Sunday 19 July 2015

Silence - Part 1


Kau tak akan pernah dapat menentukan kapan cinta datang menyapamu...
Kau tak akan pernah dapat menentukan pada siapa hatimu akan berlabuh...
Semua terjadi tanpa pernah kau sadari, cinta... akan menunjukkan kekuatannya...

Gadis itu memandangku lagi, seperti kemarin, dua hari yang lalu, tiga hari, dan hari-hari sebelumnya. Kuyakin ia tulus padaku, tapi maaf... ia bukan ‘tipe-ku’. Gadis berkacamata minus yang tebal dengan rambut kepang dua, gadis seperti itu... siapa yang akan menyukainya? Satu lagi... dia tak dapat bicara. Kusarankan menjauhlah dariku sebelum kau terluka.
♥♥♥
Ia melangkah bagai seorang pangeran, senyumannya seakan mampu menghipnotis semua yang memandangnya. Ia begitu sempurna, ia salah satu maha karya Tuhan yang terindah. Aku cukup puas dengan hanya dapat memandangnya dari jauh. Tersenyum sendiri kala melihatnya dan berdebar kala mendengar suaranya. Aku tak berharap banyak, aku tentu tidak akan mendapat perhatiannya, seorang pangeran kampus yang sangat kharismatik.
♥♥♥
 “Ayolah... makan malam denganku. Aku yang akan bayar!”
“Kau pikir aku tidak punya uang?”
“Aku tahu kau punya banyak, lalu bagaimana aku harus membujukmu? Setelah makan malam kita bersenang-senang. Aku akan mereservasi hotel, katakan saja kau ingin di mana?”
“...” aku tersenyum. Kubelai wajahnya yang menurutku cantik, ternyata responnya cukup agresif. Ia melingarkan tangannya di bahuku, “Maaf... aku sudah punya janji malam ini. Kalau kau bersedia menunggu, mungkin tiga hari lagi setelah aku menuntaskan janjiku dengan teman-teman sekelasmu!” kulepas rangkulannya dan pergi dengan senyuman sinisku.
“Yaaak... Kim Junsu!” gadis itu memekik namun tidak kuhiraukan.
Malam ini aku menikmati rutinitasku, berpesta dan bersenang-senang di diskotik seperti biasanya. Berdansa dan bercumbu dengan gadis mana saja yang kuinginkan. Bukan aku yang meminta namun mereka sendiri yang datang. Begitulah... materi yang diberikan orang tuaku membuatku dapat melakukan apa saja.
♥♥♥
Huh... kulirik jam dinding di depanku, tanpa sadar aku menghembuskan napas yang dalam. Hari sudah menjelang pagi namun tugasku belum selesai juga. Bel berbunyi tanda ada pengunjung yang datang. Buru-buru kulepas celemekku dan merapikan seragam Alfamart-ku. Deg... coba lihat siapa yang datang,
“Ada orang tidak?” serunya. Aku buru-buru muncul di hadapannya, “Agh... kau membuatku kaget, apa kau tidak bisa bicara baik-baik?!” tegurnya.
“...” kubungkukkan badanku berkali-kali sebagai permintaan maafku.
“Ouh... kau! Kau part time di sini?” dia memandang rendah padaku. Aku hanya mengangguk pasrah, “Aku ingin jus, kepalaku sedikit pusing,” perintahnya. Segera kuambilkan pesanannya, aroma alkohol tercium jelas darinya, malam ini dia pasti berpesta lagi.
Dia membayar tagihannya, sungguh aku benar-benar gugup berhadapan dengannya. Sebelum dia pergi, kusodorkan selembar kertas padanya,
“Kau tidak menyetir ‘kan?” tulisku. Dia tertawa remeh,
“Memangnya kenapa?” dia malah balik bertanya,
“Kau sedang mabuk, nanti terjadi sesuatu padamu,” balasku dengan kertas yang lain.
“Apa pedulimu?” tutupnya. Dia lalu melangkah pergi, tapi belum begitu jauh, dia kembali lagi. Dia menatap sesuatu di seragamku, “Shin Seoyoo" Nama yang bagus!” pujinya. Ternyata dia mencari namaku. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Aku bawa supir!” tutupnya lalu pergi.
♥♥♥
Suasana gelap menemani langkahku ke dalam kamar. Gelap tak masalah, yang aku benci adalah kesunyian. Di rumah sebesar ini, aku sendiri, berteman dengan gelap. Ponselku berdering, ada pesan masuk, “Ibu sudah mentransfer uang ke rekeningmu. Jangan terlalu boros!” tulisnya.
“Ciih...” segaris senyum jengkel berbentuk di bibirku. “Anda siapa Nyonya?” pekikku kemudian melempar ponselku sampai hancur berantakan. Kubaringkan badanku di atas kasur empuk ini, memejamkan mata hingga tak terasa buliran bening itu mengalir. Teringat kembali kenangan belasan tahun yang lalu, di saat orang tuaku masih seperti dulu. Aku ingin kembali... kembali di masa itu, di masa aku masih dapat melihat wajah mereka di kala aku terbangun dari tidurku.
“Aku rindu kalian... bisakah kalian datang untuk memelukku lagi? Ibu... Ayah...” lirihku.
Tanganku menyentuh sesuatu, ternyata selembar kertas. Aku tersenyum perih usai menyalakan lampu untk melihat kertas itu. Ya... kertas dari gadis bisu itu, “Kau sedang mabuk, nanti terjadi sesuatu padamu,”
“Bahkan orang lain pun masih mengkhawatirkan aku. Tapi kenapa kalian nyaris tak pernah menanyakan bagaimana keadaanku?”
♥♥♥
Kutepuk kepalaku keras, bagaimana bisa aku lupa membawa perlengkapan lukisku. Kubalik langkahku ke kelas dan aku sudah tak menemukannya lagi. Kuamati setiap laci meja semoga saja aku keliru memasukkannya tadi namun tak ada. Aku mulai menggaruk kepalaku yang tidak gatal, mencoba mengingat kembali di mana aku meletakkannya. Aku sungguh tidak lupa, jelas-jelas aku membawanya ke kelas tadi.
Huf... perlengkapan lukis itu cukup mahal dan aku tidak punya uang lagi untuk membelinya kembali. Aku tidak mau menggunakan uang ‘pemberi tunjangan’ itu lagi.
“Ha...ha... ini dia pemiliknya!” teman sekelasku tiba-tiba menegurku. Kedatangannya diikuti oleh beberapa mahasiswa lain yang juga tertawa mengejek ke arahku.
“Siapa ini? Kim Junsu? Siswa Bisnis Menejmen itu?” tanya Sunny, teman sekelasku sambil menenteng sketsa milikku. Kulihat perlengkapan lukisku sudah berserakan di lantai. Aku tak menjawab, tentu saja... aku bisa menjawab apa sedangkan bersuara pun aku tidak bisa. Kucoba mengambil sketsa itu namun Sunny segera menjauhkannya dariku.
“Apa maksudmu menggambar sketsa Kim Junsu? Kau suka padanya?” Sunny mengolokku diikuti tawa siswa lain.
“Kau baik-baik saja ‘kan? Tidak ada kerusakan di otakmu ‘kan? Ayolah... jangan mempermalukan dirimu!” Victoria mendorongku, gadis yang juga mengejar-ngejar Kim Junsu. Akhirnya mereka mulai mem-bulying aku, tas dan semua bukuku mereka hamburkan di lantai. Setelah merusak semua barangku, mereka pun pergi dengan perasaan puas.
Dengan air mata yang menetes, kupungut semua barangku. Kuambil yang mungkin masih dapat diperbaiki. Perlahan kudengar derap langkah mendekat ke arahku, saat kuangkat wajahku, dengan jelas kulihat Kim Junsu berdiri di dekatku. Perlahan di merunduk dan membisikkan sesuatu di telingaku,
“Makanya jangan suka padaku!” lalu dia pergi. Diinjaknya sketsa wajahnya yang kubuat, aku hanya dapat menatap kepergiannya dalam diam. Uhm... aku sadar, aku tidaklah sempurna, aku miskin dan tak dapat bicara. Namun dapatkah itu dijadikan alasan untuk tidak boleh jatuh cinta? Aku pun tak mengharap balasanmu. Kau tak berhak melarangku jatuh cinta sebab perasaan ini adalah milikku.
♥♥♥
 “Ayah dan Ibu akan kembali ke Korea...” aku tersenyum sinis membaca pesan dari orang tuaku. Apakah ada bedanya kalian kembali atau tidak? Toh... kalian akan kembali sibuk dengan urusan masing-masing dan mengabaikan aku.
“Junsu!!!!” teriak Taeyeon. Aku mendesah, apa lagi mau gadis itu. “Kau ke mana saja, aku mencarimu sedari tadi!”
“Ada apa?” senyumku dan membelai rambutnya.
“Malam ini aku ingin kencan denganmu...” jawabnya mantap. Cih... gadis ini tidak tahu berbasa-basi.
“Maaf... aku tidak bisa,”
“Tapi kenapa?” dia menolak, itu sudah sifatnya. Malam ini aku begitu malas ke pesta, aku hanya ingin berdiam diri di rumah.
“Bagaimana kalau lain waktu saja?”
“Memangnya kenapa dengan malam ini?” wajahnya mulai menunjukkan rasa tidak suka. Aku berusaha keras berpikir, apa yang harus kukatakan agar gadis ini melepasku?
“Karena... karena....” shit! Aku tak mendapat alasan.
“Karena apa? Aku tidak ingin kau menolakku!” Taeyeon bertahan.
“Aku ada janji dengan...dia!” tiba-tiba saja gadis bisu itu muncul dan spontan aku menunjuknya. Gadis bisu itu terdiam, sepertinya kaget. Taeyeon bahkan melongo,
“Dia?” respon Taeyeon setelah beberapa saat bengong. “Apa kau yakin Si Bisu itu?”
“Uhm!” aku mengangguk kaku, “Kenapa kau lama sekali? Ayo cepat masuk!” sapaku pada Si Bisu. Gadis itu masih terdiam shock di tempatnya, terpaksa... kuulangi terpaksa... aku menjemputnya dan membukakan pintu mobilku untuknya.
“Kim Junsu... jangan bercanda! Aku tidak ingin main-main!” Taeyeon menahanku.
“Aku serius!” ucapku.
“Kau menolakku gara-gara gadis ini?” Taeyeon melirik pada gadis bisu itu.
“Aku tidak menolakmu. Bukannya tadi aku bilang kalau kita kencan lain kali saja!”
“Aku tidak mau lain kali! Sekarang atau tidak sama sekali!” gadis itu berang.
“Ehm... aku pilih yang ke dua!” buru-buru aku masuk ke mobilku dan banting stir meninggalkan Taeyeon yang murka.

