sebelumnya di My Number One - Part 3
Pertandingan
berlangsung seru bahkan alot, kedua tim tentu tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan untuk jadi pemenang di pertandingan final ini. Aku berharap kami
bisa menang agar kelak dapat mewakili Korea di laga dunia. Tanganku sampai
berkeringat karena begitu gugup menunggu perjuangan teman-temanku. Hyun Joong
bermain sangat bagus, dia dapat mengontrol bola dengan baik dan mengopernya
pada pemain lain. Sementara Min Ho… apa yang kau pikirkan? Kenapa kau membuat
kami kecewa? Pelatih Han di sampingku menggeleng-gelengkan kepalanya, beberapa
kali Hyun Joong dalam posisi bebas namun tidak mendapatkan bola darinya, dia
malah mengopernya pada Sang Bum yang tengah dikawal ketat oleh dua pemain
lawan.
“Apa
yang dipikirkan anak itu?!” umpat pelatih. Babak pertama ini hasil masih seri,
para pemain pun diistirahatkan sejenak. Di ruang pemain, pelatih memberi
nasihat pada Minh Ho. Seandainya saja ada pemain yang kekuatannya menyamai Min
Ho aku yakin Min Ho pasti akan digantikan. Yah… aku ada ide, aku segera ke bangku
penonton, napasku ngos-ngosan mencari
seorang gadis.
“Go
Hye Sun…” sapaku begitu aku menemukannya, dia menoleh padaku. “Boleh ikut
denganku sebentar?” pintaku. Dia pun menurut, dia mengikuti langkahku yang
membawanya ke ruang tim bola kami beristirahat.
“Kenapa
kau membawaku ke sini?” tanya gadis berkulit porselin itu.
“Kumohon
padamu… bujuklah Min Ho bermain bersama tim, tidakkah kau lihat selama
pertandingan dia sama sekali tidak bekerja sama dengan kapten. Kami sangat
mengandalkan dia dan kapten, mereka adalah kekuatan tim kita, kalau mereka
tidak bisa kompromi mana mungkin kita bisa menang.”
“Apa
harus aku? Kenapa bukan kau saja?!”
“Aku
sudah kehabisan cara menasihatinya, mengertilah… aku dan dia kan…” ucapanku
terputus,
“Hye
Sun…” dari belakang kudengar Min Ho memanggil gadis di depanku.
“Kumohon
padamu, bujuklah dia!” pintaku. Aku berbalik ke arah Min Ho dan berjalan
melaluinya untuk kembali ke rombongan pemain.
Waktu
istirahat pun usai, para pemain kembali ke lapangan. Hyun Joong melirikku dari
tengah, aku mengepalkan tangan memberi dukungan padanya sementara Min Ho sempat
melirikku juga. Aku diam saat bertatapan dengannya, aku jadi kaku, aku tak tahu
harus melakukan apa. Baru saja aku ingin memberi semangat, dia lebih dulu
mengalihkan pandangannya. Dia mengalihkan pandangannya dariku untuk memandang
Hye Sun, dadaku seperti di remas, perih sekali.
Sepertinya
bujukan Hye Sun mujarab, terlihat Min Ho bermain lebih baik. Dia mulai kompak
dengan kapten, sungguh aku sangat senang melihatnya. Di sampingku pelatih
tersenyum simpul, sepertinya dia juga menyadari perubahan permainan Min Ho.
Pertandingan berlangsung seru, sesekali kulihat waktu yang tersisa di papan
pengumuman semakin menipis sementara kedua tim masih bermain imbang. Waktu
menipis dari saat ke saat, bibirku komat-kamit mengucapkan segala doa yang
kuhapal. Ya… Tuhan… bantulah kami! Kumohon! SMU Ga Reum memang bukan lawan yang
enteng namun aku sungguh berharap kami dapat mengalahkannya, akan kami buktikan
kami bisa!
