Thursday 5 March 2015

FF My Number One - Part 4




 sebelumnya di My Number One - Part 3

Pertandingan berlangsung seru bahkan alot, kedua tim tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk jadi pemenang di pertandingan final ini. Aku berharap kami bisa menang agar kelak dapat mewakili Korea di laga dunia. Tanganku sampai berkeringat karena begitu gugup menunggu perjuangan teman-temanku. Hyun Joong bermain sangat bagus, dia dapat mengontrol bola dengan baik dan mengopernya pada pemain lain. Sementara Min Ho… apa yang kau pikirkan? Kenapa kau membuat kami kecewa? Pelatih Han di sampingku menggeleng-gelengkan kepalanya, beberapa kali Hyun Joong dalam posisi bebas namun tidak mendapatkan bola darinya, dia malah mengopernya pada Sang Bum yang tengah dikawal ketat oleh dua pemain lawan.

“Apa yang dipikirkan anak itu?!” umpat pelatih. Babak pertama ini hasil masih seri, para pemain pun diistirahatkan sejenak. Di ruang pemain, pelatih memberi nasihat pada Minh Ho. Seandainya saja ada pemain yang kekuatannya menyamai Min Ho aku yakin Min Ho pasti akan digantikan. Yah… aku ada ide, aku segera ke bangku penonton, napasku ngos-ngosan  mencari seorang gadis.
“Go Hye Sun…” sapaku begitu aku menemukannya, dia menoleh padaku. “Boleh ikut denganku sebentar?” pintaku. Dia pun menurut, dia mengikuti langkahku yang membawanya ke ruang tim bola kami beristirahat.
“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanya gadis berkulit porselin itu.
“Kumohon padamu… bujuklah Min Ho bermain bersama tim, tidakkah kau lihat selama pertandingan dia sama sekali tidak bekerja sama dengan kapten. Kami sangat mengandalkan dia dan kapten, mereka adalah kekuatan tim kita, kalau mereka tidak bisa kompromi mana mungkin kita bisa menang.”
“Apa harus aku? Kenapa bukan kau saja?!”
“Aku sudah kehabisan cara menasihatinya, mengertilah… aku dan dia kan…” ucapanku terputus,
“Hye Sun…” dari belakang kudengar Min Ho memanggil gadis di depanku.
“Kumohon padamu, bujuklah dia!” pintaku. Aku berbalik ke arah Min Ho dan berjalan melaluinya untuk kembali ke rombongan pemain.
Waktu istirahat pun usai, para pemain kembali ke lapangan. Hyun Joong melirikku dari tengah, aku mengepalkan tangan memberi dukungan padanya sementara Min Ho sempat melirikku juga. Aku diam saat bertatapan dengannya, aku jadi kaku, aku tak tahu harus melakukan apa. Baru saja aku ingin memberi semangat, dia lebih dulu mengalihkan pandangannya. Dia mengalihkan pandangannya dariku untuk memandang Hye Sun, dadaku seperti di remas, perih sekali.

Sepertinya bujukan Hye Sun mujarab, terlihat Min Ho bermain lebih baik. Dia mulai kompak dengan kapten, sungguh aku sangat senang melihatnya. Di sampingku pelatih tersenyum simpul, sepertinya dia juga menyadari perubahan permainan Min Ho. Pertandingan berlangsung seru, sesekali kulihat waktu yang tersisa di papan pengumuman semakin menipis sementara kedua tim masih bermain imbang. Waktu menipis dari saat ke saat, bibirku komat-kamit mengucapkan segala doa yang kuhapal. Ya… Tuhan… bantulah kami! Kumohon! SMU Ga Reum memang bukan lawan yang enteng namun aku sungguh berharap kami dapat mengalahkannya, akan kami buktikan kami bisa!

Saat waktu semakin menipis, tinggal dua menit! Hyun Joong berhasil merampas bola dari kaki pemain lawan. Dia menggiring bola itu menuju gawang, di depannya ada Joon yang sementara kosong, dia pun segera mengopernya pada Joon. Sayang bolanya di rampas lagi. Untung ada Sang Bum yang mengejar dan berusaha merampas bola itu lagi, ya… dia berhasil! Bola itu lalu digiring kembali ke arah gawang lawan, Sang Bum langsung mengopernya pada Joon yang dalam keadaan kosong, Joon pun menggiring bola itu. Dari depan dia diserang oleh dua pemain lawan, segera bola itu dia oper ke Hyun Joong. Kapten kembali menggiring bola itu, saat semakin dekat dengan gawang, dia dihadang oleh pemain belakang lawan. Kapten clingak-clinguk mencari pemain yang kosong dan di sudut Min Ho berteriak agar diberi operan. Tanpa pikir panjang Kapten mengoper bola itu ke Min Ho.

Dukkk… tendangan Min Ho mengarah ke tengah, bolanya tepat mengenai penjaga gawang. Meski sempat tertahan oleh penjaga gawang, namun kekuatan tendangan Min Ho membuat si penjaga tak dapat mempertahankan bola. Bola terlepas dari genggamannya dan akhirnya melalui garis gawang. Sedetik setelah masuknya bola, peluit tanda waktu habis berbunyi seiring dengan peluit panjang tanda bola gol. Semua bersorak menyambut kemenangan tim sekolahku. Siswa SMU Eaton berteriak kencang dan berlompat-lompatan saling berpelukan menyambut kemenangan ini. Pelatihku langsung memelukku,

“Kita menang! Kita menang!” soraknya. Aku mengangguk tanpa kata-kata, saat ini aku kehilangan kosa kataku, aku tidak tahu harus bilang apa untuk menyambut kemenangan kami. Aku turun ke lapangan, air mataku mengalir, aku ingin berbagi kebahagiaan bersama tim kesayanganku itu. Aku menyusul Hyun Joong yang tengah berpelukan dengan Joon,
“Selamat ya…!” pujiku, dia merentangkan tangannya memberi aba-aba agar aku memeluknya. Aku pun menuruti, aku memberi pelukan selamat untuknya. “Kau memang hebat!” ucapku.
“Bukannya Min Ho yang memasukkan bola?!” balas Hyun Joong
“Namun tanpa kau yang mengoperkan bola padanya, mana mungkin dia dapat membuat gol!” dia tersenyum mendengar alasanku. Joon di samping juga tak mau kalah, dia memintaku memeluknya sebagai hadiah kemenangannya, kalian hebat teman-teman! Aku teringat Min Ho, dia lah pahlawan kali ini, aku harus memberinya selamat. Aku menelusuri seisi lapangan dengan penglihatanku dan…
“Ayo…!” ajak Hyun Joong padaku, dia menarikku keluar lapangan disusul Joon dan Sang Bum beserta pemain yang lain. Aku melihat Min Ho berpelukan dengan Hye Sun, kurasa belum saatnya aku memberinya selamat.