Selama dalam perjalanan, aku dan gadis bisu itu hanya diam. Aku tak mungkin menunggunya untuk bicara, sedangkan aku pun tidak tahu harus berkata apa padanya. Dia hanya tertunduk, lama-lama aku jadi merasa bersalah padanya.
“Maaf... aku memanfaatkanmu,” ucapku tulus. Gadis itu terlihat menulis di secarik kertas, setelah beberapa saat dia menyodorkannya padaku.
“Tak masalah, aku tahu kau memanfaatkanku. Aku senang dapat membantumu. Sekarang turunkan aku, aku ingin ke stasiun bus.”
“Kau mau ke mana?” tanyaku.
“Bukan urusanmu!” tulisnya di lembaran baru.
♥♥♥
Besok peringatan meninggalnya kedua orang tuaku. Agar tidak terlambat, kuputuskan untuk berangkat ke Jinju malam ini. Kusandarkan kepalaku di penopang kursi kereta sambil menatap hampa pada jalan di depanku. Melintas kembali kejadian yang baru saja terjadi. Kim Junsu ‘memanfaatkanku’, sejujurnya... aku tulus mengatakan bahwa aku senang dapat membantunya. Ya... sekalipun itu melukai perasaanku, aku rela.
Menyukainya membuatku kehilangan akal sehatku, begitulah cintaku padanya. Terdengar kekanak-kanakan bukan? Namun begitulah adanya. Aku hanya berharap kelak bila aku sudah tak mencintainya lagi, ia sudah menemukan gadis yang benar-benar tulus padanya. Sejauh ini siapapun yang berada di sampingnya, itu hanya untuk mendompleng popularitasnya.
Setelah dua jam dalam perjalanan, akhirnya aku tiba. Aku berdiri menatap sebuah gedung di depanku. Di sinilah aku lahir dan tumbuh dengan bahagia bersama kedua orang tuaku. Kutelusuri anak-anak tangga hingga aku tiba di depan ruang apartmenku, satu-satunya peninggalan orang tuaku untukku. Kunyalakan lampu begitu aku masuk, semua masih sama, letak semua barang dan juga kenangannya. Tak terasa air mataku jatuh saat melihat foto keluargaku.
“Kenapa kalian meninggalkanku sendiri? Andai dulu kalian mengajakku, tentu saat ini aku tidak akan menderita seperti ini...” isakku. “Ibu, Ayah... aku sangat merindukan kalian.”
Saat masih SMP, aku dan kedua orang tuaku mengalami kecelakaan tragis. Kedua orang tuaku meninggal sementara aku sendiri harus mengalami cacat permanen. Akibat kecelakaan itu aku harus menjalani operasi bedah tenggorokan untuk membuat saluran pernapasan sementara yang mengganti kinerja paru-paruku setelah sobek karena terkena tulang rusuk yang patah. Karena itulah pita suaraku harus diangkat. Akhirnya aku kehilangan suara, bahkan kemampuanku untuk bicara. Kini aku tak tahu lagi bagaimana cara untuk bicara. Mulutku sudah lama terkatup untuk tidak bicara.
♥♥♥
Orang tuaku akhirnya kembali ke Korea. Meski bibirku mengatakan tak peduli namun sejujurnya aku sangat bahagia dapat melihat mereka lagi. Aku menjemput mereka di Incheon dan bercerita banyak sepanjang perjalanan kembali ke Seoul. Sayang... kebahagiaanku harus ternoda saat Ayah memisahkan diri, ia bilang masih ada urusan yang harus diselesaikannya.
“Bisakah urusan itu Ayah pending saja, apa artinya kalian pulang ke Korea bila kembali sibuk dan mengabaikan aku?” protesku.
“Junsu...” Ibu mencoba membujukku.
“Ayah akan segera kembali bila urusannya sudah selesai,” ucap Ayah.
“Huh... tak kembali pun tak apa-apa!” balasku sinis.
“Junsu!” ibu menegurku.
Sejujurnya aku mulai tak percaya pada ayahku. Aku pernah menemukan transaksi mencurigakan di rekening bank miliknya. Uang-uangnya di-transfer ke sebuah nomor rekening yang tidak kukenali. Saat kuselidiki, ternyata rekening itu milik seorang wanita. Apakah Ayahku selingkuh? Meskipun benar, aku tidak ingin percaya. Aku hanya kasihan melihat Ibuku yang begitu setia pada Ayah.

to be continued ...

Sunday 5 July 2015

FF Because I am Stupid (Part 3)

“Berhentilah bercerita tentang masa SMU kita! Jujur saja, aku tidak ingin mengingat semuanya! Aku ingin melupakan semua kejadian di masa SMU kita. Entah mengapa setiap mengenang kebersamaan kita, membuat hatiku sakit. Kalau boleh jujur… aku tak ingin lagi mengingat kalau kau pernah menjadi sahabatku.” Dia memandang shock ke arahku, perlahan kulihat ada Kristal bening yang menggumpal di matanya. Aku segera berdiri dan membuka lemari pakaianku kemudian mengambil baju yang lebih santai.
“Kau boleh keluar kalau tidak ada urusan lagi. Aku ingin beristirahat!” perintahku. Tak butuh waktu lama untuk dia pergi dari kamarku, tentu dia tak akan mempermalukan dirinya di hadapanku dengan tetap memilih tinggal.


