sebelumnya di My Number One (Part 1)
Hatinya
terlanjur sakit, itu jelas terlihat dari permainannya saat latihan. Meski siswa
yang mengejeknya telah meminta maaf namun kurasa panggilan itu terus terngiang
di telinganya. Rasanya memang sakit, aku saja sampai kesal setengah mati pada
siswa yang mengejeknya. Di klub semua pemain telah berkumpul, kali ini timku
akan berlatih untuk menghadapi kejuaraan bulan depan.
“Lawan
kita adalah SMU Neul Sang, mereka terkenal kuat di bagian penyerang dan penjaga
belakang. Sudah dua kali mereka mengganti penjaga gawang dan itu berarti mereka
sangat memperkuat penjagaan di bagian belakang.” Jelasku pada timku. “Kalian
sudah tahu kan posisi masing-masing? Min Ho dan Kapten adalah penyerang,
kuharap kalian dapat bermain sebagus mungkin” lanjutku. Latihan pun dimulai,
awalnya mereka berlatih menendang bola ke gawang, sampai akhirnya mereka
terbagi dua untuk sesi pertandingan.
“Kau
kenapa?” tanyaku pada Min Ho saat istirahat, permainannya kacau, dia seperti
tidak berkonsentrasi. Dia diam, wajahnya tak secerah yang selama ini kulihat.
“Masalah siswa yang mengejekmu lagi?” aku mencoba menebak.
“Sudahlah…”
dia mengelak,
“Bukannya
dia sudah minta maaf?!” tanyaku
“Kau
pikir yang mengatakan itu cuma dia?! Masih banyak yang memanggilku dengan
sebutan menyebalkan itu!”
“Memangnya
siapa lagi?”
“Memangnya
kau ingin menghajar mereka? Jangan lakukan, aku tidak pernah memintamu untuk
membelaku!”
“Ayoooo
anak-anak!” panggilan pelatih menghentikan pembicaraan kami, ‘aku tidak pernah
memintamu untuk membelaku’ kenapa dia bilang begitu? Apa dia tidak suka bila
aku membantunya?
~~My
Number One~~
Semakin
lama sikap Min Ho semakin berubah, hanya karena sebutan ‘si nomor dua’. Kami
tak pernah belajar bersama lagi, pertemuan rutin kami setiap istirahat di taman
sekolah sudah tidak pernah lagi. Setiap kali aku menemuinya di kelas dia sibuk
belajar dan mengurus ini-itu. Di klub pun dia sibuk latihan, itupun sering
mendapat teguran dari pelatih karena permainannya yang buruk.
“Apa
kau yakin kita bisa menang bila permainanmu seperti itu?” tanya Hyun Joong
tiba-tiba pada Min Ho saat istirahat,
“Apa
maksudmu?” balas Min Ho
“Kurasa
kau mengerti maksudku, bukannya kau murid yang pintar?!”
“Bukannya
kau lebih pintar dariku?”
“Huh…
wajar kalau kau tak diminta menjadi kapten!”
“Apa…!”
Min Ho melangkah ke arah Hyun Joong, sepertinya dia akan melakukan sesuatu,
“Hei…
tak perlu bertengkar. Yang perlu kita lakukan adalah berlatih dan berusaha
sekuat tenaga agar menjadi yang terbaik dalam pertandingan nanti!” Sang Bum
jadi penengah di antara mereka. Min Ho menjauh ke pojok dan menyendiri, aku
berjalan ke arahnya, saat tepat berada di depannya…
“Aku
mau keluar!”
“Mwo…?”
“Aku
selalu disalahkan…”
“Bukannya
kau memang salah?” ucapku
“Huh…
bahkan kau pun membela mereka!”
“Aku
tidak akan mengatakan masalahmu adalah masalah kecil tapi saat ini permainanmu
memang tak sebagus dulu. Kita akan menghadapi pertandingan penting dan kalau
kau terus begini…”
“Untuk
itu… aku kan sudah tidak dibutuhkan lagi jadi lebih baik aku keluar!”