Para pemain berkumpul di podium, saatnya penyerahan piala, Hyun Joong selaku kapten mewakili pemain lain menerima piala itu disertai sorak sorai siswa sekolah kami. Aku tersenyum penuh keharuan melihat kapten kami mengangkat piala kemenangan kami. Tanpa kusadari ternyata aku berseblahan dengan Min Ho, bibirku keluh untuk mengajaknya bicara. Kenapa aku jadi ragu?
“Se..sela..mat ya!” kuberanikan diri untuk memberinya selamat, dia menoleh padaku,
“Terima kasih…” balasnya dingin. Upacara belum usai dia telah lebih dulu keluar lapangan.
“Min Ho…!” teriakku, langkahnya akhirnya terhenti. “Kau mau ke mana?” tanyaku.
“Pulang!” balasnya singkat.
“Tapi…nanti ada pesta kecil dengan para pemain dan pelatih kita!”
“Aku lelah!” balasnya. Dia menstater skuternya dan pergi meninggalkan aku.
~~My Number One~~

Kemenangan tim kami menjadi topik pembicaraan hangat di sekolah, semua siswa berterima kasih pada Min Ho, ya… bukannya dia pencetak gol satu-satunya?! Sepertinya Hyun Joong mulai kehilangan pamor, ah… sudahlah! Aku tak harus mengurusi hal itu. Kini aku harus fokus pada ujian semester yang telah menanti di depan mata.
“Mau belajar bersamaku?!” suatu ketika Hyun Joong menawariku belajar bersama.
“Sudahlah… aku tidak ingin merepotkanmu, aku ini banyak tanya dan sangat cerewat kalau sedang belajar, aku tidak ingin menggagumu!” balasku.
“Karena aku bukan Min Ho makanya kau menolakku kan? Kalau mantanmu yang mengajakmu aku yakin balasannya tidak akan seperti ini!”
“Bukan begitu…”
“Bukan begitu apanya?! Aku tulus ingin menolongmu!”
“Aku sungguh tidak ingin merepotkanmu!”
“Aku tidak kerepotan kok!” dia mendesakku, “Seharusnya kau bangga karena si nomor satu ini yang mengajakmu belajar, jarang lho aku menawarkan diri pada orang lain!” huft… Hyun Joong membuatku tidak bisa menolak, kuakui niatnya baik namun entahlah… kenapa aku tidak bersemangat saja!

