Thursday 19 February 2015

FF My Number One - Part 2




sebelumnya di My Number One (Part 1)


Hatinya terlanjur sakit, itu jelas terlihat dari permainannya saat latihan. Meski siswa yang mengejeknya telah meminta maaf namun kurasa panggilan itu terus terngiang di telinganya. Rasanya memang sakit, aku saja sampai kesal setengah mati pada siswa yang mengejeknya. Di klub semua pemain telah berkumpul, kali ini timku akan berlatih untuk menghadapi kejuaraan bulan depan. 
“Lawan kita adalah SMU Neul Sang, mereka terkenal kuat di bagian penyerang dan penjaga belakang. Sudah dua kali mereka mengganti penjaga gawang dan itu berarti mereka sangat memperkuat penjagaan di bagian belakang.” Jelasku pada timku. “Kalian sudah tahu kan posisi masing-masing? Min Ho dan Kapten adalah penyerang, kuharap kalian dapat bermain sebagus mungkin” lanjutku. Latihan pun dimulai, awalnya mereka berlatih menendang bola ke gawang, sampai akhirnya mereka terbagi dua untuk sesi pertandingan.
“Kau kenapa?” tanyaku pada Min Ho saat istirahat, permainannya kacau, dia seperti tidak berkonsentrasi. Dia diam, wajahnya tak secerah yang selama ini kulihat. “Masalah siswa yang mengejekmu lagi?” aku mencoba menebak.
“Sudahlah…” dia mengelak,
“Bukannya dia sudah minta maaf?!” tanyaku
“Kau pikir yang mengatakan itu cuma dia?! Masih banyak yang memanggilku dengan sebutan menyebalkan itu!”
“Memangnya siapa lagi?”
“Memangnya kau ingin menghajar mereka? Jangan lakukan, aku tidak pernah memintamu untuk membelaku!”
“Ayoooo anak-anak!” panggilan pelatih menghentikan pembicaraan kami, ‘aku tidak pernah memintamu untuk membelaku’ kenapa dia bilang begitu? Apa dia tidak suka bila aku membantunya?
~~My Number One~~         
Semakin lama sikap Min Ho semakin berubah, hanya karena sebutan ‘si nomor dua’. Kami tak pernah belajar bersama lagi, pertemuan rutin kami setiap istirahat di taman sekolah sudah tidak pernah lagi. Setiap kali aku menemuinya di kelas dia sibuk belajar dan mengurus ini-itu. Di klub pun dia sibuk latihan, itupun sering mendapat teguran dari pelatih karena permainannya yang buruk.
“Apa kau yakin kita bisa menang bila permainanmu seperti itu?” tanya Hyun Joong tiba-tiba pada Min Ho saat istirahat,
“Apa maksudmu?” balas Min Ho
“Kurasa kau mengerti maksudku, bukannya kau murid yang pintar?!”
“Bukannya kau lebih pintar dariku?”
“Huh… wajar kalau kau tak diminta menjadi kapten!”
“Apa…!” Min Ho melangkah ke arah Hyun Joong, sepertinya dia akan melakukan sesuatu,
“Hei… tak perlu bertengkar. Yang perlu kita lakukan adalah berlatih dan berusaha sekuat tenaga agar menjadi yang terbaik dalam pertandingan nanti!” Sang Bum jadi penengah di antara mereka. Min Ho menjauh ke pojok dan menyendiri, aku berjalan ke arahnya, saat tepat berada di depannya…
“Aku mau keluar!”
“Mwo…?”
“Aku selalu disalahkan…”
“Bukannya kau memang salah?” ucapku
“Huh… bahkan kau pun membela mereka!”
“Aku tidak akan mengatakan masalahmu adalah masalah kecil tapi saat ini permainanmu memang tak sebagus dulu. Kita akan menghadapi pertandingan penting dan kalau kau terus begini…”
“Untuk itu… aku kan sudah tidak dibutuhkan lagi jadi lebih baik aku keluar!”
“Pengecut!” ejekku, dia menatap tak percaya padaku. “Apa ini yang disebut lelaki? Hanya dapat lari saat masalah datang menimpanya?”
“Min Ho… ayo ke lapangan, pelatih telah memanggil!” Joon memanggil Min Ho. Dia berjalan lemah, bodoh…bodohnya aku! Kenapa malah semakin memojokkannya?!
Aku menunggu Min Ho di parkiran usai latihan, beberapa siswa memadati jalan ke gerbang sebab memang sudah waktunya pulang. Aku gelisah menunggunya namun dia belum datang-datang,
“Ayo kita pulang!” ajak Hyun Joong tiba-tiba,
“Eh… maaf, aku menunggu Min Ho. Kau pulanglah duluan!” tolakku
“Untuk itulah aku mengajakmu pulang bersama sebab sudah dari tadi kulihat kau menunggu namun Min Ho belum datang-datang!”
