Wednesday 12 November 2014

FF One Shot - Red Rose


Red Rose
            Pernahkah kalian menyukai seseorang? Menyukai orang itu sampai merasa gugup saat berhadapan dengannya namun ingin terus melihatnya sehingga pilihan satu-satunya adalah memandanginya secara sembunyi-sembunyi. Saat tidak sengaja berpapasan dengannya, wajahmu memerah karena terpesona. Saat mendengar suaranya, jantungmu berdegup kencang sampai tak berirama. Bagaimana rasanya? Menyakitkan kah? Aku pribadi merasa sangat tersiksa namun aku senang merasakannya.
            Setiap saat… selama dua tahun aku memandangnya sembunyi-sembunyi, dia bukan siswa yang popular, bukan siswa nomor satu, bukan pula siswa yang dapat membuat gadis-gadis bertekuk lutut, ataupun siswa yang memiliki segalanya. Dia hanya siswa yang sederhana, tak banyak bicara, tidak juga sering senyum, pertanyaannya… lalu apa yang kau suka darinya? Jawabanku … aku suka suaranya!!! Ya … dia memang jarang bicara namun sekali waktu kudengar dia bernyanyi tepatnya bersenandung, ya ampun… suaranya  seperti mutiara.
            Selama dua tahun terus menjadi pengagum rahasianya, aku tidak pernah bosan. Meski dia tak sekalipun memperhatikanku, aku tak akan lelah mengharapkannya. Rasa ini akan terus kujaga, menyukainya selamanya…
            “Hyena…!” suara mutiara itu memanggilku, aku segera menutup lembar kerjaku di notebook. Aku berlari ke arahnya memperbaiki kostumnya setelah dia keluar dari ruang rias.
            “Yesung~a… cepat! Tiga menit lagi!!!” perintah menejer dari ruang tunggu. Semakin kupercepat usahaku, setelah memastikan dia telah sempurna, aku mengangguk dan melepasnya pergi.
            “Gomawo…” ucapnya dia berlari kecil ke arah menejer dan beberapa saat kemudian namanya dipanggil memasuki ruang syuting. Ya… dialah si suara mutiara itu, senior yang membuatku tergila-gila dan menjadi pengagum rahasianya selama bertahun-tahun. Ya… suara mutiaranya itu mengantarkannya menjadi seorang penyanyi terkenal seantero Korea. Aku melamar menjadi asisten artis begitu melihat lowongan kerja yang dikeluarkan agensinya, agensi musik raksasa di Korea. Seperti mimpi, aku malah menjadi asistennya, sungguh selama berhari-hari aku tak luput berdoa mengucapkan sukur kepada Tuhan atas karunia yang kuterima ini.
            Siang ini dia ada wawancara eksklusif dengan sebuah stasiun TV, dari belakang studio aku menunggu jadwalnya sampai selesai sambil membuat diary elektronikku di word press pribadiku.

            “Kita semua tahu kalau Yesung memiliki banyak fans dengan berbagai karakter, pertanyaannya… apakah ada kelakuan fans yang tak bisa kau lupakan?” tanya pembawa acara itu padanya.
            “Tentu… aku ingat dulu ada seorang fans yang memberiku setangkai mawar merah saat show perdanaku bersama Super Junior. Sayang sekali aku tak dapat melihat dengan jelas wajah gadis itu karena para fans berdesak-desakan,”
            “Bukannya itu hal biasa? Apa istimewanya?” tanya host acara.
            “Tentu sangat istimewa bagiku. Apakah banyak yang tahu arti mawar merah? Mawar merah melambangkan keceriaan, memberikan semangat untuk seseorang. Di awal debutku, aku tidak seberuntung teman-temanku di Super Junior. Dulu aku tidak memiliki banyak fans, di antara member hanya aku yang tidak mendapat teriakan atau hadiah saat debut.”
 “Aku menangis semalam suntuk di belakang dorm setelah dimarahi habis-habisan oleh produser sebab aku tidak popular seperti rekan-rekanku. Beberapa hari kemudian kami mengadakan show pertama di Incheon, dari bawah panggung kulihat ada seorang gadis menyodorkan setangkai mawar padaku, kupikir itu untuk Siwon yang saat itu kebetulan di sampingku namun begitu kulihat pita biru bertuliskan ‘Yesung Oppa… fighting!’ aku baru sadar mawar itu untukku!”
“O… itu hadiah pertama bagimu?”
“Ya… hadiah pertama bagiku, hadiah yang juga membangkitkan semangatku untuk terus bertahan dan semangat menghadapi kerikil-kerikil yang harus kulalui demi meraih impianku! Ternyata di luar sana masih ada yang mendukungku,”
“Wah… fans itu beruntung sekali, dia pasti sangat senang bila melihatmu memuji dirinya saat ini!”
“Aku yakin dia mendengarnya…!” ucap Yesung. 
“Ya… tentu saja, dia pasti sedang duduk manis menontonmu di TV sambil menyeka air mata terharu sebab kau masih mengingatnya bahkan memujinya.” sambung host itu. Jari-jariku yang asyik bermain di atas tuts keyboard berhenti seketika, setangkai mawar merah dan pita biru? Benarkah hadiah itu yang membuatmu bertahan?
Acara selesai sejam kemudian, Yesung keluar studio dengan wajah lelahnya. Aku menyambutnya dan memberinya sebotol jus,
“Gomawo…” ucapnya, dia segera ke luar gedung dan masuk ke van yang akan membawanya pulang ke dorm, aku duduk di depan dan sibuk memeriksa jadwal kerjanya besok.