~ Flash Back ~
“…… kemudian ibu mengambil alih tugasku, huft… hampir saja aku kehilangan jari-jariku!”
“……” diam
“Kyuhyun!”
“……” diam lagi
“Kyuhyun apa kau mendengar ceritaku?”
“Awwww…” ringisku saat menyadari Seohyun mencubit perutku,
“Kau sedang melihat apa sih? Dari tadi kulihat kau terus menoleh ke arah gerbang. Memangnya menunggu siapa?” gadis itu mendengus kesal saat menyadari aku tidak memperhatikan ceritanya.
“Ehmm… mianhe!” aku tersenyum paksa. “Memangnya tadi kau bilang apa?” tanyaku.
“Memangnya kau sedang memikirkan apa?”
“Ah… tidak, tidak ada apa-apa. Ayo ceritalah!” pintaku. Sesekali kulirik jam tanganku, ke mana Hyena, kenapa dia belum datang padahal bel akan segera berbunyi. Tidak biasanya dia datang terlambat, apa dia terjebak macet? Tidak mungkin, tadi jalan kosong. Atau dia sakit, tapi kenapa dia tidak menelponku? Aku terus bergumul dengan pertanyaan yang muncul di kepalaku. Bel masuk pun bergema, aku dan Seohyun berpisah ke kelas kami masing-masing.
Kembali kulihat gerbang dengan harapan Hyena akan muncul dengan penampilan yang kacau dan terburu-buru karena terlambat. Padahal aku sengaja mengajak Seohyun berduaan pagi ini untuk membuatnya cemburu. Atau mungkin dia sudah datang, hanya saja aku tidak melihatnya saat dia melalui pintu gerbang. Aku berlari kecil ke kelasku, begitu sampai, kutajamkan penglihatanku ke sebuah bangku di depan bangkuku. Tidak ada…
“Kenapa kau masih ada di luar?” songsaenim mengagetkan aku, akupun segera masuk dan duduk di bangkuku.
“Oh ya, saya akan menyampaikan sebuah kabar pada kalian, Jung Hyena telah mengundurkan diri dari sekolah. Dia pindah ke Boston mengikuti orang tuanya…” pengumuman wali kelasku itu bagai petir yang menyambarku. Hyena pindah? Tapi kenapa dia tidak pernah bilang sebelumnya?
Aku mendatangi kediaman Hyena usai sekolah dan memang benar sudah kosong. Yang ada hanya seorang penjaga rumah.
“Keluarga Jung sudah pindah ke Boston kemarin, mengenai alamat ataupun nomor telepon, saya juga tidak tahu. Mereka tidak menitipkan apa-apa selain rumah ini!” jawab paman itu saat aku menanyakan alamat ataupun nomor telepon Hyena di Boston. Aku pulang penuh kekecewaan, aku bahkan marah, kenapa dia pergi begitu saja? Setidaknya dia cerita padaku, pamit, atau apalah asal tidak mendadak seperti ini. Jung Hyena… beraninya kau memperlakukan aku seperti ini!
~ Flash Back End ~

Segera kuparkirkan mobilku begitu aku sampai di depan butik, kakek memintaku datang sebab usai fitting kostum, kami akan makan malam bersama. Aku berhenti di mulut pintu saat kulihat hyung-ku berdiri dengan balutan jas pengantinnya. Dia begitu tampan dengan warna putih itu.
“Oh… kau sudah datang!” tegur hyung-ku saat melihatku. “Bagaimana menurutmu?” tanyanya meminta pendapatku. Aku mengangguk memberi isyarat bagus, dari belakang muncul kakek dan Hyena, aku speechless melihat gadis itu. kuakui dia semakin cantik dari hari ke hari.
“Kyuhyun, kapan kau akan menyusul Hyung-mu? Kakek juga ingin melihatmu segera menikah. Ternyata mengurus pernikahan sangatlah menyenangkan,” tegur kakekku. Aku hanya dapat tersenyum, pahit sekali rasanya.
“Cepatlah bawa gadis yang kau sukai dan perkenalkan pada Kakek!” sambung hyung-ku. Kali ini terasa lebih sakit, perih tepatnya. Bagaimana mungkin aku mengatakan bahwa gadis yang kusukai adalah…

Usai makan malam aku berpamitan pada kakek dan hyung. Aku harus ke kantor sebab ada sedikit masalah, ya… kuakui ini hanya alasan. Aku hanya ingin menenangkan diri, aku merasa tinggal sejengkal saja menuju kegilaan.
“Yaa… Cho Kyuhyun!” teriak temanku saat aku masuk ke sebuah night club. Dentuman musik keras itu serasa memekakkan telingaku. Aku pun segera bergabung dengan beberapa temanku yang sudah kecanduan hiburan malam itu. aku sendiri bingung mengapa aku punya teman model seperti mereka.
“Tumben kau mau gabung dengan kami!” tegur Kangin,
“Aku hanya ingin bersenang-senang sejenak!” kilahku. Mereka kelihatan senang ketambahan anggota baru. Segelas, dua gelas, tiga gelas minuman… kurasa belum cukup untuk membuatku melupakan luka hatiku. Kuteguk alkhol itu dengan botolnya sekalian, sebotol, dua botol, tiga botol… barulah aku merasa sedikit terhibur, imajenasiku sedikit membentang.
“Yaak, Cho Kyuhyun! Mwoeyo?” Ryewook menegurku.
“Wae?” tanyaku
“Ini botol ke tujuh! Kau kenapa? Tidak biasanya kau minum!”
“Jiah… aku saja tidak menghitung berapa yang kuminum, kau cukup perhatian!” kutepuk pundaknya.
“Hajima!” kulihat Kibum mencoba menghentikanku saat aku akan meneguk botol soju yang ke delapan.
“Jangan menghentikanku!” aku membentaknya. “Jangan melarangku melupakannya! Sakit sekali rasanya bila aku ingat dia, hanya dengan minum seperti ini barulah aku dapat melupakan apa yang telah dia lakukan padaku! Jadi jangan hentikan aku apapun alasannya!”
♫♪♫

“Ouch……” ringisku saat terbangun, silau cahaya matahari membuatku terjaga. “Ha???” pekikku saat melihat wajahku di cermin. Apa aku dikeroyok? Kenapa wajah dan tubuhku penuh memar seperti ini? Dan lagi… di mana aku? Apa ini hotel? Kenapa aku bisa ada di sini?
“Oh… kau sudah bangun!” Kangin mengagetkan aku,
“Kau? Kau yang membawaku ke sini?” tanyaku.
“Bukan, yang membawamu adalah seorang gadis bernama yang Hyena,” jawabnya.
“Mwo?” aku kaget,
“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya
“Aku merasa tulang-tulangku jadi remuk, apa yang terjadi sebenarnya, kenapa aku jadi babak belur begini?”
“Siapa gadis yang bernama Jung Hyena itu?” Kangin malah balik bertanya.
“Aku tanya kenapa aku jadi penuh luka begini, untuk apa kau bertanya mengenai Hyena?”
“Karena kau hampir menodainya!” jawab Kangin. Mataku membulat, “Semalam kau mabuk berat makanya aku menelpon Hyung-mu untuk menjemputmu, tapi yang datang malah gadis yang bernama Hyena. Dia bilang hyung-mu harus mengoperasi pasien makanya Hyena yang datang menggantikannya.”
“Nona Jung bilang dia akan membawamu ke hotel sesuai permintaan Hyung-mu, sebab dia takut kalau kau langsung dibawa pulang ke rumah maka kakekmu akan shock. Belum sempat aku merebahkan diri di ranjang, hyung-mu menelponku, katanya ada masalah gawat. Cepat-cepat aku menyusul ke hotel dan kulihat kau sudah terkapar di lantai, Hyena menangis dengan penampilan yang acak-acakan dan hyung-mu sendiri tersengal-sengal dengan tangan yang lecet! Aku diminta menjagamu sebab hyung-mu takut kalau terjadi apa-apa!” Kangin melempar selembar handuk,
“Mandilah, lalu kita check out!” perintah Kangin. Bhukkk, bhukkkk, bhukkk… kutinju dinding kamar mandi begitu aku masuk.
“Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh sekali kau Cho Kyuhyun. Apa otakmu sudah rusak?!” umpatku.