“Memangnya kau mengamatiku?” aku terpekik tidak percaya.
“Kau kan temanku, apa salah aku menjagamu meski dari jauh?!”
“Kau baik sekali tapi…” ucapanku terpotong,
“Jaggi!” panggilan itu begitu kurindukan, aku menoleh dan kulihat Min Ho berjalan ke arahku,
“Aku menunggumu dari tadi, ada yang ingin kubicarakan!” ucapku.
“Aku juga mencarimu dari tadi, aku malah keliling kelas dan klub kupikir kau ada di sana tau-taunya kau malah menunggu di parkiran!” dia lalu menoleh ke Hyun Joong, “Kapten?”
“Em… kalau begitu aku pulang duluan saja karena yang kau tunggu sudah datang!” dia bicara padaku. Aku mengangguk, kulihat dia menelpon seseorang setelah menjauh dari kami, kurasa dia menelpon supirnya. Aku dan Min Ho pun segera pergi dari parkiran dan singgah di cafĂ© es krim langganan kami.
“Aku minta maaf mengenai kejadian tadi…” dia mengawali percakapan kami. “Tak seharusnya aku menyerah pada keadaan, benar katamu…aku pengecut bila harus keluar dari tim hanya karena masalah pribadiku yang tak seharusnya kupusingi…”
“Aku yang salah, aku terlalu kasar padamu! Mestinya aku mengerti perasaanmu, siapapun bila mendapat julukan seperti itu pasti akan sakit hati!”
“Jadi…kita buru-buru bertemu karena ingin minta maaf ya?!” Min Ho berbisik sendiri, aku pun tersenyum malu menyadari kejadian ini.
“Aku janji akan menjadi yang terbaik untukmu, untuk diriku, dan untuk orang-orang yang kusayangi!” dia menggenggam tanganku dan memandangku.
“Kupegang janjimu!” aku menggenggam tangannya dengan tanganku yang sebelah. Aku tersadar, sepertinya ada yang sedang mengintai kami.
“Ada apa?” Min Ho menyadari ekspresiku,
“Eh… tidak apa-apa!” aku buru-buru menyembunyikan firasatku, sepertinya tadi aku melihat mobil milik Hyun Joong.

Kesibukan di sekolah kembali mewarnai hari-hariku, apalagi sebentar lagi kejuaraan, bukan hanya aku yang kekurangan waktu untuk istirahat, teman-teman di klub bola juga. Karena hasil penelitian tumbuhan merambatku telah selesai maka sekarang aku disibukkan dengan penulisan laporan hasilnya. Aku dan beberapa teman sekelompok termasuk Hyun Joong tengah merangkai kata-kata baku untuk ditulis dalam laporan.
“Minggu depan ada simulasi ujian masuk perguruan tinggi!” Hyun Joong yang baru saja datang dari ruang guru membuatku shock.
“Benarkah?!” aduh…di saat sedang sibuk-sibuk begini kenapa harus ada ujian lagi gerutuku dalam hati. Teman-teman di sekelilingku menggerutu terkecuali si nomor satu itu, dia malah tertawa melihat ekspresi kami.
Aku singgah di kelas Min Ho untuk menjemputnya ke lapangan, dia sedang sibuk merapikan tasnya saat aku masuk menunggunya di pintu. Hye Sun keluar dan memasang senyum manisnya saat melaluiku, akupun membalasnya. Huft… gadis ini seperti boneka, kulitnya begitu halus dan bersih.
“Jaggi… katanya kita akan mengadakan ujian simulasi!” ucapku.
“Iya… aku juga baru dengar dari guru tadi!” balasnya saat kami jalan beriringan ke lapangan. Aku menarik napas panjang,
“Don’t worry be happy Jaggi!” bujuknya
“Siswa jenuis pasti bilang begitu, Hyun Joong malah ketawa!” gerutuku.  Dari jauh aku melihat Sang Bum yang mencoba membujuk So Eun, jadi… mereka belum damai ya? Di sudut lain aku melihat Hyun Joong sedang ngobrol bersama Hye Sun, aku semakin curiga kalau gadis yang ditaksir Hyun Joong memang Hye Sun. Pada latihan kali ini semua pemainku mendapat pujian, Min Ho tak lagi bermain urakan seperti dulu, mungkin karena perasaannya semakin membaik.
^_^
            “Hye Na… aku…” Hyun Joong masuk ke kelas sambil membawa beberapa lembar kertas yang entah kertas apa itu.
            “Maaf ya aku buru-buru, besok saja kita membahasanya!” ucapku sambil merapikan barang-barangku secepatnya.