Aku tiba di kediaman Hyun Joong, wah… rumahnya besar sekali. Aku jadi minder padanya, dia anak nomor satu, kaya, dan rendah hati pula, sungguh bahagia gadis yang mendapatkannya nanti.
“Masuklah!” perintahnya saat melihatku berdiri di pekarangannya, aku asyik memandangi penataan setiap sudut rumahnya.
“Kau tak perlu repot sampai mengirimkan supir untuk menjemputku, aku kan bisa ke rumahmu sendiri!”
“Kau special makanya aku melakukan ini!” dia membawaku ke sebuah ruangan yang cukup besar dan mirip perpustakaan, “Kita belajar di sini saja!” ucapnya.
“Banyak sekali bukunya, apa ini kau yang punya?!” tanyaku,
“Tentu saja, ini perpustakaan pribadiku. Aku sangat suka membaca makanya Ayah menyediakan ruangan ini untukku.”  Aku hanya dapat terperangah, pantas kau bisa menjadi yang pertama.
Kami mulai membahas soal fisika, dia terlihat cekatan sekali dan hanya butuh 5 menit untuk menyelesaikan 5 soal, berarti dia hanya butuh 1 menit untuk setiap soalnya, mana rumusnya panjang dan berkelok-kelok seperti sungai. Tak terasa sudah jam sepuluh malam, dia masih terlihat asyik membuka beberapa rumus persamaan kimia.
“Em… kenapa rumahmu sepi sekali? Ke mana ayah dan ibumu?” tanyaku sambil memijat-mijat jariku yang pegal menulis.
“Mereka sibuk dan pulangnya larut malam bahkan pulang pagi malah biasa tak pulang sama sekali!”
“Apa kau tidak kesepian?!”
“Aku punya buku!” balasnya singkat, “Tapi kini aku mulai jenuh…” dia menutup bukunya dan memandangku, “Bukannya dulu aku pernah janji akan memberitahukanmu mengenai gadis yang kutaksir?!” deg… aku jadi gugup,
“Em… benarkah? Apa kau akan memberitahukanku sekarang? Bagaimana kalau besok saja, ini sudah malam jadi aku harus pulang nanti ayahku marah kalau aku pulang larut!” ucapku.
“Aku maunya sekarang, aku tidak ingin menunggu besok atau kapan!” ucap Hyun Joong serius, perlahan dia memegang tanganku, “Saat pertama kali tergabung dalam tim bola sekolah, aku sulit sekali bersosialisasi dengan para senior maupun teman seangkatanku. Aku selalu berpikir negative pada orang-orang yang ingin berteman denganku, aku beranggapan mereka mendekatiku karena aku anak orang kaya, termasuk kau.”
“Semakin lama aku semakin tertarik padamu sebab meski aku menghindarimu… kau selalu mendekatiku. Kau selalu mengajakku bercerita dan kadang kau membuat lelucon yang sama sekali tidak kugubris, kupikir semua itu hanya trik tapi ternyata aku keliru, kau memang baik sebab kau memperlakukan member sama rata!” dia menatapku dalam, mata coklatnya terlihat begitu sendu.
“Saat aku membuat masalah di pertandingan perdanaku, kau satu-satunya orang yang membelaku. Aku memukul seorang pemain lawan karena kesal dicurangi sehingga aku mendapat kartu merah, kau malah datang menawarkan diri mengobati tanganku yang lecet karena memukul lawan itu. Kupikir kau juga akan memakiku seperti yang dilakukan pelatih dan kapten tim kita tapi kau malah memujiku, kau bilang perbuatanku membuatmu kagum, orang itu pantas dipukul karena sangat keterlaluan.”
“Sungguh aku berpikir kau jatuh hati padaku, sebab kau sangat baik dan peduli padaku. Namun… semua anggapanku sirna saat aku tahu kau telah berpacaran dengan anak baru di sekolah kita, anak baru yang menurutku tidak ada apa-apanya dibanding aku. Aku kecewa dan benar-benar terluka, kau telah mempermainkan perasaanku.”
“Ya… gadis yang selama ini kutaksir adalah dirimu, kau yang membuatku jatuh cinta hingga iri setengah mati pada Lee Min Ho yang berhasil merebut hatimu!” perlahan kulepas genggamannya,
“Benarkah aku telah mempermainkan perasaanmu? Maafkan aku sebab aku tidak pernah berniat seperti itu, aku sayang padamu seperti aku sayang pada semua member tim,”
“Jadilah yeojachinguku, aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti yang dilakukan Min Ho padamu!” pintanya, aku tertunduk, perlahan kepalaku menggeleng.
“Miane… aku tidak bisa!” ucapku berat, aku berdiri dan segera melangkah pergi. Dia menarik tanganku,
“Wae? Kenapa kau tidak bisa?” tanyanya,
“Kau tahu sendiri ke mana hatiku mengarah kan’?”
“Tapi dia telah melupakanmu, apa kau tidak bisa lihat telah ada gadis yang selalu berada di sampingnya untuk menggantikan posisimu!”
“Arasso…” aku tahu itu, “Dia cinta pertamaku, meski dia telah melupakanku, aku tak akan bisa menghapus tempatnya di hatiku. Aku mungkin butuh waktu panjang agar dapat melupakannya dan kuputuskan selama itu pula aku tak akan menggantikan tempatnya di hatiku.” Kulepas pegangannya dan mencoba pergi,
“Kau tak dapat melakukan ini padaku! Aku yang lebih dulu mengenalmu bukan dia,”
“Miane Hyun Joong!”
“Tidak… bukan seperti ini yang kumau! Aku memliki segalanya dan apapun yang kuinginkan harus kudapatkan. Kenapa kau harus baik padaku kalau memang kau ingin menolakku!”
“Mianhe…”
“Aku tidak ingin mendengar maafmu, aku hanya ingin kau bilang ‘ya… aku menerimamu Hyun Joong’!” dia menarikku dalam pelukannya,
“Hyun Joong… lepaskan aku!”
“Anio! Aku telah memintamu, seorang Hyun Joong telah memintamu untuk menjadi pacarnya dan kau harus mau!” dia perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku
“Lepaskan aku!!!” aku mencoba melepas pelukannya namun cengkramannya terlalu kuat.
“Kenapa kau jadi begini? Hyun Joong sadarlah!”
“Aku sudah lama mengalah dan bersabar, kali ini aku tidak akan membiarkan kau terus menyakitiku!” dia menjadi buas, aku benar-benar takut. Dia berusaha membuka kancing bajuku, kugigit tangannya sehingga aku bisa terlepas dari cengkramannya. Aku segera berlari menelusuri setiap lorong di dalam rumahnya untuk menyelamatkan diri. Dari belakang dia mengejarku, kupercepat lariku sampai aku tiba di pintu utama. Kubuka pintunya dan segera berlari ke halaman, dia berhasil menjangkauku, dia menangkapku.
“Lepaskan Hyun Joong, kumohon jangan lakukan ini padaku!”
“Aku tidak akan bertindak kasar bila kau mua berkompromi!”
“Lepaskan, aku bisa membencimu seumur hidupku bila kau begini!”
“Aku tidak peduli lagi!” bentaknya. Bukkk!!! Sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya sehingga pegangannya terlepas, aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang menolongku, Min Ho?
“Di mana otakmu? Percuma saja kau berada di peringkat pertama bila kelakuanmu seperti ini!” umpat Min Ho.
“Kalau begitu ambil saja peringkatku dan serahkan dia padaku, kita barter!” seru Hyun Joong sambil menyeka darah di bibirnya,
“Kau pikir dia barang?!”
“Terserah aku menganggapnya apa, bukannya peringkat pertama adalah harapanmu selama ini? Kini aku menawarimu, kuserahkan peringkatku asal kau jangan pernah mendekatinya lagi!” Bbbbuuuuukkk!!!!
“Jangan pernah berpikir aku akan menyerahkan dia demi apapun!” ucap Min Ho, “Ayo pergi!!!” dia menarik tanganku dan meninggalkan Hyun Joong. Bukkk… dari belakang Hyun Joong menarik Min Ho dan memukulnya,
“Jangan bawa dia pergi!” teriak Hyun Joong, akhirnya terjadi perkelahian antar mereka. Mereka saling pukul, memar, lebam, dan berdarah.
“Cukup!!!!” teriakku, beberapa saat kemudian beberapa penjaga rumah memisahkan mereka, Min Ho dihempaskan ke aspal dengan kasar oleh orang-orang Hyun Joong. Aku membantunya berdiri, “Tolong lepaskan kami, Hyun Joong… aku tahu kau orang yang baik, kumohon!” isakku.
“Kau sungguh menolakku?!” tatapnya tidak percaya padaku, “Pergi… pergilah kalian sekarang juga!” bentaknya, “Aku tak ingin melihat kalian lagi!” serunya.