~ Flash Back ~                      
“Yaak, Kyu~a… apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!” sayup-sayup kudengar suara Hyena berteriak, entah apa yang merasukiku kala itu. yang kuingat pasti aku menghempaskan tubuh seseorang ke ranjang. Dia menangis dan memohon namun tak kuhiraukan. Yang kinginkan hanya memeluk Hyena, aku hanya ingin memeluknya.
“Kurasakan tubuhku terpental beberapa kali namun aku tidak merasakan sakit sama sekali.
“Oppa hajima!” lerai seseorang, “Walaupun kau membunuhnya, dia tidak akan menyadari apa-apa. dia sedang mabuk!” setelah itu semua hening dan akhirnya aku bangun keesokan harinya.
~ Flash Back End ~

Aku berdiri di depan jendela kantorku, kutatap keindahan Seoul dengan segala kemewahannya. Kendaraan lalu-lalang seakan tidak ada putusnya, langit biru pun menambah kesempurnaan pagi ini. Aku terdiam, memaku sendirian, ibarat pigura yang hanya dapat tertancap di dinding. Angin kecil menyibak tirai sehingga ujungnya sedikit bergoyang, huft… seperti ingin mati saja. Kulihat pemandangan di bawah dari ketinggian lantai 11, kurasa aku akan hancur berkeping-keping bila aku melompat.
Bisakah aku melalui hari esok? Hari pernikahan hyung dan Hyena? Apakah aku masih punya muka untuk bertemu mereka setelah apa yang terjadi semalam? Padahal aku sudah bertindak kurang ajar pada calon istrinya, namun hyung masih memanggil Kangin untuk menjagaku.
“Tok…tok…tok…” ketukan itu membuyarkan lamunanku, “Pak, ada tamu untuk anda!” lapor sekretarisku yang muncul di balik pintu.
“Siapa?” tanyaku.
“Aku!” jawab seseorang, suara itu begitu familiar di telingaku. Aku berbalik, ternyata benar, Hyena.
“Miss Lee, kau boleh pergi!” perintahku dan asistenku itu mengangguk paham. Hening menyelimuti aku dan Hyena, cukup lama kami hanya diam. Aku tidak berani bicara sebelum gadis itu yang memulainya. Sesaat kemudian kulihat ada senyuman di bibirnya, senyuman yang belum pernah kulihat selama ini, senyuman meremehkan.
“Aku berhasil!” ucapnya memecah kesunyian. “Aku benci padamu Kyu, aku sangat membencimu sampai ingin membunuhmu dengan tanganku sendiri. Bagaimana rasanya tidak berdaya melihat orang yang kau cintai bersama orang lain? Sakit kan?” gadis itu tersenyum pahit. Aku kaget mendengar penuturannya,
“Aku sakit hati melihatmu bersama Seohyun! Aku tahu, aku memang salah, aku menyukaimu namun tidak berani berterus terang. Valentine itu bukannya aku mengajakmu bertemu? Saat itu aku putuskan untuk mengakui perasaanku padamu, kusingkirkan seluruh rasa maluku, harga diriku, dan kekhawatiranku. Aku tidak peduli lagi pada apa yang akan terjadi, apakah kau akan membenciku nantinya atau tidak, asalkan kau tahu bahwa aku menyukaimu.”
“Kupertaruhkan persahabatan kita demi cintaku, kugadaikan harga diriku demi pengakuan itu tapi…” dia terisak, “… kau lebih memilih menemani Seohyun. Gadis itu segalanya bagimu, kau lupakan aku, kau abaikan aku, aku tidak memikirkanku bila kau bersamanya. Parahnya lagi kau tak pernah memberiku kesempatan untuk bicara. Malam itu aku menunggumu… kau tahu sampai kapan? Sampai matahari terbit keesokan harinya.”

~ Flash Back ~
“Em… Kyu, nanti malam kau ada acara dengan Seohyun?”
“Memangnya kenapa?”
“Huhh… aku kesepian di rumah, orang tuaku sibuk dan aku hanya punya kau. Temani aku ya! Sekalian aku ingin mengatakan sesuatu padamu!”
“Kenapa tidak kau katakana sekarang saja? Untuk apa menunggu sampai nanti malam?”
“Yaak, aku kan bilang kalau aku ingin kau menemaniku. Lagipula apa yang ingin kukatakan padamu sangatlah rahasia, jadi aku tidak mau mengatakannya di sembarang tempat!” gadis itu memandang sekelilingnya, jam pulang sekolah adalah waktu yang sangat ramai jadi mana mau Hyena menceritakan rahasianya saat itu.
“Kau sudah berani main rahasia-rahasiaan denganku ya?!” desakku. Kami berjalan beriringan di koridor sekolah.
“Makanya aku memintamu untuk menemuiku nanti malam biar aku mengatakan rahasia itu padamu sehingga tidak ada lagi rahasia di antara kita!” aku menatap gadis itu penuh dengan kecurigaan sehingga sukses membuatnya kelabakan.
“Baiklah, aku akan pulang lebih awal menemani Seohyun, palingan dia hanya ingin shooping. Biar jalan dengannya agak sore sehingga aku dapat menemanimu malam nanti.”
“Janji?” gadis itu tidak langsung percaya.
“Apa pernah aku melanggar janjiku?”
“Baiklah, kutunggu di tempat ‘pelarian’ kita dan aku akan mentraktirmu jajangmyeon!”
“Wah… aku sudah tidak sabar ditraktir Hyena!” seruku. Di depan taman, Seohyun sudah menungguku. Huhh… padahal aku masih ingin ngobrol bersama Hyena. Kupasang senyum palsuku pada pacarku itu dan segera berpamitan pada Hyena, gadis yang sangat kusayangi. Aku tidak menyangka, ternyat saat itu adalah saat terakhir aku melihat dan bicara dengannya.
~ Flash Back ~

“Huhh… aku yang bodoh, seharusnya aku bertanya ‘pulang lebih awal’ itu kapan? Sehingga aku tak perlu menunggumu terlalu cepat. Esok kah, lusa kah, atau mungkin bulan depan , bahkan mungkin tahun depan? Aku tak tahu kapan kau aka nada waktu untukku!” aku lemas mendengarkan kisahnya. Perlahan kurasakan penyesalan menyesakkan dadaku.
“Kuputuskan mengikuti kepindahan orang tuaku ke Amerika. Awalnya aku tak mau ikut, namun perlakuanmu membuatku membulatkan tekat. Maaf… aku pergi begitu saja tanpa berpamitan padamu, aku pergi dengan membawa luka yang kau goreskan di hatiku.”
“Tapi sekarang aku puas, akhirnya kau merasakan sakit yang dulu pernah kurasakan. Besok aku akan menikah dengan hyung-mu, tentu kau akan menjdi pendamping kami kan? Kalau begitu aku permisi dulu, aku tak ingin mengganggu pekerjaanmu.” Gadis itu berbalik dan dalam sekejap dia menghilang dari pandanganku.
Brukkk, aku jatuh. Kakiku tiba-tiba kehilangan kekuatannya untuk menopangku, tetes demi tetes air mataku mengalir dan membuat jejak di wajahku. Kepalaku sesekali kubenturkan di kaki meja tempatku bersandar. Bodoh… kau memang bodoh Cho Kyuhyun!

“Aaaaaaaarrrrrrrrrgggggggggghhhhhhhhhhh!!!!” teriakku keras di tepi sungai Han. Benarkah aku yang salah? Benarkah gadis itu menungguku di sini sampai matahari terbit? Hiks.. Sungai Han katakanlah sesuatu, apa benar kau menemani Hyena menantiku malam itu? kalau begitu apa yang harus kulakukan? Apakah minta maaf cukup atau kuminta dia kembali padaku tapi bagaimana dengan Hyung-ku?
♥♥♥

