“Nah...
siapa yang dapat membuat contoh kalimat menggunakan bilangan bertingkat?!” Ah
Ra menatap seluruh siswanya yang diam membeku.
“Chan
Yeol! Buatlah!” perintahnya pada seorang siswa. Siswa yang bernama Chan Yeol itu
terlihat berpikir keras untuk beberapa saat dan akhirnya bersuara juga,
“My
first love!” jawabnya lantang. Riuh seluruh siswa tertawa mendengar kalimat
yang baru saja dibuat oleh Chan Yeol. Tanpa disadarinya, Ah Ra menyunggingkan
segaris senyumnya.
“Dia
sedang jatuh cinta Bu Guru!” teriak Baek Hyun mengejek,
“Chan
Yeol~a siapa cinta pertamamu itu?” tambah Irene membuat kelas semakin ribut
karena tertawa.
“Yaak,
Ibu Guru hanya memintaku membuat kalimat! Kenapa kalian cerewet sekali?!” Chan
Yeol bersungut.
“Chan
Yeol~a... terima kasih sudah membantu Ibu Guru membuat kalimat!” Ah Ra
menengahi kegaduhan kelas. “Meski singkat, kalimat yang dibuat Chan Yeol sudah
benar,”
“Dia
menyontek dari novel yang dibacanya tadi Bu!” Xiumin menimpali.
“Dasar
ember!” Chan Yeol sebal.
“Dia
rajin baca novel cinta karena dia naksir sama anak kelas sebelah!” Joy
berceloteh.
“Yaak...
!” murka Chan Yeol,
“Sudah...
sudah... Chan Yeol hanya membuat kalimat, memangnya apa yang salah pada
kalimatnya? Suatu saat nanti... kalian juga akan memiliki first love. Saat ini Chan Yeol yang mengalami, besok lusa mungkin
Baekhyun, Irene, Xiumin, atau Joy!”
“Bu
Guru...,” Chan Yeol merajuk.
“Bu
Guru... kapan Ibu memiliki cinta pertama? Apa di bangku SMA juga?” pertanyaan
Sehun membuat Ah Ra tertegun. Seluruh siswa menatap penuh harap agar Ah Ra
menjawab pertanyaan itu. Gadis itu tersenyum mengangguk membenarkan tebakan
Sehun.
“Wuaaahhh...”
riuh para siswa.
“Bu
Guru... apa ibu tahu di mana dia sekarang? Atau mungkin saja ibu masih saring
bertemu?” Chan Yeol antusias mewawancarai Ah Ra.
“Aish...
kenapa malah bertanya hal yang tidak berkaitan seperti itu padaku?”
“Ayolah
Bu Guru dijawab, kami penasaran!” yang lain ikut berkomentar hingga Ah Ra tak
dapat berbuat apa-apa.
“Baiklah,
aku tak tahu di mana dia sekarang, tapi kuharap dia bahagia dengan
kehidupannya,”
“Woah....”
para siswa tersenyum penuh arti. Bel istirahat pun berbunyi, Ah Ra menarik
napas dalam-dalam seraya bergumam penuh terima kasih dapat terselamatkan dari
situasi sulit barusan.
Ah
Ra memandang aktifitas para siswa di lapangan pada saat istirahat, sesekali dia
tersenyum kecil melihat tingkah mereka. Beberapa siswa sedang bermain bola dan
ada juga yang sedang menggoda orang yang ditaksirnya. Dia teringat kembali
kejadian di kelas tadi, di saat para siswa kesayangannya bertanya tentang cinta
pertamanya. Sekalipun dia mampu tersenyum mengingat kenangan itu namun tak
dapat dipungkirinya ada perasaan sesak di dadanya.
@Lotte
Department Store
Ah
Ra sedang memilih kemeja yang cocok untuk dijadikan hadiah, sebentar lagi
pamannya berulang tahun. Tanpa sengaja dia menyenggol seorang wanita di
sampingnya,
“Ah...
maaf, saya tidak sengaja...” dia buru-buru meminta maaf namun tenggorokannya
terasa tercekat saat dia tahu siapa wanita yang berdiri di hadapannya.