Saat
waktu semakin menipis, tinggal dua menit! Hyun Joong berhasil merampas bola
dari kaki pemain lawan. Dia menggiring bola itu menuju gawang, di depannya ada
Joon yang sementara kosong, dia pun segera mengopernya pada Joon. Sayang
bolanya di rampas lagi. Untung ada Sang Bum yang mengejar dan berusaha merampas
bola itu lagi, ya… dia berhasil! Bola itu lalu digiring kembali ke arah gawang
lawan, Sang Bum langsung mengopernya pada Joon yang dalam keadaan kosong, Joon
pun menggiring bola itu. Dari depan dia diserang oleh dua pemain lawan, segera
bola itu dia oper ke Hyun Joong. Kapten kembali menggiring bola itu, saat
semakin dekat dengan gawang, dia dihadang oleh pemain belakang lawan. Kapten
clingak-clinguk mencari pemain yang kosong dan di sudut Min Ho berteriak agar
diberi operan. Tanpa pikir panjang Kapten mengoper bola itu ke Min Ho.
Dukkk…
tendangan Min Ho mengarah ke tengah, bolanya tepat mengenai penjaga gawang.
Meski sempat tertahan oleh penjaga gawang, namun kekuatan tendangan Min Ho
membuat si penjaga tak dapat mempertahankan bola. Bola terlepas dari
genggamannya dan akhirnya melalui garis gawang. Sedetik setelah masuknya bola,
peluit tanda waktu habis berbunyi seiring dengan peluit panjang tanda bola gol.
Semua bersorak menyambut kemenangan tim sekolahku. Siswa SMU Eaton berteriak
kencang dan berlompat-lompatan saling berpelukan menyambut kemenangan ini.
Pelatihku langsung memelukku,
“Kita
menang! Kita menang!” soraknya. Aku mengangguk tanpa kata-kata, saat ini aku
kehilangan kosa kataku, aku tidak tahu harus bilang apa untuk menyambut
kemenangan kami. Aku turun ke lapangan, air mataku mengalir, aku ingin berbagi
kebahagiaan bersama tim kesayanganku itu. Aku menyusul Hyun Joong yang tengah
berpelukan dengan Joon,
“Selamat
ya…!” pujiku, dia merentangkan tangannya memberi aba-aba agar aku memeluknya.
Aku pun menuruti, aku memberi pelukan selamat untuknya. “Kau memang hebat!”
ucapku.
“Bukannya
Min Ho yang memasukkan bola?!” balas Hyun Joong
“Namun
tanpa kau yang mengoperkan bola padanya, mana mungkin dia dapat membuat gol!” dia
tersenyum mendengar alasanku. Joon di samping juga tak mau kalah, dia memintaku
memeluknya sebagai hadiah kemenangannya, kalian hebat teman-teman! Aku teringat
Min Ho, dia lah pahlawan kali ini, aku harus memberinya selamat. Aku menelusuri
seisi lapangan dengan penglihatanku dan…
“Ayo…!”
ajak Hyun Joong padaku, dia menarikku keluar lapangan disusul Joon dan Sang Bum
beserta pemain yang lain. Aku melihat Min Ho berpelukan dengan Hye Sun, kurasa
belum saatnya aku memberinya selamat.
Para
pemain berkumpul di podium, saatnya penyerahan piala, Hyun Joong selaku kapten
mewakili pemain lain menerima piala itu disertai sorak sorai siswa sekolah
kami. Aku tersenyum penuh keharuan melihat kapten kami mengangkat piala
kemenangan kami. Tanpa kusadari ternyata aku berseblahan dengan Min Ho, bibirku
keluh untuk mengajaknya bicara. Kenapa aku jadi ragu?
“Se..sela..mat
ya!” kuberanikan diri untuk memberinya selamat, dia menoleh padaku,
“Terima
kasih…” balasnya dingin. Upacara belum usai dia telah lebih dulu keluar
lapangan.
“Min
Ho…!” teriakku, langkahnya akhirnya terhenti. “Kau mau ke mana?” tanyaku.
“Pulang!”
balasnya singkat.
“Tapi…nanti
ada pesta kecil dengan para pemain dan pelatih kita!”
“Aku
lelah!” balasnya. Dia menstater skuternya dan pergi meninggalkan aku.
~~My
Number One~~
Kemenangan
tim kami menjadi topik pembicaraan hangat di sekolah, semua siswa berterima
kasih pada Min Ho, ya… bukannya dia pencetak gol satu-satunya?! Sepertinya Hyun
Joong mulai kehilangan pamor, ah… sudahlah! Aku tak harus mengurusi hal itu.
Kini aku harus fokus pada ujian semester yang telah menanti di depan mata.
“Mau
belajar bersamaku?!” suatu ketika Hyun Joong menawariku belajar bersama.