Kutatap diriku di depan cermin, kemeja putih, blazer hitam, sepatu yang mengkilap, dan dandanan yang resmi. Ini hari bahagia hyung-ku dan tidak seharusnya aku memasang wajah murung.
“Kek, aku pergi dulu, tidak akan lama!” aku berpamitan dengan kakek saat bersama-sama keluar dari rumah.
“Yaa, kau mau ke mana? Nanti kau terlambat!” teriak kakek.
“Cuma sebentar Kek!” seruku. Setelah menyetir beberapa saat, akhirnya sampai juga di butik. Kugigit bibir bawahku, menimbang-nimbang untuk masuk atau tidak. Klek… pintu terbuka, sepasang kaki dengan high-heels mutiara muncul di balik pintu. Perlahan kuangkat kepalaku, perlahan pula sosok Hyena terlihat jelas oleh mataku. Cantik, hanya itu yang dapat kukatakan. Gaun seputih berlian membalut tubuhnya yang ramping, senada dengan kulitnya yang putih bersih. Sejenak kami hanya bertatapan dan diam tanpa ekspresi. Dia sepertinya mulai dapat mengendalikan situasi, dia melangkah perlahan mencoba untuk melaluiku seakan dia tidak mengakui keberadaanku.
“Satu pertanyaanku untukmu…” aku berusaha melerainya tanpa harus menghadangnya. “…… apa kau memanfaatkan hyung-ku?” lanjutku. Langkahnya terhenti saat dia sejajar denganku.
“Kurasa memang seperti itu!” jawabnya lantang. Aku shock, benarkah dia Hyena yang kukenal? Kenapa dia jadi seperti ini? Siapa yang mengubah malaikat menjadi Lucifer seperti ini? Oh… rupanya aku sendiri, akulah mengubah gadis selembut malaikat seeperti dia menjadi gadis sejahat Lucifer. “Tapi tenanglah… pria seperti hyung-mu akan sangat mudah untuk dicintai. Pria baik seperti Yesung Oppa tidak akan membutuhkan waktu lama untuk membuatku mencintainya,” lanjutnya.
“Sebelum semua berakhir… aku ingin memberitahukanmu satu hal. Aku telah tertarik padamu sejak pertama kali melihatmu. Saat itu kau adalah orang pertama yang memberiku selamat atas kelulusanku. Aku bahkan sampai ingin menangis saat kau bilang ‘Cho Kyuhyun selamat atas kelulusanmu!’ ucapan terima kasihku saat itu sungguh keluar dari lubuk hatiku yang paling dalam. Terima kasih karena kau memberiku ucapan selamat itu……”
“Berhentilah bercerita tentang masa SMU kita sebab aku ingin melupakan semuanya! Setiap mengenang kebersamaan kita saat itu, membuat hatiku sakit.” Gadis meneruskan langkahnya setelah membungkamku dengan kata-katanya.
“Cho Kyuhyun… kau sangat menyedihkan!” umpatnya padaku.
“Berbahagialah, kau dan hyung-ku adalah pasangan yang serasi. Mulai saat ini aku tidak akan lagi menyesali kesalahpahaman kita saat SMU, sebab dengan kejadian itu kita dapat berpisah. Aku memang tak pantas untukmu sebab itulah takdir menjauhkan kita. We aren’t a destiny!” tutupku. Gadis itu melanjutkan langkahnya, dia memasuki mobil dan akhirnya menghilang dari pandanganku.

Drrtt… drrrttt… getaran ponselku membuyarkan lamunanku, segera kulihat notifikasinya dan ternyata hyung-ku mengirim pesan singkat.
“Aku ada urusan mendadak dan harus kembali ke Amerika sekarang juga. Kutitip kakek dan Hyena padamu, tolong jaga mereka baik-baik. Oh ya, segeralah ke gereja sebab mereka menunggumu di sana!” aku terkejut membacanya, apa maksudnya ini? Urusan mendadak apa yang lebih penting dari pernikahanmu hyung?
“Shitttt… ayo hyung angkat telponku!” aku mendengus kesal sambil mengendarai mobil ke gereja. “Hyung cepat angkat!!!” bentakku di depan ponsel. Lima belas manit kemudian aku sampai di depan gereja. Kulihat tamu telah berdatangan dan memasuki ruangan sebab acara akan segera dimulai.
“Kyu~a… bagaimana ini?” Hyena langsung menghampiriku dengan wajah pucatnya saat aku masuk ke ruang rias pengantin. Dia menyodorkan ponselnya padaku, maaf aku tidak dapat melanjutkan pernikahan kita, pesan dari hyung-ku. “Bagaimana ini Kyu? Apa yang harus kulakukan?” gadis itu gemetar, telapak tangannya dingin, dan kulihat Kristal-kristal bening mulai menggenang di mata indahnya. Cklek, pintu tiba-tiba terbuka,
“Apa yang kalian lakukan di sini? Pendeta telah menunggu kalian begitupun para undangan!” seru kakek, ya… kakekku. Aku dan Hyena berpandangan tidak mengerti.
“Yaak, tunggu apa lagi?” kakek menarik tangan Hyena keluar dari ruangan, aku sendiri melongo semakin tidak paham. “Bocah ini! Apa yang kau lakukan seperti orang bodoh di sini? Cepat ke altar, kita sudah terlambat!” kakek memarahiku, kakek yang tadi sudah keluar ruangan, kembali lagi mendorongku keluar.
Perlahan aku mulai paham, ya… hyung-ku mengalah dan melepaskan Hyena padaku. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Maksudku apakah dia tahu semua? Rasa canggungku tak dapat kusembunyikan saat kakek menyerahkan Hyena padaku di altar pernikahan. Langkahku gemetaran, aku tidak yakin kalau saat ini wajahku tidak pucat. Seperti mimpi, hari ini aku menikah! Menikah dengan gadis yang membuatku jatuh cinta saat pertama kali bertemu., gadis yang menjadi calon istri hyung-ku.
“Hari ini kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri, apa yang telah disatukan Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia!” seru pendeta menyudahi janji suci pernikahan kami. Kupeluk Hyena yang lebih dulu menangis terharu. Kukecup keningnya mesra dan penuh cinta,
“Saranghaeyo…” ucapnya pelan di sela isakannya. Kutenangkan dia dalam pelukanku, nyaris aku kehilangan dirinya. 
“Nado saranghaeyo… jeongmal saranghaeyo!” bisikku pelan. Usai pernikahan, aku dan Hyena menemui kakek yang duduk termenung di sudut gereja.
“Kakek jeoseumhamnida…” lirihku, kutundukkan kepalaku sebagai tanda penyesalan.
“Kenapa minta maaf? Kau salah apa?”
“Hyung……” suaraku tercekat,
“Hyung-mu sudah menceritakan semuanya pada kakek, dia tidak sengaja mendengar percakapan kalian kemarin. Sejujurnya kami berdua sangat shock, bagaimana bisa masalah sebesar ini kalian sembunyikan dari kami. Kalau saja kemarin Hyung-mu tidak datang ke kantormu saat itu dan mendengarkan pembicaraan kalian, mungkin saat ini sampai seterusnya kehidupan kalian hanya akan dilanda kebohongan. Kalian hanya akan saling menyakiti.”
“……”
“……” aku dan Hyena terdiam, untuk saat ini kami tidak tahu harus berkata apa.
“Sekarang kau tahu bahwa Hyung-mu sangat menyayangimu jadi berhentilah berfikir bahwa kau hanya sendirian di dunia. Kini kau punya Hyung, Kakek, juga istri yang sangat mencintaimu!” lanjut kakek. Uhm… aku percaya kalau kalian menyayangiku terlebih lagi Hyung-ku. Kulihat kakek melirik jamnya, serta merta Hyena bertanya,
“Ada apa Kek?”
“Beberapa menit lagi pesawat Hyung-mu lepas landas…”
“Mwo? Jadi Hyung masih ada di bandara?” tanpa banyak bicara lagi, aku dan Hyena menyusul Hyung ke bandara. Kuharap aku masih sempat bertemu dengannya sekedar untuk mengatakan salam perpisahan dan berterima kasih padanya. Aku segera berpencar bersama Hyena begitu masuk ke bandara, tujuan kami hanya satu, menemukan hyungku.
“Yesung Oppa!” kudengar Hyena berteriak dari jauh, dia pasti telah menemukannya. Benar saja… saat aku berlari ke arahnya, kulihat Hyung-ku tersenyum sambil melambai dari balik ruang pemeriksaan passport.
“Oppa…” lirih Hyena, hyung-ku masih tersenyum dengan senyuman terbaiknya.
“Aku baik-baik saja, tenanglah!” dia memberi isyarat pada kami, dia meyakinkan kami meski aku tahu saat ini dia sangat terluka.

Terima kasih hyung… sungguh aku sangat berterima kasih padamu. Aku percaya kalau kau menyayangiku, seandainya saja aku menyadarinya sejak dulu, kita pasti akan menjadi saudara yang kompak. Aku juga sayang padamu, kuharap kau mendapatkan pendamping yang lebih baik. Aku yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi orang baik sepertimu. Akan kujaga kakek dan Hyena seperti permintaanmu. Aku janji!  