***Red Rose***

            Pagi ini kuperiksa twitter, wah… Yesung jadi trending topic hari ini. Banyak yang memberikan semangat dan kata-kata menyentuh untuknya karena acara semalam. Saat tiba di dorm, kulihat mereka, member Super Junior, kewalahan menerima kiriman mawar merah yang semuanya dari para fans. Kubantu mereka sejenak merapikan bunga-bunga itu dan tidak lama kemudian Yesung telah siap dengan dandanan casualnya.
            “Dongsaeng… aku berangkat sekarang ya!” sapanya pada beberapa member Super Junior,
            “Hyung… lihat perbuatanmu, karena pengakuanmu semalam, dorm kita kebanjiran mawar merah!” gerutu Ryeowook yang sibuk membersihkan serbuk sari yang tercecer di lantai.
            “Mianhe…” dia mengatupkan tangannya dan memandang Ryeowook dengan tatapan cute, “Ayo Hyena!” dia menarik tanganku dan segera meninggalkan dorm. Kasihan Ryeowook, Donghae, Siwon, dan Kyuhyun yang harus bergelut merapikan mawar-mawar itu.
            “Sunbae, hari ini kau jadi trending topic!” ucapku saat di van,
            “Untung ada mawar merah itu, kalau tidak… mungkin aku tak ada di sini lagi!” ucap Yesung.
            “Mmmm… apa yang akan kau lakukan kalau mengetahui siapa yang memberikan hadiah itu?!” tanyaku.
            “Aku akan melamarnya!” dia tertawa…
            “Jangan bercanda, kalau fans itu dengar, dia akan menagih janjimu itu!” tegurku
            “Aku tidak bercanda! Aku akan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa inilah dia yang memberiku semangat di saat-saat sulitku waktu pertama debut!”
            “Bagaimana kalau fans itu pria?!” tantangku,
            “Aku tahu dia wanita!”
            “Dari mana kau tahu?!”
            “Dia memakai cincin waktu itu, jarang lho pria memakai cincin!”
            Begitu tiba di bandara, kami langsung merapat ke tempat pemeriksaan passport. Hari ini kami akan ke Thailand, di sana Super Junior-H mendapat undangan dari kerajaan Thailand untuk mengisi acara ulang tahun kota Bangkok. Personel yang lainnya duluan berangkat kemarin sementara Yesung menyusul hari ini sebab ada acara live semalam.
Setelah beberapa jam mengarungi perjalanan lintas udara, kami tiba di Bangkok dengan pengawalan ketat pihak keamanan. Banyak fans yang telah menunggu di bandara sehingga Yesung harus dikawal, senyuman terus mewarnai bibir indahnya sembari melambaikan tangan ke arah gadis-gadis yang sebagian besar membawa poster Super Junior-H. Kami segera masuk ke van yang telah disediakan oleh pihak inviter, kukeluarkan handuk kecil dan segera menyeka peluh di wajahnya.
“Hyena… apa kau seorang ELF juga?” tanyanya tiba-tiba,
“Mmm… tepatnya aku seorang Clouds!” balasku, wajahnya memerah mendengar pengakuanku. Senang rasanya membuatnya malu seperti ini. Setelah beberapa menit berada dalam van, kami tiba di sebuah hotel berkelas di Bangkok. Seperti biasa, untuk mencegah kegaduhan kami masuk hotel lewat jalan belakang. Yesung tak sempat beristirahat, dia harus segera menyusul teman-temannya ke tempat latihan. Mereka hanya tersisa waktu 12 jam untuk latihan karena mereka akan perform besok.
Setelah berganti pakaian yang lebih santai, kami segera kembali ke van untuk pergi ke tempat latihan. Saat tiba di tempat konser, Yesung segera bergabung bersama teman-temannya yang sedang latihan dance. Ternyata banyak fans yang menonton mereka dari kejauhan, para fans berteriak juga melambaikan poster dan spanduk, tentu ini menambah semangat member yang sedang latihan.
Hari telah gelap, kulihat jam sudah pukul 20:00 waktu Thailand, member pun sudah kelelahan. Setelah berpamitan pada pihak sponsor, kami segera kembali ke hotel untuk beristirahat.
“Besok kita harus menampilkan performance kita yang terbaik!” seru Shindong sambil menikmati hidangan korea-nya. “Mmm… asisten, apa kau bawa kimchi?” tanyanya padaku, aku mengangguk dan segera ke arah perlengkapan. Kubuka tas dan kuambil sebotol kimchi segar seperti pesanan Shindong padaku sebelum aku berangkat ke Thailand tadi.
“Gomawo…!” serunya saat aku menghidangkan asinan kesukaannya itu di atas meja. Beberapa saat kemudian yang lain berebut menyumpit kimchi itu dan melahapnya seperti orang kelaparan.
“Noona… untung kau bawa kimchi!” celetuk Eun Hyuk dengan mulut penuh.
“Seharusnya kau berterima kasih padaku sebab aku yang memesannya!” protes Shindong,
“Sudahlah… yang banyak bicara akan kehabisan!” seru sang leader. Aku senang dengan suasana seperti ini, mereka selalu menghargai pemberianku, bukan hanya aku namun asisten yang lain, menejer, bahkan kalau ada pemberian dari fans, mereka juga tidak akan menyia-nyiakannya. Mereka – tidak hanya Super Junior-H tapi semuanya – selalu  menghargai pemberian orang lain dan selalu berterima kasih, itulah salah satu daya tarik mereka sebagai boy band sehingga penggemar mereka tersebar sampai ke pelosok dunia.

  ***Red Rose***

Hari ini tiba juga, hari performance mereka. Mereka tidak hanya menyanyikan single-single andalan sub group mereka namun sebagian lagu dari Super Junior turut didendangkan oleh mereka. Mereka menghibur penonton sampai dua jam dengan lagu, dance, bahkan banyolan mereka. Wajar bila sub group ini diberi nama Super Junior-H (happy) sebab mereka memang mampu untuk membahagiakan penonton.
Waktu telah menunjukkan 11:30 malam, sudah saatnya Super Junior-H berpamitan pada fans sebab mereka harus mengejar pesawat jam 12 nanti. Mereka harus kembali ke korea sebab besok siang Eun Hyuk, Lee Teuk, dan Shindong harus mengisi acara radio mereka.
“Anyeong!!!!” teriak mereka pada seluruh penonton. Gawat… aku harus kembali ke tempat konser secepat mungkin. Aku sedang sibuk memilih obat diare untuk Eun Hyuk di apotik, sebelum performance dia sudah kuberi obat dan ternyata aku tidak punya persiapan lagi.
“Palli…palli!” seruku pada kasir saat aku membayar tagihan belanjaku. Segera kumasukkan obat dan beberapa kaleng jus pesanan Kang In, dan snack pesanan Sungmin ke dalam ranselku. Saat tiba di depan gedung, kulihat gerombolan fans memalang jalan. Aku kesulitan bergabung bersama rombonganku, aduh… kulirik jam, tinggal 20 menit lagi. Bus dan van telah berangkat, aku ditinggal! Gawat… tak ada acara kembali ke hotel lagi, jadi aku harus ke bandara.
Aku mencegat taksi dan dengan bahasa Inggrisku yang seadanya, aku meminta supirnya membawaku ke bandara. Sial… di jalan aku terlibat macet, aku harus menelpon mereka, ya… mereka pasti sedang mencari-cariku sekarang! Ha… mana ponselku? Astaga… aku lupa, aku memberikannya pada Yesung tadi, ponselnya lowbat makanya dia memakai ponselku untuk browsing. Supir itu berbicara padaku tapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakannya. Kalau kulihat dari gaya bicaranya sepertinya dia menyuruhku turun, apa mungkin karena antrian kendaraan yang terlalu panjang? Benar juga… kalau terus menunggu, aku bisa ketinggalan pesawat. Aku turun dari taksi, kusodorkan beberapa lembar Bath namun si supir menolak. Apa karena dia tidak berhasil membawaku ke bandara makanya dia menolak?
“Please go ahead…” si supir mulai memberi pengarahan padaku, sepertinya jalan untuk ke bandara. “Turn right…” serunya, aduh… kami sama-sama kurang mengerti bahasa Inggris.
“Thank you… thank you!” seruku berkali-kali. Aku langsung berlari sesuai arah yang diberitahukan si supir. Di persimpangan aku belok ke kanan, ya…lalu aku harus ke mana lagi? ada beberapa persimpangan di depan, terus kah, belok ke kanan, atau belok ke kiri?
Lama aku berputar, keringat dinginku mulai mengucur, aku … kesasar! Kulirik jam tanganku, tinggal 5 menit pesawat lepas landas, aku… aku harus bagaimana? Hiks… tangisanku pecah, beberapa orang yang lewat memandangiku sambil tertawa geli. Aku tidak kenal malu lagi, saat ini aku hanya tahu menangis. Kulihat di langit, sebuah burung raksasa melaju dengan gagahnya, itu pasti pesawat yang mereka tumpangi, hiks…hiks… aku ditinggal!!!