“Cho
Ah Ra?” sapa wanita muda itu yang juga terlihat sama terkejutnya.
“Jin
Hee~a...” balas Ah Ra.
“Chagi...
bagaimana dengan dasi ini?” seorang pria tiba-tiba saja merangkul wanita
bernama Jin Hee itu sambil memperlihatkan dasi berwarna biru tua. Ah Ra
tertegun, mulutnya terkunci, siapa pria ini?
“Dia
suamiku...” Jin Hee menjawab seakan dia tahu arti tatapan Ah Ra.
Ah
Ra dan wanita bernama Jin Hee itu kini duduk berhadapan dan terdiam di
cafeteria mall. Terlihat dengan jelas kekakuan di antara mereka, sulit sekali
untuk membuka percakapan padahal saat SMU dulu mereka sekelas hingga tiga
tahun.
“Bagaimana
keadaanmu?” tanya Jin Hee memberanikan diri.
“Aku
baik, sepertinya kau juga demikian. Suamimu... ah... tidak, selamat atas
pernikahanmu.” Ah Ra sekuat tenaga menahan emosi yang membuncah di dadanya.
“Ah
Ra~ya... maaf, aku...”
“Kapan
kalian berpisah? Lalu di mana dia sekarang?” tanya Ah Ra.
“Kami
bahkan tidak pernah bersama... dia menolakku,”
“...
...” Ah Ra kehilangan kata-katanya.
“Aku
memang salah, aku memang keterlaluan... aku bohong padamu, aku minta maaf.” Jin
Hee menangis menggenggam tangan Ah Ra.
♥♥♥
Ah
Ra memijakkan kakinya di jalan kecil itu, dia memandang sekelilingnya penuh
rindu. Setelah sepuluh tahun, akhirnya dia kembali ke kota kecil ini, kota di
mana dia menghabiskan masa remajanya, Namwon.
“Agassi[1]...
kenapa tidak memberi tahu saya kalau anda sudah tiba, saya bisa menjemput anda
di stasiun bus,” seru Paman Han, orang kepercayaan mendiang kakeknya yang
selama ini menjaga villa keluarga mereka.
“Aku
tidak ingin merepotkan Paman. Lagi pula aku ingin menguji ingatanku, apakah aku
masih ingat jalan pulang atau tidak...” seru Ah Ra bercanda. Paman Han
mendorong koper Ah Ra setelah dikeluarkan dari bagasi taksi.
“Anda
masuklah dan beristirahat, aku akan menyuruh istriku menyediakan air hangat
untuk anda mandi...”
“Ah...
tidak perlu, aku...” Ah Ra tercekat saat sebuah mobil patroli polisi
melaluinya. Dia terdiam melihat mobil itu berlalu, matanya menghangat karena
buliran bening yang menggumpal begitu saja tanpa disadarinya, keharuan memenuhi
seluruh rongga hatinya.
“Kudengar dia pindah ke Namwon. Ibunya
sudah sering sakit sehingga ia tidak mau meninggalkannya terlalu jauh. Dia
bekerja di Polsek Namwon, Letnan Park, kau bisa mencarinya dengan nama itu.
Terakhir aku kontak dengannya lima tahun yang lalu, saat aku memberitahunya
tentang pernikahanku.”
“Ah Ra~ya... aku benar-benar minta
maaf, aku berbohong padamu sepuluh tahun ini, seharusnya aku berterus terang
tentang ini namun sungguh aku tidak memiliki keberanian. Aku sangat pengecut
mengakui kegagalanku.”
Penjelasan Jin Hee saat itu seperti memberikan
kekuatan baru bagi Ah Ra untuk meraih kembali apa yang telah dia lepaskannya
sepuluh tahun lalu.
“Selamat
datang, apa ada yang dapat kami bantu?” sapa petugas yang sedang piket saat Ah
Ra masuk ke Polsek Namwon. “Wah... cantiknya...” petugas itu bergumam pelan
nyaris tak terdengar.
