Sunday 18 June 2017

FF My First Love - Part 1



“Nah... siapa yang dapat membuat contoh kalimat menggunakan bilangan bertingkat?!” Ah Ra menatap seluruh siswanya yang diam membeku.
“Chan Yeol! Buatlah!” perintahnya pada seorang siswa. Siswa yang bernama Chan Yeol itu terlihat berpikir keras untuk beberapa saat dan akhirnya bersuara juga,
“My first love!” jawabnya lantang. Riuh seluruh siswa tertawa mendengar kalimat yang baru saja dibuat oleh Chan Yeol. Tanpa disadarinya, Ah Ra menyunggingkan segaris senyumnya.
“Dia sedang jatuh cinta Bu Guru!” teriak Baek Hyun mengejek,
“Chan Yeol~a siapa cinta pertamamu itu?” tambah Irene membuat kelas semakin ribut karena tertawa.
“Yaak, Ibu Guru hanya memintaku membuat kalimat! Kenapa kalian cerewet sekali?!” Chan Yeol bersungut.
“Chan Yeol~a... terima kasih sudah membantu Ibu Guru membuat kalimat!” Ah Ra menengahi kegaduhan kelas. “Meski singkat, kalimat yang dibuat Chan Yeol sudah benar,”
“Dia menyontek dari novel yang dibacanya tadi Bu!” Xiumin menimpali.
“Dasar ember!” Chan Yeol sebal.
“Dia rajin baca novel cinta karena dia naksir sama anak kelas sebelah!” Joy berceloteh.
“Yaak... !” murka Chan Yeol,
“Sudah... sudah... Chan Yeol hanya membuat kalimat, memangnya apa yang salah pada kalimatnya? Suatu saat nanti... kalian juga akan memiliki first love. Saat ini Chan Yeol yang mengalami, besok lusa mungkin Baekhyun, Irene, Xiumin, atau Joy!”
“Bu Guru...,” Chan Yeol merajuk.
“Bu Guru... kapan Ibu memiliki cinta pertama? Apa di bangku SMA juga?” pertanyaan Sehun membuat Ah Ra tertegun. Seluruh siswa menatap penuh harap agar Ah Ra menjawab pertanyaan itu. Gadis itu tersenyum mengangguk membenarkan tebakan Sehun.
“Wuaaahhh...” riuh para siswa.
“Bu Guru... apa ibu tahu di mana dia sekarang? Atau mungkin saja ibu masih saring bertemu?” Chan Yeol antusias mewawancarai Ah Ra.
“Aish... kenapa malah bertanya hal yang tidak berkaitan seperti itu padaku?”
“Ayolah Bu Guru dijawab, kami penasaran!” yang lain ikut berkomentar hingga Ah Ra tak dapat berbuat apa-apa.
“Baiklah, aku tak tahu di mana dia sekarang, tapi kuharap dia bahagia dengan kehidupannya,”
“Woah....” para siswa tersenyum penuh arti. Bel istirahat pun berbunyi, Ah Ra menarik napas dalam-dalam seraya bergumam penuh terima kasih dapat terselamatkan dari situasi sulit barusan.
Ah Ra memandang aktifitas para siswa di lapangan pada saat istirahat, sesekali dia tersenyum kecil melihat tingkah mereka. Beberapa siswa sedang bermain bola dan ada juga yang sedang menggoda orang yang ditaksirnya. Dia teringat kembali kejadian di kelas tadi, di saat para siswa kesayangannya bertanya tentang cinta pertamanya. Sekalipun dia mampu tersenyum mengingat kenangan itu namun tak dapat dipungkirinya ada perasaan sesak di dadanya.