“Tapi…”
“Aku ada janji dengan Min Ho, maaf ya!” aku segera meninggalkan kelas dan menyusul Min Ho di parkiran. Hari ini kami berjanji akan belajar bersama menghadapi ujian simulasi itu. Kali ini aku harus naik peringkat lagi, aku tidak boleh membuatnya malu. Untung saja ayah mau mengijinkan teman laki-laki datang ke rumah sebab kali ini alasannya adalah belajar bersama. Simulasi menghadapi ujian masuk perguruan tinggi ini akan membantu kami mengetahui kemampuan kami untuk masuk ke universitas mana. Aku dan Min Ho berencana masuk ke Universitas Sungkyungkwan. Universitas Sungkyungkwan bukan universitas sembarangan, inilah universitas tertua di Korea yang telah berdiri sejak dinasti Joseon.
            Seminggu penuh aku dan Min Ho belajar menghadapi ujian dan kuharap kali ini kami meraih hasil yang memuaskan. Tibalah hari penentuan itu, ya Tuhan… aku berharap agar nilaiku memenuhi persyaratan untuk masuk ke Universitas Sungkyungkwan. Aku tidak begitu kesulitan menghadapi soal ujian, sebagian besar soal-soal yang kubahas bersama Min Ho selama ini masuk meski dengan bentuk berbeda. Untung saja Min Ho menjelaskan trik menjawab pertanyaan dengan jalan singkat tanpa perlu menghitung terlalu lama. Sementara soal yang nonaksakta tidak begitu menyulitkanku sebab aku memang hanya bermasalah pada soal hitungan.
            “Huft… aku gugup menanti hasil ulangan kali ini, tidak seperti ulangan yang lalu-lalu.”
            “Memangnya kenapa dengan ulangan kali ini? Apa pekerjaanmu buruk?” tanya Min Ho.
            “Tidak, kurasa pekerjaanku bagus. Aku hanya takut hasilnya tidak mencukupi untuk masuk ke Universitas Sungkyungkwan. Aku yakin kau akan masuk, sementara aku…”
            “Kalau kau tidak bisa masuk maka aku tidak akan masuk juga ke universitas itu, kita cari lagi universitas yang menerimamu dan menerimaku!” ucapnya
            “Benarkah?!”
“Tentu saja, aku ingin belajar di tempat yang sama denganmu!” aku benar-benar terharu pada ucapannya, kalaupun itu bohong aku tetap tersentuh. Terima kasih karena kau membuatku merasa tenang bila bersamamu.

Pagi ini aku ke sekolah lebih awal, aku tak langsung ke kelas, aku singgah ke tempat  pengumuman. Aku segera melihat posisi dua di LCD, posisi yang sering ditempati Min Ho. Aku kaget saat melihat posisi nomor dua diisi oleh Hyun Joong, lalu siapa di posisi satu? Hah… Min Ho? Jaggi-ku menempati urutan pertama? Senyumku mengembang, aku harus segera memberitahukan Min Ho, dia pasti sangat senang. Aku berlari kencang ke kelasnya, langkahku terhenti saat melihatnya keluar kelas dengan wajah yang penuh emosi. Dia berjalan membelakangiku, aku jadi bingung, kuikuti langkahnya, ternyata dia ke kelasku.
Brukkk…aku mendengar suara dentuman keras begitu Min Ho memasuki ruangan, aku berhenti di balik pintu untuk menguping apa yang terjadi.
“Apa maksudmu dengan semua ini?!” bentak Min Ho pada seseorang.
“Kau bicara apa?” kurasa itu suara Hyun Joong.
“Kenapa kau mengalah?! Hasil ujiannya tidak seperti ini kan?!”
“Apa kau tidak senang melihat namamu di posisi pertama, bukannya itu adalah impianmu sejak dulu?”
“Aku memang ingin menjadi yang pertama namun dengan kekuatanku sendiri bukan karena pemberian orang lain!” jadi…Hyun Joong mengalah! Bukan Min Ho yang juara?
Jam pertama ini guru sejarahku tidak bisa masuk hingga waktu belajar ini kuhabiskan dengan membaca ensiklopedia kerajaan Korea. Sejak masuk kelas aku tidak bertegur sapa dengan Hyun Joong.
“Kau sakit ya?!” Hyun Joong tiba-tiba menghampiriku,
“Apa wajahku terlihat pucat?” tanyaku
“Kau terlihat murung”
“Aku kecewa padamu…” balasku. Keningnya berkerut, “Kenapa kau harus mengalah? Aku saja sakit hati mengetahui semua ini apalagi Min Ho!”
“Kau…” dia gelagapan
“Aku mendengar pertengkaran kalian tadi pagi,” ucapku. “Jangan pernah ulangi perbuatanmu, aku tak ingin Min Ho disakiti lagi. Perbuatanmu kali ini lebih parah dari apabila kau menamparnya,” aku beranjak dari tempatku
“Aku melakukan ini karena kasihan padamu, kau begitu bersemangat menghadapi ujian dan juga terus bercerita padaku mengenai usaha Min Ho untuk menjadi yang terbaik,”
“Tapi aku tidak memintamu melakukan ini! Kau terus menjadi yang pertama jadi kau tidak akan mengerti perasaan Min Ho!”