“Maaf...
aku ingin bertemu Letnan Park Seo Joon, apa dia bertugas di sini?” tanya Ah Ra.
“Letnan
Park Seo Joon?” petugas itu ulang bertanya,
“Iya,
Letnan Park Seo Joon!” jawab Ah Ra membenarkan.
“Maaf...
anda siapanya?”
“Aku
teman... teman lamanya,”
“Baiklah,
anda silahkan duduk dulu. Aku akan memanggilnya.” Petugas itu mempersilahkan Ah
Ra untuk duduk. “Anak itu... kenapa dia tidak pernah cerita kalau punya teman
yang sangat cantik...” petugas itu kembali bergumam kecil.
Ah
Ra duduk di ruang tunggu sambil sesekali melihat petugas yang melayaninya tadi.
Petugas itu terlihat menelpon seseorang, mungkin sedang menelpon Seo Joon.
Tidak berapa lama petugas itu datang membawa segelas cokelat hangat dan menawarkannya
pada Ah Ra.
“Anda
temannya Letnan Park...”
“Nde[2]...”
“Dari
mana? Aku tidak pernah melihat anda sebelumnya,”
“Aku
dari Seoul...”
“Ah...
Seoul! Anda pasti datang jauh-jauh dari Seoul untuk menghadiri pesta
pernikahannya!”
“Maaf?!”
Ah Ra kurang paham pada perkataan petugas polisi itu,
“Anda
pasti datang untuk menghadiri pesta penikahan Letnan Park!”
♥♥♥
“Yaak...
saekki[5],
kenapa kau tidak pernah bilang kalau kau punya teman yang sangat cantik?!”
“Mwo[6]?”
“Turunlah!
Dia menunggumu di ruang tunggu!”
Seo
Joon kebingungan setelah menerima telepon dari sunbae-nya. Siapa teman cantik
yang dimaksudkan, sepengetahuannya... sunbae-nya itu mengenal semua
teman-temannya. Langkahnya terhenti saat dia melihat gadis itu, gadis yang
dimaksud sunbae-nya. Gadis dari masa lalu yang kini kembali hadir di
hadapannya.
“Maaf...
kau bukan tipeku. Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu. Selama ini aku hanya
menganggapmu sebagai teman,”
“Ah Ra...” Seo Joon tertegun, dia tak
menyangka akan menerima penolakan seperti ini.
“Seo Joon~a... mungkin kau salah paham
pada kedekatan kita selama ini. Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu
salah mengerti.” Kenangan
masa lalu yang telah dikuburnya dalam-dalam melintas begitu saja dalam
ingatannya.
“Bagaimana
kabarmu?” tanya Seo Joon kikuk saat berhadapan dengan Ah Ra.
“Seperti
yang kau lihat, aku baik-baik saja...” jawab Ah Ra lemah. “Kau juga baik?”
sambung gadis itu lagi.
“Nde...
seperti yang kau lihat juga.” Mereka berdua terdiam beberapa saat, mungkin
karena sibuk mencari topik pembicaraan yang cocok. “Apa yang kau lakukan di
Namwon?”
“Aku...
aku ... datang menjenguk Paman Han, lagi pula sudah terlalu lama aku meninggalkan
kota ini hingga kupikir aku harus berkunjung,”
“Oh...
begitu,”
“Kudengar...
kau akan menikah...”
“Iya,...
seminggu lagi,”
“Aa...
aku juga datang untuk itu, sekalipun kau tidak mengundangku namun kurasa
sebagai sahabat, aku harus datang memberi selamat untukmu,” Ah Ra tersenyum
kaku di hadapan Seo Joon. Dia meremas ujung mantel yang dikenakanannya sekedar
meredam gejolak di dadanya.
Gadis
itu berjalan pelan, air matanya menetes perlahan. Sudah sedari tadi dia ingin
menangis namun ditahannya sekuat tenaga karena tidak ingin Seo Joon melihatnya.