@Lotte Department Store
Ah Ra sedang memilih kemeja yang cocok untuk dijadikan hadiah, sebentar lagi pamannya berulang tahun. Tanpa sengaja dia menyenggol seorang wanita di sampingnya,
“Ah... maaf, saya tidak sengaja...” dia buru-buru meminta maaf namun tenggorokannya terasa tercekat saat dia tahu siapa wanita yang berdiri di hadapannya.
“Cho Ah Ra?” sapa wanita muda itu yang juga terlihat sama terkejutnya.
“Jin Hee~a...” balas Ah Ra.
“Chagi... bagaimana dengan dasi ini?” seorang pria tiba-tiba saja merangkul wanita bernama Jin Hee itu sambil memperlihatkan dasi berwarna biru tua. Ah Ra tertegun, mulutnya terkunci, siapa pria ini?
“Dia suamiku...” Jin Hee menjawab seakan dia tahu arti tatapan Ah Ra.

Ah Ra dan wanita bernama Jin Hee itu kini duduk berhadapan dan terdiam di cafeteria mall. Terlihat dengan jelas kekakuan di antara mereka, sulit sekali untuk membuka percakapan padahal saat SMU dulu mereka sekelas hingga tiga tahun.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Jin Hee memberanikan diri.
“Aku baik, sepertinya kau juga demikian. Suamimu... ah... tidak, selamat atas pernikahanmu.” Ah Ra sekuat tenaga menahan emosi yang membuncah di dadanya.
“Ah Ra~ya... maaf, aku...”
“Kapan kalian berpisah? Lalu di mana dia sekarang?” tanya Ah Ra.
“Kami bahkan tidak pernah bersama... dia menolakku,”
“... ...” Ah Ra kehilangan kata-katanya.
“Aku memang salah, aku memang keterlaluan... aku bohong padamu, aku minta maaf.” Jin Hee menangis menggenggam tangan Ah Ra.
♥♥♥

Ah Ra memijakkan kakinya di jalan kecil itu, dia memandang sekelilingnya penuh rindu. Setelah sepuluh tahun, akhirnya dia kembali ke kota kecil ini, kota di mana dia menghabiskan masa remajanya, Namwon.
Agassi[1]... kenapa tidak memberi tahu saya kalau anda sudah tiba, saya bisa menjemput anda di stasiun bus,” seru Paman Han, orang kepercayaan mendiang kakeknya yang selama ini menjaga villa keluarga mereka.
“Aku tidak ingin merepotkan Paman. Lagi pula aku ingin menguji ingatanku, apakah aku masih ingat jalan pulang atau tidak...” seru Ah Ra bercanda. Paman Han mendorong koper Ah Ra setelah dikeluarkan dari bagasi taksi.
“Anda masuklah dan beristirahat, aku akan menyuruh istriku menyediakan air hangat untuk anda mandi...”
“Ah... tidak perlu, aku...” Ah Ra tercekat saat sebuah mobil patroli polisi melaluinya. Dia terdiam melihat mobil itu berlalu, matanya menghangat karena buliran bening yang menggumpal begitu saja tanpa disadarinya, keharuan memenuhi seluruh rongga hatinya.

“Kudengar dia pindah ke Namwon. Ibunya sudah sering sakit sehingga ia tidak mau meninggalkannya terlalu jauh. Dia bekerja di Polsek Namwon, Letnan Park, kau bisa mencarinya dengan nama itu. Terakhir aku kontak dengannya lima tahun yang lalu, saat aku memberitahunya tentang pernikahanku.”
“Ah Ra~ya... aku benar-benar minta maaf, aku berbohong padamu sepuluh tahun ini, seharusnya aku berterus terang tentang ini namun sungguh aku tidak memiliki keberanian. Aku sangat pengecut mengakui kegagalanku.”
 Penjelasan Jin Hee saat itu seperti memberikan kekuatan baru bagi Ah Ra untuk meraih kembali apa yang telah dia lepaskannya sepuluh tahun lalu.