Udara dingin mulai menyengat kulitku, saat kubuka mata kulirik jamku, sudah jam 2  pagi. Kuhapus sisa air di mataku, ternyata aku tadi tertidur karena kelelahan menangis. Aku berjalan menelusuri jalan besar di depanku, aku belok setiap ada persimpangan, parahnya aku malah menuju kawasan lokalisasi. Beberapa pemuda berjalan ke arahku, mereka tersenyum mengerikan memandangku. Beberapa di antara mereka berbicara padaku namun aku tidak mengerti sama sekali. Dug… aku yang berjalan mundur merasakan ada sesuatu di belakangku, saat aku berbalik, seorang ahjussi tersenyum iblis memandangku.
“Lepaskan!!! Lepaskan aku!!!” seruku saat mereka menyeretku memasuki sebuah gedung. “Kumohon lepaskan, aku harus segera kembali ke korea, aku cuma ingin ke bandara! Jangan lakukan ini padaku!” mereka terus menyeretku dan tidak mempedulikan teriakanku.
“!@#$$%^&&*(()*&%$#@” seseorang tiba-tiba berteriak dari belakang, spontan kami semua menoleh. Polisi?! Seketika perasaanku mulai lega, orang-orang itu lantas melepaskan pegangannya padaku.
“Hyena!!!” seru Kang In yang tiba-tiba muncul dari balik polisi itu,
“Kang In?!!” pekikku bahagia, aku juga melihat Sung Min,
“Kau baik-baik saja kan?!” tanya Sung Min, aku mengangguk.
“Kalian tidak berangkat ke Seoul?!” tanyaku heran,
“Bagaimana mungkin kami pulang kalau kau tidak ada?!” seseorang muncul di balik Kang In dengan suara mutiaranya.
“Sunbae!!!” ucapku. Dia berjalan selangkah ke depanku dan seketika menarikku dalam pelukannya,
“Lain kali jangan seperti ini!” bisiknya dengan pelukan yang begitu erat. “Aku sugguh takut terjadi sesuatu yang buruk padamu!”
“Hyung… jangan seperti ini, ada yang memotret kita!” Kang In menasehati Yesung.
“Benar Sunbae, jangan seperti ini!” bujukku, barulah perlahan Yesung melepas pelukannya padaku.  

Kami mengambil penerbangan pertama ke Seoul keesokan harinya, Lee Teuk, Eun Hyuk, dan Shin Dong sudah berangkat pada penerbangan semalam soalnya jadwal mereka tidak bisa ditunda. Setelah beberapa jam menunggu di pesawat, akhirnya kami tiba di Seoul. Aku sungguh tak menyangka, kejadian Yesung memelukku saat di Thailand menjadi trending topic di twitter. Seorang ELF Thai mengapload foto pelukan itu sehingga seluruh ELF khususnya di Korea mencaci maki aku. Untung saja mereka tidak menyerang twitter-ku maupun FB-ku soalnya aku memang tidak mempublikasikan situs jejaring sosialku itu.
Keadaan semakin pelik, berpuluh-puluh ELF berkumpul di depan gedung SM sambil membawa spanduk berisi kecaman khusus untukku. Aku sungguh takut, beginikah bila fans marah?
“Semua salahku, aku sungguh minta maaf!” seru Yesung pada member lain dan menejer saat kami duduk merundingkan penyelesaian masalah ini.
“Lalu apa yang akan kau lakukan Hyung?” tanya Kyuhyun pada Yesung,
“Berilah penjelasan pada ELF, ceritakanlah apa yang terjadi di Thailand, aku yakin mereka pasti akan mengerti,” tambah Siwon.
“Jaga perasaan ELF juga, mereka hanya shock melihat idolanya memeluk wanita lain yang tidak mereka kenal!” Leader angkat bicara.
“Baiklah… aku akan bicara dengan mereka!” putus Yesung,
“Apa sebaiknya aku ikut minta maaf?!” aku bertanya pada yang lain,
“Lebih baik jangan, saat ini mereka begitu anti padamu, kalau kau muncul, bisa-bisa mereka menjadikanmu bahan gilingan!” timpal Hee Chul.
“Tidak, Hyena harus ikut. Hari ini akan kubuat sebuah pengakuan!” putus Yesung dan seketika itu juga menarik tanganku.

Hysteria para ELF saat Yesung keluar seperti dapat merobohkan gedung ini, apa lagi saat melihat Yesung menggandeng tanganku, mereka semakin tidak terkontrol. Beberapa body guard mencoba memberi perlindungan agar para ELF tidak beranjak untuk mencakar atau menjambakku.
“Pertama-tama aku ingin mengucapkan maaf pada kalian, aku tahu aku telah membuat kalian kecewa,” Yesung mulai angkat bicara. “Foto di twitter itu memang benar, aku memeluk Hyena adalah nyata!” cacian para ELF menggema di setiap sudut ruangan, aku hanya dapat menunduk ketakutan.
“Hyena sempat kesasar di Thailand kemarin, dia keluar gedung pertunjukan untuk membelikan obat diare untuk Eun Hyuk. Tahukah kalian, sebenarnya dia dapat menyuruh petugas di sana membelikan Eun Hyuk obat namun Hyena tidak melakukannya, apa kalian tahu jawabannya kenapa? dia tahu persis Eun Hyuk minum obat apa dan bila menyuruh orang lain yang beli bisa saja mereka membeli merek lain sehingga yang ada malah Eun Hyuk semakin parah,” tiba-tiba Kang In ikut membelaku.
“Dia ketinggalan bus bahkan pesawat, dia sendirian di Thailand, dia kesasar bahkan masuk ke daerah lokalisasi. Dia yang selama ini selalu mengurus keperluan kami, membantu kami tanpa banyak mengeluh, di saat kami berhasil menemukan dia yang hilang di negeri orang, apakah salah bila kami memeluknya?!” Sung Min angkat bicara.
“Kumohon para ELF… mengertilah… kami juga manusia, kami punya orang yang kami sayangi salah satunya adalah asisten kami Hyena!” timpal Kang In.
“Perlu kalian ketahui…” Yesung mulai bicara dengan suara yang bergetar, “Dialah ‘gadis mawar merah’-ku! Kalian tentu telah melihat pengakuanku di wawancara kemarin, kalian pasti tahu cerita mengenai setangkai mawar merah dengan pita biru itu, ya… Hyena lah gadis yang memberikan hadiah pertama itu!” aku kaget memandang Yesung, dari mana dia tahu kalau aku yang memberikan mawar itu?
“Bukannya Oppa bilang kalau Oppa tidak sempat melihat wajah si pemberi bunga itu soalnya para fans berdesak-desakan!” seorang ELF angkat bicara.
“Aku memang tidak melihat wajahnya namun aku sempat melihat ada tahi lalat di pergelangan tangannya, tahi lalat yang sama di pergelangan tangan Hyena!” semua mata menjurus ke pergelangan tanganku, Yesung mengangkat pergelangan kiriku, “Gadis yang menyerahkan mawar itu seorang kidal dan Hyena pun hanya bisa bekerja dengan tangan kirinya!” lanjut Yesung.
“Aku masih belum percaya, bagaimana mungkin gadis itu begitu beruntung?!” timpal ELF yang lain.
“Aku pernah membaca word press pribadi milik Hyena, saat itu aku tidak sengaja menemukannya. Maafkan aku Hyena…” Yesung menunduk ke arahku, “Saat itu Hyena lupa menutup lembar kerjanya dan meninggalkan note book-nya begitu saja dan aku menemukannya. Kubaca semua tulisannya, ternyata dia telah mengagumiku jauh sebelum aku menjadi penyanyi. Catatan hariannya itu ditulisnya semenjak kami masih sekolah di SMU yang sama, dua tahun yang lalu dia telah memperhatikanku, sayangnya aku tidak pernah peduli padanya.” Aku menunduk malu, orang ini… kenapa masalah seperti itu dibahas juga?!
“Benarkah Hyena?!” Sung Min melirik tidak percaya padaku. Aku semakin menyembunyikan wajahku, aduh… malunya aku saat ini.
“Meski telah terpisah namun dia tetap memperhatikanku, dia kemudian menjadi ELF dan turut mendukungku ke manapun aku melangkah. Sampai akhirnya dia melamar menjadi asisten Super Junior di SM Intertainment untuk terus membantu kami. Saat aku menyadari betapa besar dia menyayangiku dan Super Junior, aku semakin tak ingin kehilangan dirinya! Coba kalian para ELF, katakanlah apakah gadis seperti Hyena tak pantas dipeluk hanya sekedar meluapkan rasa bahagia karena telah menemukannya yang hampir masuk ke jurang bahaya?!”
Kali ini para ELF yang menunduk menyesal, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengetok kepala mereka sendiri, menghukum diri mereka sendiri.
“Jadi… Oppa tak perlu menangis lagi karena tak punya fans yang banyak, justru Oppalah pemenangnya, Oppalah member pertama yang memiliki fans dibanding member yang lain!” seru seorang ELF.
“Benar! Aku tak perlu bersedih lagi karena ada Hyena yang selalu mendukungku!” seru Yesung. Kali ini Yesung berbalik ke arahku, dia memegang kedua tanganku. “Bukannya aku pernah bilang padamu… bila aku menemukan siapa yang memberiku mawar merah di hari itu maka aku akan melamarnya?!” mataku melotot mendengar ucapannya, “Hyena… saat ini aku melamarmu, bersediakah kau menjadi Everlasting Friend-ku?” aku bengong, kali ini mulutku terkunci, aku seperti dihipnotis untuk diam, sensor motorikku seperti dilumpuhkan oleh jarum akupuntur.
“Aku yakin kau bilang ‘iya’! Yesung mendekatkan wajahnya ke wajahku dan… secuil ciuman manis mendarat di pipiku.
“Aaaaarrrrrrrrrrrggggggggggggggggggghhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriakan para ELF membahana di setiap sudut ruang.