Langkahnya membawanya ke depan Paran High School, sekolah tempatnya melalui
masa remajanya, berkenalan dengan sahabat terbaiknya, bertemu cinta pertamanya,
bahagia dan terluka bersamanya. Beberapa meter lebih jauh dia melihat pohon
besar yang menjadi tempat awal keakrabannya dengan Seo Joon kala itu.
@ Namwon 2006
“Cho
Ah Ra?!” Seo Joon menengadah ke atas pohon memastikan bila penglihatannya tidak
salah. Seorang gadis sedang memanjat pohon dan dia sangat yakin gadis itu
adalah cucu kepala sekolah.
“Seo
Joon~i...?” gadis itu melihat ke bawah, mencoba meyakinkan dirinya bila dia
tidak salah.
“Nde,
apa yang kau lakukan di atas sana? Turunlah! Bagaimana bisa seorang gadis
memanjat pohon begitu!”
“Sebentar...
sedikit lagi,” gadis itu menjawab. “Ayo... mendekatlah, jangan takut...”
bujuknya. Seo Joon mengernyitkan keningnya, dia baru mengerti saat melihat Ah
Ra berhasil mengambil seekor kucing yang terjebak di atas pohon. Dengan
perlahan gadis itu menuruni pohon namun sayang dia terpeleset di salah satu
ranting.
“Aaagh...”
gadis itu berteriak ketakutan namun seketika dia merasa ada seseorang yang
meraih tubuhnya. Ternyata Seo Joon dengan sigap menadahnya, untuk beberapa saat
mereka saling bertatapan.
“Waah...
jantungmu berdegup kencang!” ucap Ah Ra, dia dapat mendengar degupan jantung
siswa yang cukup popular itu saking dekatnya jarak mereka sekarang. Buru-buru
Seo Joon menurunkannya dan sedikit menjauh dari gadis itu saking malunya.
“Nah...
ini ibumu, sudah jangan menangis lagi... sekarang kalian sudah bersama!” seru
gadis itu sambil mengusap kepala seekor anak kucing yang menangis karena jauh
dari induknya yang terjebak di atas pohon.
Dari
jauh guru piket berteriak memperingatkan seluruh siswa bahwa gerbang akan ditutup,
para siswa yang masih di luar gerbang mempercepat langkahnya agar tidak
terlambat, bahkan ada yang berlari.
“Yaak...
apa yang kau lakukan. Ayo cepat! Nanti kau terlambat!” tegur Seo Joon pada Ah
Ra yang masih mengurusi kucing yang diselamatkannya.
“Aku
harus memberi mereka makanan dulu. Aku yakin mereka belum makan dan pasti
kelaparan!” Ah Ra membuka bekal miliknya dan memberikan semuanya untuk
kucing-kucing itu.
“Yaak,
cepat! Gerbangnya akan ditutup!” Seo Joon memperingatkan lagi. Setelah
memastikan kucing-kucing itu makan, Ah Ra pun bersiap untuk lari. Seo Joon
tanpa disangka-sangka menarik tangannya dan merekapun berlari bersama.
Malang
tak dapat ditolak, mereka terlambat bersama beberapa siswa lainnya dan harus
menerima hukuman dari guru piket.
“Aish....”
Pak Jung, guru piket menggerutu. Dia terlihat berat untuk menghukum Ah Ra.
“Kenapa kau harus terlambat?!” bisiknya.
“Maaf...”
Ah Ra tersenyum kecut. “Pak Guru... hukum saja aku, jangan sungkan!” pinta Ah
Ra. Semua siswa yang terlambat menatapnya takjub, gadis itu bahkan meminta
hukuman meski dia memiliki kesempatan untuk tidak dihukum karena statusnya
sebagai cucu kepala sekolah.
Usai
menjalankan hukumannya, menyapu halaman sekolah, Seo Joon kembali ke kelasnya.
Terlihat jelas kelelahan dari wajahnya, belum sempat mendudukkan tubuhnya,
beberapa temannya datang mengerumuni.
“Yaak...
bagaimana bisa kau datang terlambat bersama ‘Cinta
Pertama’[7]
kita?” seru mereka. Seo Joon benar-benar ingin istirahat dan tak mau diganggu.