“Selamat datang, apa ada yang dapat kami bantu?” sapa petugas yang sedang piket saat Ah Ra masuk ke Polsek Namwon. “Wah... cantiknya...” petugas itu bergumam pelan nyaris tak terdengar.
“Maaf... aku ingin bertemu Letnan Park Seo Joon, apa dia bertugas di sini?” tanya Ah Ra.
“Letnan Park Seo Joon?” petugas itu ulang bertanya,
“Iya, Letnan Park Seo Joon!” jawab Ah Ra membenarkan.
“Maaf... anda siapanya?”
“Aku teman... teman lamanya,”
“Baiklah, anda silahkan duduk dulu. Aku akan memanggilnya.” Petugas itu mempersilahkan Ah Ra untuk duduk. “Anak itu... kenapa dia tidak pernah cerita kalau punya teman yang sangat cantik...” petugas itu kembali bergumam kecil.
Ah Ra duduk di ruang tunggu sambil sesekali melihat petugas yang melayaninya tadi. Petugas itu terlihat menelpon seseorang, mungkin sedang menelpon Seo Joon. Tidak berapa lama petugas itu datang membawa segelas cokelat hangat dan menawarkannya pada Ah Ra.
“Anda temannya Letnan Park...”
Nde[2]...”
“Dari mana? Aku tidak pernah melihat anda sebelumnya,”
“Aku dari Seoul...”
“Ah... Seoul! Anda pasti datang jauh-jauh dari Seoul untuk menghadiri pesta pernikahannya!”
“Maaf?!” Ah Ra kurang paham pada perkataan petugas polisi itu,
“Anda pasti datang untuk menghadiri pesta penikahan Letnan Park!” 
♥♥♥

Yobuseo[3]... ada apa Sunbae[4]?”
“Yaak... saekki[5], kenapa kau tidak pernah bilang kalau kau punya teman yang sangat cantik?!”
Mwo[6]?”
“Turunlah! Dia menunggumu di ruang tunggu!”
Seo Joon kebingungan setelah menerima telepon dari sunbae-nya. Siapa teman cantik yang dimaksudkan, sepengetahuannya... sunbae-nya itu mengenal semua teman-temannya. Langkahnya terhenti saat dia melihat gadis itu, gadis yang dimaksud sunbae-nya. Gadis dari masa lalu yang kini kembali hadir di hadapannya.
 “Maaf... kau bukan tipeku. Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu. Selama ini aku hanya menganggapmu sebagai teman,”
“Ah Ra...” Seo Joon tertegun, dia tak menyangka akan menerima penolakan seperti ini.
“Seo Joon~a... mungkin kau salah paham pada kedekatan kita selama ini. Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu salah mengerti.” Kenangan masa lalu yang telah dikuburnya dalam-dalam melintas begitu saja dalam ingatannya.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Seo Joon kikuk saat berhadapan dengan Ah Ra.
“Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja...” jawab Ah Ra lemah. “Kau juga baik?” sambung gadis itu lagi.
“Nde... seperti yang kau lihat juga.” Mereka berdua terdiam beberapa saat, mungkin karena sibuk mencari topik pembicaraan yang cocok. “Apa yang kau lakukan di Namwon?”
“Aku... aku ... datang menjenguk Paman Han, lagi pula sudah terlalu lama aku meninggalkan kota ini hingga kupikir aku harus berkunjung,”
“Oh... begitu,”
“Kudengar... kau akan menikah...”
“Iya,... seminggu lagi,”
“Aa... aku juga datang untuk itu, sekalipun kau tidak mengundangku namun kurasa sebagai sahabat, aku harus datang memberi selamat untukmu,” Ah Ra tersenyum kaku di hadapan Seo Joon. Dia meremas ujung mantel yang dikenakanannya sekedar meredam gejolak di dadanya.

Gadis itu berjalan pelan, air matanya menetes perlahan. Sudah sedari tadi dia ingin menangis namun ditahannya sekuat tenaga karena tidak ingin Seo Joon melihatnya. Langkahnya membawanya ke depan Paran High School, sekolah tempatnya melalui masa remajanya, berkenalan dengan sahabat terbaiknya, bertemu cinta pertamanya, bahagia dan terluka bersamanya. Beberapa meter lebih jauh dia melihat pohon besar yang menjadi tempat awal keakrabannya dengan Seo Joon kala itu. 

