Kyuhyun yang bersamanya,
            “Karena itu, dia tak boleh ke mana-mana, dia harus tetap di sini bersamaku, siapa tahu aku butuh sesuatu dan di harus membantuku!”
            “Siwon-ssi!!!” Donghae mencoba membelaku,
            “Wae??” tantang Siwon,
            “Ah… tidak usah panas begini, Hyung… biar aku yang menemanimu. Gwansim kan ingin belajar bermain ski, jadi biarkan dia…” kata-kata Kyuhyun terhenti saat mata Siwon menatap tajam padanya. Seakan berkata ‘diam saja kau!’
            “Oh… aku lupa kalau aku ada janji dengan gadis Jepang yang baru berkenalan denganku tadi pagi, maaf Hyung aku tidak bisa menemanimu!!” Kyuhyun pamit dengan senyumannya. Aduh… anak itu seharusnya membantuku.

            Aku menelusuri jalan setapak yang ditutupi salju, kali ini aku benar-benar kesal pada pemuda yang bernama Choi Siwon itu. Apa sih maunya? Apa salahnya memberiku waktu sedikit menikmati liburanku, dia sudah menolakku berlibur ke Kanada dan sekarang dia malah menggangguku di Mokpo! Kenapa sih aku bisa suka pada pria seperti dia? Apa aku memang sudah gila? Bagaimana caranya agar aku berhenti menyukainya?!
            “Yaak… kita mau ke mana?” pertanyaannya membuatku berhenti memakinya, kubalik badanku yang berjalan di depannya. Hatiku langsung luluh saat melihatnya yang bertumpu pada sebuah tongkat di tangannya. Kalau bukan karena aku, pasti saat ini dia tidak butuh tongkat itu, dia pasti bisa berjalan normal.
            “Aku juga tidak tahu…” jawabku lemas, aku tidak bisa marah padamu, ya… karena kau sangat berarti bagiku. Meski kau menolakku berulang-ulang, aku tidak akan berhenti mengharapkanmu.
            “Mwo? Jadi kau berjalan tanpa arah?!” dia melotot padaku. “Baiklah… sekarang kita ada di mana?” tanyanya. Aku melihat sekelilingku, semua tertutup salju.
            “Aku juga tidak tahu!” jawabku.
            “Yaak, jangan bercanda! Kita berada di tengah pegunungan sekarang, lebih baik kita pulang sebab kelihatannya akan ada badai!” cerocos Siwon.
            “Aku sungguh tidak tahu kita berada di mana Siwon-ssi! Aku tadi hanya jalan dan tidak memperhatikan sekitarku!” ucapku mulai takut. Siwon kembali memperhatikan sekeliling kami, tak ada tanda-tanda kehidupan selain pepohonan yang membeku karena salju. “Bagaimana ini? Apa kita hilang, apa kita tersesat?” tanyaku. Siwon melihat ke bawah, keningnya berkerut,
            “Bahkan jejak kaki kita telah hilang tertutup salju yang turun, padahal kita bisa pulang mengikuti jejak itu,” ucapnya. Siwon kemudian merogoh sakunya, diambilnya ponselnya, “Sial… tak ada sinyal!” umpatnya.
            “Jadi bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” tanyaku panik saat melihat ponselku juga tak menemukan sinyal.

            Hari sudah mulai gelap dan aku masih berputar-putar bersama Siwon mencari jalan pulang. Cuaca sudah semakin dingin, belum lagi perutku yang mulai kelaparan, aku rasa tidak sanggup lagi untuk berjalan.
            “Gwansim… bertahanlah!” kurasakan Siwon menepuk-nepuk pipiku. Dengan sekuat tenaga kukembalikan kesadaranku, “Aku melihat sebuah gubuk, kau masih kuat berjalan kan?” tanyanya. Kuarahkan pandanganku ke arah telunjuknya, benar, kurang dari 200 meter ada sebuah gubuk. Dia pun membantuku berjalan, setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami sampai. Siwon membuka gubuk itu, gelap sekali, untung masih ada cahaya bulan yang membantu penglihatan kami.
            Sepertinya ini pos jaga, meski berukuran kecil, peralatan dalam gubuk ini lengkap, bahkan ada perapiannya. Siwon segera mencari korek dan menyalakan perapian untuk menerangi ruangan sekaligus untuk menghangatkan badan kami. 
            “Buka jaket dan bajumu!” perintah Siwon yang sedang melakukan hal yang sama. Aku kaget, apa yang dia pikirkan?
            “Uuuuuntuk apa? Lalu kau sendiri kenapa buka baju?”
            “Udara di luar sangat dingin,dan membuat pakaian yang kau kenakan juga sangat dingin, kau sekarang kena hypothermia, kalau tidak melepas pakaianmu kau bisa mati kedinginan!” kini Siwon telah melepas bajunya, dia… dia… topless. Dia mengambil selimut yang terbentang di atas kursi, “Apa lagi yang kau tunggu?!” bentaknya,
            “Tapi…tapi… tapi…” aku jadi takut,
            “Kau pikir aku akan macam-macam? Yaak… Kim Gwansim! Kita sekarang berada dalam situasi sulit, entah besok kita masih hidup atau tidak aku juga tidak tahu. Bagaimana mungkin aku akan berpikiran buruk seperti itu di saat nyawaku saja terancam!” nadanya meninggi.
            “Justru karena besok akan mati maka kau harus melakukan apa yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya kan?” bisikku takut.
            “Baiklah… terserah, kau mau mati kedinginan… itu adalah pilihanmu!” Siwon cemberut dan segera membelakangiku. Dia mendekat ke perapian untuk menghangatkan tubuhnya yang telah berbalut selimut. Aku merasa hawa semakin dingin, tubuhku bergetar hebat. Apa aku harus melepas pakaian sepertinya? Tidak… tidak boleh, bagaimanapun dia adalah pria dan aku wanita. Meski kami teman namun tidak menutup kemungkinan dia akan berubah menjadi serigala dan menerkamku.
            Beberapa menit berlalu dan kurasakan hawa dingin ini menyerap semua tenagaku. Kepalaku benar-benar pusing, aku bahkan mual. Grebbb… kurasakan Siwon memegangku, pandanganku kabur namun kurasakan Siwon perlahan membuka pakaianku.
            “Aku tidak akan membiarkan kau mati meski kau sendiri ingin mati!” ucapnya.
            “Jangan… jangan buka semua, sisakan sehelai untuk menutupiku!” ucapku lemah. Dia lalu memelukku, aku kaget, namun aku paham apa maksudnya.
            “Hanya ada satu selimut, kurasa kita harus berbagi!” ucapnya. Perlahan hangat tubuh Siwon mengalir ke tubuhku. Perasaanku pun mulai membaik, Omma… Appa… maafkan aku, jangan marah padaku ya sebab aku melakukan hal yang memalukan seperti ini.