Aku mengambil sapu tanganku dan menyeka darah yang telah mengering di bibir Min Ho, untung saja kami masih mendapat bus terakhir malam ini. Perlahan kurasakan tangannya menuju leherku, turun lebih ke bawah, dia… mengancing bajuku yang terbuka.
“Gwencanayo?” tanyanya,
“Seharusnya aku yang bertanya begitu…” ucapku pelan, “Dari mana kau tahu kalau aku di rumah Hyun Joong malam ini?”
“Aku tanpa sengaja mendengar percakapan kalian kemarin,” beberapa saat keadaan hening antara kami berdua. “Kau mengerti?!” dia tiba-tiba bertanya padaku, aku menatapnya. “Kau membencinya?” lanjut Min Ho. Aku menggeleng, aku mengerti maksudnya, dia melakukan ini karena ingin mempersatukan kita kembali.
“Kurasa… dia hanya melakukan hal yang sia-sia, ada Hye Sun di sampingmu. Dia tidak memperhitungkan hal itu!” lirihku.
“Miane…” ucapnya datar, “Miane… karena telah menyakitimu!” air mataku menggenang, buru-buru kuhapus agar dia tak melihatnya. “Kalau kau memberiku kesempatan sekali lagi, aku berjanji tak akan mengulang semua.”
“…” aku diam memandangnya,
“Tak ada yang dapat menyamai tempatmu di hatiku, tidak Hye Sun atau siapa pun. Dia hanya teman, teman yang kusayangi seperti sayangmu pada Hyun Joong.”
“Lalu… kenapa kau menerima saja saat aku meminta putus?!”
“Karena aku tak ingin membuatmu menderita, kulihat kau lebih bahagia bersama Hyun Joong maka aku rela melepasmu!” kali ini air mataku jatuh tanpa sempat kuseka, aku juga melepasmu karena kulihat kau lebih bahagia bersama Hye Sun. Tubuhku terasa hangat seketika, saat kusadari ternyata dia telah memelukku. “Sarangheyo… jeongmal saranghae!”

Hari ini Hyun Joong tidak hadir, apa dia malu karena kejadian kemarin? Sesaat kemudian wali kelasku datang, dia memberitahukan berita yang sangat mengejutkan.
“Hyun Joong mengundurkan diri dari sekolah ini, dia memutuskan untuk pindah ke Amerika, sangat disayangkan… kita kehilangan salah satu murid berprestasi seperti dia,” semua kaget termasuk aku bahkan ada beberapa siswi yang menangis karena sedih atau shock. Kapan dia minta pindah? Kenapa dia tidak memberitahukannya padaku, bukannya dia selalu cerita?
“Kapan dia minta pindah Bu?” tanyaku,
“Kemarin dia menemui ibu dan mengutarakan niatnya, mungkin sekarang dia telah sampai di bandara soalnya beberapa saat yang lalu dia singgah untuk berpamitan di ruang guru!” beberapa saat kemudian kulihat Min Ho muncul dengan wajah panik dan napasnya tersengal-sengal,
“Palli… kita harus menyusulnya!” ucapnya nyaring. Aku bangkit dan meninggalkan kelas begitu saja. Min Ho menarik tanganku, kami melalui koridor dan beberapa tangga dengan terburu-buru. Secepat kilat dia menarik skuternya dari parkiran dan kami pun berburu dengan waktu mengejar Hyun Joong ke bandara.

Suasana bandara yang penuh sesak menyulitkanku menemukan Hyun Joong secepatnya, aku dan Min Ho berpencar agar lebih mudah menemukannya. Lama aku berkeliling mencari keberadaannya,
“Hyun Joong…!” kudengar suara Min Ho dari sisi kanan, aku menoleh, ternyata dia telah menemukannya.
“Hyun Joong~a…!” teriakku juga, aku mencoba menerobos penjagaan petugas untuk sekedar berbicara dengannya, dia berada di tempat pemeriksaan paspor. Kutahu dia mendengar kami memanggilnya namun dia sama sekali tak menoleh. “Hyun Joong~a… gajima!!!” teriakku, kali ini perasaanku terasa ditusuk-tusuk saat melihatnya membelakangiku, aku memang sayang padamu namun tidak bisa memberimu rasa sayang seperti yang didapat Min Ho, kau temanku, teman terbaikku. Aku benar-benar terluka karena telah menyakitimu tapi aku harus melakukan ini karena tidak ingin memberimu harapan palsu, aku tak mau mencintaimu karena terpaksa.
“Pak… kami mohon, kami hanya ingin berpamitan dengan penumpang di sana, kami tidak akan lama!” Min Ho memohon pada petugas itu,
“Tidak bisa, ini sudah peraturan. Selain penumpang, area ini tidak boleh dimasuki oleh pengunjung lain!” balas petugas itu.
“Hyun Joong~a… gomawoyo!!! Jeongmal gomawo! Kami menyayangimu!” teriakku, air mataku perlahan menetes.
“Apa anda yang bernama Jung Hye Na?” tiba-tiba seseorang muncul di belakangku, aku mengenali wajahnya, dia supir yang menjemputku semalam.
“Nde…!” jawabku,
“Ini ada titipan dari Tuan Muda!” dia menyerahkan selembar amplop, tanganku bergetar menerimanya.
Aku tak dapat melihatmu murung karena perpisahanmu bersama Min Ho, maafkan sikapku malam itu, aku melakukannya karena terpaksa. Aku sangat mencintaimu, aku ingin memlikimu, aku ingin membahagiakanmu namun kusadari bukan aku yang dapat membuatmu bahagia. Aku mengalah, aku mundur dari perjuanganku, aku tak ingin memaksakan kehendakku. Bila aku terus bersamamu, aku sakit… aku terluka melihatmu bersamanya maka kuputuskan untuk pergi. Aku memang selalu nomor satu namun tidak bagimu, kau telah memliki si nomor satu sendiri dan sungguh menyedihkan orang itu bukan aku.
Sampaikan pada ‘orang nomor satumu’ dia begitu beruntung, aku iri padanya, aku ingin menyingkirkannya, namun bila dia pergi maka kau yang sakit dan itu sama saja bohong. Selamat tinggal, bila di kehidupan berikutnya kita bertemu lagi, aku masih ingin jatuh cinta padamu dan aku yakin… akulah yang akan menjadi orang ‘nomor satumu’.
Hyun Joong


Air mataku meleleh, Min Ho memelukku untuk menenangkanku. Beberapa saat kemudian terdengar suara pesawat lepas landas, dia pergi… temanku telah pergi… terima kasih atas pengorbananmu. Hyun Joong… kau pasti akan mendapatkan pendamping yang lebih baik dariku. 