“Sudahlah…
aku tidak ingin merepotkanmu, aku ini banyak tanya dan sangat cerewat kalau
sedang belajar, aku tidak ingin menggagumu!” balasku.
“Karena
aku bukan Min Ho makanya kau menolakku kan? Kalau mantanmu yang mengajakmu aku
yakin balasannya tidak akan seperti ini!”
“Bukan
begitu…”
“Bukan
begitu apanya?! Aku tulus ingin menolongmu!”
“Aku
sungguh tidak ingin merepotkanmu!”
“Aku
tidak kerepotan kok!” dia mendesakku, “Seharusnya kau bangga karena si nomor
satu ini yang mengajakmu belajar, jarang lho aku menawarkan diri pada orang
lain!” huft… Hyun Joong membuatku tidak bisa menolak, kuakui niatnya baik namun
entahlah… kenapa aku tidak bersemangat saja!
Aku
tiba di kediaman Hyun Joong, wah… rumahnya besar sekali. Aku jadi minder
padanya, dia anak nomor satu, kaya, dan rendah hati pula, sungguh bahagia gadis
yang mendapatkannya nanti.
“Masuklah!”
perintahnya saat melihatku berdiri di pekarangannya, aku asyik memandangi
penataan setiap sudut rumahnya.
“Kau
tak perlu repot sampai mengirimkan supir untuk menjemputku, aku kan bisa ke
rumahmu sendiri!”
“Kau
special makanya aku melakukan ini!” dia membawaku ke sebuah ruangan yang cukup
besar dan mirip perpustakaan, “Kita belajar di sini saja!” ucapnya.
“Banyak
sekali bukunya, apa ini kau yang punya?!” tanyaku,
“Tentu
saja, ini perpustakaan pribadiku. Aku sangat suka membaca makanya Ayah
menyediakan ruangan ini untukku.” Aku
hanya dapat terperangah, pantas kau bisa menjadi yang pertama.
Kami
mulai membahas soal fisika, dia terlihat cekatan sekali dan hanya butuh 5 menit
untuk menyelesaikan 5 soal, berarti dia hanya butuh 1 menit untuk setiap
soalnya, mana rumusnya panjang dan berkelok-kelok seperti sungai. Tak terasa
sudah jam sepuluh malam, dia masih terlihat asyik membuka beberapa rumus
persamaan kimia.
“Em…
kenapa rumahmu sepi sekali? Ke mana ayah dan ibumu?” tanyaku sambil
memijat-mijat jariku yang pegal menulis.
“Mereka
sibuk dan pulangnya larut malam bahkan pulang pagi malah biasa tak pulang sama
sekali!”
“Apa
kau tidak kesepian?!”
“Aku
punya buku!” balasnya singkat, “Tapi kini aku mulai jenuh…” dia menutup bukunya
dan memandangku, “Bukannya dulu aku pernah janji akan memberitahukanmu mengenai
gadis yang kutaksir?!” deg… aku jadi gugup,
“Em…
benarkah? Apa kau akan memberitahukanku sekarang? Bagaimana kalau besok saja,
ini sudah malam jadi aku harus pulang nanti ayahku marah kalau aku pulang
larut!” ucapku.
“Aku
maunya sekarang, aku tidak ingin menunggu besok atau kapan!” ucap Hyun Joong
serius, perlahan dia memegang tanganku, “Saat pertama kali tergabung dalam tim
bola sekolah, aku sulit sekali bersosialisasi dengan para senior maupun teman
seangkatanku. Aku selalu berpikir negative pada orang-orang yang ingin berteman
denganku, aku beranggapan mereka mendekatiku karena aku anak orang kaya,
termasuk kau.”
“Semakin
lama aku semakin tertarik padamu sebab meski aku menghindarimu… kau selalu
mendekatiku. Kau selalu mengajakku bercerita dan kadang kau membuat lelucon
yang sama sekali tidak kugubris, kupikir semua itu hanya trik tapi ternyata aku
keliru, kau memang baik sebab kau memperlakukan member sama rata!” dia
menatapku dalam, mata coklatnya terlihat begitu sendu.