“Pengecut!”
ejekku, dia menatap tak percaya padaku. “Apa ini yang disebut lelaki? Hanya
dapat lari saat masalah datang menimpanya?”
“Min
Ho… ayo ke lapangan, pelatih telah memanggil!” Joon memanggil Min Ho. Dia
berjalan lemah, bodoh…bodohnya aku! Kenapa malah semakin memojokkannya?!
Aku
menunggu Min Ho di parkiran usai latihan, beberapa siswa memadati jalan ke
gerbang sebab memang sudah waktunya pulang. Aku gelisah menunggunya namun dia
belum datang-datang,
“Ayo
kita pulang!” ajak Hyun Joong tiba-tiba,
“Eh…
maaf, aku menunggu Min Ho. Kau pulanglah duluan!” tolakku
“Untuk
itulah aku mengajakmu pulang bersama sebab sudah dari tadi kulihat kau menunggu
namun Min Ho belum datang-datang!”
“Memangnya
kau mengamatiku?” aku terpekik tidak percaya.
“Kau
kan temanku, apa salah aku menjagamu meski dari jauh?!”
“Kau
baik sekali tapi…” ucapanku terpotong,
“Jaggi!”
panggilan itu begitu kurindukan, aku menoleh dan kulihat Min Ho berjalan ke
arahku,
“Aku
menunggumu dari tadi, ada yang ingin kubicarakan!” ucapku.
“Aku
juga mencarimu dari tadi, aku malah keliling kelas dan klub kupikir kau ada di
sana tau-taunya kau malah menunggu di parkiran!” dia lalu menoleh ke Hyun
Joong, “Kapten?”
“Em…
kalau begitu aku pulang duluan saja karena yang kau tunggu sudah datang!” dia
bicara padaku. Aku mengangguk, kulihat dia menelpon seseorang setelah menjauh
dari kami, kurasa dia menelpon supirnya. Aku dan Min Ho pun segera pergi dari
parkiran dan singgah di café es krim langganan kami.
“Aku
minta maaf mengenai kejadian tadi…” dia mengawali percakapan kami. “Tak
seharusnya aku menyerah pada keadaan, benar katamu…aku pengecut bila harus
keluar dari tim hanya karena masalah pribadiku yang tak seharusnya kupusingi…”
“Aku
yang salah, aku terlalu kasar padamu! Mestinya aku mengerti perasaanmu,
siapapun bila mendapat julukan seperti itu pasti akan sakit hati!”
“Jadi…kita
buru-buru bertemu karena ingin minta maaf ya?!” Min Ho berbisik sendiri, aku
pun tersenyum malu menyadari kejadian ini.
“Aku
janji akan menjadi yang terbaik untukmu, untuk diriku, dan untuk orang-orang
yang kusayangi!” dia menggenggam tanganku dan memandangku.
“Kupegang
janjimu!” aku menggenggam tangannya dengan tanganku yang sebelah. Aku tersadar,
sepertinya ada yang sedang mengintai kami.
“Ada
apa?” Min Ho menyadari ekspresiku,
“Eh…
tidak apa-apa!” aku buru-buru menyembunyikan firasatku, sepertinya tadi aku
melihat mobil milik Hyun Joong.
Kesibukan
di sekolah kembali mewarnai hari-hariku, apalagi sebentar lagi kejuaraan, bukan
hanya aku yang kekurangan waktu untuk istirahat, teman-teman di klub bola juga.
Karena hasil penelitian tumbuhan merambatku telah selesai maka sekarang aku
disibukkan dengan penulisan laporan hasilnya. Aku dan beberapa teman sekelompok
termasuk Hyun Joong tengah merangkai kata-kata baku untuk ditulis dalam
laporan.
“Minggu
depan ada simulasi ujian masuk perguruan tinggi!” Hyun Joong yang baru saja
datang dari ruang guru membuatku shock.
“Benarkah?!”
aduh…di saat sedang sibuk-sibuk begini kenapa harus ada ujian lagi gerutuku
dalam hati. Teman-teman di sekelilingku menggerutu terkecuali si nomor satu
itu, dia malah tertawa melihat ekspresi kami.