            Aku dan Siwon terpaksa – sekali lagi kutegaskan kami terpaksa – berpelukan dalam satu selimut dan duduk di dekat perapian. Baju-baju kami pun di jemur dekat perapian agar secepatnya kami bisa menggunakannya. Perutku benar-benar membuatku malu di hadapan sang penguasa sekolah itu, kenapa harus bunyi di saat-saat seperti ini?
            “Maaf…” ucapku malu, dia tersenyum geli. “Cuaca begitu dingin seperti ini wajar saja kalau orang kelaparan!” tambahku membela diri.
            “Oh ya! Aku punya cokelat di saku bajuku!” serunya. Dia mengambilnya untukku, “Makanlah karena bunyi perutmu benar-benar menggangguku!” dia sungguh membuatku malu. Segera kubuka cokelat itu dan…
            “Bagaianmu mana? Apa hanya untukku?” tanyaku,
            “Hanya ada satu, itu untukmu saja. Lagipula aku sudah makan banyak saat di penginapan.” Meski dia bilang tidak ingin, aku yakin dia juga sebenarnya kelaparan. Aku lalu membagi dua cokelat itu dan sepotong kuberikan kepadanya, “Makan saja semuanya, cokelat sebatang ini saja tidak akan cukup membuatmu kenyang, untuk apa lagi membaginya denganku?”
            “Aku tidak ingin makan sendiri sedangkan kau kelaparan! Aku tahu pasti cuaca dingin seperti ini akan membuat orang-orang kelaparan,” kami berdebat dan akhirnya dia mengalah, kami makan bersama sebungkus cokelat yang tersisa di sakunya.
            Semakin larut malam cuaca semakin dingin, kudengar suara gemuruh begitu keras. Siwon semakin memperaerat pelukannya sebab aku gemetaran.
            “Jangan takut!” ucapnya,
            “Apa benar kita akan mati? Bagaimana kalau tak ada yang menemukan kita?”
            “Jangan berpikiran yang tidak-tidak seperti itu!” tegur Siwon.
            “Siwon-ssi…”
            “Uhm…?”
            “Maaf!”
            “Kenapa minta maaf?”
            “Mengenai kejadian malam itu, saat aku berbohong akan membantu ibu di restaurant padahal aku keluar bersama Donghae…”
            “Huh… untung saja saat itu aku tidak memegang senjata, kalau saja pegang, aku pasti akan langsung membunuh kalian berdua di tepi sungai itu!”
            “Jadi kau melihat kami? Kau juga datang?” tanyaku terkejut.
            “Aku merasa suntuk di rumah sendirian, ayah dan ibuku ke Jeju untuk menghadiri peresmian mall baru kami dan Jiwon ikut katanya sekalian liburan. Kutelpon Kyuhyun namun dia sibuk bersenang-senang di night club sedangkan Sungmin Hyung tidak mengaktifkan ponselnya. Kuputuskan untuk mengunjungimu di restaurant saja, namun akhirnya malah sakit hati saat ibumu memberitahu kalau kau keluar bersama Donghae.”
            “Aku menyusulmu ke tepi Sungai Cheonggyecheon dan kulihat kau dan Donghae sedang asyik bercengkrama. Aku menelponmu dan menyuruhmu menemuiku namun kau bilang sedang sibuk. Cih… beraninya kau berbohong sedang sibuk di restaurant padahal dengan mata kepalaku sendiri aku melihatmu berjalan berdampingan dengannya di tepi sungai,” aku tertunduk, teringat kembali kejadian malam itu. Siapapun akan marah bila dibohongi mentah-mentah seperti itu.
            “Lalu apa yang kau lakukan di taman kota? Kenapa Sungmin-ssi bilang dia menemukanmu di sana?”
            “Karena kecewa kau lebih memilih menemani Donghae daripada menemuiku, aku pun menyendiri ke taman kota. Saat akan pulang aku malah tergelincir di tangga, aku tak dapat berbuat banyak dengan keterbatasanku, selain dirimu aku tak berpikir menghubungi orang lain. Saat kau kuhubungi kau masih enggan mengangkat panggilanku bahkan malah me-nonaktif-kan ponselmu. Aku yang tadinya hanya kecewa akhirnya berubah marah. Untung saja Sungmin Hyung menelponku, langsung saja aku minta tolong padanya.”
            “Mianhe… aku sama sekali tidak tahu keadaanmu, seandainya saja aku tahu, aku pasti akan datang!”
            “Huh… semua sudah terjadi dan sudah terlambat untuk menyesalinya! Masih bagus kau masih ingat minta maaf!”
            “Siwon-ssi… aku sudah banyak menyusahkanmu, kuharap kau mau memaafkanku. Aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.”