Seluruh siswa pun tahu apa yang terjadi sebenarnya, Hyun Joong mengalah dalam ujian simulasi itu. Ini membuat Min Ho semakin terpojok, aku terus menghiburnya agar dia tidak terus tersudut. Sukurlah dia masih berbesar hati menerima kenyataan ini, meski segelintir siswa masih terus menyindirnya ‘si nomor satu yang gagal’, bukankah lebih menyakitkan?

I_I
    
Akhirnya pertandingan antar SMU di Seoul dimulai dengan formasi pemain yang telah ditentukan seperti dulu. Hyun Joong merangkap sebagai kapten dan sekaligus penyerang bersama Min Ho. Pertandingan akan berlangsung dua minggu dan pemenang dari turnamen ini akan mewakili Korea untuk turnamen SMU internasional. Selama seminggu pertandingan kami melalui babak penyisihan tanpa ada hambatan yang berarti. Tentu saja lawan-lawan yang akan dihadapi pada minggu ke dua pertandingan akan semakin berat sehingga porsi latihan klub ditambah.

Hari ini aku sangat kelelahan, lari estapet saat pelajaran olah raga benar-benar menguras tenagaku. Aku sampai ketiduran di ruang loker apalagi masih ada waktu istirahat.
“Menejer!” suara itu berulang kali terdengar sayup-sayup di telingaku, aku mencoba membuka mataku yang terasa begitu berat. Kulihat Joon berdiri di sampingku,
“Oh… kau, ada apa?” tanyaku segera memperbaiku penampilanku.
“Apa kau melihat kapten? Pak Pelatih mencarinya!” aku menggeleng untuk memberi Joon jawaban. “Aduh… di mana dia?!”
“Mencari Hyun Joong ya? Tadi aku melihatnya keluar dari ruangan ini bersama   Min Ho!” Si Yong tiba-tiba muncul dari ruang ganti dan menimpali pembicaraan kami.
“Min Ho?!” tanyaku heran.
“Iya… em…bagaimana ya…” gadis itu sepertinya ingin bicara namun tidak berani
“Ada apa?!” tanyaku penasaran
“Sepertinya mereka berseteru…” jawab gadis itu. Berseteru?!!! Aduh… ada apa lagi ini? Aku menoleh ke Joon, astaga anak ini… dia mematung dengan wajah seperti cerry.
“Joon!” aku memanggilnya, “Ayo kita cari mereka!” kataku sambal menarik tanganya. Joon sudah lama menyukai Lee Si Young namun tidak berani mengutarakan perasaannya, wajarlah… Si Young adalah seorang model meski masih SMU sementara Joon bukan siapa-siapa. Aku menelusuri semua lorong di sekolah bersama Joon mencari Min Ho dan Hyun Joong. Setelah lama berputar-putar aku melihat Hyun Joong keluar dari toilet, dia baru saja membersihkan wajahnya. Kulihat beberapa luka lebam di wajahnya, aku kaget, apa yang terjadi dengan mereka tadi?
“Kenapa wajahmu?!” tanya Joon
“Tidak apa-apa!” jawab Hyun Joong
“Apa yang terjadi?” tanyaku
“Tidak apa-apa kok!” jawab Hyun Joong lagi
“Di mana Min Ho?” tanyaku, dia terdiam. “Di mana Min Ho?!” ulangku. Aku meninggalkannya bersama Joon sebab dia tidak mau menjawab pertanyaanku. Aku keluar koridor sekolah dan kulihat Min Ho duduk di dekat pohon besar, tanpa aba-aba aku pun segera menghampirinya. Kulihat dia baik-baik saja, hanya tangannya yang merah.
“Ada apa kau dengan Hyun Joong?!” tanyaku tiba-tiba hingga dia kaget. Anak itu berdiri dan berniat meninggalkan aku tanpa menjawab pertanyaanku. “Min Ho!” aku mencoba mencegatnya,
“Ini urusan pria dengan pria!” jawabnya
“Kau memukulnya!”
“Lalu kenapa?”
“Kau bertanya kenapa? Apa memukul orang perbuatan yang mulia?”
“Aku memukulnya untuk memberi pelajaran padanya!”
“Apa karena masalah rangking lagi?!” tanyaku, dia diam. “Bukannya itu telah berlalu? Kau sudah janji tidak akan mempermasalahkan persoalan itu lagi kan? Apa posisi nomor dua itu terlalu buruk bagimu?!” emosiku naik, Min Ho terlalu kenak-kanakan. 