Dia sudah cukup lelah menyapu dedaunan di sepanjang lapangan olahraga. Belum
lagi rasa malu yang harus ditanggungnya karena menjadi pusat perhatian para
siswi yang menjadi penggemarnya. Statusnya sebgaai seorang atlet sepak bola
remaja membuatnya memiliki cukup banyak penggemar, tentu saja dihukum karena
datang terlambat akan menjadi aib tersendiri baginya di hadapan para
penggemarnya.
“Aku
hanya ingin istirahat, tolong jangan menggangguku!” mohonnya.
“Yaak...
kau beruntung sekali, kapan lagi kau bisa begitu dekat dengan Ah Ra. Anda aku
tahu dia akan datang terlambat hari ini, aku pasti akan sengaja terlambat!”
“Yaak,
kau pikir hukuman kami diringankan hanya karena dia cucu kepala sekolah?
Tanganku ini seperti mau patah karena menyapu sepanjang lapangan!”
“Tapi
Ah Ra menemanimu!”
“Kenapa
kau tidak meminta guru piket saja untuk menggantikan posisiku? Andai aku tahu
kau begitu ingin dihukum!” Seo Joon menggerutu meninggalkan kelasnya. Dia
memutuskan untuk ke UKS, setidaknya pura-pura sakit kepala akan memberinya
kesempatan berbaring di ranjang empuk UKS untuk beberapa saat.
Remaja
jangkung itu tersenyum dalam tidurnya mengingat kembali saat-saat ia dan Ah Ra
menjalani hukuman. Jujur dia akui, Ah Ra memang cantik, dia cukup pintar karena
rangkingnya selalu bertengger di posisi sepuluh besar, dia cucu kepala sekolah
namun itu tidak pernah membuatnya menjadi sombong. Ayahnya seorang anggota
kongres di Seoul dan ibunya seorang pengusaha Han Bok yang sukses, ah... dia
benar-benar seorang putri, wajar bila kawan-kawannya menjuluki gadis itu Si Cinta
Pertama.
Seo
Joon terperanjat kaget saat membuka mata, dilihatnya wajah gadis yang baru saja
dia bayangkan sedang menatapnya heran.
“Aaapa
yang kau lakukan? Kenapa menatapku seperti itu?” Seo Joon terkesiap.
“Apa
kau bermimpi indah? Kau bahkan tersenyum dalam tidurmu!”
“Bukan
apa-apa!”
“Atau...
kau bermimpi sesuatu yang jorok?” gadis itu bergidik.
“Yaak!!!”
“Kau
baik-baik saja? Apa perlu aku mengantarmu ke rumah sakit? Wajahmu terlihat
pucat,” ucap Baek Jin Hee yang datang bersama Ah Ra.
“Ah...
tidak perlu, aku sudah baikan setelah istirahat,” Seo Joon menolak.
“Aku
datang mengembalikan dompetmu, mungkin jatuh saat kau meminjamkan sapu tanganmu
untukku...” Ah Ra menyodorkan sebuah dompet hitam khas anak lelaki.
“Terima
kasih...” terlihat jelas Seo Joon jadi salah tingkah ditatap cucu kepala
sekolah itu. Tak ingin ketahuan akan kegugupannya, remaja itu bergegas
meninggalkan Ah Ra dan Jin Hee dari ruang UKS.
“Kudengar
dia temanmu sejak sekolah menengah pertama...” tanya Ah Ra pada Jin Hee.
“Uhm...”
jawab Jin Hee singkat. “Kuharap kau tidak mengganggunya lagi...” sambung Jin
Hee.
“Maksudmu?”
Ah Ra heran
“Kau
membuatnya terlambat, dihukum guru, dan memaksanya mengerjakan hukumanmu...”
“.
. . .” gadis dengan mata bulat besar itu terhenyak.