@ Namwon 2006
“Cho Ah Ra?!” Seo Joon menengadah ke atas pohon memastikan bila penglihatannya tidak salah. Seorang gadis sedang memanjat pohon dan dia sangat yakin gadis itu adalah cucu kepala sekolah.
“Seo Joon~i...?” gadis itu melihat ke bawah, mencoba meyakinkan dirinya bila dia tidak salah.
“Nde, apa yang kau lakukan di atas sana? Turunlah! Bagaimana bisa seorang gadis memanjat pohon begitu!”
“Sebentar... sedikit lagi,” gadis itu menjawab. “Ayo... mendekatlah, jangan takut...” bujuknya. Seo Joon mengernyitkan keningnya, dia baru mengerti saat melihat Ah Ra berhasil mengambil seekor kucing yang terjebak di atas pohon. Dengan perlahan gadis itu menuruni pohon namun sayang dia terpeleset di salah satu ranting.
“Aaagh...” gadis itu berteriak ketakutan namun seketika dia merasa ada seseorang yang meraih tubuhnya. Ternyata Seo Joon dengan sigap menadahnya, untuk beberapa saat mereka saling bertatapan.
“Waah... jantungmu berdegup kencang!” ucap Ah Ra, dia dapat mendengar degupan jantung siswa yang cukup popular itu saking dekatnya jarak mereka sekarang. Buru-buru Seo Joon menurunkannya dan sedikit menjauh dari gadis itu saking malunya.
“Nah... ini ibumu, sudah jangan menangis lagi... sekarang kalian sudah bersama!” seru gadis itu sambil mengusap kepala seekor anak kucing yang menangis karena jauh dari induknya yang terjebak di atas pohon.
Dari jauh guru piket berteriak memperingatkan seluruh siswa bahwa gerbang akan ditutup, para siswa yang masih di luar gerbang mempercepat langkahnya agar tidak terlambat, bahkan ada yang berlari.
“Yaak... apa yang kau lakukan. Ayo cepat! Nanti kau terlambat!” tegur Seo Joon pada Ah Ra yang masih mengurusi kucing yang diselamatkannya.
“Aku harus memberi mereka makanan dulu. Aku yakin mereka belum makan dan pasti kelaparan!” Ah Ra membuka bekal miliknya dan memberikan semuanya untuk kucing-kucing itu.
“Yaak, cepat! Gerbangnya akan ditutup!” Seo Joon memperingatkan lagi. Setelah memastikan kucing-kucing itu makan, Ah Ra pun bersiap untuk lari. Seo Joon tanpa disangka-sangka menarik tangannya dan merekapun berlari bersama.
Malang tak dapat ditolak, mereka terlambat bersama beberapa siswa lainnya dan harus menerima hukuman dari guru piket.
“Aish....” Pak Jung, guru piket menggerutu. Dia terlihat berat untuk menghukum Ah Ra. “Kenapa kau harus terlambat?!” bisiknya.
“Maaf...” Ah Ra tersenyum kecut. “Pak Guru... hukum saja aku, jangan sungkan!” pinta Ah Ra. Semua siswa yang terlambat menatapnya takjub, gadis itu bahkan meminta hukuman meski dia memiliki kesempatan untuk tidak dihukum karena statusnya sebagai cucu kepala sekolah.
Usai menjalankan hukumannya, menyapu halaman sekolah, Seo Joon kembali ke kelasnya. Terlihat jelas kelelahan dari wajahnya, belum sempat mendudukkan tubuhnya, beberapa temannya datang mengerumuni.
“Yaak... bagaimana bisa kau datang terlambat bersama ‘Cinta Pertama’[7] kita?” seru mereka. Seo Joon benar-benar ingin istirahat dan tak mau diganggu. Dia sudah cukup lelah menyapu dedaunan di sepanjang lapangan olahraga. Belum lagi rasa malu yang harus ditanggungnya karena menjadi pusat perhatian para siswi yang menjadi penggemarnya. Statusnya sebgaai seorang atlet sepak bola remaja membuatnya memiliki cukup banyak penggemar, tentu saja dihukum karena datang terlambat akan menjadi aib tersendiri baginya di hadapan para penggemarnya.