End




 









                             

Monday 3 November 2014

FF In My Dream (Part 2)



sebelumnya di In My Dream (Part 1)

Ugh… Yu Ri sungguh merepotkan, dia ‘kan bisa mengerjakan PR itu dengan teman-temannya dari kelas lain, kenapa dia malah menyulitkanku dengan meminta bantuan namja bermarga Cho itu. Jantungku berdegup kencang saat aku berdiri di depan pintu rumah namja itu. berulang kali jariku bergerak ke arah bel namun berulang kali pula tanganku yang sebelah menghentikannya.
Argh… aku tidak berani, andai pertemuan pertamaku dengan Cho Kyuhyun baik-baik saja, tak perlu ada acar tabrakan, pasti aku tidak secanggung ini.
“Apa yang kau lakukan?” seseorang menegurku dari belakang. Aku berbalik dan kudapati Kyuhyun sedang menenteng belanjaan bersama ummanya.
“Eun Hye… ada apa?” sapa ummanya lembut.
“Uhm… aku, aku, aku,” astaga kenapa harus terbata-bata begini?
“Kau kenapa?” tanya namja itu kesal. Ummanya menyikutnya pelan,
“Aku mau minta tolong padamu…” jawabku lancar setelah dibentak olehnya.
Syukurlah dia menyanggupi untuk membantuku, itu pun jujur kuakui, kalau bukan ummanya yang juga ikut membujuk, mungkin dia tidak akan meluluskan permintaanku. Tepat jam lima Yuri datang dengan penampilan yang modis, gadis ini mau belajar atau fashion show di rumah Kyuhyun? Yup… namja itu bersedia membantu asal kami mengerjakan tugas di rumahnya.
“… nah bila telah menemukan berapa panjang rusuknya, maka akan mudah menghitung keliling maupun luas perseginya…” Kyuhyun menjelaskan penyelesaian soal pertama.
“Kyuhyun-ssi… bagaimana kau bisa mahir dalam matematika?” tanya Yu Ri.
“Mungkin karena aku sering belajar…” jawabnya tersenyum. Aku manyun melihatnya, kalau bersama orang lain kenapa dia begitu ramah, berbeda sekali kalau dia berhadapan denganku.
“Kyuhyun… bagaimana dengan soal kedua?” tanyaku mencoba mencari perhatian.
“Tentukan dulu akar dari kedua rusuk kemudian bandingkan dengan sudut yang menjadi proyeksinya…”
“Kyuhyun-ssi… apa yang kau lakukan kalau sedang suntuk? Rumahmu sangat nyaman, apa kau hanya bersantai?” tanya Yu Ri lagi. Aku mendecak kesal pada gadis itu, dia mau belajar atau mewawancari Kyuhyun?
“Biasanya aku hanya main game atau bermain bersama anak anjing Noonaku!” jawab namja itu. Huh… terlihat jelas kalau dia mulai kesal pada Yu Ri namun masih ditahannya. Kalau aku yang berbuat demikian, pasti aku sudah disemburnya.

Hari sudah semakin gelap, saatnya Yu Ri pulang dan yang membuatku tenang adalah PR-ku yang sudah selesai. Aku dan Kyuhyun menemani Yu Ri menunggu jemputannya,
“Anyeong Kyuhyun-ssi, gomawoyeo sudah membantuku mengerjakan PR!” seru Yu Ri dari dalam mobil saat jemputannya tiba.
“Nde… cheonma!” jawab namja itu. Huh… apanya yang mengerjakan PR, dia hanya menyalin pekerjaanku karena dia sibuk ngobrol dengan Kyuhyun, gerutuku dalam hati. Keadaan menjadi hening saat jemputan Yu Ri menghilang di persimpangan, aku jadi kikuk.
“Kau…” Kyuhyun mulai bicara padaku. “Jangan minta tolong lagi padaku. Aku tidak suka siswi seperti kalian yang beralasan belajar namun hanya membuat keributan di rumahku!” Kyuhyun lalu masuk dan menutup gerbang halamannya. Tunggu… kami? Apa kau tidak salah? Yang ribut adalah Yu Ri bukan aku!

Dengan perasaan jengkel aku ke sekolah, semoga saja kalau masuk ke kelas aku masih dapat mengontrol emosiku untuk tidak memarahi gadis yang bernama Kwon Yu Ri itu. Dia hanya menyalin PR-ku kemarin dan aku juga harus kena teguran Kyuhyun karena perbuatannya.
“Benar Yu Ri ke rumah anak baru itu kemarin?” tanya Yeon Hee saat aku baru saja duduk di bangkuku. Kukepalkan tanganku menahan emosi, gadis yang bernama Yu Ri itu benar-benar menyebalkan, ternyata dia sudah bercerita ke teman-teman yang lain tentang masalah ini.
“Bisa kutebak, dia pasti berbuat masalah. Dari wajahmu terlihat jelas kalau kau kesal!” tambah Sun Young.
“Aku kena marah dari Kyuhyun gara-gara Yu Ri hanya datang berceloteh ini-itu, bertanya hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran! Kalian tahu Kyuhyun bilang apa saat dia pulang? Dia bilang kami ini membuat keributan di rumahnya, dia bilang kami, apa dia tidak sadar kalau yang ribut hanya Yu Ri!”
“Sikapnya wajar bila menyalahkan kalian berdua, ‘kan kau yang membawa Yu Ri ke rumahnya. Tentu saja kau juga yang harus bertanggung jawab atas ulahnya!” balas Sun Young.
“Kenapa harus aku?” aku jadi tidak paham.
“Memang harus seperti itu, setidaknya kau harus minta maaf atas perbuatan Yu Ri, itu sebagai bentuk pertanggung jawabanmu terhadap sikap temanmu! Apa kau sudah minta maaf?” tanya Yeon Hee. Aku menggeleng…
“Hm… pantas dia marah!” ucap mereka berbarengan.