“Saat
aku membuat masalah di pertandingan perdanaku, kau satu-satunya orang yang
membelaku. Aku memukul seorang pemain lawan karena kesal dicurangi sehingga aku
mendapat kartu merah, kau malah datang menawarkan diri mengobati tanganku yang
lecet karena memukul lawan itu. Kupikir kau juga akan memakiku seperti yang
dilakukan pelatih dan kapten tim kita tapi kau malah memujiku, kau bilang
perbuatanku membuatmu kagum, orang itu pantas dipukul karena sangat
keterlaluan.”
“Sungguh
aku berpikir kau jatuh hati padaku, sebab kau sangat baik dan peduli padaku.
Namun… semua anggapanku sirna saat aku tahu kau telah berpacaran dengan anak
baru di sekolah kita, anak baru yang menurutku tidak ada apa-apanya dibanding
aku. Aku kecewa dan benar-benar terluka, kau telah mempermainkan perasaanku.”
“Ya…
gadis yang selama ini kutaksir adalah dirimu, kau yang membuatku jatuh cinta
hingga iri setengah mati pada Lee Min Ho yang berhasil merebut hatimu!”
perlahan kulepas genggamannya,
“Benarkah
aku telah mempermainkan perasaanmu? Maafkan aku sebab aku tidak pernah berniat
seperti itu, aku sayang padamu seperti aku sayang pada semua member tim,”
“Jadilah
yeojachinguku, aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti yang dilakukan Min
Ho padamu!” pintanya, aku tertunduk, perlahan kepalaku menggeleng.
“Miane…
aku tidak bisa!” ucapku berat, aku berdiri dan segera melangkah pergi. Dia
menarik tanganku,
“Wae?
Kenapa kau tidak bisa?” tanyanya,
“Kau
tahu sendiri ke mana hatiku mengarah kan’?”
“Tapi
dia telah melupakanmu, apa kau tidak bisa lihat telah ada gadis yang selalu
berada di sampingnya untuk menggantikan posisimu!”
“Arasso…”
aku tahu itu, “Dia cinta pertamaku, meski dia telah melupakanku, aku tak akan
bisa menghapus tempatnya di hatiku. Aku mungkin butuh waktu panjang agar dapat
melupakannya dan kuputuskan selama itu pula aku tak akan menggantikan tempatnya
di hatiku.” Kulepas pegangannya dan mencoba pergi,
“Kau
tak dapat melakukan ini padaku! Aku yang lebih dulu mengenalmu bukan dia,”
“Miane
Hyun Joong!”
“Tidak…
bukan seperti ini yang kumau! Aku memliki segalanya dan apapun yang kuinginkan
harus kudapatkan. Kenapa kau harus baik padaku kalau memang kau ingin
menolakku!”
“Mianhe…”
“Aku
tidak ingin mendengar maafmu, aku hanya ingin kau bilang ‘ya… aku menerimamu
Hyun Joong’!” dia menarikku dalam pelukannya,
“Hyun
Joong… lepaskan aku!”
“Anio!
Aku telah memintamu, seorang Hyun Joong telah memintamu untuk menjadi pacarnya
dan kau harus mau!” dia perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku
“Lepaskan
aku!!!” aku mencoba melepas pelukannya namun cengkramannya terlalu kuat.
“Kenapa
kau jadi begini? Hyun Joong sadarlah!”
“Aku
sudah lama mengalah dan bersabar, kali ini aku tidak akan membiarkan kau terus
menyakitiku!” dia menjadi buas, aku benar-benar takut. Dia berusaha membuka
kancing bajuku, kugigit tangannya sehingga aku bisa terlepas dari
cengkramannya. Aku segera berlari menelusuri setiap lorong di dalam rumahnya
untuk menyelamatkan diri. Dari belakang dia mengejarku, kupercepat lariku
sampai aku tiba di pintu utama. Kubuka pintunya dan segera berlari ke halaman,
dia berhasil menjangkauku, dia menangkapku.
“Lepaskan
Hyun Joong, kumohon jangan lakukan ini padaku!”
“Aku
tidak akan bertindak kasar bila kau mua berkompromi!”
“Lepaskan,
aku bisa membencimu seumur hidupku bila kau begini!”
“Aku
tidak peduli lagi!” bentaknya. Bukkk!!! Sebuah pukulan keras mendarat di
wajahnya sehingga pegangannya terlepas, aku menoleh ke belakang untuk melihat
siapa yang menolongku, Min Ho?