“Aku
melihat semuanya, karena membantumu, Seo Joon akhirnya terlambat dan dihukum
guru. Kau bahkan membuatnya mengerjakan hukumanmu! Kalian dihukum menyapu
halaman sekolah tapi sebenarnya Seo Joon yang mengerjakan semuanya. Dia sampai
pucat dan harus beristirahat di UKS,”
“Itu...
dia...” Ah Ra jadi gelagapan,
“Apapun
alasannya, berhentilah membuat orang lain susah, terutama Seo Joon. Dia terlalu
baik memang, jadi jangan merasa istimewa hanya karena dia membantumu!” Jin Hee
mengakhiri peringatannya. Dia meninggalkan Ah Ra yang terlanjur kaget.
♥♥♥
@Namwon 2016
“Yaa...
bersulang untung Ah Ra!!” teriak Chan Sung salah satu teman seangkatannya saat
SMU dulu.
“Jangan
berlebihan begitu, untuk apa membuat pesta penyambutan begini, aku tidak ingin
merepotkan kalian!” Ah Ra merasa terbebani melihat teman-temannya tengah
berkumpul di salah satu resto andalan mereka semasa remaja.
“Setelah
sepuluh tahun kita baru bertemu kembali, pesta kecil seperti ini bukanlah
apa-apa. Ngomong-ngomong kenapa Seo Joon tidak memberi info kalau kau kembali?
Aish... anak itu,” gerutu Chan Sung.
“Lalu
ke mana dia? Kenapa dia belum datang?” tanya Nicole, gadis blasteran Korea-USA
“Apa
mungkin masih sibuk mengurus pernikahannya?” lanjut Nicole. Hati Ah Ra
berdenyut perih tatkala dia diingatkan kembali pada kenyataan bahwa Seo Joon
akan menikah.
“Pernikahan
ya pernikahan! Tapi teman lama kita datang kenapa juga dia mengabaikannya?!”
protes Chan Sung.
“Siapa
yang mengabaikannya? Aku sudah datang. Maaf tadi ada urusan mendadak,” Seo Joon
tiba-tiba muncul dan duduk tepat menghadap Ah Ra.
“Apa
urusan pernikahanmu? Apa semua berjalan lancar?” tanya Jun Ho
“Bukan,
ada urusan di kantor,”
“Maaf
ya... tapi dulu aku benar-benar menyangka kalau kalian berpacaran,” ucapan
salah Jin Young membuat Seo Joon dan Ah Ra terhenyak bahkan Seo Joon sempat
melirik Ah Ra sebentar.
“Iya...
soalnya kalian begitu dekat. Di mana ada Seo Joon di situ ada Ah Ra,” tambah Seung
Yeon.
“Yaak...
apa pantas kalian bicara seperti ini sementara aku sendiri akan menikah?
Bagaimana bila calon istriku mendengar?” Seo Joon sepertinya tidak suka masa
lalu mereka diungkit kembali.
“Lee
Jun Ho dan dan Taec Yeon juga begitu dekat saat SMU, lalu apa kalian juga
pacaran?” canda Ah Ra pada kedua pria di sampingnya, kedua pria yang sama-sama
naksir padanya.
“Aish...”
pria bernama Lee Jun Ho tiba-tiba menatap Ok Taec Yeon disebelahnya dengan
pandangan ‘menjauh dariku’.
“Seo
Joon~ah... gadis itu, maksudku calon istrimu, aku pernah melihatnya. Dia
benar-benar cantik, bagaimana bisa kau berkenalan dengannya sementara kau
sendiri sibuk dengan pekerjaanmu?” tanya Han Seung Yeon yang dulu juga naksir
pada Jun Ho. Tanpa disadarinya, Ah Ra meremas tissue yang dipegannya. Seakan ia
ingin mengatakan secara frontal pada teman-temannya ‘berhentilah membahas
tentang pernikahan Seo Joon, sejujurnya aku terluka!’
“Ibuku
mengatur pertemuan kami empat bulan yang lalu.”