Sore ini kuberanikan diriku sekali lagi datang ke rumah tetanggaku itu. Apa yang dikatakan dua sahabatku di sekolah tadi ada benarnya juga. Sebagai permintaan maafku, aku sudah membuat pudding untuknya, semoga saja dia suka.
“Wah… Kyuhyun ke taman mengajak Choco bermain!” ucap ummanya saat aku tiba di rumahnya. Yah… mau bagaimana lagi, aku harus menyusulnya. Kupinjam sepeda Ye Sung Oppa dan bergegas kukayuh ke arah taman. Sepedaku melaju kencang dan aku sangat menikmati, sudah lama aku tidak bersepeda. Tiba-tiba saja seekor anak anjing melintas dan aku tak dapat menjaga keseimbanganku. Brukkk… aku terjatuh dan melindas anak anjing itu. anak anjing itu meraung kesakitan di tepi jalan.
“Choco…!” sang pemilik datang dan segera menghampiri anjingnya. Astaga… anjing itu ternyata milik Kyuhyun! Akhirnya kami bergegas membawa Choco ke klinik hewan.
Di ruang tunggu Kyuhyun hanya diam, Choco masih ditangani oleh dokter hewan. Meski cuma diam, aku tahu justru dia sangat marah. Akh… kenapa aku selalu membuat ulah padanya, belum sempat minta maaf untuk masalah Yu Ri, sekarang aku melukai anjingnya.
“Kyuhyun…” ucapku pelan, “Maafkan aku. Aku tidak sengaja,” Kyuhyun masih tetap diam, aku jadi semakin bersalah. Tidak berapa lama kemudian dokter keluar bersama Choco dalam  gendongannya.
“Tulang kakinya retak, mungkin butuh waktu sebulan untuk penyembuhan. Lukanya sudah kujahit jadi kalian bisa membawanya pulang!” ucap dokter itu.
“Terima kasih dokter…” Kyuhyun mengambil Choco dan pergi begitu saja, dia pergi tanpa menghiraukan aku.