Because I am Stupid End

                                                                                        110204
(For Kyu’s Birthday)

FF Because I am Stupid (Part 2)

           “Oya, kapan kalian menikah? Aku tak sabar lagi menjadi pendamping Hyena!” tanya Dokter Shin di sela-sela makan pada calon pengantin di tempat ini.
           “Kalau tak ada halangan mungkin bulan depan!” jawab Hyena.
“Uhuk…uhuk…uhuk…” Serta merta aku tersedak daging yang disodorkan Dokter Shin. Hyung-ku buru-buru menyodorkan segelas air,
“Gwencanayeo?” tanyanya setelah keadaanku mulai membaik.
“Nde, gomawo…” jawabku sambil membersihkan wajahku dengan tissue.   
“Dagingnya sangat pedas makanya aku tersedak. Maaf… aku harus ke toilet!” pamitku.
Aku berjalan bergetar ke toilet, satu bulan? Kenapa begitu cepat? Tak terasa tetes demi tetes air mataku meleleh. Benarkah aku masih mengharapkanmu Hyena? Tidak… aku tidak berharap lagi, aku sudah melupakanmu, ya… selama lima tahun ini aku telah melupakanmu. Tapi kenapa aku masih menangis mendengarmu akan menikah?



~Flash Back~
Aku dan Hyena bersamaan mengangkat tempat sampah ke belakang sekolah. Seohyun anak kelas IIC menghampiri kami usai membuang sampah.
“Naega jeongmal choayeo!” ucapnya spontan padaku. Aku dan Hyena terkejut, gadis yang jadi incaran hampir seluruh siswa di sekolah kami, seorang model dan anak pengusaha terkenal menyatakan suka padaku?
“Jinchayeo?” benarkah, tanyaku tidak percaya,
“Nde, selama ini aku menunggumu memintaku menjadi pacarmu namun kau tidak bergeming sedikitpun!” ucapnya tanpa rasa kikuk. Akhir-akhir ini kami memang dekat karena dia adalah partnerku dalam olimpiade mate-matika.
“Lalu kau ingin bagaimana?” tanyaku.
“Aku ingin kita pacaran!” jawabnya lantang. Kulirik Hyena di sampingku, dia bengong menatap gadis yang tengah melamarku itu.
“Aku tidak suka gadis yang cengeng dan suka mengatur, bila kau menyanggupinya maka kita bisa memulainya!” syaratku membuat gadis itu tersenyum.
“Baiklah!” putusnya,
“Oh ya satu lagi!” selaku lalu memegang pundak Hyena, bergetar? Ya… pundaknya bergetar seperti sedang menahan tangis. “Aku dan Hyena adalah sahabat, aku ingin kau agar memperlakukannya sebaik aku memperlakukannya. Jangan pernah ada kecemburuan akan kedekatan kami, bagaimana?” Seohyun menyanggupinya dan hubungan kami pun dimulai. Tunggu apa lagi Hyena? Kenapa kau masih diam? Apa kau rela aku direbut darimu?
~Flash Back end~

Usai memperbaiki penampilanku, aku segera keluar toilet. Ternyata di luar, Hyena sudah menungguku.
“Kau baik-baik saja?” tanyanya.
“Nde…” jawabku dingin.
“Chankanman…” dia menarik tanganku saat aku akan melaluinya, “Masakannnya tidak pedas kok, aku sengaja memesan tanpa lada sebab aku tahu kau tidak tahan dengan pedas!”
“Lepaskan tanganku kakak ipar!” pintaku lantang dengan penekanan pada kata ‘kakak ipar’. Dia kaget mendengarku memanggilnya seperti itu, seketika dia melepas peganganku. Segera kutinggalkan tempat itu meski berat rasanya memperlakukannya seperti itu.
♪♫♪