“Aku hanya ingin istirahat, tolong jangan menggangguku!” mohonnya.
“Yaak... kau beruntung sekali, kapan lagi kau bisa begitu dekat dengan Ah Ra. Anda aku tahu dia akan datang terlambat hari ini, aku pasti akan sengaja terlambat!”
“Yaak, kau pikir hukuman kami diringankan hanya karena dia cucu kepala sekolah? Tanganku ini seperti mau patah karena menyapu sepanjang lapangan!”
“Tapi Ah Ra menemanimu!”
“Kenapa kau tidak meminta guru piket saja untuk menggantikan posisiku? Andai aku tahu kau begitu ingin dihukum!” Seo Joon menggerutu meninggalkan kelasnya. Dia memutuskan untuk ke UKS, setidaknya pura-pura sakit kepala akan memberinya kesempatan berbaring di ranjang empuk UKS untuk beberapa saat.
Remaja jangkung itu tersenyum dalam tidurnya mengingat kembali saat-saat ia dan Ah Ra menjalani hukuman. Jujur dia akui, Ah Ra memang cantik, dia cukup pintar karena rangkingnya selalu bertengger di posisi sepuluh besar, dia cucu kepala sekolah namun itu tidak pernah membuatnya menjadi sombong. Ayahnya seorang anggota kongres di Seoul dan ibunya seorang pengusaha Han Bok yang sukses, ah... dia benar-benar seorang putri, wajar bila kawan-kawannya menjuluki gadis itu Si Cinta Pertama.
Seo Joon terperanjat kaget saat membuka mata, dilihatnya wajah gadis yang baru saja dia bayangkan sedang menatapnya heran.
“Aaapa yang kau lakukan? Kenapa menatapku seperti itu?” Seo Joon terkesiap.
“Apa kau bermimpi indah? Kau bahkan tersenyum dalam tidurmu!”
“Bukan apa-apa!”
“Atau... kau bermimpi sesuatu yang jorok?” gadis itu bergidik.
“Yaak!!!”
“Kau baik-baik saja? Apa perlu aku mengantarmu ke rumah sakit? Wajahmu terlihat pucat,” ucap Baek Jin Hee yang datang bersama Ah Ra.
“Ah... tidak perlu, aku sudah baikan setelah istirahat,” Seo Joon menolak.
“Aku datang mengembalikan dompetmu, mungkin jatuh saat kau meminjamkan sapu tanganmu untukku...” Ah Ra menyodorkan sebuah dompet hitam khas anak lelaki.
“Terima kasih...” terlihat jelas Seo Joon jadi salah tingkah ditatap cucu kepala sekolah itu. Tak ingin ketahuan akan kegugupannya, remaja itu bergegas meninggalkan Ah Ra dan Jin Hee dari ruang UKS.
“Kudengar dia temanmu sejak sekolah menengah pertama...” tanya Ah Ra pada Jin Hee.
“Uhm...” jawab Jin Hee singkat. “Kuharap kau tidak mengganggunya lagi...” sambung Jin Hee.
“Maksudmu?” Ah Ra heran
“Kau membuatnya terlambat, dihukum guru, dan memaksanya mengerjakan hukumanmu...”
“. . . .” gadis dengan mata bulat besar itu terhenyak.
“Aku melihat semuanya, karena membantumu, Seo Joon akhirnya terlambat dan dihukum guru. Kau bahkan membuatnya mengerjakan hukumanmu! Kalian dihukum menyapu halaman sekolah tapi sebenarnya Seo Joon yang mengerjakan semuanya. Dia sampai pucat dan harus beristirahat di UKS,”
“Itu... dia...” Ah Ra jadi gelagapan,
“Apapun alasannya, berhentilah membuat orang lain susah, terutama Seo Joon. Dia terlalu baik memang, jadi jangan merasa istimewa hanya karena dia membantumu!” Jin Hee mengakhiri peringatannya. Dia meninggalkan Ah Ra yang terlanjur kaget. 
♥♥♥