Wajahku semakin murung di sekolah, bukannya masalahku berkurang justru kali ini bertambah. Bagaimana mungkin aku dapat akrab dengan tetanggaku itu kalau aku selalu berbuat masalah padanya. Sun Young dan Yeon Hee jadi ikutan sedih melihatku. 
“Jangan menangis… semua akan baik-baik saja!” namja itu datang dan mengelus kepalaku.
“Bagaimana mungkin akan baik-baik saja sementara kau marah padaku!”
“Aku tak pernah marah padamu!”
“Eun Hye…”
“Jung Eun Hye ayo bangun!” kesadaranku kembali saat kurasakan seseorang mengguncang tubuhku. Ha… aku ketiduran, buru-buru kurapikan seragamku dan mengamati sekelilingku.
“Apa lagi yang kau lihat? Semua sudah pulang!” seru Yeon Hee.
“Aku ketiduran!” pekikku tidak percaya, bagaimana dengan pelajaranku tadi?
“Nde… kau memang ketiduran. Untung saja Siwon Songsaenim percaya saat aku bilang kau sedang tidak enak badan!” cerocos Sun Young.
“Jeongmal? Gomawo chingudeul,” kupeluk kedua sahabatku itu.
Aku dan kedua sahabatku berbarengan pulang, saat di gerbang kulihat Kyuhyun juga baru pulang. Dia sendirian, yup… kali ini hanya sendiri, biasanya dia dikelilingi banyak yeoja. Entah untuk menemaninya ngobrol atau yang sedang cari perhatian padanya. Dia cukup popular di sekolah, bahkan menyaingi Jin Ki.
“Itu Kyuhyun, pergilah bicara dengannya,” sikut Sun Young padaku.
“Iya, kebetulan dia sendiri. Apalagi jalan pulang kalian searah!” tambah Yeon Hee.
“Ta, ta, tapi…”
“Tunggu apa lagi, kesempatan seperti ini tidak selalu datang,” desak Sun Young. Aku pun memberanikan diri mengikuti saran mereka.
“Hwaiting!” seru mereka. Dengan perasaan yang campur aduk kucoba untuk mendekati tetanggaku itu.
“Kyuhyun…!” panggilku, dia pun menoleh.
“Kau tidak pulang bersama kawan-kawanmu?” tanyanya.
“Tidak, mereka sudah pergi duluan,” jawabku. Kami pun beriringan menelusuri trotoar jalan. “Ehm… bagaimana keadaan Choco?” tanyaku gugup.
“Dia kebanyakan berbaring, dia tidak leluasa bergerak dengan kaki yang sakit.”
“Jeongmal mianhe, aku tidak sengaja menabraknya. Tiba-tiba saja dia melintas hingga aku kehilangan keseimbangan… aku benar-benar menyesal,” ucapku.
“…”  Kyuhyun hanya diam, kenapa dia tidak merespon? Apa dia benar-benar marah?
“Kalau kau marah, aku rela kau memukul kakiku untuk membalas perbuatanku pada Choco!” ucapku pasrah.
“Kau bicara apa? Kakimu dan kakinya Choco tidak sebanding. Mana boleh menyamakan kakimu dengan kaki anjing. Tak perlu khawatir, Choco memang selalu ceroboh bila di jalan, mungkin karena terlalu aktiv makanya dia tidak bisa diam. Aku cukup bersyukur, kali ini dia bisa lebih banyak beristirahat dan tidak banyak main,”
“…” aku terdiam, kupikir dia akan menyemburku seperti biasanya.
“Bagaimana lututmu?” tanyanya kemudian. Kulirik lututku yang sempat lecet kemarin saat aku terjatuh karena menabrak Choco. “Kemarin kau sudah tidak ada di klinik hewan saat aku kembali membelikan obat merah,”
“Kau pergi membeli obat merah?” tanyaku meyakinkan. Jadi saat dia meninggalkanku di klinik ternyata dia pergi membeli obat merah? Kupikir dia langsung pulang karena kesal. “Lututku baik-baik saja, hanya lecet. Dibanding kakinya Choco, aku masih lebih beruntung.”
“Itu busnya, ayo naik!” dia mengalihkan pembicaraan saat bus jurusan rumah kami datang. Kami duduk bersebelahan, sepanjang jalan dia hanya diam. Kupandang dia dari samping, lekukan wajahnya benar-benar indah, benar-benar mirip dengan namja di dalam mimpiku. Cho Kyuhyun… benarkah dia adalah kau?
~~~
“Permisi!” seruku kencang di depan pintu rumah tetanggaku. Beberapa saat kemudian pintu terbuka, terlihat wajah manis Kyuhyun yang sepertinya kebingungan.
“Kau sendirian ‘kan?” dia melihat sekeliling seakan memastikan aku memang sendiri.
“Masuklah!” perintahnya.
“Wah… tidak ada orang ya, sepi sekali!” tegurku.
“Apa aku bukan orang?” tanya Kyuhyun ketus.
“Hehe… he… Maksudku… tidak ada yang lain selain kau?”
“Tidak ada! Umma dan Noonaku ke Gwangju menghadiri pernikahan sepupuku sementara ahjumma sakit dan hari ini tidak masuk kerja,” jelas namja itu. Aku mendekati Choco dan memberinya snack anjing yang memang sengaja kubawa untuknya.
“Lalu kau mau minta tolong apa?” tanyaku, aku cukup kaget saat dia menelpon ke rumahku dan memintaku datang untuk menolongnya.
“Aku… aku…” dia jadi gugup. Aku menunggu jawabannya penuh heran, “Kau bisa membuat ramyeon ‘kan? Tolong buatkan untukku!” ucapnya cepat. Ha…?
Cckkk… baru kali ini aku bertemu orang yang bahkan menyeduh mie instan pun tidak bisa. Ternyata di balik kejeniusan otaknya, dia juga punya kekurangan. Menurut ceritanya, dia pernah membuat ramyeon dan noona-nya bilang apakah dia mau membuat Sungai Han baru? Ccckk… maksudnya dia memberi terlalu banyak kuah hingga ramyeonnya benar-benar tawar. Cho Kyuhyun… kutemukan satu rahasiamu, aku jadi penasaran pada namja ini, pasti dia menyimpan banyak rahasia selain tidak dapat membuat ramyeon. Haha…haha…

Mood-ku di sekolah telah membaik, mungkin karena masalahku dengan Kyuhyun telah selesai. Sun Young dan Yeon Hee juga terlihat lega, mereka memang teman yang baik. Usai mengumpulkan tugas matematika di ruang guru, aku kembali ke kelas melewati ruang musik. Sepertinya ruang musik sedang dipakai sebab terdengar alunan nada piano. Tidak berapa lama kemudian terdengar nyanyian dari suara merdu seseorang.

Yuhngwuhnhi idaero jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi geunyuhro ggaeuhnado…
Dashineun kkoomkkoji anhkireul baraedo
Oneuldo geunyuhro naneun jami deul tende

Oneul geudael dashi bol sooman iddamyuhn
Geurul soo iddamyuhn doraomyuhn…
Hanbuhnman ne gyuhte jamdeul soo iddamyuhn
Geuruhl soo iddamyuhn
Geudaero ggaeji anhko shipuh
Jamideul soo iddamyuhn…
Aku tertegun, tubuhku gemetar hebat. Lagu itu, suara itu, kenapa benar-benar sama dengan yang kudengar di dalam mimpiku. Saat aku mengintip ke dalam, aku lebih kaget lagi, Cho Kyuhyun… dia yang sedang bernyanyi. Aku masih berdiri shock di samping pintu dan tidak menyadari kalau kelas yang memakai ruang musik telah keluar.
“Kau kenapa?” tegur seseorang, kesadaranku kembali saat kulihat Kyuhyun berdiri di depanku.
“Oh… Eun Hye!” Jin Ki juga ikut menyapaku,
“Barusan kau yang menyanyi?” tanyaku pada Kyuhyun. Dia mengangguk mengiyakan. “Dari mana kau mendapatkan lagu itu? Kenapa kau bisa menyanyikan lagu yang sama dengannya? Bahkan suaramu pun persis dengan suaranya?”
“Kau ini bicara apa?” Kyuhyun jadi bingung.
“Kau siapa sebenarnya? Kenapa kau begitu mirip dengannya?” kupegang tangannya.
“Jung Eun Hye… kau baik-baik saja ‘kan?” Kyuhyun menepis tanganku. Kulihat tatapan Jin Ki yang penuh kekecewaan.

Aku berjalan lesu sepulang sekolah. Apa yang kulakukan di ruang musik tadi telah mempermalukan diriku di hadapan Kyuhyun. Tapi bagaimanapun, apa yang kulakukan itu sudah sewajarnya bagi orang yang mengalami masalah seperti itu. Huf… apakah masalah yang kuhadapi ini akan berakhir? Kapan? Plukkkk… kurasakan ada sesuatu yang menimpa kepalaku,
“Kau sudah baikan sekarang?” tanya Kyuhyun yang tiba-tiba muncul di sampingku. Dia yang baru saja memukul kepalaku dengan gulungan kertas yang dia bawa.
“Baikan bagaimana?” tanyaku.
“Tadi di ruang musik kau seperti orang yang lupa ingatan. Apa maksudnya kau bertanya siapa aku sebenarnya?”
“…” aku bungkam. Benar, tadi aku seperti orang gila bertanya seperti itu padamu.
“Apa maksudmu aku mirip dengan namja ini?” dia membuka gulungan kertas yang tadi dia gunakan memukul kepalaku. Ha… sketsa buatanku! Baru saja aku ingin mengambilnya, namja itu langsung menjauhkan kertas itu.
“Kembalikan padaku! Itu bukan milikmu ‘kan?” protesku.
“Jawab dulu pertanyaanku. Kalau kau sudah menjawabnya maka akan kupertimbangkan untuk mengembalikan kertas ini padamu!”
“Yang jelas sketsa itu bukan dirimu!”
“Makanya aku ingin kau menjelaskan siapa namja ini. Apa namja ini yang kau bilang mirip denganku?”
“Hanya wajahmu yang mirip!”
“Tapi tadi di sekolah kau bilang suara kami juga sama!” ucap Kyuhyun, aku tercekat. “Bahkan kau bilang kami menyanyikan lagu yang sama juga!”
“Gawat… bagaimana mungkin aku menceritakan tentang mimpi-mimpiku padanya!” jeritku dalam hati.
“Kenapa kau diam?” desaknya.
“Aku tidak bisa cerita, maaf!” aku mempercepat langkahku hingga meninggalkan dia yang terdiam memandangku. Grebbb, dia menarik tanganku menjauh dari arah halte. “Yaak… kau mau apa?” aku jadi kaget.
“Ikut denganku!” ucapnya,
“Yaak… kita mau ke mana?”

Aku tercengang melihat ke mana Kyuhyun membawaku, taman bermain? Dia mengajakku main ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, dan berbagai mainan anak-anak yang lain.

To be continued . . .

FF In My Dream (Part 1)


            “Maaf Jin Ki~a…” ucapku kala itu. “Saat ini aku tidak…” aku tak dapat melanjutkan
            “Oh… begitu ya? Tapi kau tidak akan membenciku ‘kan?”
            “Tentu tidak, kau ‘kan tidak salah!” balasku.
            “Jadi kita bisa tetap berteman ‘kan?”
            “Tentu!”
            “Tapi… apa aku masih punya kesempatan?”
            “Entahlah… untuk saat ini aku benar-benar tak berminat!”
“Huffff…” kuhembuskan napasku. Aku berjalan berat menelusuri jalan yang kini telah dipenuhi pepohonan yang rindang. Sekarang telah memasuki musim semi, namun hatiku tak sehangat musim semi ini. Sore ini aku baru saja menolak perasaan Lee Jin Ki teman seangkatanku, sejujurnya dia namja yang baik dan menyenangkan namun sungguh aku tidak punya perasaan apa-apa padanya. Aku tak ingin menerimanya hanya karena merasa tidak enak, tentu bila dia tahu kenyataannya, dia pasti akan kecewa.
“Maafkan aku Jin Ki…” lirihku.
Setelah berjalan beberapa lama akhirnya aku tiba di depan rumahku. Kulihat sebuah mobil box berhenti di rumah sebelah, beberapa orang turun dan terlihat sibuk mengeluarkan barang-barang dan memasukkannya ke dalam rumah.
“Kau sudah pulang?” Ye Sung Oppa tiba-tiba muncul di belakangku.
“Eh…nde Oppa!” balasku. “Oppa… apa rumah sebelah sudah ada penghuni?” tanyaku sambil melirik pada aktivitas orang-orang yang sedang mengangkat barang ke dalam rumah itu.
“Nde, katanya pindahan dari London. Sebentar lagi kita punya tetangga baru!” seru Oppa ceria. Aku tersenyum, bergegas kuikuti langkah Oppa masuk ke rumah.
Aku Jung Eun Hye, aku siswi kelas XI. Aku memang bukan siswi popular di sekolah namun bukannya sombong, sudah ada beberapa siswa yang telah menyatakan suka padaku dan semuanya kutolak. Untuk saat ini aku tidak punya minat menjalin hubungan dengan lawan jenisku atau bahasa singkatnya, berpacaran. Sahabatku, Lee Yeon Hee dan Han Sun Young sampai pusing sendiri melihat tingkahku.
“Kau suka namja yang seperti apa sih?” itulah pertanyaan yang sering mereka lontarkan setiap kali aku ketahuan menolak seseorang.
“Kalau kau terus begini, bisa-bisa kau tidak akan menikah!” atau begitulah komentar mereka. Huf… aku menolak semua yang menyatakan suka padaku, bukan karena apa-apa; bukan karena aku ada kelainan (jangan sampai) ataupun karena aku berselera tinggi, tapi karena aku telah menyukai orang lain. Bila aku menceritakan ini pada sahabat-sahabatku itu, aku yakin mereka akan menertawaiku atau bahkan mengataiku gila.
~~~
Geunyuhga doraoneyo
Mianhadago haneyo
Iksookhhaedduhn geuriwoon
Geu songillo uhroomanjyuhyo
Nal boneun annseuruhn noongil
Deudgoshipduhn geu moksori
Dajunghage ijen woolji mallaneyo