My Number One
End


FF My Number One - Part 3


sebelumnya di My Number One - Part 2

Huft…aku duduk menyendiri di pojokan swalayan sementara ibu asyik ngobrol bersama teman SMUnya dulu. Aku mendengar suara orang ramai di balik taman, saat aku mengecek ternyata sedang ada pemotretan. Dari jauh aku duduk melihat teman sekelasku yang telah ditaksir Joon sejak kelas dua, Si Young, berpose untuk kebutuhan iklan. Setelah beberapa kali take akhirnya gadis itu mendapat waktu istirahat juga.

“Hye Na… kau di sini juga?!” sapanya saat melihatku duduk di bangku taman.
“Aku tadinya mau menemani ibu berbelanja namun ibu ketemu dengan teman lama sehingga aku malah diabaikan!” balasku. Seorang kru datang membawa sebotol teh untuknya,
“Boleh minta satu lagi untuk kawanku?” ucapnya
“Tentu!” balas kru itu, dia menyodorkan sebotol untukku. Wah… tak perlu repot begini, karena terlanjur disodorkan akupun akhirnya menerima. Aku meminum teh itu dan keningku mengernyit,
“Pahit ya?” tanya Si Young
“Iya!” jawabku
“Itu teh hijau asli dari Jepang, sangat baik untuk menjaga bentuk tubuh!”
“Jadi kau sering minum ini?”
“Ini minuman wajib bagi semua model agar tubuhnya terjaga!”
“Pantas saja tubuhmu bagus, aku jadi iri!”
“Aku malah iri padamu!” gadis itu membuatku tersedak teh yang rasanya telah beradaptasi dengan lidahku.
“Apa yang mesti membuatmu iri? Aku biasa-biasa saja, tak ada istimewanya!” tanyaku heran.
“Justru karena itu aku jadi iri, kau gadis sederhana namun menjadi rebutan dua siswa terpopuler di sekolah kita.”
“Rebutan?!” aku semakin heran “Apa maksudmu?!”
“Saat itu aku melihat Hyun Joong hampir menciummu ketika kau tertidur pulas di ruang loker. Min Ho mendapatinya sehingga dia marah dan menyeretnya keluar ruangan.”
“Benarkah?!” aku terkejut, jadi pertengkaran mereka saat itu… “Tapi… mana mungkin Hyun Joong melakukan itu! Dia sudah memiliki taksiran sendiri!”
“Kalau yang itu, aku tidak tahu. Yang jelas penglihatanku saat itu tidak mungkin salah!” Si Young membeberkan kejadian saat itu, akhirnya akupun tahu apa yang telah terjadi sebenarnya.

Pagi ini aku buru-buru ke sekolah untuk menemui Hyun Joong, dia harus menjelaskan masalah yang membuatku galau ini.
“Oh… kau sudah datang! Ayo kita mengumpulkan tugas penelitian ini pada Ibu Moon!” ucapnya saat melihatku masuk kelas, aku tidak bisa meminta klarifikasinya sebab ternyata teman-teman sekelompokku telah menunggu kedatanganku. Sepanjang hari ini aku tidak bisa bertanya pada Hyun Joong, kenapa aku malah kehilangan keberanian seperti ini?
Aku memutuskan menemui Min Ho, kurasa saat ini aku memang harus minta maaf padanya.
“Oh… dia ke perpustakaan tadi!” ucap Sang Bum saat aku bertanya padanya, aku pun segera ke perpustakaan menyusul Min Ho. Kulihat dari pintu dia dan Hye Sun sedang serius belajar, aku tidak berani menganggu mereka meski maksudku hanya untuk minta maaf.
“Kenapa tidak masuk?!” So Eun mengagetkanku, senyumannya manis sekali. Pantas Sang Bum tergila-gila padanya.
“Ehm…aku lupa kalau ada yang harus kukerjakan!” aku mengelak dan segera pergi. Saat latihan pun aku tak dapat berbuat banyak, karena pertandingan ke depan semakin berat maka latihan merekapun semakin berat. Aku tak boleh mengganggu mereka, kubiarkan saja kejadian waktu itu menjadi tanda tanya besar di kepalaku.

Sore ini aku dan unni-ku mengunjungi butik langganan ibu untuk mengambil baju pesanannya sekalian kami singgah di mall, untuk sekedar melepas lelah, kami memasuki café dan memesan minuman dingin. Saat sedang asyik mengobrol, dari jauh aku melihat orang yang begitu mirip dengan Min Ho. Dia tidak sendiri, dia berangkulan dengan seorang gadis.
“Kau lihat apa?” tanya unni-ku, mungkin dia menyadari aku sedang mengamati sesuatu.
“Ehm… sebentar ya kak, aku mau ke toilet dulu!” ucapku bohong. Segera aku menyusul orang yang mirip Min Ho itu, dari belakang aku terus mengikuti mereka dan akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa orang itu memang Min Ho dan gadis yang dirangkulnya adalah Hye Sun. dengan langkah lemas aku kembali ke café tempat unni menunggu. Tidak… aku tidak boleh berprasangka buruk, mana mungkin Min Ho berselingkuh di belakangku. Kuberanikan diri memencet sederet nomor di ponselku dan menelpon seseorang.
“Halo…?!” sapa Min Ho.
“Aku…aku…ehm… kau sedang apa sekarang?” tanyaku,
“Aku…di rumah Joon sedang main game…“ suaranya bergetar,
“Oh…” ucapku, aku kecewa…kenapa kau bohong.
“Ada apa?!” dia balik bertanya
“Tidak ada apa-apa! Aku hanya ingin menyapamu sebab sudah lama kita saling diam!”
“Ehm… aku minta maaf mengenai hal itu, aku sangat sibuk makanya terkesan mengabaikanmu,” terkesan mengabaikanku? Tidak…kau memang telah mengabaikanku sebab kau sibuk dengan gadis lain.
~~My Number One~~