@Namwon 2016
“Yaa... bersulang untung Ah Ra!!” teriak Chan Sung salah satu teman seangkatannya saat SMU dulu.
“Jangan berlebihan begitu, untuk apa membuat pesta penyambutan begini, aku tidak ingin merepotkan kalian!” Ah Ra merasa terbebani melihat teman-temannya tengah berkumpul di salah satu resto andalan mereka semasa remaja.
“Setelah sepuluh tahun kita baru bertemu kembali, pesta kecil seperti ini bukanlah apa-apa. Ngomong-ngomong kenapa Seo Joon tidak memberi info kalau kau kembali? Aish... anak itu,” gerutu Chan Sung.
“Lalu ke mana dia? Kenapa dia belum datang?” tanya Nicole, gadis blasteran Korea-USA
“Apa mungkin masih sibuk mengurus pernikahannya?” lanjut Nicole. Hati Ah Ra berdenyut perih tatkala dia diingatkan kembali pada kenyataan bahwa Seo Joon akan menikah.
“Pernikahan ya pernikahan! Tapi teman lama kita datang kenapa juga dia mengabaikannya?!” protes Chan Sung.
“Siapa yang mengabaikannya? Aku sudah datang. Maaf tadi ada urusan mendadak,” Seo Joon tiba-tiba muncul dan duduk tepat menghadap Ah Ra.
“Apa urusan pernikahanmu? Apa semua berjalan lancar?” tanya Jun Ho
“Bukan, ada urusan di kantor,”
“Maaf ya... tapi dulu aku benar-benar menyangka kalau kalian berpacaran,” ucapan salah Jin Young membuat Seo Joon dan Ah Ra terhenyak bahkan Seo Joon sempat melirik Ah Ra sebentar.
“Iya... soalnya kalian begitu dekat. Di mana ada Seo Joon di situ ada Ah Ra,” tambah Seung Yeon.
“Yaak... apa pantas kalian bicara seperti ini sementara aku sendiri akan menikah? Bagaimana bila calon istriku mendengar?” Seo Joon sepertinya tidak suka masa lalu mereka diungkit kembali.
“Lee Jun Ho dan dan Taec Yeon juga begitu dekat saat SMU, lalu apa kalian juga pacaran?” canda Ah Ra pada kedua pria di sampingnya, kedua pria yang sama-sama naksir padanya.
“Aish...” pria bernama Lee Jun Ho tiba-tiba menatap Ok Taec Yeon disebelahnya dengan pandangan ‘menjauh dariku’.
“Seo Joon~ah... gadis itu, maksudku calon istrimu, aku pernah melihatnya. Dia benar-benar cantik, bagaimana bisa kau berkenalan dengannya sementara kau sendiri sibuk dengan pekerjaanmu?” tanya Han Seung Yeon yang dulu juga naksir pada Jun Ho. Tanpa disadarinya, Ah Ra meremas tissue yang dipegannya. Seakan ia ingin mengatakan secara frontal pada teman-temannya ‘berhentilah membahas tentang pernikahan Seo Joon, sejujurnya aku terluka!’
“Ibuku mengatur pertemuan kami empat bulan yang lalu.”
“Waah... perjodohan rupanya!” seru Taec Yeon. “Ah Ra~ya... kau sendiri bagaimana? Kapan kau akan mengundang kami ke pesta pernikahanmu?” Taec Yeon bertanya pada gadis yang ditaksirnya saat remaja dulu, bahkan mungkin sampai sekarang.
“Aku...? ah... kau membuatku malu. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku hingga tidak sempat memikirkan untuk mencari pasangan. Apa hanya aku yang belum punya pasangan di sini?”
“Ah... sayangnya aku juga akan menikah, ayahku menjodohkan aku...” sesal Taec Yeon.
“Ah Ra...” baru saja Jun Ho membuka mulut,
“Yaak!” Seung Yeon lebih dulu menghardiknya. “Kau harus ingat kau sudah melamarku!” ancamnya. Semua tertawa melihat tingkah pasangan Jun Ho dan Seung Yeon .