“Di
mana otakmu? Percuma saja kau berada di peringkat pertama bila kelakuanmu
seperti ini!” umpat Min Ho.
“Kalau
begitu ambil saja peringkatku dan serahkan dia padaku, kita barter!” seru Hyun
Joong sambil menyeka darah di bibirnya,
“Kau
pikir dia barang?!”
“Terserah
aku menganggapnya apa, bukannya peringkat pertama adalah harapanmu selama ini?
Kini aku menawarimu, kuserahkan peringkatku asal kau jangan pernah mendekatinya
lagi!” Bbbbuuuuukkk!!!!
“Jangan
pernah berpikir aku akan menyerahkan dia demi apapun!” ucap Min Ho, “Ayo
pergi!!!” dia menarik tanganku dan meninggalkan Hyun Joong. Bukkk… dari
belakang Hyun Joong menarik Min Ho dan memukulnya,
“Jangan
bawa dia pergi!” teriak Hyun Joong, akhirnya terjadi perkelahian antar mereka.
Mereka saling pukul, memar, lebam, dan berdarah.
“Cukup!!!!”
teriakku, beberapa saat kemudian beberapa penjaga rumah memisahkan mereka, Min
Ho dihempaskan ke aspal dengan kasar oleh orang-orang Hyun Joong. Aku
membantunya berdiri, “Tolong lepaskan kami, Hyun Joong… aku tahu kau orang yang
baik, kumohon!” isakku.
“Kau
sungguh menolakku?!” tatapnya tidak percaya padaku, “Pergi… pergilah kalian
sekarang juga!” bentaknya, “Aku tak ingin melihat kalian lagi!” serunya.
Aku
mengambil sapu tanganku dan menyeka darah yang telah mengering di bibir Min Ho,
untung saja kami masih mendapat bus terakhir malam ini. Perlahan kurasakan
tangannya menuju leherku, turun lebih ke bawah, dia… mengancing bajuku yang
terbuka.
“Gwencanayo?”
tanyanya,
“Seharusnya
aku yang bertanya begitu…” ucapku pelan, “Dari mana kau tahu kalau aku di rumah
Hyun Joong malam ini?”
“Aku
tanpa sengaja mendengar percakapan kalian kemarin,” beberapa saat keadaan
hening antara kami berdua. “Kau mengerti?!” dia tiba-tiba bertanya padaku, aku
menatapnya. “Kau membencinya?” lanjut Min Ho. Aku menggeleng, aku mengerti
maksudnya, dia melakukan ini karena ingin mempersatukan kita kembali.
“Kurasa…
dia hanya melakukan hal yang sia-sia, ada Hye Sun di sampingmu. Dia tidak
memperhitungkan hal itu!” lirihku.
“Miane…”
ucapnya datar, “Miane… karena telah menyakitimu!” air mataku menggenang,
buru-buru kuhapus agar dia tak melihatnya. “Kalau kau memberiku kesempatan
sekali lagi, aku berjanji tak akan mengulang semua.”
“…”
aku diam memandangnya,
“Tak
ada yang dapat menyamai tempatmu di hatiku, tidak Hye Sun atau siapa pun. Dia
hanya teman, teman yang kusayangi seperti sayangmu pada Hyun Joong.”
“Lalu…
kenapa kau menerima saja saat aku meminta putus?!”
“Karena
aku tak ingin membuatmu menderita, kulihat kau lebih bahagia bersama Hyun Joong
maka aku rela melepasmu!” kali ini air mataku jatuh tanpa sempat kuseka, aku
juga melepasmu karena kulihat kau lebih bahagia bersama Hye Sun. Tubuhku terasa
hangat seketika, saat kusadari ternyata dia telah memelukku. “Sarangheyo…
jeongmal saranghae!”
Hari
ini Hyun Joong tidak hadir, apa dia malu karena kejadian kemarin? Sesaat
kemudian wali kelasku datang, dia memberitahukan berita yang sangat
mengejutkan.
“Hyun
Joong mengundurkan diri dari sekolah ini, dia memutuskan untuk pindah ke
Amerika, sangat disayangkan… kita kehilangan salah satu murid berprestasi
seperti dia,” semua kaget termasuk aku bahkan ada beberapa siswi yang menangis
karena sedih atau shock. Kapan dia minta pindah? Kenapa dia tidak
memberitahukannya padaku, bukannya dia selalu cerita?