Persiapan pernikahan Hyung-ku dan Hyena semakin lama semakin matang. Kakek telah memilih sebuah gereja di pinggir kota sebagai tempat pernikahan mereka, katanya di sanalah dulu orang tua Yesung Hyung menikah. Gereja, undangan, bahkan gaun pangantin telah rampung dalam waktu kurang dari sebulan. Setiap saat melihat kemesraan mereka, hatiku terasa perih, apalagi dukungan kakek yang penuh membuatku semakin terpuruk.
Senyuman miris menghiasi wajahku saat Hyung memintaku menjemput Hyena di butik. Dia harus melakukan operasi darurat sehingga tidak sempat menjemput calon istrinya itu.
“Kyu~a… kau sudah datang! Oppa meneleponku tadi dan mengatakan kau akan datang menjemputku!” ucapnya sumringah melihatku. Aku hanya diam dan kurasa dia sudah mulai terbiasa dengan sikapku itu. “Ottokhe?” tanyanya sambil sesekali berputar menunjukkan setiap detail gaun pengantinnya padaku.
“Bagus!” jawabku singkat,
“Aku sungguh tak menyangka kita akan menjadi keluarga. Saat SMU, aku pernah berpikir untuk menjadi bagian keluargamu namun sepertinya sulit. Tak disangka aku bertemu kakakmu di Boston dan…”
“Aku tak punya banyak waktu mendengarkan kenanganmu, saat ini aku sangat sibuk, kalau kau sudah selesai, cepatlah berkemas.” Gadis itu terhenyak, bibirnya kaku.
“Em… baiklah, sebentar aku ganti pakaian dulu!” ucapnya dan bergegas menuju ruang ganti.
Selama perjalanan kami hanya diam, mungkin dia tidak punya bahan pembicaraan. Akupun hanya bungkam, meski aku punya bahan, aku juga tidak berminat membahasnya.
“Gomawo Kyu…” ucapnya setelah aku mengantarnya ke RS sebab katanya dia mendapat jaga malam. Dia keluar dari mobil dengan langkah beratnya, aku pun tidak ingin membuang-buang waktu, segera kujalankan mobilku dan meninggalkannya. Aku tak punya waktu untuk memandanginya, aku tak mau semakin sakit. Kulirik jok mobilku, ya… ampun gadis itu lupa dompetnya. Mungkin terjatuh saat dia mengangkat tasnya yang tidak tertutup tadi.
“Apa harus kukembalikan?” gumamku, akhirnya kuputuskan untuk kembali.
Usai memarkir mobilku, aku bergegas masuk ke RS. Langkahku terhenti saat iseng-iseng kubuka dompetnya, di dalam ada foto kami saat masih SMU. Kenapa dia masih menyimpan foto ini?
“Maaf, saya mencari Dokter Jung Hyena!” aku mencegat seorang suster yang kelihatan sedang terburu-buru.
“Oh… kebetulan saya juga akan ke tempatnya. Silakan ikut saya!” perintah suster itu. Akupun mengikutinya, aku dibawa ke ruang I.C.U, dari luar kulihat Hyung-ku dan Hyena sedang menangani seorang anak. Sepertinya korban kecelakaan dan dia dalam keadaan CPR. Lama aku menunggu sampai mereka selesai dan mereka nampak terkejut saat melihatku berdiri di hadapan mereka.
“Aku hanya ingin mengembalikan barang Hyena yang tertinggal di mobilku!” ucapku datar sambil menyerahkan dompet itu pada Hyena.
“Gomawo!” kata gadis itu namun tidak kuguris. Begitu berbalik hendak pulang, kulihat kakek berdiri di hadapanku. Tatapan beliau begitu tajam sehingga membuatku ciut.
“Kau seperti orang yang tidak pernah sekolah, tidak tahu sopan santun!” bentak kakek. Suaranya yang keras sukses menyita perhatian beberapa warga RS.
“Kek, tidak perlu marah begini, lihatlah semua orang memperhatikan kita!” Hyena langsung menghampiri beliau dan membujuknya.
“Aku permisi!” ucapku acuh, aku tak peduli pada tatapan orang-orang padaku. Malu? Untuk apa malu, aku juga sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini.
“Kyuhyun…” panggil Hyungku, dia mengejarku sampai ke depan lift. “Apa kau punya waktu? Aku ingin ngobrol denganmu!” ajaknya.
Kami bicara di atap, kurasa apa yang akan dibahas Hyung-ku adalah sesuatu yang tidak boleh didengar orang.
“Sampai kapan kita seperti ini? Kau, aku, dan Kakek seperti orang lain saja,” dia membuka percakapan usai menyodoriku sekaleng jus. “Sejak dulu kau selalu menutup hatimu untukku, aku sungguh ingin menjadi Hyung yang dapat kau andalkan dan menjadi tempatmu bersandar. Aku ingin Kyuhyun… aku ingin melindungimu, tapi bagaimana bisa bila kau menolak?” aku terdiam,
“Aku tahu kakek memperlakukan kita berbeda, aku tahu kau sakit hati dan mungkin iri padaku, tapi apa pernah aku memperlakukanmu berbeda? Apa pernah aku menjadi sombong di depanmu hanya karena aku cucu kesayangan kakek?”
“Tak perlu berceramah Hyung, aku tidak percaya kalau kau mengerti keadaanku. Kau tidak tahu bagaimana rasanya, rasa sakit bila kau dibedakan dengan orang lain.”
“Kyuhyun~a…”
“Apa kau tahu bagaimana rasanya tidak dihargai? Apa pernah kau merasakan perihnya tidak pernah mendapat pujian? Apa pernah kau merasakan sedihnya diabaikan? 16 tahun aku merasakannya seorang diri! Lalu kau sendiri bagaimana? Kau yang tidak pernah merasakan perlakuan itu, bagaimana mungkin dapat mengerti?”
“Kyuhyun~a”
“Aku melakukan semua perintah kakek, aku harus bersekolah di mana, aku harus menguasai pelajaran apa, aku harus berprestasi di bidang apa, semua kulakukan untuk apa? hanya untuk mendengar kata ‘selamat’ dari kakek! Tapi apa pernah aku mendapatkannya? Tidak, tidak akan pernah sebab semua kata ‘selamat’ itu sudah dikontrak untukmu!”
“…….” Kini giliran Hyung-ku yang diam.
“Setiap kali pengumuman hasil ujian, aku hanya mendapat anggukan dari kakek itupun kelihatan terpaksa. Setiap mendapat penghargaan hasil olimpiade, aku disuruh menyimpannya di kamar. Setiap ada pertemuan wali murid, yang datang sebagai waliku hanya kepala pelayan kita. Tidak sekalipun aku mendapat perhatian, sedangkan kau? Semua piagammu dipajang di ruang tamu, kau tidak pernah kekurangan pujian, dan kakek selalu datang di acara pertemuan sekolahmu!”
“……” Hyung-ku diam sekali lagi.
“Karena orang tuaku makanya aku jadi begini, karena kakek sangat kecewa pada ibuku. Kalau memang beliau tidak ikhlas merawatku, kenapa tidak mengirimku ke panti asuhan saja?”
“Itu karena kakek masih sayang padamu makanya tidak mengirimmu ke panti asuhan. Beliau lebih memilih merawatmu sendiri!”
“Sayang apanya? Lebih baik hidup di panti daripada mendapat perlakuan seperti musuh darinya. Aku tahu kakek melakukan ini untuk membalas rasa sakit hatinya pada mendiang ibuku!”      
“Kakek tidak seperti itu Kyuhyun!”
“Kakek memang seperti itu!” bentakku, “Aku lelah dengan semua ini! Saat aku menyadari aku memang tidak pernah punya tempat di hatinya, aku memutuskan membuang semua harapanku. Kuikuti saja kata hatiku, aku tidak perlu mengikuti kata-kata orang lain karena tidak ada pengakuan. Sebaik apapun prestasiku, hanya kau yang mendapat pujian, lalu untuk apa lagi aku terus bertahan dan berjuang? Seandainya saja aku mendapat jaminan bahwa sikap kakek akan menghangat padaku bila aku menjadi dokter, aku pasti akan menerima beasiswa kedokteran itu…” air mataku menetes, aku merasa sangat kasihan, aku merasa orang yang paling malang di dunia ini.
“…… tapi aku yakin itu tidak akan terjadi. Prestasi di bidang mate-matika, fisika, dan kimia…” aku tersenyum perih, “…semua telah kujadikan sampah!” tutupku dengan senyuman yang menyakitkan meski air mata masih terus mengalir dari pelupuk mataku.
“Aku sayang padamu Kyuhyun~a. Kenapa kau tidak datang padaku di saat kau membutuhkanku?” lirih Hyung-ku.
“Tidak ada yang sayang padaku, tidak kakek maupun kau!” tutupku. Aku berbalik dan… alangkah kagetnya saat kulihat kakek dan Hyena tertegun di hadapanku. Apa mereka mendengar semuanya? Alah… aku tidak peduli, kutundukkan sedikit kepalaku sebagai pemnghormatan pada kakek dan pergi secepat mungkin. Yah… tidak ada yang sayang padaku, tidak kakek, tidak Hyung, dan juga Hyena. 
♥♥♥

Sudah seminggu aku tidak pulang, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan Hyung dan kakek setelah kejadian itu. Aku yakin kakek pasti mencapku sebagai cucu yang tak tahu balas budi. Biarlah, aku sudah tidak terbiasa dengan semuanya.
“Pak, ada tamu yang menunggu anda!” tegur sekretarisku saat aku baru saja akan masuk ke ruanganku.
“Siapa?” tanyaku.
“Rosalind Franklin!” jawab sekretarisku agak ragu, aku sendiri mengerutkan kening. Siapa dia? Lama aku terdiam berpikir dan akhirnya aku baru sadar, baru saja akan pergi atau lebih tepatnya kabur, tamu itu terlanjur keluar.
“Kyu~a…!” panggilnya sehingga menghentikan aksiku. Aku berbalik dan kulihat Hyena berdiri menatapku dengan wajah sedihnya. “Aku ingin bicara denganmu!” ucapnya. Akupun luluh, kuikuti langkahnya dan dia ternyata membawaku ke café di lantai bawah.
“Kau tinggal di mana sekarang? Yesung Oppa sangat mengkhawatirkanmu!”
“Tak perlu cemas, aku bukan anak umur tujuh tahun lagi yang tidak tahu bagaimana caranya mencari tempat tinggal!”
“Bisakah kau menjawab tanpa perlu berbelit-belit seperti itu?”
“Aku tinggal di Itaewon!”
“Sampai kapan kau akan tinggal terpisah dengan kami?”
“Entahlah, mungkin seterusnya!”
“Cho Kyuhyun!!!” dia menepuk meja dan meninggikan suaranya. Beberapa karyawan melihat ke arah kami, aku pun kaget dibuatnya. “Bodoh…” dia mengejekku, “…kau memang bodoh! Kenapa selama ini kau diam saja? Mendapat perlakuan seperti itu memang menyakitkan namun diam bukanlah jalan keluar dari masalah itu,”
“Jadi kau datang untuk memberi kuliah padaku? Maaf, aku harus bekerja!” aku segera pergi dari tempat itu. Tatapan para pengunjung café tidak membuatku malu, kurasa aku sudah kebal dengan keadaan seperti ini.
“Kau memang pengecut!!!” makinya, aku pun tersentak. “Hanya pengecut yang lari dari masalah, seharusnya kau kembali ke rumahmu dan minta pada kakekmu untuk berlaku adil! Tunjukkan pada kakekmu bahwa kau juga patut untuk disayangi. Kau telah berusaha dengan gigih selama ini, kau berperestasi, kau hebat, makanya kau perlu mendapat balasan. Kau perlu hadiah, itu hakmu!”
“Seharusnya kau mengatakan itu lima tahun yang lalu!” balasku. Kuteruskan kembali langkahku dan kurasa dia juga mengekor di belakang.
“Bagaimana mungkin aku mengatakan hal itu lima tahun yang lalu bila aku tidak tahu apa-apa. Kau diam, kau bungkam, kau tidak mau cerita!”
“Seandainya kau tidak pergi, kau pasti sudah tahu semuanya!” kali ini dia diam tidak berkutik. “Baru saja aku ingin cerita namun kau sudah pergi. Aku tidak tahu bagaimana menghubungimu, kau pergi begitu saja dan tidak ada kabar sama sekali, lalu apa yang harus kulakukan?” kutarik napasku dalam-dalam, “Sejujurnya, saat itu hanya kau yang aku punya, seorang sahabat yang dapat membuatku merasa damai bersamanya. Kau selalu memujiku, kau memberikan apa yang tidak pernah kakekku berikan padaku. Aku terus belajar, aku mengikuti olimpiade sains, aku berusaha menjadi yang terbaik karena ingin mendapat pujian. Aku sadar kakekku pasti tidak akan peduli, namun kehadiranmu menjadi penyemangatku. At least… I still have you, masih ada kau yang dengan tulus memujiku.”