Aku
singgah di kelas Min Ho untuk menjemputnya ke lapangan, dia sedang sibuk
merapikan tasnya saat aku masuk menunggunya di pintu. Hye Sun keluar dan
memasang senyum manisnya saat melaluiku, akupun membalasnya. Huft… gadis ini
seperti boneka, kulitnya begitu halus dan bersih.
“Jaggi…
katanya kita akan mengadakan ujian simulasi!” ucapku.
“Iya…
aku juga baru dengar dari guru tadi!” balasnya saat kami jalan beriringan ke
lapangan. Aku menarik napas panjang,
“Don’t
worry be happy Jaggi!” bujuknya
“Siswa
jenuis pasti bilang begitu, Hyun Joong malah ketawa!” gerutuku. Dari jauh aku melihat Sang Bum yang mencoba
membujuk So Eun, jadi… mereka belum damai ya? Di sudut lain aku melihat Hyun
Joong sedang ngobrol bersama Hye Sun, aku semakin curiga kalau gadis yang
ditaksir Hyun Joong memang Hye Sun. Pada latihan kali ini semua pemainku
mendapat pujian, Min Ho tak lagi bermain urakan seperti dulu, mungkin karena
perasaannya semakin membaik.
^_^
“Hye Na… aku…” Hyun Joong masuk ke
kelas sambil membawa beberapa lembar kertas yang entah kertas apa itu.
“Maaf ya aku buru-buru, besok saja kita
membahasanya!” ucapku sambil merapikan barang-barangku secepatnya.
“Tapi…”
“Aku
ada janji dengan Min Ho, maaf ya!” aku segera meninggalkan kelas dan menyusul
Min Ho di parkiran. Hari ini kami berjanji akan belajar bersama menghadapi
ujian simulasi itu. Kali ini aku harus naik peringkat lagi, aku tidak boleh
membuatnya malu. Untung saja ayah mau mengijinkan teman laki-laki datang ke
rumah sebab kali ini alasannya adalah belajar bersama. Simulasi menghadapi
ujian masuk perguruan tinggi ini akan membantu kami mengetahui kemampuan kami
untuk masuk ke universitas mana. Aku dan Min Ho berencana masuk ke Universitas
Sungkyungkwan. Universitas Sungkyungkwan bukan universitas sembarangan, inilah
universitas tertua di Korea yang telah berdiri sejak dinasti Joseon.
Seminggu penuh aku dan Min Ho
belajar menghadapi ujian dan kuharap kali ini kami meraih hasil yang memuaskan.
Tibalah hari penentuan itu, ya Tuhan… aku berharap agar nilaiku memenuhi
persyaratan untuk masuk ke Universitas Sungkyungkwan. Aku tidak begitu kesulitan
menghadapi soal ujian, sebagian besar soal-soal yang kubahas bersama Min Ho
selama ini masuk meski dengan bentuk berbeda. Untung saja Min Ho menjelaskan
trik menjawab pertanyaan dengan jalan singkat tanpa perlu menghitung terlalu
lama. Sementara soal yang nonaksakta tidak begitu menyulitkanku sebab aku
memang hanya bermasalah pada soal hitungan.
“Huft… aku gugup menanti hasil
ulangan kali ini, tidak seperti ulangan yang lalu-lalu.”
“Memangnya kenapa dengan ulangan
kali ini? Apa pekerjaanmu buruk?” tanya Min Ho.
“Tidak, kurasa pekerjaanku bagus.
Aku hanya takut hasilnya tidak mencukupi untuk masuk ke Universitas
Sungkyungkwan. Aku yakin kau akan masuk, sementara aku…”
“Kalau kau tidak bisa masuk maka aku
tidak akan masuk juga ke universitas itu, kita cari lagi universitas yang
menerimamu dan menerimaku!” ucapnya
“Benarkah?!”
“Tentu
saja, aku ingin belajar di tempat yang sama denganmu!” aku benar-benar terharu
pada ucapannya, kalaupun itu bohong aku tetap tersentuh. Terima kasih karena
kau membuatku merasa tenang bila bersamamu.