            Saat kubuka mata, kusadari aku telah tertidur dan bersandar di bahu Siwon. Dia sendiri ikut tidur sehingga kepala kami bersentuhan. Tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang, ya ampun… aku benar-benar menyukai pemuda ini meski selama ini aku menghadapi banyak kesulitan karenanya.
            “Siwon-ssi…” kubangunkan dia, wajahku jadi panas karena terlalu dekat dengannya. “Sepertinya pakaian kita sudah kering, lebih baik baik dipakai untuk mengurangi hawa dingin dari luar!” saranku. Dia mengangguk, dia mengijinkan aku berpakaian duluan sementara dia bersembunyi di dalam selimut agar tidak melihatku.
            Hm…bajuku terasa hangat setelah beberapa lama dijemur dekat perapian. Siwon pun sudah selesai memakai pakaiannya dan menyusulku ke dekat jendela. Kami sama-sama menyaksikan badai salju di luar, mengerikan sekali.
            “Jam berapa sekarang?” tanyaku.
            “Masih jam 4 pagi!” jawabnya,
“Apa badai ini akan berlanjut sampai pagi nanti?” tanyaku,
“Entahlah… kita hanya dapat berdoa semoga kita bisa keluar dari badai atau ada yang datang menyelamatkan kita.”
“Oppa, Sungyeon, Donghae, Kyuhyun-ssi, Sungmin-ssi dan yang lain pasti sangat mengkhawatirkan kita…” lirihku.
“Sudahlah… kembalilah tidur, kumpulkan tenagamu untuk perjalanan nanti pagi!” perintah Siwon. Kuikuti perintah Siwon, kurebahkan tubuhku di sofa dan kembali tidur. Berharap pagi nanti akan ada secercah cahaya untuk menuntun kami menemukan jalan pulang.
Kurasakan hangat mentari menyapaku yang sedang tertidur, seiring dengan itu perlahan kurasakan belaian seseorang, terasa hangat dan nyaman. Apakah Siwon yang melakukannya? Saat kubuka mata, aku lumayan tekejut. Wajahnya kini begitu dekat dengan wajahku. Dia juga terkejut saat aku tiba-tiba membuka mata, apa…apa yang akan kau lakukan? Syuttt… dia mengecup bibirku, mataku melotot dibuatnya. Beberapa saat kemudian dia menjauhkan wajahnya, kami jadi kaku. Dia terlihat salah tingkah terlebih lagi aku, aku malah seperti terbakar api karena malu.
“Apa… yang kau lakukan barusan?” tanyaku gugup, kuberanikan bertanya, tentu sangat konyol ‘kan bertanya di saat seperti ini?
“Itu…itu…” dia juga tak kalah gugup dariku, “Kalau kau tak suka, aku minta maaf!”
“Bukan begitu, tapi… apa maksudnya kau melakukannya?”
“Aku… aku…aku…” dia diam sejenak, “Apa perlu kujawab lagi? Kau tentu sudah tahu jawabannya!”
“Aku sungguh tidak tahu!”
“Kau bercanda ya? Hal seperti ini kau masih tidak tahu? Percuma kau memenangkan olimpiade sains kalau begini saja masih tidak dapat dicerna otakmu!”
“Dalam sains tidak ada teori kenapa seseorang mengecup orang lain…”
“Yaak…!” Siwon jadi panas.
“Aku hanya tanya kenapa kau melakukannya sebab aku tidak punya rumus untuk mencari sendiri jawabannya. Bisa dibilang kau tidak punya perasaan apa-apa padaku, apa lagi selama ini aku selalu membuatmu kesal dan menyusahkanmu. Kurasa kau tak punya alasan untuk melakukan hal itu.” Aku tertunduk sedih,
“Itu karena aku mencintaimu!!!” sela Siwon. Segera kuangkat kepalaku, kutatap dia yang barusan mengatakan sesuatu yang berada di luar nalarku.
“Siwon-ssi kau bilang apa?”
“Kau tidak dengar ya?”
“Bukan tidak dengar, aku hanya ingin memastikan apa yang barusan kudengar!”
“Sudahlah…” Siwon bangkit dan menjauh dariku,
“Siwon-ssi apa benar aku tidak salah dengar? Barusan kau bilang apa?” aku juga bangkit dan menyusulnya.
“Sudahlah… lupakan saja!” tolaknya,
“Bagaimana mungkin aku harus melupakannya? Sekali saja kau ulangi, aku hanya ingin memastikan kalau aku tidak salah dengar!”
“Apa kau ingin mempermalukanku? Sudah… tak usah dipastikan kalau kau memang tidak dengar!” bentaknya. Aku termangu, kekecewaan menyergapku seketika.
“Apa mengatakan cinta pada orang yang kau sukai adalah hal yang memalukan?” lirihku. Kubalik badanku dan berjalan lemas menjauhinya. Greb… kurasakan seseorang memelukku dari belakang.
“Aku mencintaimu… aku mencintaimu… aku benar-benar mencintaimu… aku sangat mencintaimu…” bisiknya berulang-ulang di telingaku, aku tersenyum malu. “Bagaimana denganmu?” tanyanya. Aku yang tadinya melayang-layang karena pengakuannya jadi terkejut. Baru saja ingin menjawab…
“Gwansiiiiiiiiiim!” teriakan Sungyeon mengagetkan aku bersamaan dengan terbukanya pintu gubuk kami.
“Yaaaaa Sungyeon…, Oppa…!” pekikku senang saat melihat semua datang, aku segera berlari memeluk Sungyeon dan Oppaku.
“Gwencanayeo?” tanya sahabatku sambil memeriksa keadaanku, aku mengangguk bahagia. “Kau benar-benar membuatku kaget, semalaman aku tidak tidur memikirkan keadaanmu! Lingkar mataku jadi kelihatan jelas ‘kan?” sungutnya. Oppa mengusap kepalaku,
“Semalam kami tidak bisa melakukan pencarian karena tim sar tidak mengizinkan kami keluar di tengah badai.” ucapnya.
“Tidak apa-apa Oppa, aku dan Siwon mengerti. Lagipula kami baik-baik saja berlindung di gubuk ini…”
“Kelihatannya memang begitu!” sela Sungmin sambil melirik genit ke arahku. Aduh, wajahku langsung panas.

“Hyung… apa kami membuatmu kesal? Kenapa wajahmu kusut begitu?” goda Kyuhyun pada Siwon. Yang ditanya hanya cemberut dan tidak menjawab. Aku mengulurkan senyum pada Donghae yang juga datang, dia membalas dengan senyum yang lemah.

to be continued ...

FF Flower + Guys (Part 9)

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango



Sebelumnya di ff-flower-guys-part-8.