“Kau membelanya?” tanyanya
“Bukannya dulu kau sendiri yang meminta agar aku berhenti membelamu?!” balasku, dia tersenyum pahit dan berlalu meninggalkanku.

Aku tak tahu harus bagaimana saat ini, posisiku sungguh sulit. Hyun Joong adalah teman sekelasku bahkan kami sudah seperti sahabat, dia berhubungan buruk dengan Min Ho yang notabene pacarku. Aku pusing dengan semua masalah ini! Aku hanya dapat minta maaf pada Hyun Joong atas perbuatan Min Ho yang keterlaluan padanya. Hari ini pelatih absen sebab istrinya melahirkan sehingga dia harus menemani istrinya di rumah sakit. Kami dipercayakan untuk berlatih sendiri makanya tadi pelatih mencari kapten. Seperti dugaanku Min Ho kembali seperti semula, dia bermain urakan dan semaunya.
“Berhentilah bermain seperti itu, kau bermain dalam tim bukan individu!” ucapku di sela-sela latihan. Dia hanya diam dan menunduk.
“Hye Na!” Hyun Joong memanggilku dan meyodorkan sebotol jus, “Kau lelah tak perlu menasehatinya lagi, dia telah dewasa, kurasa dia tahu apa yang harus dia lakukan!”
“Bajingan… gampang sekali kau bilang begitu!” Min Ho terpancing dan menarik kerah baju Hyun Joong. Aku mencoba memisahkan mereka, kudorong Min Ho,
“Kalau kau bukan anak-anak maka bersikaplah sebagaimana mestinya!” ucapku. Min Ho pergi sebelum latihan usai, kali ini aku tidak mau membujuknya lagi, sudah cukup aku memanjakannya.
Peristiwa ini membuatku menjauh dengan Min Ho, hubungan kami menjadi renggang. Aku tak tahan dengan sikapnya yang terlalu sensitif, dia terlalu melebih-lebihkan masalah.
“Kau tidak ke taman belakang?” Hyun Joong menegurku saat istirahat. Aku menggeleng sembari terus mengetik untuk laporan penelitian kami. “Semua karena aku, pertengkaranmu dengan Min Ho gara-gara aku!”
“Kenapa kau menyalahkan dirimu sendiri? Pertengkaran kami sama sekali tidak ada sangkut pautnya denganmu, semua karena kesalahan Min Ho sendiri.”
“Apakah…”
“Sudahlah… aku tak mau membahas masalah ini lagi, kepalaku pusing memikirkan sikapnya yang kenak-kanakan! Bagaimana kalau bercerita mengenai hal-hal yang menyenangkan saja?!”
“Hubunganku dengan gadis yang kutaksir semakin baik, semua karena nasehatmu!” dia akhirnya mengalihkan pembicaraan kami.
“Benarkah? Huh… kapan kau memperkenalkannya padaku? Bukannya kau sudah janji?”
“Kapan-kapan yah…” ucapnya. Aku cemberut mendengar janjinya.
“Em… aku ke toilet dulu!” ucapku lalu segera meninggalkan kelas. Usai dari toilet, dari jauh aku melihat ada sepasang siswa yang sedang bersantai di taman tempatku sering menghabiskan waktu istirahat bersama Min Ho. Aku penasaran makanya aku memperhatikan lebih jelas, Min Ho dan Hye Sun?! Huh…begitu ya?!
“Kau kenapa? Pulang dari toilet auramu jadi berbeda!” sindir Hyun Joong padaku. Aku tak menghiraukannya, kulanjutkan pengetikanku yang tadi sempat terhenti.
Setelah pulang sekolah member klub bola kembali berkumpul di lapangan untuk latihan. Sedari tadi aku belum bertegur sapa degan Min Ho, sungguh menyebalkan melihat tingkahnya yang seakan tidak terjadi apa-apa di antara kami. Saat tiba waktu istirahat, aku membagikan air mineral pada mereka, cuma Min Ho yang tidak mengucapkan terima kasih saat aku memberikannya air.
“Kalian kenapa, bertengkar ya?” Sang Bum nyeletuk begitu saja melihat tingkah kami.
“Bukannya kau juga sedang bertengkar dengan pacarmu?!” balas Min Ho. Hu… jadi benar dia menganggap kami sedang bertengkar, baik aku ikut apa maumu. Aku menghampiri Hyun Joong yang duduk di pojok,
“Dia benar-benar menyebalkan!” keluhku,
“Diapun beranggapan sama denganmu, dia menganggapmu menyebalkan juga. Kenapa tidak berdamai saja?” tanyanya.
“Berdamai?!” aku melotot padanya
“Kalau tidak mau tak usah melotot begitu menejer!” dia ketakutan melihatku.




 To be continued . . .