Pagi
ini aku ke sekolah lebih awal, aku tak langsung ke kelas, aku singgah ke tempat
pengumuman. Aku segera melihat posisi
dua di LCD, posisi yang sering ditempati Min Ho. Aku kaget saat melihat posisi
nomor dua diisi oleh Hyun Joong, lalu siapa di posisi satu? Hah… Min Ho?
Jaggi-ku menempati urutan pertama? Senyumku mengembang, aku harus segera
memberitahukan Min Ho, dia pasti sangat senang. Aku berlari kencang ke kelasnya,
langkahku terhenti saat melihatnya keluar kelas dengan wajah yang penuh emosi.
Dia berjalan membelakangiku, aku jadi bingung, kuikuti langkahnya, ternyata dia
ke kelasku.
Brukkk…aku
mendengar suara dentuman keras begitu Min Ho memasuki ruangan, aku berhenti di
balik pintu untuk menguping apa yang terjadi.
“Apa
maksudmu dengan semua ini?!” bentak Min Ho pada seseorang.
“Kau
bicara apa?” kurasa itu suara Hyun Joong.
“Kenapa
kau mengalah?! Hasil ujiannya tidak seperti ini kan?!”
“Apa
kau tidak senang melihat namamu di posisi pertama, bukannya itu adalah impianmu sejak dulu?”
“Aku
memang ingin menjadi yang pertama namun dengan kekuatanku sendiri bukan karena
pemberian orang lain!” jadi…Hyun Joong mengalah! Bukan Min Ho yang juara?
Jam
pertama ini guru sejarahku tidak bisa masuk hingga waktu belajar ini kuhabiskan
dengan membaca ensiklopedia kerajaan Korea. Sejak masuk kelas aku tidak
bertegur sapa dengan Hyun Joong.
“Kau
sakit ya?!” Hyun Joong tiba-tiba menghampiriku,
“Apa
wajahku terlihat pucat?” tanyaku
“Kau
terlihat murung”
“Aku
kecewa padamu…” balasku. Keningnya berkerut, “Kenapa kau harus mengalah? Aku
saja sakit hati mengetahui semua ini apalagi Min Ho!”
“Kau…”
dia gelagapan
“Aku
mendengar pertengkaran kalian tadi pagi,” ucapku. “Jangan pernah ulangi
perbuatanmu, aku tak ingin Min Ho disakiti lagi. Perbuatanmu kali ini lebih
parah dari apabila kau menamparnya,” aku beranjak dari tempatku
“Aku
melakukan ini karena kasihan padamu, kau begitu bersemangat menghadapi ujian
dan juga terus bercerita padaku mengenai usaha Min Ho untuk menjadi yang
terbaik,”
“Tapi
aku tidak memintamu melakukan ini! Kau terus menjadi yang pertama jadi kau
tidak akan mengerti perasaan Min Ho!”
Seluruh
siswa pun tahu apa yang terjadi sebenarnya, Hyun Joong mengalah dalam ujian
simulasi itu. Ini membuat Min Ho semakin terpojok, aku terus menghiburnya agar
dia tidak terus tersudut. Sukurlah dia masih berbesar hati menerima kenyataan
ini, meski segelintir siswa masih terus menyindirnya ‘si nomor satu yang
gagal’, bukankah lebih menyakitkan?
I_I
Akhirnya
pertandingan antar SMU di Seoul dimulai dengan formasi pemain yang telah
ditentukan seperti dulu. Hyun Joong merangkap sebagai kapten dan sekaligus
penyerang bersama Min Ho. Pertandingan akan berlangsung dua minggu dan pemenang
dari turnamen ini akan mewakili Korea untuk turnamen SMU internasional. Selama
seminggu pertandingan kami melalui babak penyisihan tanpa ada hambatan yang
berarti. Tentu saja lawan-lawan yang akan dihadapi pada minggu ke dua
pertandingan akan semakin berat sehingga porsi latihan klub ditambah.
Hari
ini aku sangat kelelahan, lari estapet saat pelajaran olah raga benar-benar
menguras tenagaku. Aku sampai ketiduran di ruang loker apalagi masih ada waktu
istirahat.