Nuhl nae poome
Aneumyuhn sarajyuh buhrigo
Noonmuri heulluh bagaerul jukhshimyuhn
Nan geujaeya jamesuh ggaeuhyo
Achimeun neul iruhke… My Love

Namja itu datang lagi, mengenakan kemeja putih dan celana putih, dia bernyanyi di sebuah bangku kosong di tengah taman. Suaranya begitu merdu, benar-benar halus, aku suka. Sayang aku hanya dapat melihat punggungnya, aku yang memang sedari dulu hanya berani berdiri di belakangnya. Dia terus bernyanyi dengan suara emasnya seakan tak ingin terusik oleh kehadiranku. Aku tak ingin menyapanya, aku tak mau mengganggu alunan suaranya, biarlah aku diam di belakangnya dan terus menikmati kelembutan suaranya.
“Eun Hye…! Ayo bangun, sudah pagi. Bukannya kau harus ke sekolah?” ugh… keningku berkerut. Dengan malas aku membuka mata, kulirik wekerku yang menunjuk angka setengah tujuh. Suara umma yang membangunkanku berhasil menumbangkan suara emas namja itu.
“Eun Hye… ayo bangun!” umma mengulang lagi perintahnya.
“Nde… aku akan segera mandi!” balasku.
Sudah tahu ‘kan alasan mengapa aku enggan berterus terang pada sahabatku? Ya, aku jatuh cinta pada seorang namja yang hanya muncul di dalam mimpiku. Namja dengan suara emasnya yang bernyanyi untuk menghiburku. Namja yang tidak kuketahui namanya bahkan wajahnya pun tidak. Alangkah malang nasibku, tak ada tempatku mengadu pada apa yang harus kulakukan dengan perasaanku ini.

Syuuut… Yeon Hee tiba-tiba saja mengambil kertas sketsaku, aku kaget bukan kepalang. Aku berusaha mengambilnya namun apalah daya, dia bersekongkol dengan Sun Young hingga aku tak dapat mengambilnya kembali. Aku pasrah saja, kembali ke tempatku dan menanti celotehan malaikat-malaikat menyebalkan itu, eh… tidak, maksudku yang kadang menyebalkan itu.
“Huh… mana wajahnya?” tanya Sun Young bingung, mungkin karena hanya melihat sketsa punggung seseorang.
“Memangnya kau menggambar siapa?” tanya Yun Hee.
“Molla!” balasku malas.
“Molla? Yaa… jangan-jangan ini sketsa orang yang kau sukai!” Yun Hee nyeletuk seperti perkutut. Segera kusumpal mulutnya, kalau kubiarkan dia bicara, aku bisa mati konyol.
“Pantas kau menolak Jin Ki, ternyata kau sudah punya tambatan hati!” tambah Sun Young.
“Anni…” buru-buru aku menggeleng. “Bukan begitu!”
“Bukan begitu bagaimana? Kau tak punya alasan lain menolak Jin Ki selain karena kau telah menyukai seseorang! Jin Ki anak yang sangat popular di sekolah, peringkat dua umum, tampan, dan kaya, tapi kau masih berani menolaknya!” desak Sun Young.
“Benar, diibaratkan paket makanan, Jin Ki adalah paket komplit, tapi kau masih menolak, alasan apalagi yang dapat kau ajukan selain kau telah menyukai seseorang!” tambah Yun Hee. Aku semakin terdesak dengan tebakan sahabt-sahabatku ini,
“Ayo mengaku saja!” mereka beramai-ramai mengeroyokku.
“Nde, nde… aku memang menyukai seseorang!” puas kalian? Mereka tersenyum penuh kemenangan. Yup, mereka memang menang.
“Siapa dia? Anak mana? Tingkat berapa? Kapan kau akan memperkenalkan dia pada kami?” cerocos mereka.
“Aku sendiri tidak tahu siapa dia, bagaimana bisa aku memperkenalkan dia pada kalian?”
“Maksudmu?” tanya mereka.