FF My Number One - Part 1



Kringgg…, bel tanda pelajaran usai berdering renyah. Para siswa SMU Eaton bersiap-siap membubarkan diri dari pelajaran yang menguras waktu mereka. Aku berjalan ringan menuju gerbang sekolah, hum…udara malam ini lumayan hangat untuk musim gugur kali ini.
            “Jaggi…!” seseorang tiba-tiba merangkulku dari samping. Aku segera menoleh ke arahnya, senyumku mengembang. “Kita jalan-jalan dulu ya sebelum pulang!” ajaknya.
            “Huh… kamu sih enak tidak perlu belajar keras untuk ulangan mid mendatang jadi bisa keluyuran ke mana saja sementara aku?!” balasku.
            “Ayolah… jarang kita bisa jalan bersama, ulangan jangan dijadikan momok, hadapi dengan senyuman!” bujuknya.
            “Kalau ulanganku hanya kuhadapi dengan senyuman maka hasilnya pasti jeblok dan ayahku pasti menggantungku”
“Ayolah jaggi, ya… aku janji akan menemanimu belajar!” dia memohon. Aku tersenyum melihatnya seperti itu, sebenarnya aku juga ingin mengajaknya jalan namun dia duluan yang meminta makanya aku sok jual mahal. Langkahku dengannya terhenti di pelataran parkir, dia menarik skuternya dari jajaran kendaraan beroda dua di parkiran. Beberapa saat kemudian skuternya berbunyi, dia menyodorkan helm padaku.
“Hye Na…!” seseorang tiba-tiba menegurku, aku berbalik,
“Ini jadwal pertandingan…” Hyun Joong menyodorkan selembar kertas untukku.
“Gomawo…!” balasku. Setelah itu dia melirik ke arah Min Ho yang telah siap dengan skuternya, dia membungkukkan sedikit badannya tanda memberi salam pada pacarku itu. Dia pun segera naik ke mobil mewah yang telah menunggunya sedari tadi.
Namaku Jung Hye Na, aku siswi tingkat ke tiga di SMU Eaton. Lee Min Ho adalah pacarku, kami jadian setahun yang lalu. Dia siswa pindahan dari Gwangju saat masih di tingkat dua, dia salah satu siswa berprestasi di sekolahku. Waktu masih jadi murid baru dia telah memboyong peringkat dua umum di sekolahku, selain jago dalam pelajaran dia juga sangat perpotensi dalam olahraga. Dia dan Hyun Joong tergabung dalam klub sepak bola yang tegolong klub elit di sekolahku.
Sementara Hyun Joong…, bisa dibilang dia pangeran sekolah kami. Pangeran impian semua siswi, pangeran sempurna yang memiliki segalanya, ketampanan, kepintaran, kekayaan, dan kesopanan. Dia seorang anak pengusaha handal di Korea, dia siswa nomor satu di sekolah kami, telah empat kali semester dan yang memegang peringkat pertama adalah dirinya. Sementara aku… ah sudahlah! Aku hanya siswi biasa yang tak punya nama. Seandainya aku bukan menejer klub bola dan pacarnya Min Ho, pasti tak akan ada yang mengenalku.
^.^
Aku sibuk memeriksa kelengkapan latihan sore ini, kulihat Hyun Joong malah sibuk membereskan lockernya, dia nampak memasukkan beberapa barang ke dalam tas plastik yang cukup besar.
“Dapat hadiah lagi?!” tanyaku, dia mengangguk. “Enak yah kalau jadi idola, setiap hari dapat hadiah…” lanjutku.
“Kau mau? Ada banyak biskuit dan coklat!” tawarnya. Aku menggeleng, biskuit dan coklat? Mereka musuhku, kalau makan sedikit saja, berat badanku pasti bertambah.
“Berikan pada yang lain saja, kan sayang kalau dibuang!” saranku.
Jaggi…!” seseorang memanggilku, panggilan khas seorang Lee Min Ho padaku.
“Kau tergabung di kelompok B berhadapan dengan kelompok A, kelompoknya Hyun Joong.” Jelasku saat dia mendekat. “Ommo… kenapa wajahmu?!” tanyaku saat melihat ada goresan di pelipisnya.
“Oh…tertimpa barang-barang di gudang saat aku membersihkannya. Sudah… tidak apa-apa!” dia menghentikan aku yang segera mengambil obat merah.
“Ayo ke lapangan, kasihan yang lain telah menunggu!” ajak Hyun Joong. Kami pun mengikuti sarannya, aku dan Min Ho menyusul di belakang.
Sepanjang latihan permainan timku sangat bagus, beberapa kali pelatih memberi tepuk tangan selamat untuk mereka. Dua jam kemudian latihan usai, Min Ho berlari-lari kecil ke arahku, peluh membasahi tubuhnya, dia terlihat begitu kelelahan. Aku segera menyodorkan handuk padanya,
“Huh… kalian semakin mesra saja, aku jadi iri!” Sang Bum memandang kami dengan wajah manyun plus kelelahannya.