~Flash Back~
“Kyu~a…” Hyena datang ke mejaku dengan wajah yang kusut sambil menenteng buku mate-matika.
“Ada apa Nona Franklin?” tanyaku sambil menahan tawa karena melihat wajahnya.
“Aku masih belum mengerti dengan dimensi tiga ini, huh… aku pasti gagal ujian mate-matika nanti” keluhnya putus asa.
“Belum usaha kau sudah patah semangat!” kutarik hidungnya, “Bagain mana yang tidak kau pahami?” jam istirahat itu kuhabiskan untuk membantunya belajar sebab usai istirahat kami akan ujian. Aku sangat senang bila melihatnya mengangguk tanda mengerti. Sesekali dia tersenyum bila menemukan pemecahan soalnya. Dan yang paling kusuka…
“Gomawo Kyu, kalau tidak ada kau, aku tidak tahu bagaimana keadaanku! Jangan pernah bosan membantuku ya!” dia selalu bilang begitu bila kami selesai belajar. Aku sangat tersanjung, ternyata masih ada yang membutuhkanku. “Oh ya, jangan memanggilku Rosalind Franklin, aku sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding beliau!” ancamnya.
“Yaah… setidak kau punya sedikit otaknya. Aneh deh, padahal seluruh siswa menyerah pada pelajaran genetika tapi kau malah melahapnya seperti gulali.”
“Yaak… pokoknya aku tidak terima!” dia ngotot.
“Bagaimana bila kupanggil titisan Rosalind Franklin? Atau mungkin Ratu Genetika?” aku suka menggodanya,
“Itu sama saja, pokoknya jangan menyamakan aku dengan ibu genetika itu sebab beliau terlalu hebat!”
“Tapi aku mau!”
“Apa kau mau mati?”
“Kalau aku mati, bagaimana dengan pelajaran mate-matikamu? Siapa yang akan membantumu belajar?” dia bungkam seketika. Aku bersorak kegirangan dalam hati, kena kau!
~Flash Back end~

“Pak, ada tamu yang ingin bertemu dengan anda!” sekretarisku muncul dari balik pintu.
“Kalau gadis yang kemarin, katakana saja aku sedang sibuk!” balasku sambil mendesain tokoh game yang akan kuluncurkan.
“Ini Kakek!” suara itu mengagetkanku. Kulihat kakekku berdiri di belakang sekretarisku. Sejenak aku terdiam, setelahnya kususruh sekretarisku pergi.
“Bagaimana keadaan Kakek?” tanyaku gugup saat duduk berhadapan dengannya.
“Seperti yang kau lihat, Kakek masih sehat sehingga dapat menjengukmu di sini,” jawabnya, aku tertunduk. “Nanti bila Kakek tak dapat berjalan lagi karena termakan usia, maka kaulah yang harus datang menjenguk Kakek!” aku terhenyak. “Sepertinya kau berhasil mengelola usahamu, Kakek tak menyangka kalau kau begitu menyukai game. Kau terlihat hebat duduk di kursi direktur itu.”
“……” aku diam,
“Bukannya kau ingin mendengar kata-kata seperti ini sejak dulu?” kakek menarik napas panjang. “Kakek akan terus melakukannya asal kau mau kembali!”
“Kek…” lirihku
“Tentu kau sangat menderita selama ini, kau kehilangan kasih sayang sejak berumur tujuh tahun. Orang yang seharusnya menyayangimu ini justru mengabaikanmu ya?” kakek tertunduk. “Kakek bukannya tidak sayang padamu, Kakek hanya tidak tahu harus memulai dari mana. Kau selalu diam, menyendiri, dan menjauh, Kakek pikir kau marah pada Kakek sebab telah memusuhi kedua orang tuamu. Kakek sengaja memasukkanmu ke sekolah terbaik tanpa sedikit pun komentar darimu, kakek menunggumu memilih sendiri namun kau hanya diam.” Cukup lama kami terdiam dan hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Semua hanya karena kesalahpahaman, semua karena kebodohan kakek yang tidak percaya diri dapat menyayangimu! Percayalah Kyuhyun… Kakek tidak pernah membancimu ataupun kedua orang tuamu, apa lagi ingin membalas dendam padamu,” lirihnya. Kakek lalu berdiri dan sepertinya akan pergi, “Kyuhyun~a… kembalilah, kalau kau kembali… Kakek akan menyayangimu seperti kakek menyayangi Hyung-mu,”
Perlahan kakekku beranjak dari ruanganku, aku masih tertegun saat kakek benar-benar menghilang. Tetes demi tetes air mataku mengalir sampai jatuh ke karpet. Aku memang bodoh, aku yang bodoh, aku benar-benar bodoh.
♥♥♥

Kakiku bergetar  memasuki ruangan ini, aku berhenti di depan sebuah pigura yang memajang fotoku bertiga bersama kakek dan hyung. Saat itu umurku sepuluh tahun, aku duduk di pangkuan kakek sementara hyung yang lebih besar berdiri di samping kami sambil tersenyum. Sementara kakek dan hyung tersenyum, ternyata aku malah murung sendiri.
“Kyuhyun!” tegur seseorang, kulihat hyungku memandang kaget padaku namun terlihat jelas ada raut kebahagiaan di wajahnya. “Terima kasih kau sudah mau pulang!” tambahnya dengan pelukan hangat. “Ayo ke dalam!” ajaknya. Aku menelusuri beberapa ruangan, sepertinya dia membawaku ke dapur.
“Mana bulgogi-nya?”
“Kakek tidak boleh makan banyak daging, aku sudah membaca laporan kesehatan Kakek dan kolesterolnya sudah melebihi batas normal!”
“Ayolah Hyena… Kakek ingin makan daging!”
“Boleh, tapi daging ikan. He…he…he…!” kudengar percakapan yang suaranya tidak asing lagi di telingaku.
“Ribut ya?” hyung bertanyan padaku, aku tersenyum. “Kek… coba lihat siapa yang datang?” tanya Hyungku saat kami tiba di ruang makan. Sontak kakek dan Hyena berbalik, sesaat mereka diam menatapku. Perlahan kakek berdiri dan berjalan ke arahku.
“Selamat datang!” kakek memelukku dan menepuk pundakku. Kulihat Hyena ikut tersenyum, kubenamkan wajahku di pundak kakekku dan sesaat kemudian isakanku keluar. Ya, aku menangis menyesali kebodohanku.
Aku masuk ke kamarku, kulihat di dalam sudah ada Hyena bersama seorang pelayan. Mereka membuka kain penutup barang-barangku sekalian membersihkan kamarnya.
“Oh, kau sudah datang! Kebetulan kami sudah selesai,” ucapnya. “Kau boleh keluar, sisanya biar aku yang bereskan!” perintah Hyena pada pelayan itu. “Wellcome back!” ucapnya sambil berjalan menelusuri lemari penghargaanku. “Kau hebat, aku bangga mengenalmu!” lanjutnya sambil menatap beberapa piala dan piagamku.
“Kau sudah mau menggunakan nama Rosalind Franklin?” tanyaku, ternyata diam membuatku tidak leluasa.
“Sebenarnya aku hanya ingin mengujimu, apakah kau masih ingat atau tidak!” dia duduk di dekatku.
“Berhentilah bercerita tentang masa SMU kita! Jujur saja, aku tidak ingin mengingat semuanya! Aku ingin melupakan semua kejadian di masa SMU kita. Entah mengapa setiap mengenang kebersamaan kita, membuat hatiku sakit. Kalau boleh jujur… aku tak ingin lagi mengingat kalau kau pernah menjadi sahabatku.” Dia memandang shock ke arahku, perlahan kulihat ada Kristal bening yang menggumpal di matanya. Aku segera berdiri dan membuka lemari pakaianku kemudian mengambil baju yang lebih santai.

“Kau boleh keluar kalau tidak ada urusan lagi. Aku ingin beristirahat!” perintahku. Tak butuh waktu lama untuk dia pergi dari kamarku, tentu dia tak akan mempermalukan dirinya di hadapanku dengan tetap memilih tinggal.

to be continued...