Saat pulang sekolah aku terduduk lesu di halte bus, beberapa bus yang lewat dan berhenti di depanku kuabaikan begitu saja. Entah kenapa aku malas pulang ke rumah. Ingatanku menerawang ke kejadian setahun yang lalu saat pertama kali bertemu Min Ho. Saat itu aku dijahili oleh om-om genit di bus, dia meraba-meraba pinggangku dan perlahan tangannya kurasakan akan berpindah ke bagian yang lebih bawah. Aku malu berteriak tapi tiba-tiba saja ada yang menepis tangan om-om itu dari tubuhku.
“Apa anda tidak malu memperlakukan gadis yang seumuran dengan putri anda seperti itu? Apa anda tidak takut bila di luar sana putri anda juga mengalami hal yang sama seperti yang anda lakukan sekarang?!” bentak seorang murid yang berseragam sama denganku. Aku memandang murid itu, “Kenapa kau tidak berteriak dan meminta tolong, kamu malah diam saja dilecehkan seperti itu!” dia membentakku. Kebetulan kami telah tiba di sekolah sehingga secepat kilat dia menarik tanganku menuruni bus.
Dia berjalan di depan dengan langkah santainya sementara aku berjalan menunduk di belakangnya. Air mataku menetes, aku malu sekali sekaligus sangat takut pada kejadian itu.
“Kau kelas berapa?” tanyanya tiba-tiba.
“Kelas 2.1!” jawabku
“Oh… berarti kita seangkatan, pulang sekolah nanti kau tunggu aku di depan gerbang biar aku bisa menjagamu saat di bus!” dia berlari setelah mengucapkan itu, ternyata gerbang sekolah akan segera ditutup. Aku juga berlari sekuat tenaga agar tidak terlambat, sayangnya aku terlalu lemah untuk berlari karena kejadian yang baru saja kualami di bus tadi. Siswa itu kembali ke arahku dan menarik tanganku untuk berlari kencang agar tidak ketutupan gerbang, untung saja dia menahan pintu yang sudah setengah tertutup agar kami bisa masuk dan tidak terlambat.
Kami jalan bersama ke lantai dua, aku singgah di kelasku sementara dia terus berbelok, kemungkinan dia di kelas 2.2, 2.3, atau 2.4, gumamku dalam hati. Saat pulang sekolah, aku benar-benar menunggunya di gerbang, entah kenapa aku langsung percaya saja pada janjinya tadi pagi. Ternyata dia benar-benar datang! Akhirnya kami jalan bersama ke halte bus. Dalam perjalanan kami mengobrol sekaligus aku mengucapkan terima kasih pada bantuannya yang tidak sempat kuucapkan tadi. aku pun tahu dia bernama Lee Min Ho, anak kelas 2C, dia murid baru pindahan dari Gwangju.

“Hye Na…” seseorang mengagetkanku. So Eun?! Dia duduk di dekatku, “Kenapa kau melamun?”
“Aku ingat Min Ho…” ucapku lemah
“Oh… Min Ho! Kenapa aku jarang melihat kau bersamanya lagi? justru dia keseringan bersama Hye Sun, si murid baru itu. Kalian belum putuskan?”
“Aku juga tak tahu, sepertinya hubungan kami sedang renggang!” aku mendesah, “Sudahlah… kita bahas yang lain saja, bagaimana hubunganmu dengan Sang Bum?”
“Huh… aku tak mau membahasnya!!!”
“Lebih baik kau membahasnya sebab aku juga selalu bersikap seperti itu saat bertengkar dengan Min Ho sehingga jadi begini,” suaraku terasa berat. “Sang Bum sangat menyesal pada perbuatannya, dia selalu bercerita padaku betapa dia menderita menunggumu untuk memaafkannya! Jangan terlalu lama marah padanya, bisa-bisa dia jadi jenuh dan akhirnya kalian berpisah seperti aku!” So Eun terlihat cemas mendengar ceritaku, kuharap kau tidak melakukan kesalahan seperti yang telah kulakukan.
Aku masih tak tahu harus ke mana, kakiku terus membawaku berkeliling di pusat perbelanjaan di tengah kota. Dari jauh kulihat Min Ho dan Hye Sun memasuki sebuah galeri seni, kuikuti saja mereka. Aku mengamati mereka dari jauh, baru kali ini aku melihat Min Ho tertawa lepas seperti itu, selama ini dia tidak pernah seperti itu. Sepertinya dia lebih nyaman bersama gadis itu, tak terasa air mataku mengalir. Apa aku benar-benar akan kehilangan dia?

Aku menunggu kedatanganya di taman belakang sekolah, tempat kami sering menghabiskan waktu istirahat. Perlahan kudengar derap langkah mendekat ke arahku, saat berbalik, ternyata orang yang kutunggu telah datang.
“Maaf… aku mengganggumu, aku hanya ingin bicara sebentar!” ucapku.
“Ada apa?!” tanya Min Ho.
“Apa lebih baik kita berpisah saja…kau dan aku kini memiliki kesibukan sendiri, bahkan kehidupan sendiri…”
“Kalau itu memang maumu…” dia berbalik meninggalkan aku, bibirku bergetar, air mataku mengalir, padahal aku berharap kau mengatakan kita masih bisa memperbaikinya dan kembali seperti semula.
Aku berjalan lesu ke kelas, sesaat kemudian Sang Bum datang memelukku seperti orang gila.
Ya… Kim Sang Bum! Noe micheoso?!” kau gila ya? Bentakku,
Ne…naega micheo!” teriaknya, “Menejer… terima kasih berkat bantuanmu akhirnya So Eun mau memaafkanku!”
Jincha?” tanyaku ikut senang
Guraegomawoyo Hye Na…!” sekali lagi dia memelukku kemudian pergi sambil jingkrak-jingkrak. Aku tertawa melihat tingkahnya, sukurlah kalau dia sudah baikan dengan So Eun. Ironis sekali, aku yang mempersatukan mereka kembali sementara aku sendiri gagal pada kisah asmaraku.
Aku bergegas mengganti kemejaku dengan seragam olahraga. Hari ini kelasku akan latihan lompat galah, Hyun Joong memang hebat, dia melakukan lompat galah dengan cara sempurna. Beberapa teman berbisik apa dia seorang super hero? Soalnya dia selalu menjadi yang terbaik. Kini giliranku, aku bersiap-siap di garis start dan saat songsaenim meniupkan peluit, aku mulai berlari. Kusentakkan galahku kemudian melompat dengan bertumpu pada galahku. Bruk…aku mendarat buruk, berbeda sekali dengan Hyun Joong. Akibatnya tangan kiriku cidera, beberapa temanku terkejut dan segera menghampiriku untuk menolong. Hyun Joong sigap membawaku ke klinik sekolah, di sana ada Joon yang menjaga.
Dokter klinik memeriksa keadaanku, dia bilang tanganku terkilir dan untuk sementara waktu harus digips. Aku diizinkan untuk beristirahat di klinik untuk sesaat sedangkan Hyun Joong masih harus mengikuti pelajaran. Kulihat dia berat sekali meninggalkanku, sebenarnya aku juga tidak ingin berada di klinik sendirian namun aku baru ingat ada Joon di sana.
“Kau melakukan kesalahan apa lagi sehingga harus menjaga klinik?” tanyaku
“Huft… aku memecahkan pot bunga kesayangan Ibu Wakepsek!” aku tertawa kecil melihat kawanku yang satu ini, “Kau tahu… tadi Si Young tersenyum padaku hingga aku lepas kendali!” dia terlihat berbunga-bunga
“…makanya…kau memecahkan pot bunga itu?!” selidikku, dia mengangguk. Tentu saja Ibu Wakasek marah, notabene bunga itu adalah bunga tulip yang bibitnya beliau dapat dari Belanda.
“Oh ya,apa  kau sudah bertemu Min Ho?” tanya Joon, Min Ho? Apa dia datang ke sini? “Tadi aku melihat dia berlari seperti orang kesetanan ke sini, kupikir dia ingin menemuimu…aku melihatnya berdiri di pintu, jadi dia tidak masuk ya?!”
“ Tak ada yang berada di ruangan ini selain aku dan Hyun Joong tadi!”