“Menejer!”
suara itu berulang kali terdengar sayup-sayup di telingaku, aku mencoba membuka
mataku yang terasa begitu berat. Kulihat Joon berdiri di sampingku,
“Oh…
kau, ada apa?” tanyaku segera memperbaiku penampilanku.
“Apa
kau melihat kapten? Pak Pelatih mencarinya!” aku menggeleng untuk memberi Joon
jawaban. “Aduh… di mana dia?!”
“Mencari
Hyun Joong ya? Tadi aku melihatnya keluar dari ruangan ini bersama Min Ho!” Si Yong tiba-tiba muncul dari ruang
ganti dan menimpali pembicaraan kami.
“Min
Ho?!” tanyaku heran.
“Iya…
em…bagaimana ya…” gadis itu sepertinya ingin bicara namun tidak berani
“Ada
apa?!” tanyaku penasaran
“Sepertinya
mereka berseteru…” jawab gadis itu. Berseteru?!!! Aduh… ada apa lagi ini? Aku
menoleh ke Joon, astaga anak ini… dia mematung dengan wajah seperti cerry.
“Joon!”
aku memanggilnya, “Ayo kita cari mereka!” kataku sambal menarik tanganya. Joon
sudah lama menyukai Lee Si Young namun tidak berani mengutarakan perasaannya,
wajarlah… Si Young adalah seorang model meski masih SMU sementara Joon bukan
siapa-siapa. Aku menelusuri semua lorong di sekolah bersama Joon mencari Min Ho
dan Hyun Joong. Setelah lama berputar-putar aku melihat Hyun Joong keluar dari
toilet, dia baru saja membersihkan wajahnya. Kulihat beberapa luka lebam di
wajahnya, aku kaget, apa yang terjadi dengan mereka tadi?
“Kenapa
wajahmu?!” tanya Joon
“Tidak
apa-apa!” jawab Hyun Joong
“Apa
yang terjadi?” tanyaku
“Tidak
apa-apa kok!” jawab Hyun Joong lagi
“Di
mana Min Ho?” tanyaku, dia terdiam. “Di mana Min Ho?!” ulangku. Aku
meninggalkannya bersama Joon sebab dia tidak mau menjawab pertanyaanku. Aku
keluar koridor sekolah dan kulihat Min Ho duduk di dekat pohon besar, tanpa
aba-aba aku pun segera menghampirinya. Kulihat dia baik-baik saja, hanya
tangannya yang merah.
“Ada
apa kau dengan Hyun Joong?!” tanyaku tiba-tiba hingga dia kaget. Anak itu
berdiri dan berniat meninggalkan aku tanpa menjawab pertanyaanku. “Min Ho!” aku
mencoba mencegatnya,
“Ini
urusan pria dengan pria!” jawabnya
“Kau
memukulnya!”
“Lalu
kenapa?”
“Kau
bertanya kenapa? Apa memukul orang perbuatan yang mulia?”
“Aku
memukulnya untuk memberi pelajaran padanya!”
“Apa
karena masalah rangking lagi?!” tanyaku, dia diam. “Bukannya itu telah berlalu?
Kau sudah janji tidak akan mempermasalahkan persoalan itu lagi kan? Apa posisi
nomor dua itu terlalu buruk bagimu?!” emosiku naik, Min Ho terlalu
kenak-kanakan.
“Kau
membelanya?” tanyanya
“Bukannya
dulu kau sendiri yang meminta agar aku berhenti membelamu?!” balasku, dia
tersenyum pahit dan berlalu meninggalkanku.
Aku
tak tahu harus bagaimana saat ini, posisiku sungguh sulit. Hyun Joong adalah
teman sekelasku bahkan kami sudah seperti sahabat, dia berhubungan buruk dengan
Min Ho yang notabene pacarku. Aku pusing dengan semua masalah ini! Aku hanya
dapat minta maaf pada Hyun Joong atas perbuatan Min Ho yang keterlaluan
padanya. Hari ini pelatih absen sebab istrinya melahirkan sehingga dia harus
menemani istrinya di rumah sakit. Kami dipercayakan untuk berlatih sendiri
makanya tadi pelatih mencari kapten. Seperti dugaanku Min Ho kembali seperti
semula, dia bermain urakan dan semaunya.