Udara malam itu masih menyisahkan sejuknya musim dingin. Memasuki musim semi, langit kota Namwon terlihat begitu indah dengan gemerlap bintang-bintang.
“Aku cukup kaget saat tahu kau menjadi seorang polisi. Kupikir kau akan menjadi seorang dokter...” ucap Ah Ra untuk memecahkan kebisuan antara dia dan Seo Joon dalam perjalanan pulang mereka.
“Aku memutuskan menerima tawaran masuk akademi kepolisian berkat prestasiku sebagai atlet remaja. Apa lagi ibu juga setuju... ”
“Oh ya... bagaimana keadaan ibumu?”
“Ibuku sehat, saat ini dia sangat antusias mengurus segala kebutuhan pernikahanku. Aku hanya takut dia akan kelelahan dan jatuh sakit,”
“Apa aku akan mengganggu bila aku mengunjunginya? Aku hanya ingin memberi salam padanya, sudah lama kami tidak bertemu,”
“Sebaiknya jangan!” larang Seo Joon. Ah Ra terkejut menatapnya. “Mungkin ibu akan terganggu...” lanjut pria itu tanpa mempertimbangkan perasaan Ah Ra.
“Seo Joon~Oppa...” suara lembut itu menggema memanggil Seo Joon. Sontak dia dan Ah Ra berbalik ke sumbar suara. Seorang gadis dengan rambut hitam tergerai sampai di bahu, matanya bulat besar berwarna hazel, tingginya mungkin mencapai 170 cm. Gadis itu menatap dengan tatapan yang mungkin dapat Ah Ra lukiskan ‘tatapan kesedihan’.
“A Ra?” ucap Seo Joon terkejut.
“Aku menelponmu berkali-kali dan juga mengirimimu pesan tapi tak satu pun kau gubris...”
“Itu... aku berniat menemuimu besok,”
“Tapi aku ingin kita bicara sekarang,”
“Aku bisa pulang sendiri, kau temanilah dia!” ucap Ah Ra menyela. Ah Ra langsung menebak bila gadis yang berdiri di hadapannya itu adalah calon istri Seo Joon. 
“Benar kau tidak apa-apa pulang sendiri?” tanya Seo Joon meyakinkan. Ah Ra mengangguk pasrah, mana mungkin dia menghalangi gadis itu untuk bertemu dengan calon suaminya. Gadis itu segera masuk ke dalam taksi yang ditahannya, sebelum Seo Joon menyusul, Ah Ra sempat berbicara melerainya.
“A Ra, apa namanya A Ra?” tanya Ah Ra.
“Uhm... Go A Ra,” jawab Seo Joon membenarkan.
Taksi yang ditumpangi Seo Joon dan gadis itu melesat jauh meninggalkan tempat Ah Ra yang berdiri sendirian. Perlahan kaki gadis itu lemas sampai akhirnya dia tak punya pilihan untuk terduduk di jalan dan menangis pilu.
“Bahkan... kami memiliki nama yang sama, seandainya saja aku datang lebih cepat empat bulan...hiks, hiks, hiks, Seo Joon~a... aku tidak mau seperti ini,” jeritnya.
♥♥♥

~To Be Continued~



[1] Nona
[2] Iya
[3] Halo
[4] Senior
[5] Kunyuk
[6] Apa?
[7] (Cho Ah Ra dipelestkan menjadi Cho Ssa Rang berarti Cinta Pertama)