 “Sepertinya memang Siwon cemburu melihatmu bersama Donghae!” ucap Kyuhyun sambil manggut-manggut seperti detektif yang berhasil menemukan petunjuk. “Kau bilang, setiap kali kau janjian dengan Donghae dan sampai ketahuan Siwon Hyung, dia pasti akan mencari berbagai macam alasan sehingga janjianmu itu batal!”
“Apa memang seperti itu? Kalau memang dia punya perasaan padaku, seharusnya dia tidak menjahatiku dan bersikap dingin!” keluhku. Ya… aku menceritakan semuanya pada si magnae tampan ini. Sayang ketampanannya digunakan untuk mempermainkan kaumku.
“Kau seperti tidak tahu bagaimana Siwon Hyung! Dia itu berharga diri tinggi, mana mau dia bersikap manis pada gadis yang telah dicampakkannya!” pllleeetakkk, jitakanku mendarat di kepalanya, aku tidak suka pada kalimat terakhirnya, dia meringis, “Lalu aku harus bilang apa?!” tanyanya sambil mengusap-usap kepalanya. Dari arah belakang, Donghae datang menghampiri kami. Wajahnya lumayan murung,
“Kau pasti kecewa karena sekali lagi aku membatalkan janji denganmu!” sesalku.
“Sudahlah… bisa lain kali lagi ‘kan?”
“Tapi aku merasa tidak enak, setiap kali harus membatalkan janji denganmu!”
“Aku tahu kalau semua ini bukan maumu, tenanglah… aku tidak akan marah!” meski dia berkata begitu, aku tahu Donghae sangat kecewa. Kurasa aku harus membayar utang janjiku padanya lain waktu dan Siwon tidak perlu tahu.
Memasuki pertengahan Oktober, udara di Seoul sudah mulai tidak bersahabat, dingin. Malam ini ada acara kembang api di tepi Sungai Cheonggyecheon, kebetulan sekali sebab hari ini Donghae berulang tahun, kurasa inilah saatnya membayar janji pada Donghae. Dia terlihat begitu senang saat aku mengajaknya jalan, siiip… selama Siwon tidak tahu apa-apa, keadaan akan aman terkendali.
“Oh ya nanti malam kau ada acara? Semua keluargaku tidak ada di rumah dan aku tidak mau sendiri. Bagaimana kalau kita jalan?” ajak Siwon saat kami dalam perjalan pulang dari sekolah. Waduh, gawat…
“Uhm… mainhe, ini kan malam minggu, biasanya restaurant ibuku ramai pengunjung dan aku harus membantu…”
“Oh… ya sudah kalau begitu, memang akhir-akhir ini aku membuatmu jarang tinggal di rumah. Tolong sampaikan permintaan maafku pada ibumu ya!”
“Tidak perlu berlebihan seperti itu, ibuku mengerti akan keadaanmu!” sejujurnya aku tidak enak hati telah berbohong padanya namun mau bagaimana lagi. Aku sudah sering kali membatalkan janji dengan Donghae, kasihan dia yang selalu berharap padaku.

            Malam ini tepat pukul tujuh Donghae datang menjemputku dan kami pun ke tepi Sungai Cheonggyecheon. Ramai sekali di sini, kebanyakan pengunjung datang secara berpasangan dan kami pun kebetulan sekali datang berpasangan.
            “Aku jadi teringat kembali pada kencan pertama kita!” seru Donghae,
            “Uhm… di tepi Sungai Cheonggyecheon juga!” aku membalas dengan antusias. “Hm… tapi itu dulu dan sekarang semua sudah berubah…” lirihku,
            “Hanya kau yang berubah… sementara aku masih seperti yang dulu…” lirihnya dengan suara berbisik. Aku jadi kikuk meski berpura-pura tidak mendengar perkataannya barusan.
            “Oh ya, kalau lulus SMU nanti, kau akan melanjutkan sekolahmu di mana?” kucoba mengalihkan pembicaraan.
            “Aku ingin ke Seoul Art University, aku ingin memperdalam kemampuan actingku! Kau sendiri akan ke mana?”
            “Sebenarnya aku ingin ke Univeristas Korea dan mengambil jurusan kedokteran seperti Yesung Oppa namun aku tidak ingin menyusahkan orang tuaku, kuliah di sana akan menambah beban saja. Jadi kuputuskan untuk masuk universitas yang dapat memberiku beasiswa!”
            “Kau selalu seperti ini, tidak mau menyusahkan orang lain.”
            “Aku sudah sangat bersyukur Omma dan Appa mau merawatku, aku tidak mau menambah beban mereka dengan biaya pendidikanku.”
            “Omma dan Appamu di surga sana pasti bangga melihatmu!” ucap Donghae sambil menepuk bahuku.
“Oh ya, seangil chukkae!!! Seruku sambil menyodorkan sekotak kado,
“Kau tak perlu sungkan begini, mau menemaniku saja, aku sudah senang!”
“Aku senang kalau kau juga senang, jadi apa salahnya kalau aku menambah rasa senangmu dengan kado ini!” seruku riang. “Semoga kau selalu bahagia dan panjang umur!" Drrttt…drrrt… ponselku bergetar, mataku membulat saat melihat siapa yang memanggilku.
            “Nde Siwon~ssi…”
            “Aku ingin kau segera menemuiku!”
            “Mwo? Tapi…”
            “Aku menunggumu sekarang! Cepat datang!”
            “Siwon~ssi… aku sedang sibuk di restaurant, bagaimana mungkin aku…” cklek, Siwon memutuskan panggilannya.
            “Dari Siwon?” Tanya Donghae, aku mengangguk. “Dia bilang apa?”
            “Dia memintaku datang menemuinya!”
            “Lalu…” Tanya Donghae cemas.
            “Aku tidak akan datang, aku sudah berjanji akan menemanimu malam ini dan aku harus menepatinya.” Keputusanku membuatnya tersenyum, segera kumasukkan ponselku ke dalam tas. Aku melanjutkan perjalananku bersama Donghae di sepanjang aliran Sungai Cheonggyecheon sambil menikmati kembang kapas bersama. Sesekali kami singgah di stand-stand melihat barang-barang, kalau-kalau ada yang menarik hati.
            Sekali lagi kurasakan ponselku bergetar, kulihat ternyata panggilan dari Siwon, diangkat tidak ya? Aku jadi pusing sendiri,
            “Yaak, kau di mana? Kenapa kau belum datang?” bentaknya,
            “Siwon~ssi aku tidak bisa datang!”
            “Wae?”
            “Aku sedang sibuk membantu ibu!”
            “Aku tidak peduli! Kau harus datang sekarang juga!” cklekkk, dia memutuskan panggilannya.
            “Masih menyuruhmu datang?” tanya Donghae, aku mengangguk.
            “Matikan saja ponselmu!”
            “Kalau ibuku yang menelpon bagaimana?”
            “Kalau begitu abaikan saja semua panggilan dari Siwon!” kurasa memang itu satu-satunya jalan. Kembali aku bercengkrama dengan Donghae sambil menunggu letusan kembang api. Beberapa kali kurasakan ponselku bergetar dan kuyakin itu panggilan Siwon, seperti saran dari Donghae, akupun mengabaikannya.
            Fuih… akhirnya pesta kembang api itu berakhir juga, Donghae terlihat begitu bahagia malam ini. Paling tidak aku sudah melunasi utangku padanya. Dia mengantarku sampai di rumah sesuai dengan jam pulang yang diajukan Appa-ku.
            “Oh ya Gwansim…” tegur ibu saat kami berpapasan di depan toilet, “…temanmu yang bernama Siwon tadi datang ke restaurant!”
            “Haaaa?” pekikku,
            “Kenapa kau kaget?”                                                                 
            “Dia mencariku Bu?”
            “Awalnya dia datang untuk makan malam katanya dia suntuk di rumah sendirian makanya mengunjungi restaurant kita, setelah itu dia mencarimu!”
            “Ibu bilang apa?”
            “Ibu bilang kau keluar bersama Donghae untuk nonton pesta kembang api!” kutepuk jidatku, ampun… ya Tuhan… apa yang akan terjadi besok??? Pantas tadi dia ngotot memintaku untuk datang menemuinya.