“Kalau begitu panggil So Eun ke sini untuk menyemangatimu!” balas Min Ho
“Dia tak akan berani, So Eun lagi ngambek padanya!” sambung Joon yang sekelas dengan So Eun. Aku menyodorkan air mineral untuk ke tiga member klubku.
“Palingan… dia lupa pada janjian mereka…!” tebakku.
“Ya… tepat sekali menejer! So Eun sampai menunggu dua jam di stasiun kereta untuk kencan dengannya namun dia malah asik main game bersamaku. Dia lupa kalau ada janji dengan pacarnya!” tambah Joon. Kami terkikih bersama kecuali Sang Bum yang manyun karena ditertawai.
Usai latihan semua member membersihkan diri di kamar mandi sementara aku masih berdiskusi bersama pelatih untuk pertandingan mendatang. Beberapa saat kemudian, Min Ho telah selesai berbenah, penampilannya tampak lebih bersih dan segar sekarang.
“Kita ke rumahku!” ajaknya saat aku jalan bergandengan ke pelataran parkir.
“Untuk apa?” tanyaku
“Bukannya aku sudah janji akan membantumu belajar?! Kalau di rumahmu kau menolak, katanya ayahmu menyeramkan makanya aku mengajakmu ke rumahku.” Belum sempat aku membalas ucapannya…
“Hye Na!” seseorang memanggilku, aku berbalik, Hyun Joong? Dia berlari kecil ke arahku. “Kita harus ke pasar tanaman kan?!” tanyanya,
“Ya ampun aku lupa!” pekikku, kami mendapat tugas biologi dari Ibu Moon untuk meneliti pertumbuhan tanaman merambat dan kebetulan aku sekelompok dengan Hyun Joong. “Aduh… bagaiamana ini?” aku memandang Min Ho yang lebih dulu mengajakku.
“Tak apalah, belajar bersama lain kali saja!” ucap Min Ho diplomatis, aku tersenyum, syukurlah dia mau mengerti.
“Terima kasih ya Jaggi !” balasku. Aku meninggalkannya di pelataran parkir begitu mobil jemputan Hyun Joong datang. Wah… mobil orang kaya memang berbeda, rasanya begitu nyaman dan sejuk. Aku tidak tahu banyak mengenai merek mobil tapi yang kutahu pasti, Hyun Joong sering berganti mobil setiap ada keluaran terbaru dan kurasa kali ini juga begitu sebab mobil ini berbeda dengan mobil yang menjemputnya kemarin malam.
“Sudah berapa lama kau berpacaran dengan Min Ho?” tiba-tiba dia membuka percakapan.
“Em… sekitar setahun!” jawabku. Dia tersenyum, “Kenapa tersenyum?” aku heran
“Aku penasaran bagaimana kalian bisa dekat sampai akhirnya pacaran, bukankah kalian berbeda kelas, apa lagi dia anak baru, tentu jarang bersama!” jawabnya. Kali ini aku yang tersenyum, teringat saat pertama kali aku berkenalan dengannya di bus.
“Bagaimana kau bisa menyukainya?” tanyanya lagi, “Apa kelebihannya sehingga kau tertarik padanya?”
“Kau seperti mewawancaraiku, memangnya kenapa kau bertanya banyak seperti itu?”
“Karena aku juga menaksir seorang gadis!” treeeenggg… pengakuannya membuatku kaget, polos sekali dia! “Aku bertanya begini karena aku ingin tahu apa yang biasa disukai seorang wanita pada pria!”
“Benarkah?!” tanyaku.
“Tentu saja! Aku laki-laki normal sehingga yang kutaksir adalah gadis!”
“Bu…Bukan itu maksudku! Aku hanya terkejut saja kau bisa berterus terang seperti ini padaku! Biasanya kan anak lelaki akan malu untuk berbicara soal cinta pada teman wanitanya.”
“Aku merasa hanya kaulah temanku, aku tidak tahu harus bicara dengan siapa selain denganmu.” Ha…ha… aku tertawa,
“Aku begitu tersanjung mendengarnya, baiklah aku mengerti, katakanlah apa yang dapat kubantu!” pintaku.

Kami akhirnya tiba di pasar tanaman, sambil bercerita mengenai gadis taksirannya, Hyun Joong dan aku memilih tanaman yang akan kami gunakan untuk penelitian. Dia menaksir seorang gadis yang pernah menolongnya dua tahun yang lalu. Katanya gadis itu adalah cinta pertamanya, hanya saja dia tidak mau cerita siapa gadis itu.