Aku berjalan sendiri ke kelas, di kepalaku masih penuh tanda tanya mengenai perkataan Joon tadi. Kalau memang Min Ho datang ke klinik, kenapa dia tidak masuk dan menemuiku?
“Hye Na!” Hyun Joong memanggilku, “Kenapa tidak menungguku? Aku baru saja akan menjemputmu di klinik!” aku tersenyum, “Bagaimana keadaanmu?”
“Tanganku masih belum dapat digerakkan, kurasa akan butuh waktu lama untuk bisa normal kembali!”
“Ayo… kuantar ke kelas!” ajaknya, dia merangkulku untuk membantuku berjalan.
“Tak perlu seperti ini Kapten!”
“Tak apa-apa, aku senang melakukannya menejer!” aku tersenyum. Dari belakang tiba-tiba ada Min Ho yang menyalip perjalanan kami, dia sepertinya baru dari perpustakaan, di tangannya ada beberapa buku akuntansi dan yang membuatku sakit, di sampingnya ada Hye Sun.
Gwencanayo?” tanya kapten saat mereka berlalu,
Mworago?” apa maksudmu? Aku menatap protes padanya, aku tidak suka dia bertanya begitu. Tentu saja aku sakit, mana bisa aku baik-baik saja melihat orang yang sangat kusayangi begitu mesra dengan orang lain.
Pekerjaanku di klub sebagai menejer tentu saja sangat terganggu akibat tanganku yang sakit, sebagai gantinya kapten yang selalu membantuku melakukan hal yang terkendala olehku. Huf…seandainya saja Min Ho yang melakukannya, aku pasti lebih senang. Dia begitu dingin padaku, menatap pun dia sepertinya enggan.
“Min Ho~ya… hwaiting!” teriak seseorang dari balik lapangan saat anak-anak berlatih, Hye Sun? dia datang memberi semangat pada Min Ho, dadaku terasa sesak, dan napasku tercekat saat melihat Min Ho membalasnya dengan senyum termanisnya.

Latihan usai, semua member membersihkan diri mereka di kamar mandi sementara aku sibuk menyusun perlengkapan yang telah mereka pakai. Aku kesulitan melipat jaring gawang, tiba-tiba sepasang tangan mengambilnya dari genggamanku, Min Ho?
Gwencanayo?” tanyanya datar
Nde…” balasku singkat
“Kapan kau jatuh?” tanyanya,
“Waktu olah raga… eh… dari mana kau tahu kalau tanganku sakit karena jatuh?!”
“Em… itu…”dia jadi kelabakan, “Banyak temanmu yang bilang kau jatuh makanya aku tahu!” ucapnya lagi, “Maaf aku tidak menjengukmu soalnya aku tidak tahu kau di klinik!” aku terdiam, bukannya Joon bilang kalau kau datang ke klinik namun tidak mau masuk dan hanya berdiri di dekat pintu. Ponselnya berdering, dia melangkah menjauhiku,
“Hye Sun~a, waeyo?” ucapnya, “…nde!” dia berbalik ke arahku, “Maaf… aku harus pergi!” aku mengangguk, dia pun berlalu. Hiks… sakit!