            Sekali lagi jantungku berpacu kuat saat berdiri di depan gerbang sekolah, ini seperti perasaan takut saat aku mendapat memo merah waktu itu. Apa kali ini aku juga akan mendapat memo merah lagi? Aku jadi ragu untuk memasuki gerbang ini…
            “Gwansim!!!” tiba-tiba Sungyeon menghampiriku, “Siwon masuk rumah sakit! Apa kau tidak tahu?”
            “Ha????” aku kaget,
            “Semalam Sungmin menelponku dan memberitahukan berita ini, dia bilang dia mencoba menghubungimu namun ponselmu tidak aktif!” astaga… karena kesal melihat Siwon yang tak berhenti memanggilku, terpaksa kumatikan ponselku.
            “Dia kenapa? Kenapa bisa masuk rumah sakit lagi?”
            “Sudahlah… aku tidak tahu. Lebih baik sekarang kita menyusul ke rumah sakit, biar di sana Sungmin yang menjelaskan!”

            Setelah bertanya pada suster, aku dan Sungyeon akhirnya menemukan ruang inap Siwon. Di sana sudah ada Kyuhyun dan Sungmin, mereka mengenakan seragam sekolah.
            “Huh… kau dari mana? Apa yang kau lakukan semalam sampai ponselmu tidak aktif?” keluh Sungmin begitu melihatku datang.
            “Mianhe, aku…”
            “Dia ada di dalam!!” Kyuhyun langsung menimpali perkataanku yang tidak berpangkal. “Semalam aku menemukannya di taman kota, sepertinya dia tegelincir dan tidak bisa berdiri kembali.”
            “Sedang apa dia di taman kota?” Tanya Sungyeon,
            “Entahlah… hanya dia yang tahu jawabannya!” balas Sungmin.
            “Masuklah lalu kita kembali ke sekolah bersama-sama!” perintah Kyuhyun. Perlahan kugeser pintu itu dan masuk ke ruangannya. Kulihat dia terbaring dengan kaki yang kembali digips.
            “Bagaimana keadaanmu?” tanyaku pelan.
            “Mau apa kau datang ke sini?” tanyanya dingin, aku cukup shock namun aku dapat mengerti kenapa dia harus mengatakan itu.
            “Kejadian semalam itu…” kutarik napasku dalam-dalam, aku tidak boleh bohong lagi. “Aku dan Donghae…”
            “Pergi!!!” perintahnya,
            “Siwon~ssi…” pelasku,
            “Pergi kau!!! Aku tidak ingin melihatmu!”
            “Dengarkan dulu penjelasanku!”
            “Pergi!!!” teriakan Siwon membuat Kyuhyun masuk,
            “Hyung… ada apa?”
            “Siapa yang menyuruhnya datang?!”
            “Em… itu…” Kyuhyun yang tidak tahu permasalahan jadi bingung sendiri.
            “Bawa dia pergi!”
            “Hyung…”
            “Bawa dia pergi! Aku tidak mau melihatnya!”
            “Siwon~ssi beri aku kesempatan untuk menjelaskan…” buru-buru Kyuhyun menarikku keluar saat Siwon melemparkan majalah yang dibacanya ke arahku.

            Aku terduduk lemas di bangku taman sekolah, air mataku sudah hampir jatuh namun sekuat mungkin kutahan. Aku memang salah, tapi aku hanya ingin membahagiakan Donghae. Kami bukan musuh meski kami adalah mantan, jadi apa salahnya kalau aku menemaninya di malam ulang tahunnya?
            “Huhhhmmm… kita hanya bisa menunggu sampai marahnya reda, jadi kau bersabar saja!” ucap Sungmin. Aku telah menceritakan kejadian semalam pada teman-temanku.
            “Padahal keadaan sudah mulai tenang akhir-akhir ini, sekarang kembali keruh!” gerutu si magnae.
            “Semua gara-gara Donghae! Apa maunya anak itu, dia kan sudah putus denganmu, kenapa dia masih mengganggumu?!!!” Sungyeon mengomel.
            “Bukan… ini bukan salahnya, kumohon jangan salahkan dia. Aku tidak ingin mengecewakannya di malam ulang tahunnya itu!”
            “Gwansim~a…” teriakan Donghae menarik perhatian kami, dia berlari cepat ke arah kami. “Katanya Siwon masuk rumah sakit?!” tanyanya, Sungyeon manyun menatapnya, Sungmin dan Kyuhyun saling pandang tak tahu mesti berekspresi apa, sementara aku hanya dapat menarik napas lemah.