“Waah...
perjodohan rupanya!” seru Taec Yeon. “Ah Ra~ya... kau sendiri bagaimana? Kapan
kau akan mengundang kami ke pesta pernikahanmu?” Taec Yeon bertanya pada gadis
yang ditaksirnya saat remaja dulu, bahkan mungkin sampai sekarang.
“Aku...?
ah... kau membuatku malu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku hingga tidak
sempat memikirkan untuk mencari pasangan. Apa hanya aku yang belum punya
pasangan di sini?”
“Ah...
sayangnya aku juga akan menikah, ayahku menjodohkan aku...” sesal Taec Yeon.
“Ah
Ra...” baru saja Jun Ho membuka mulut,
“Yaak!”
Seung Yeon lebih dulu menghardiknya. “Kau harus ingat kau sudah melamarku!”
ancamnya. Semua tertawa melihat tingkah pasangan Jun Ho dan Seung Yeon .
Udara
malam itu masih menyisahkan sejuknya musim dingin. Memasuki musim semi, langit
kota Namwon terlihat begitu indah dengan gemerlap bintang-bintang.
“Aku
cukup kaget saat tahu kau menjadi seorang polisi. Kupikir kau akan menjadi
seorang dokter...” ucap Ah Ra untuk memecahkan kebisuan antara dia dan Seo Joon
dalam perjalanan pulang mereka.
“Aku
memutuskan menerima tawaran masuk akademi kepolisian berkat prestasiku sebagai
atlet remaja. Apa lagi ibu juga setuju... ”
“Oh
ya... bagaimana keadaan ibumu?”
“Ibuku
sehat, saat ini dia sangat antusias mengurus segala kebutuhan pernikahanku. Aku
hanya takut dia akan kelelahan dan jatuh sakit,”
“Apa
aku akan mengganggu bila aku mengunjunginya? Aku hanya ingin memberi salam
padanya, sudah lama kami tidak bertemu,”
“Sebaiknya
jangan!” larang Seo Joon. Ah Ra terkejut menatapnya. “Mungkin ibu akan
terganggu...” lanjut pria itu tanpa mempertimbangkan perasaan Ah Ra.
“Seo
Joon~Oppa...” suara lembut itu menggema memanggil Seo Joon. Sontak dia dan Ah
Ra berbalik ke sumbar suara. Seorang gadis dengan rambut hitam tergerai sampai
di bahu, matanya bulat besar berwarna hazel, tingginya mungkin mencapai 170 cm.
Gadis itu menatap dengan tatapan yang mungkin dapat Ah Ra lukiskan ‘tatapan
kesedihan’.
“A
Ra?” ucap Seo Joon terkejut.
“Aku
menelponmu berkali-kali dan juga mengirimimu pesan tapi tak satu pun kau
gubris...”
“Itu...
aku berniat menemuimu besok,”
“Tapi
aku ingin kita bicara sekarang,”
“Aku
bisa pulang sendiri, kau temanilah dia!” ucap Ah Ra menyela. Ah Ra langsung
menebak bila gadis yang berdiri di hadapannya itu adalah calon istri Seo
Joon.
“Benar
kau tidak apa-apa pulang sendiri?” tanya Seo Joon meyakinkan. Ah Ra mengangguk
pasrah, mana mungkin dia menghalangi gadis itu untuk bertemu dengan calon
suaminya. Gadis itu segera masuk ke dalam taksi yang ditahannya, sebelum Seo
Joon menyusul, Ah Ra sempat berbicara melerainya.
“A
Ra, apa namanya A Ra?” tanya Ah Ra.
“Uhm...
Go A Ra,” jawab Seo Joon membenarkan.
Taksi
yang ditumpangi Seo Joon dan gadis itu melesat jauh meninggalkan tempat Ah Ra
yang berdiri sendirian. Perlahan kaki gadis itu lemas sampai akhirnya dia tak
punya pilihan untuk terduduk di jalan dan menangis pilu.
“Bahkan...
kami memiliki nama yang sama, seandainya saja aku datang lebih cepat empat
bulan...hiks, hiks, hiks, Seo Joon~a... aku tidak mau seperti ini,” jeritnya.
♥♥♥