Pertandingan antar sekolah berlangsung seiring dengan menjauhnya Min Ho dari kehidupanku, sukurlah kami dapat melalui semua pertandingan sampai akhirnya tiba di final kejuaraan. Lusa adalah pertandingannya, kuharap sampai hari itu, semua akan berjalan lancar.
“Menejer, kau mencari apa?” tanya Hyun Joong saat melihatku mengubek-ubek bagian atas lemari di ruang locker.
“Oh… aku mencari buku yang pernah aku simpan di atas lemari ini, buku itu berisi data beberapa pemain termasuk member group bola SMU Ga Reum, lawan kita di final. Aku mengumpulkan banyak artikel tentang mereka kemudian menuliskan kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan mereka dalam bermain di lapangan, kurasa ini akan sangat membantu kita agar dapat unggul dari mereka.”
“Perlu kubantu?!”
“Tidak usah, kau bersiap saja untuk latihan, biar kucari sendiri saja,”
“Hati-hati ya menejer!” imbaunya, aku mengangguk, kepererat pijakanku di anak tangga yang sedang kutumpuhi.
“Aaaaaaaaaa….!!!!” Teriakku saat menyadari ada cecak yang jatuh ke punggung tanganku, keseimbanganku goyah dan aku pun melayang. Bukkkk…kututup mataku, kalau sampai jatuh ke lantai, entah bagian mana yang akan patah.
“Gwencanayo?!” tanya Hyun Joong, kubuka mataku saat aku menyadari aku tidak mengalami sakit seperti yang kubayangkan. Kulihat Hyun Joong berhasil menolongku, dia menadahku sebelum aku mendarat di lantai.
“Nde, gwencana! Gomapta!” balasku.
“Ehm…ehm…” ada suara dari mulut pintu, Min Ho dan Joon berdiri mematung, kurasa mereka salah paham.
“Turunkan aku!” pintaku pada kapten, “Em… itu sebenarnya…” aku mencoba memberi penjelasan pada mereka agar mereka tidak salah paham namun Min Ho yang langsung menghindar dan melaluiku membuatku bungkam. Sepertinya dia tidak ingin mendengar penjelasanku.
“Aku kan sudah bilang biar aku yang cari!” ucap kapten, “Untung kau tidak jatuh!” kapten mengacak-acak rambutku. “Joon… ayo kita ke lapangan, Min Ho… jangan lelet!” ucap Hyun Joong kemudian segera ke lapangan. Aku takut memandang wajah Min Ho saat ini, dia terlihat mengerikan. Kalau aku mencoba bicara, mungkin aku akan diterkamnya makanya kuputuskan untuk diam saja.
“O… kau sudah datang!” ucapnya tiba-tiba, reflex aku menoleh ke arah pandangannya, Hye Sun sedang berdiri di depan pintu. Mereka pun berbarengan ke lapangan, wajahnya yang tadinya sangar berubah sangat bersahabat saat melihat gadis itu, aku kalah… aku benar-benar kehilangan dia.
Huft… sekali lagi permainannya buruk, individualismenya tinggi sekali apalagi bila berhadapan dengan Hyun Joong. Usai latihan mereka pun beristirahat, Min Ho belum sempat duduk, aku sudah menarik tangannya dan membawanya menjauh dari yang lain.
“Kau kenapa sih? Pertandingannya lusa, kalau permainanmu seperti ini kita pasti kalah!” aku membentak Min Ho di halaman belakang
“Aku sudah berusaha semampuku tapi kenapa masih selalu dibilang buruk?!” balasnya.
“Memang permainanmu buruk, ingat kau dalam grup! Kau punya 9 teman yang dapat kau operkan bola saat kau terdesak tapi kau tidak pernah melakukannya. Kau menggiring bola sendirian, kau tak peduli meski kau terdesak atau dalam posisi tidak aman, kau tetap mempertahankan bola, kau tidak pernah membaginya pada orang lain, apa itu permainan bagus?!” dia diam, “Kalaupun kau mengoper bola ke pemain lain, tentu itu bukan Hyun Joong. Beberapa kali Hyun Joong dalam posisi bebas namun kau mengacuhkannya, kenapa kau sangat membencinya? Kenapa? Apa salahnya? Dia tidak pernah menganggumu kan?!”
“Aku tidak suka padanya karena dia merebut hal yang sangat penting dalam hidupku!”
“Dia tidak pernah merebut peringkatmu, dia meraih peringkat pertama karena dia memang mampu, apa salahnya kau menerima kenyataan ini?! Posisi nomor dua kurasa bukan posisi yang buruk, kau sendiri yang tidak pernah mau mensyukuri apa yang telah kau dapatkan!” aku mendorongnya dan pergi begitu saja, aku marah… kali ini benar-benar marah! Aku tidak suka pada sikapnya yang kekanak-kanakan, anak-anak pun bila telah dibujuk, pasti akan mengerti sementara dia…, hiks…aku terisak di sudut ruang, aku tak ingin memarahinya dan mengeluarkan kata-kata kasar padanya namun aku terpaksa. Ke mana Min Ho yang kukenal dulu? Dia yang begitu penurut dan manis telah berubah, aku tak mengenalinya lagi.
Pertandingan final itu pun tiba, aku telah menjelaskan pada semua member tentang profil pemain SMU Ga Reum. Untunglah aku berhasil menemukan buku yang kucari-cari itu, kuharap semua memberku dapat mengingat dengan jelas tehnik dan gaya permainan lawan-lawan mereka.
Pertandingan dibuka dengan acara salam-salaman sesama pemain, kemudian pembacaan peraturan dan undian untuk menentukan tim mana yang menjadi penggiring bola pertama. Timku kalah undian, ini berarti lawan yang memulai permaianan. Riuh teriakan penonton memberikan semangat pada tim andalan mereka, penonton yang sebagian besar siswa dari kedua sekolah itu meneriakkan yel-yel dukungan untuk tim masing-masing, belum lagi mereka mengibarkan bendera sekolah dan tim mereka. Wah… pertandingan kali ini tidak kalah dengan pertandingan Viva.
Dari pengamatanku, kedua tim bermain imbang, mereka memiliki kekuatan yang sama. Hanya sesekali tim lawan berhasil menggiring bola ke gawang timku namun berhasil dihambat oleh penjaga gawang. Waktu pertandingan terus berjalan dan sungguh tak terasa sampai waktu habis dan wasit meniup peluit. Sekarang kami memasuki babak perpanjangan, kali ini siapa saja yang mencetak gol duluan merekalah pemenangnya. Untuk sementara para pemain diberi waktu istirahat, aku sibuk mengurus konsumsi mereka dan kulihat dari jauh pelatih memberikan arahan pada mereka. 

Aku berjalan menghampiri Min Ho dan Hyun Joong yang sedang mengobrol, terlihat ada aura aneh di antara mereka,
“Apa yang kalian lakukan di sini? Pertandingan sebentar lagi mulai, cepatlah ke lapangan!” perintahku. Hyun Joong tersenyum padaku, dia menurutiku tanpa banyak protes sementara Min Ho menyusul di belakang dengan tatapan penuh kebencian. Greb… aku memegang lengannya saat dia akan melaluiku,
“Bermainlah sebagai tim, jangan buat sekolah kita malu dengan keegoisanmu!” nasihatku, dia menghempaskan peganganku tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Suara riuh penonton seperti akan memekakkan telinga saja, di sisi sebelah kanan siswa SMU Eaton tak henti-hentinya memberikan semangat bagi tim kami dan begitupun sebaliknya, di sisi sebelah kiri siswa SMU Ga Reum tak mau kalah untuk memberi dukungan bagi tim kesayangan mereka. Aku benar-benar nervous menghadapi pertandingan ini meski bukan aku yang bermain. Ya… Tuhan… kuharap Min Ho dapat bertindak lebih dewasa dalam pertandingan ini. Aku tidak mengkhawatirkan pemain yang lain, hanya  dia, hanya Min Ho yang membuatku takut.


 To be continued