“Berhentilah
bermain seperti itu, kau bermain dalam tim bukan individu!” ucapku di sela-sela
latihan. Dia hanya diam dan menunduk.
“Hye
Na!” Hyun Joong memanggilku dan meyodorkan sebotol jus, “Kau lelah tak perlu
menasehatinya lagi, dia telah dewasa, kurasa dia tahu apa yang harus dia lakukan!”
“Bajingan…
gampang sekali kau bilang begitu!” Min Ho terpancing dan menarik kerah baju
Hyun Joong. Aku mencoba memisahkan mereka, kudorong Min Ho,
“Kalau
kau bukan anak-anak maka bersikaplah sebagaimana mestinya!” ucapku. Min Ho
pergi sebelum latihan usai, kali ini aku tidak mau membujuknya lagi, sudah
cukup aku memanjakannya.
Peristiwa
ini membuatku menjauh dengan Min Ho, hubungan kami menjadi renggang. Aku tak
tahan dengan sikapnya yang terlalu sensitif, dia terlalu melebih-lebihkan
masalah.
“Kau
tidak ke taman belakang?” Hyun Joong menegurku saat istirahat. Aku menggeleng
sembari terus mengetik untuk laporan penelitian kami. “Semua karena aku,
pertengkaranmu dengan Min Ho gara-gara aku!”
“Kenapa
kau menyalahkan dirimu sendiri? Pertengkaran kami sama sekali tidak ada sangkut
pautnya denganmu, semua karena kesalahan Min Ho sendiri.”
“Apakah…”
“Sudahlah…
aku tak mau membahas masalah ini lagi, kepalaku pusing memikirkan sikapnya yang
kenak-kanakan! Bagaimana kalau bercerita mengenai hal-hal yang menyenangkan
saja?!”
“Hubunganku
dengan gadis yang kutaksir semakin baik, semua karena nasehatmu!” dia akhirnya
mengalihkan pembicaraan kami.
“Benarkah?
Huh… kapan kau memperkenalkannya padaku? Bukannya kau sudah janji?”
“Kapan-kapan
yah…” ucapnya. Aku cemberut mendengar janjinya.
“Em…
aku ke toilet dulu!” ucapku lalu segera meninggalkan kelas. Usai dari toilet,
dari jauh aku melihat ada sepasang siswa yang sedang bersantai di taman
tempatku sering menghabiskan waktu istirahat bersama Min Ho. Aku penasaran makanya
aku memperhatikan lebih jelas, Min Ho dan Hye Sun?! Huh…begitu ya?!
“Kau
kenapa? Pulang dari toilet auramu jadi berbeda!” sindir Hyun Joong padaku. Aku
tak menghiraukannya, kulanjutkan pengetikanku yang tadi sempat terhenti.
Setelah
pulang sekolah member klub bola kembali berkumpul di lapangan untuk latihan.
Sedari tadi aku belum bertegur sapa degan Min Ho, sungguh menyebalkan melihat
tingkahnya yang seakan tidak terjadi apa-apa di antara kami. Saat tiba waktu
istirahat, aku membagikan air mineral pada mereka, cuma Min Ho yang tidak
mengucapkan terima kasih saat aku memberikannya air.
“Kalian
kenapa, bertengkar ya?” Sang Bum nyeletuk begitu saja melihat tingkah kami.
“Bukannya
kau juga sedang bertengkar dengan pacarmu?!” balas Min Ho. Hu… jadi benar dia
menganggap kami sedang bertengkar, baik aku ikut apa maumu. Aku menghampiri
Hyun Joong yang duduk di pojok,
“Dia
benar-benar menyebalkan!” keluhku,
“Diapun
beranggapan sama denganmu, dia menganggapmu menyebalkan juga. Kenapa tidak
berdamai saja?” tanyanya.
“Berdamai?!”
aku melotot padanya
“Kalau tidak mau tak usah
melotot begitu menejer!” dia ketakutan melihatku.
To be
continued . . .