            Tiga hari kemudian Siwon keluar dari rumah sakit dan kembali bersekolah. Seperti yang telah kuprediksikan, sikapnya lebih dingin dibanding saat di marah pertama kalinya. Sungyeon menyarankan agar aku tidak muncul di hadapannya untuk beberapa lama, sebisa mungkin aku harus menghindar. Saran itu diamini oleh Kyuhyun dan Sungmin, mereka khawatir Siwon kembali mengeluarkan memo merah untukku.
            Di sela-sela keresahanku akan kemarahan Siwon, hasil olimpiade sains yang kuikuti akhirnya keluar. Aku menempati posisi ke dua dalam olimpiade biologi sementara Kyuhyun berhasil mengharumkan nama sekolah dengan menempati posisi pertama dalam olimpiade mate-matika.
            “Wahhh, hebat kau Kyu! Selamat ya!” seru Sungmin saat kami sedang berkumpul dan tentu saja tanpa Siwon.
            “Gwansim juga hebat!” Sungyeon tak mau kalah dan ikut memujiku, “Hhhm… Kyuhyun dan Gwansim sekarang dapat bernapas lega, kalian tidak perlu khawatir lagi mengenai ujian masuk perguruan tinggi sebab kalian sudah mendapat beasiswa di Sung Gong Hoe University! Kalau aku…” Sungyeon jadi manyun,
            “Kau pasti bisa!” ucapku memberinya semangat.
            “Sepertinya Gwansim tidak bisa jauh dari Siwon, Sung Gong Hoe adalah yayasan milik ayahnya Siwon!” tambah Kyuhyun. Kutarik napasku dalam-dalam, mau bagaimana lagi, dari pada aku harus memusingkan orang tuaku mengenai biaya kuliah, lebih baik aku menerima hadiah bagi pemenang olimpiade itu.
            “Apa kau akan menerimanya?” Donghae bertanya, aku pun mengangguk.
            “Universitas itu besar ‘kan? Jadi masih ada kemungkinan aku tidak akan bertemu Siwon~ssi apalagi kalau kami beda jurusan!”
            “Bodoh sekali kalau kau menolak beasiswa itu hanya karena kau takut pada Siwon!” timpal Sungyeon.
            “Akan kuterima! Aku akan melanjutkan pendidikanku di Sung Kang Hoe!” seruku. Semua tersenyum melihat semangatku.
            “Oh ya… karena sebentar lagi tahun baru, bagaimana kalau kita liburan sekalian untuk merayakan keberhasilan kami memenangkan olimpiade?!” si magnae mengajukan usul.
            “Memangnya kau mau ke mana?” Tanya Sungmin,
            “Bagaimana kalau kita ke Kanada?!” tawar Kyuhyun.
            “Wah… boleh juga! Bagaimana Gwansim? Kau mau ikut?” tanya Sungmin antusias.
            “Yaak, kalau mau liburan, jangan pergi ke tempat yang tidak bisa kami datangi!” protes Sungyeon, aku mengangguk setuju, Kanada? Sudah jauh, mahal pula.
            “Memangnya kenapa dengan Kanada?” Tanya Kyuhyun polos, aku dan Sungyeon hanya bisa nyengir, “Ah, mengenai biaya… tidak perlu khawatir, aku yang tanggung!” akhirnya si magnae sadar sendiri.
            “Kau serius?” Sungyeon kaget, aku membelalak, Donghae bengong,
            “Apa wajahku seperti orang yang sedang bercanda?” Tanya Kyuhyun.
            “Wah… senangnya, kita seperti ketiban durian runtuh!” Sungyeon kegirangan,
            “Memangnya kami mengajakmu? Apa tadi kau dengar aku menyebut namamu?” Tanya Sungmin yang seketika membuat Sungyeon terdiam,
            “Yaaaaaak…” pekik sahabatku ke arah Sungmin.
♥♥♥
            Ini pertama kalinya aku ke luar negeri, aku sampai tidak tahu harus membawa barang apa saja. Kata Kyuhyun, di Kanada juga sedang musim dingin jadi aku harus membawa jaket dan syal. Alangkah senangnya, aku bahkan tidak pernah berpikir akan liburan sampai ke luar negeri. Barusan Sungyeon menelponku, dia juga kebingungan memilih barang bawaan. Dengan perasaan riang aku menelusuri koridor sekolah. Di sana-sini kudengar siswa lain berdiskusi tentang rencana liburan mereka. Di dalam hatiku, aku berteriak bangga kalau aku juga akan liburan ke Kanada!
            “Mwo??? Jadi kalian mengajak mereka kemudian melupakan aku??” kudengar teriakan Siwon, ternyata aku tak sengaja lewat di depan ruang privat Flower Guys.
            “Bukannya melupakanmu Wonnie~a, kami baru ingin memberitahukanmu!” kudengar Sungmin bicara.
            “Oh… jadi kalian mengajak mereka tanpa persetujuanku?”
            “Hyung mengertilah, apa perlu kami mendiskusikannya dulu denganmu?!” kali ini Kyuhyun yang bicara.
            “Tentu saja! Villa yang akan kalian datangi adalah villa-ku tentu kalian harus minta izin pemiliknya!”
            “Kami tidak mendiskusikannya denganmu karena kami pikir kau tidak mau ikut. Kakimu ‘kan belum sembuh total!” tambah Sungmin.
            “Siapa bilang aku tidak mau ikut? Aku juga ingin liburan!”
            “Ya sudah kalau begitu, habis perkara ‘kan? Kalau Hyung ikut, untuk apa lagi minta izin?!”
            “Tapi aku tidak mau Gwansim dan teman-temannya ikut!” tegas Siwon. Aku kaget di balik tembok, Siwon-ssi… kenapa kau kejam sekali?
            “Wonnie jangan bercanda!” bujuk Sungmin.
            “Aku tidak bercanda! Kalian boleh mengajak siapa saja tapi tidak Gwansim dan teman-temannya!” tutup Siwon. Tiba-tiba pintu terbuka, untung Siwon berjalan ke arah berlawanan denganku sehingga aku tidak ketahuan menguping. Segera aku meninggalkan tempat itu sebelum ketahuan Kyuhyun dan Sungmin.
            Kulihat Sungyeon dan Donghae ngobrol di taman, mereka terlihat gembira, pasti sedang membahas liburan itu. Aku jadi ingin menangis membayangkan bagaimana respon mereka saat mengetahui apa yang baru kudengar.
            “Ya, Gwansim~a!!!” Sungyeon menyadari kehadiranku dan segera memanggilku. Dengan langkah berat aku menghampiri mereka. “Bagaimana persiapanmu? Apa saja yang kau bawa?” tanya sahabatku itu,
            “Apa kau benar-benar ingin ke Kanada?” tanyaku balik.
            “Kenapa kau bertanya begitu? Tentu saja iya!” jawabnya. Aku tertunduk lesu,
            “Apa ada masalah?” tanya Donghae,   
            “Ternyata kalian di sini…” Sungmin dan Kyuhyun akhirnya muncul dari belakang.
            “Ada yang perlu kami sampaikan pada kalian…” Sungmin mencoba bicara, kurasa sudah waktunya. “Mengenai rencana liburan itu…” Sungmin terdengar sulit untuk bicara.
            “Siwon Hyung tidak ingin kalian ikut!” Kyuhyun menggantikan Hyung-nya bicara.
            “Mwo??? Kenapa begitu?” Sungyeon protes,
            “Yeon~a…” kupegang tangannya, dia pun memahami tatapan sedihku padanya.
            “Karena Gwansim ‘kan? Dasar…” sahabatku tersenyum sinis, “Baiklah, tak masalah, aku juga tidak ingin berlibur dengannya. Lagi pula Kanada lumayan jauh apa lagi kami juga tidak tahu kondisi di sana. Ayo Gwansim!” Sungyeon menarik tanganku, “Donghae… ayo pergi!” ajaknya pada Donghae juga.
            “Gwansim~a…” lirih Kyuhyun
            “Mianhe Sungyeon~a!” ucap Sungmin.
            “Kita juga bisa berlibur meski tidak ke Kanada… dia pikir tempat liburan hanya Kanada?” Sungyeon menggerutu sepanjang jalan.