“Kapan
dia minta pindah Bu?” tanyaku,
“Kemarin
dia menemui ibu dan mengutarakan niatnya, mungkin sekarang dia telah sampai di
bandara soalnya beberapa saat yang lalu dia singgah untuk berpamitan di ruang
guru!” beberapa saat kemudian kulihat Min Ho muncul dengan wajah panik dan
napasnya tersengal-sengal,
“Palli…
kita harus menyusulnya!” ucapnya nyaring. Aku bangkit dan meninggalkan kelas
begitu saja. Min Ho menarik tanganku, kami melalui koridor dan beberapa tangga
dengan terburu-buru. Secepat kilat dia menarik skuternya dari parkiran dan kami
pun berburu dengan waktu mengejar Hyun Joong ke bandara.
Suasana
bandara yang penuh sesak menyulitkanku menemukan Hyun Joong secepatnya, aku dan
Min Ho berpencar agar lebih mudah menemukannya. Lama aku berkeliling mencari
keberadaannya,
“Hyun
Joong…!” kudengar suara Min Ho dari sisi kanan, aku menoleh, ternyata dia telah
menemukannya.
“Hyun
Joong~a…!” teriakku juga, aku mencoba menerobos penjagaan petugas untuk sekedar
berbicara dengannya, dia berada di tempat pemeriksaan paspor. Kutahu dia
mendengar kami memanggilnya namun dia sama sekali tak menoleh. “Hyun Joong~a…
gajima!!!” teriakku, kali ini perasaanku terasa ditusuk-tusuk saat melihatnya
membelakangiku, aku memang sayang padamu namun tidak bisa memberimu rasa sayang
seperti yang didapat Min Ho, kau temanku, teman terbaikku. Aku benar-benar
terluka karena telah menyakitimu tapi aku harus melakukan ini karena tidak
ingin memberimu harapan palsu, aku tak mau mencintaimu karena terpaksa.
“Pak…
kami mohon, kami hanya ingin berpamitan dengan penumpang di sana, kami tidak
akan lama!” Min Ho memohon pada petugas itu,
“Tidak
bisa, ini sudah peraturan. Selain penumpang, area ini tidak boleh dimasuki oleh
pengunjung lain!” balas petugas itu.
“Hyun
Joong~a… gomawoyo!!! Jeongmal gomawo! Kami menyayangimu!” teriakku, air mataku
perlahan menetes.
“Apa
anda yang bernama Jung Hye Na?” tiba-tiba seseorang muncul di belakangku, aku
mengenali wajahnya, dia supir yang menjemputku semalam.
“Nde…!”
jawabku,
“Ini
ada titipan dari Tuan Muda!” dia menyerahkan selembar amplop, tanganku bergetar
menerimanya.
Aku tak dapat melihatmu murung
karena perpisahanmu bersama Min Ho, maafkan sikapku malam itu, aku melakukannya
karena terpaksa. Aku sangat mencintaimu, aku ingin memlikimu, aku ingin
membahagiakanmu namun kusadari bukan aku yang dapat membuatmu bahagia. Aku
mengalah, aku mundur dari perjuanganku, aku tak ingin memaksakan kehendakku.
Bila aku terus bersamamu, aku sakit… aku terluka melihatmu bersamanya maka
kuputuskan untuk pergi. Aku memang selalu nomor satu namun tidak bagimu, kau
telah memliki si nomor satu sendiri dan sungguh menyedihkan orang itu bukan
aku.
Sampaikan pada ‘orang nomor
satumu’ dia begitu beruntung, aku iri padanya, aku ingin menyingkirkannya,
namun bila dia pergi maka kau yang sakit dan itu sama saja bohong. Selamat
tinggal, bila di kehidupan berikutnya kita bertemu lagi, aku masih ingin jatuh
cinta padamu dan aku yakin… akulah yang akan menjadi orang ‘nomor satumu’.
…
Hyun Joong
Air
mataku meleleh, Min Ho memelukku untuk menenangkanku. Beberapa saat kemudian
terdengar suara pesawat lepas landas, dia pergi… temanku telah pergi… terima
kasih atas pengorbananmu. Hyun Joong… kau pasti akan mendapatkan pendamping
yang lebih baik dariku.
My Number One
End