Err… tanganku mengepal membayangkan tawa Yun Hee dan Sun Young saat aku berterus terang tentang namja di sketsaku itu. Tega sekali mereka tertawa bahkan sampai air mata mereka menetes. Andai mereka bukan sahabatku, pasti sudah kugantung mereka.
~~~
Yunhngwuhnhi idaero
Jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi geunyuro geuhnado…
Dashineun kkomkkoji
Anhkireul baraedo
Oneuldo geunyuhro naneun
Jami deul sooga issuh…
Namja itu datang lagi, masih di tempat yang sama. Dia bersenandung lagi, namun kali ini hanya sesaat.
“Kau kenapa? Wajahmu murung!” tanyanya. Aku kaget, kupikir selama ini dia hanya bisa bernyanyi, ternyata dia dapat mengobrol juga.
“Bagaimana kau tahu aku sedang murung, aku selalu berada di belakangmu, kau tak pernah melihatku…”
“Aku dapat merasakannya hanya dari deru napasmu…” namja itu berdiri dan perlahan berbalik. Mataku membulat, setelah sekian lama hanya dapat melihat punggungnya, kini aku dapat melihat wajahnya. Napasku tercekat, dia benar-benar tampan dengan mata yang sendu dan bibir yang mungil.
“Duduklah di sampingku, aku akan bersenandung untuk menghiburmu!” dia tersenyum dan mengulurkan tangannya padaku.
Geunyuhga wooggo inneyo
Nuhmoona oraenmanajyo
Geuruhn moseup geuruhke
Bogo shipduhn naui geunyuhjyo
Geunyuhga guhdgo issuhyo
Uhdduhn saramgwa dajunghi
Nae gaesumeun mooguhpge naeri noollyuhyo

Aku berlari kencang ke kelasku, di tanganku telah terlukis sketsa namja itu. Aku tak sabar lagi memperlihatkannya pada Sun Young dan Yeon Hee. Kali ini mereka pasti tak akan berani menertawaiku.
“Kau serius dengan ucapanmu kemarin itu?” Yeon Hee mencoba meyakinkan. Aku mengangguk mantap, kulihat sahabat-sahabatku itu bertatatapan tak percaya.
“Dia benar-benar tampan!” ucap Sun Young.
“Dia tampan ‘kan? Aku sendiri tidak dapat berkata-kata saat aku melihat wajahnya. Dia seperti malaikat, suaranya juga sangat merdu!” ucapku antusias.

Aku berlari di koridor sekolah, sebentar lagi kelas musik Kim Songsaenim di mulai, kalau aku terlambat, bisa-bisa aku dihukum membersihkan aula teater. Huh… andai saja aku tahu bermain alat musik, pasti akan kuperdengarkan pada Sun Yeong dan Yeon Hee lagu yang sering dilantunkan oleh namja itu. Bruukkk… karena kurang berhati-hati, aku tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.
“Aduuuh…” aku terjatuh dan meringis, buku-buku yang kubawa pun berserakan. Kulihat orang yang menabrakku itu membantuku memungut buku-bukuku.
“Bisakah kau berjalan dengan pandangan ke depan?” tanyanya sinis sambil menyusun bukuku. Aneh… sepertinya aku mengenali suaranya, deg… napasku hilang saat aku melihat wajah orang itu.
“Aku tidak akan minta maaf sebab bukan aku yang salah!” ucapnya memberikan buku-bukuku yang telah dia pungut. Dia melupakan secarik kertasku, dia pun memungutkannya untukku. Matanya membulat saat melihat sketsa di kertas yang baru saja dia pungut, dia melihat wajahnya sendiri. Dia menatapku penuh tanya,
“Kyuhyun!” seseorang memanggilnya, Jin Ki!
“Eun Hye di sini juga?” tanya Jin Ki setelah menghampiri kami. Aku jadi canggung menjawab. “Kau ditunggu wali kelas, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jin Ki pada namja itu.
“Aku baru saja mau ke ruangannya,” jawab namja itu. Namja itu pun pergi tanpa mengembalikan sketsa yang kupunya.
“Eun Hye… kenapa wajahmu pucat?” tanya Jin Ki.
“Dia siapa? Namja yang kau panggil Kyuhyun?” tanyaku tanpa menghiraukan pertanyaan awal Jin Ki.
“Dia anak baru di kelasku, baru masuk tadi pagi. Namanya Cho Kyuhyun!”
Yeon Hee dan Sun Young seperti tidak percaya pada ceritaku, pada apa yang baru saja kulihat. Jin Ki bilang dia sekelas dengannya, itu berarti dia setingkat dengan kami. Astaga… aku jadi galau sendiri, namja yang bernama Cho Kyuhyun itu benar-benar mirip dengan namja yang selama ini ada di dalam mimpiku.
“Aku pulang!” ucapku ketika tiba di rumah, dengan langkah gontai aku masuk dan merapikan seragamku. Dari balik jendelaku kulihat ada seseorang di kamar rumah sebelah. Oh… jadi penghuni baru sudah datang, gumamku.
Sore menjelang saat aku masih asik membaca novel favoritku, umma memanggil. Dengan malas aku turun menemui umma, kulihat ia sedang berbincang dengan beberapa orang di mulut pintu. Deg… jantungku berdegup kencang saat melihat siapa yang datang,
“Oh… Eun Hye cepatlah ke sini!” perintah umma. “Perkenalkan, ini tetangga baru kita!” ucap umma sambil memperkenalkan tamu-tamunya. “Mereka datang untuk memberi salam!”
“Wah… putri anda manis sekali, salam kenal!” sapa seorang ahjumma. “Ini putriku, Cho Ahra, dan ini putraku Cho Kyuhyun…” Cho… Kyuhyun, dialah yang membuat jantungku berdegup tidak normal seperti sekarang ini. Namja itu hanya memandang sekilas padaku, sikapnya sangat acuh padaku.
“Kudengar kalian satu sekolahan ya Kyuhyun…” ummanya menyela,
“Uhm…” Kyuhyun menjawab dengan malas,
“Wah… kebetulan sekali, itu berarti kalian bisa berangkat ke sekolah berbarengan!” ummaku menambahkan. Aku membelalak dan namja itu mengkerutkan keningnya seakan tidak setuju pada perkataan ummaku.
Kuceritakan semua yang kualami pada dua sahabatku, mereka benar-benar takjub pada apa yang terjadi padaku. Sungguh aku tidak berharap pada rasa takjub mereka, yang kubutuhkan hanya pemecahan masalah. Tunggu dulu, memangnya ada masalah apa antara aku dan namja itu?
“Kau benar-benar beruntung, akhirnya kau menemukan namja itu setelah sekian lama hanya melihatnya di dalam mimpi!” ucap Yeon Hee.
“Siapa yang bilang namja di dalam mimpiku adalah Cho Kyuhyun?!” aku jadi sewot. “Aku ‘kan hanya bilang mereka itu mirip! Ya… hanya wajahnya yang mirip selebihnya tidak ada. Namja di dalam mimpiku itu lembut dan begitu ramah… mana bisa disamakan dengan tetangga baruku itu!” lanjutku.
Setiap sore kulihat namja itu bermain dengan anak anjingnya atau dia sibuk bermain game. Meski sering kusangkali, aku tidak dapat menampik kalau dia benar-benar mirip dengan namja yang ada di dalam mimpiku. Rasanya begitu sesak, aku tak tahu harus berbuat apa pada hatiku. Apa aku harus bilang padanya kalau dia sering muncul di dalam mimpiku? Ha…ha… dengan sikapnya yang dingin, aku yakin dia akan mengataiku gadis gila.
~~~

Ddo nan kkoomeul kkoon guhjyo
Shigeun ddam heureugeu
Apasuh giuhk jochado shirheun kkom
Nan injongil moouthdo mothago
Shiganeul bonaegejyo… My Love

Yuhngwuhnhi idaero jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi geunyuhro ggaeuhnado…
Dashuneun kkoomkkoji anhkireul baraedo
Oneuldo geunyuhro naneun jami deul tende

Ije heuryuhjil mando hande
Geunyuhneun juhmjuhm jituhgayo
Uhje kkoomesuh chuhruhm oneul naegewayo
Ijeneun honja jamdeulji anhke

Aku hanya memandang lesu padanya, suaranya merdunya mengalun indah memainkan setiap baris lirik lagunya.
“Kau murung lagi…” serunya saat menyelesaikan lagunya. Aku hanya diam, dia berbalik menghadapku. Wajahnya benar-benar sama dengan tetangga baruku itu.
“Apa kau orang jahat?” tanyaku. Dia hanya tersenyum hingga akhirnya aku terbangun oleh suara wekerku. Aku memukul selimutku, kulirik wekerku yang menyebalkan.
“Kenapa kau harus berbunyi padahal dia belum menjawab pertanyaanku!” gerutuku.

Ugh… pelajaran matematika kali ini sungguh membuatku puyeng, penglihatanku sampai berkunang-kunang. Mana Lee Teuk songsaenim memberikan PR yang banyak lagi! Apa aku menyerah saja dari sekolah? Arg… umma bisa menggantungku kalau mendengarku bilang begitu.
“Eun Hye~ya!” Yu Ri menyapaku dengan lembut, hah… apa aku sedang mimpi?
“Ada apa?” tanyaku heran. Aneh… gadis cantik ini tidak biasanya mengajakku bicara,
“Bagaimana kalau kita mengerjakan PR dari Lee Teuk songsaenim bersama-sama?!”
“Wah… bukannya tidak mau, aku saja masih tidak mengerti!” jujurku.
“Tak masalah, kita bisa minta bantuan Cho Kyuhyun, kudengar dari kelas sebelah nilai ulangan matematikanya adalah nilai tertinggi!” ucap Yu Ri. Benarkah? Wah… ternyata dia namja yang pintar.
“Uhm… lalu apa hubungannya antara aku dan Kyuhyun?” tanyaku.
“Kalian ‘kan bertetangga, pasti dia tidak akan menolak kalau kau yang minta!”
“What? Tapi… tapi…”
“Baiklah, aku datang nanti sore, OK!”
“Tunggu dulu, kami tidak dekat meski bertetangga, mana berani aku memintanya!”
“Aku datang jam lima ya! Bye…” dia tidak menggubrisku.

“Yaaak…!” arhg… gadis itu benar-benar membuatku dalam masalah! 


To be continued ...