            Yap, beginilah akhir tragis dari kebahagiaan kami, kami pikir kami dapat bersenang-senang di Kanada, tau-tau Siwon yang notabene sangat membenciku menghancurkan semua harapan kami. Liburan semakin dekat dan aku hanya bisa tersenyum melihat kawan-kawanku berdiskusi tentang rencana mereka. Aku duduk termangu di dalam kelas menghadap ke jendela, kutatap awan putih yang berarak tertiup angin.
            “Jangan menghayal!” tiba-tiba Donghae menegurku.
            “O’ kau!” ucapku.
            “Mau ikut liburan denganku?” tawarnya, aku bengong menatapnya. “Tapi bukan ke luar negeri! Aku hanya bisa mengajakmu ke Mokpo. Di sana bibiku membuka penginapan dan kita bisa menghabiskan liburan di sana!”
            “Jincayeo?” tanyaku meyakinkan.
            “Uhm… Kita ajak juga Sungyeon dan kau juga bisa mengajak Oppamu!”
            “Kau serius?” aku semakin antusias.
            “Uhm… tentu! Aku merasa terlalu banyak menyusahkanmu, kau dimusuhi Siwon karena diriku. Aku hanya ingin memberimu sedikit kejutan untuk menebus rasa bersalahku.”
            “Aku tidak suka kau berkata begitu, kau tidak pernah salah padaku. Kau adalah temanku dan memang sudah sewajarnya teman saling membahagiakan! Tapi… terima kasih atas ajakanmu itu, nanti aku akan memberitahukan Sungyeon. Kuharap rasa kecewanya dapat terobati.”
            Fuih… untung ada Donghae sang penyelamat, Sungyeon akhirnya bisa tersenyum setelah beberapa hari bermuram durja karena tidak jadi liburan. Aku juga mengajak Yesung Oppa dan senangnya dia bersedia menemani. Hanya saja Jongjin Oppa tidak bisa ikut, dia harus menyelesaikan laporan hasil magangnya. Oh ya, tak lupa aku juga menyampaikan kabar ini pada Sungmin dan Kyuhyun agar mereka tidak diliputi perasaan bersalah terus-menerus.
            Aku, Donghae, Sungyeon, dan Yesung Oppa menumpangi bus ke Mokpo. Sepanjang jalan kami bercengkrama dengan gembira, aku menerawang ke langit, kulihat sebuah pesawat yang terbang gagah. Hm, semoga liburanmu menyenangkan Siwon, Sungmin, dan Kyuhyun. Setelah beberapa jam, kami akhirnya tiba di resort sederhana milik paman dan bibinya Donghae, Paman Lee. Kami telah disediakan kamar double bed yang letaknya menghadap ke pegunungan yang telah diliputi salju.
            “Bagaimana? Apa kau senang?” tanyaku pada Sungyeon begitu kami menyusun barang di lemari.
            “Uhm… tempat ini juga bagus, setidaknya aku berlibur bersama orang-orang yang tidak akan menyebalkan seperti Choi Siwon!” jawab temanku itu. Sepertinya dia masih sakit hati pada liburan ke Kanada itu. Ponselku bergetar, ada pesan dari Donghae, dia memanggil kami untuk makan siang.

            Malam menjelang dan resort Paman Lee semakin ramai, maklum karena resortnya memang berada dalam kompleks arena ski. Paman Lee juga membuka sebuah kedai ramyeon sederhana yang malam ini kedatangan banyak tamu. Aku jadi tidak enak kalau harus menagih janji Donghae sekarang, dia mengajak kami ke pemandian air panas di seberang jalan.
            “Paman, Bibi, terima kasih karena sudah menyambut kami dengan hangat!” tak sengaja kudengar percakapan mereka.
            “Sudahlah, kau ini tidak perlu terlalu formal seperti ini. Lagi pula kau bersedia membantu di sini tanpa minta bayaran, jadi paman rasa semua ini sudah impas…”
            “Untung Paman dan Bibi mau memberi tumpangan sehingga kami dapat berlibur!”
            “Ya sudah, lebih baik kau selesaikan tugasmu, bukannya kau sudah mengajak teman-temanmu ke pemandian air panas?”
            “Iya Bibi!!!”
            Aku termangu, jadi Donghae bersedia tidak dibayar saat bekerja part time di resort ini demi mengajak kami liburan?
            “Gwansim?” Donghae mengagetkan aku yang masih termangu di depan dapur.
            “Kenapa harus berlebihan begini Donghae~a, aku tidak pernah mengira kau mengajak kami berlibur dan bersedia tidak dibayar…”
            “Bukan… bukan begitu, kau jangan salah paham!”
            “Salah paham apa lagi? Aku mendengar semuanya, aku tidak mau menyusahkanmu, kenapa kau tidak terus terang saja padaku. Sebenarnya tanpa liburan pun, aku dan Sungyeon tidak akan bermasalah jadi kau tidak perlu seperti ini.”
            “Gwansim… aku hanya ingin membantu kalian, tolong beri aku kesempatan untuk membuat kalian senang sepanjang liburan kali ini. Jangan merasa tidak enak hanya karena keadaan ini, nikmatilah, bersenang-senanglah.”
            “Donghae~a…”
            “Sebenarnya pembatalan liburan kalian ke Kanada sedikit banyak disebabkan olehku juga. Seandainya aku tidak memaksamu menemaniku di malam ulang tahunku maka kau dan Siwon tidak akan bertengkar.”
            “Itu tidak ada hubungannya…”
            “Dengar! Kau cukup menikmati liburan ini, jangan pikirkan keadaanku. Kalau kau masih merasa tidak enak, anggap saja liburan ini adalah ucapan terima kasihku kepadamu karena kau mau menemaniku di saat malam ulang tahunku. Atau anggap saja ini sebagai hadiah dariku atas keberhasilanmu dalam olimpiade sains! Arachi?”
            “Itu…”
            “Sudahlah… aku sedang sibuk, tunggu aku bersama yang lain di kamar kemudian kita akan ke pemandian air panas. Khaja! Kha!!!” dia mendorongku dan memintaku pergi. Aku sungguh tidak enak hati padanya. Aku tidak menuruti perintahnya, kuamati dia dari dekat jendela yang sedang sibuk melayani tamu. Dia begitu kewalahan, meski sudah ada beberapa pelayan namun pengunjung masih lebih banyak.
            “Donghae ini ramyeonnya!!! Teriak paman dari jendela dapur. Donghae tidak mendengar karena sedang menyambut tamu,
            “Paman, ini untuk meja nomor berapa?” tanyaku, kuputuskan untuk ikut membantu.
            “Kenapa kau…” Paman Lee terkejut melihatku,
            “Aku akan membantu, ayo cepat katakan sebelum mie-nya mengembang!” desakku.
            “Meja nomor 10!”
            “Nde!” dengan riang aku mengantarkan pesanan ke meja pelanggan. Donghae juga tak luput dari keterkejutan melihatku, kukerlipkan mata kepadanya dan memberi isyarat, “Hwaiting!!!”

            Keceritakan semua pada Tayeon dan Yesung Oppa mengenai keadaan yang sebenarnya, mereka bereaksi sama denganku, tidak setuju. Untung mereka juga mengerti dengan keadaan ini sehingga bersedia membantu, dan akhirnya kami berempat menjadi tenaga sukarela di resort Paman Lee. Jam sibuk resort hanya di saat makan siang dan makan malam, sehingga selain dari jam itu kami bisa keluar bersenang-senang.
            Pagi tadi Paman Lee mendapat telepon pemesanan kamar untung rombongan siswa SMU. Beberapa pelayan sudah bersiap sedari tadi menyediakan kamar, dan para koki kelihatan sibuk menyiapkan makan siang.
            “Maaf… seharusnya kalian datang untuk berlibur bukannya untuk bekerja seperti ini!” lirih Donghae saat kami berdiri di mulut pintu untuk menyambut tamu.
            “Aku tidak suka kalau kau bicara seperti itu, kita sudah sepakat kan tidak akan mengungkit hal itu. Lagi pula kita masih bisa bersenang senang jadi kau tidak perlu resah. Menginap di resort bagus seperti ini, bukannya kami yang harus berterima kasih kepadamu?” seru Yesung Oppa sambil merangkul bahu Donghae.
            “Nde… kau tidak perlu berkecil hati, Yesung Oppa benar, justru kami yang harus berterima kasih!”
            “Kalau kau masih terus merasa tidak enak pada kami, kami akan segera pulang!” ancamku. Donghae tersenyum, sesaat kemudian sebuah bus tiba. Kurasa merekalah rombongan itu, kamipun bersiap-siap menyambut mereka.
            “Selamat datang!!!” seru kami bersamaan sambil setengah membungkuk.
            “Terima kasih Gwansim!” jawab salah satu dari rombongan, seperti suara Kyuhyun. Segera kuangkat kepalaku, aku bengong…
            “Hallo Gwansim!!!” seru Sungmin, “Oooo Yesung Hyung! Senangnya dapat bertemu denganmu di sini!” dia langsung memegang tangan Oppa-ku.
            “Lepaskan!!!” Sungyeon buru-buru menepis tangan Sungmin yang bergelayut di lengan Oppa-ku. Rombongan Siswa Neul Paran High School begitulah yang tertulis di badan bus saat kubaca, bukannya Flower Guys ke Kanada? 
            “Di mana kamarnya? Aku ingin beristirahat!” ucap Siwon dengan angkuhnya.
            “Ba..baik!” ucapku sedikit bergetar. Segera kuantarkan rombongan itu ke kamar mereka masing-masing sementara yang lain membantu mengangkat barang. 

to be continued ...