“Em…yang kusuka dari Min Ho… dia anak yang baik, dia sangat pengertian dan menyayangiku. Dia pemberani dan poin plusnya adalah dia pintar!” aku seperti mempromosikan pacarku di hadapan Hyun Joong. “Kebanyakan wanita lebih suka kalau pacarnya berwawasan luas termasuk aku!” lanjutku, Hyun Joong memperhatikanku dengan seksama.
“Apa kekayaan perlu?” tanyanya,
“Bagi sebagian wanita, itu perlu!”
“Lalu bagimu?”
“Asik juga sih punya pacar kaya apalagi seperti kamu...” candaku, “…tapi itu bukan poin utama bagiku, seperti yang kau dengar tadi, aku suka Min Ho karena dia anak yang baik!” Hyun Joong tersenyum miris mendengar pengakuanku, “Ada apa?” tanyaku.
“Ah… tidak apa-apa!” balasnya. Hari ini aku banyak memberi wejangan kepadanya semoga ini dapat membantunya. Kebetulan kami juga sudah mendapatkan sampel tanaman yang akan digunakan besok, hingga kami kembali ke rumah masing-masing.
^-^
            Pulang sekolah Min Ho mengajakku ke toko buku, dia banyak bercerita mengenai murid baru di kelasnya. Katanya pindahan dari Gwangju, dia seorang model, namanya Go Hye Sun. Sepanjang perjalanan aku terus mendengar profil gadis itu dari Min Ho dan benar-benar membuatku cemburu. Dia bercerita panjang lebar mengenai seorang gadis, apakah di belakangku dia juga bercerita tentangku dengan semangat seperti itu?
            “Bagiamana penelitian biologimu? Apa perlu bantuan?” tanyanya.
“Oh… tidak perlu, aku dan Hyun Joong akan mengerjakannya bersama teman yang lain.”
“Benar! Hyun Joong… kalau ada dia semua akan beres. Kalau ada ‘si nomor satu’ di sampingmu, kau tentu tidak memerlukan ‘si nomor dua’!”
“Kau bicara apa?” aku menatap protes ke arahnya, “Aku tidak suka kau berkata seperti itu!”
“Eh…bukan begitu maksudku…”
“Bukan apanya?!” tantangku. “Siapa bilang aku tidak membutuhkanmu?! Aku tidak suka kalau kau menyebut dirimu ‘nomor dua’!”
“Iya…iya... aku minta maaf, jangan marah lagi!” dia merangkulku.
“Memang ada yang memanggilmu ‘nomor dua’?”
“Banyak!”
“Benarkah?!”
“Uhm… meski agak kesal tapi aku tak dapat berbuat banyak toh memang seperti itu adanya.” ucapnya jujur. Aku mengepalkan tanganku, kelewatan sekali mereka. Awas ya kalau aku sendiri yang mendengarnya, aku pasti akan menyemprot mereka. 
“Oh ya… ini untukmu!” dia menyodorkan buku yang baru saja dibelinya tadi. “Itu berisi rumus-rumus mudah untuk mate-matika dan persamaan fisika. Kalau buku di sekolah rumusnya panjang kali lebar, kalau membaca buku itu kau akan mudah mengerti.”
“Jadi kau menyuruhku belajar sendiri? Bukannya kau sudah berjanji akan mengajariku?!” protesku
“Bukannya kau ada penelitian biologi bersama Hyun Joong?”
“Tapi tidak setiap saat juga kan aku bersamanya, oh… jadi aku mengijinkanku untuk diajari Hyun Joong?!”
“Eh… siapa bilang? Baiklah aku sendiri yang akan membantumu!” dia termakan candaanku, “Hu… untuk apa minta bantuan orang lain kalau aku sendiri bisa membantumu?!” kudengar dia berbisik, aku tersenyum.

Hari-hariku kuhabiskan dengan berbagai kesibukan sekolah, menemani timku latihan, penelitian biologiku, dan persiapan untuk menghadapi ulangan mid semester. Setiap jam istirahat aku dan Min Ho bertemu di taman sekolah, kami biasanya membahas pelajaran-pelajaran yang barusan diterima dan tidak jarang dia membantuku mengerjakan tugas dari guru. Aku merasa kemampuan akademikku semakin meningkat semenjak aku berkenalan dengan Min Ho. Sebagai pacarnya, tentu aku tidak mau mempermalukan diriku pada teman-temannya. Meski tidak dapat menyamainya, paling tidak aku jangan membuatnya malu!
Malam ini dia tidak dapat mengantarku pulang, katanya ada tugas sekolah yang harus dia kerjakan bersama teman-teman sekelasnya. Aku jalan bersama Sang Bum dan Joon ke halte bus, Min Ho meminta mereka untuk menemaniku. Dia pasti masih trauma dengan kejadian di bus setahun yang lalu, he…he… bukannya aku yang harus trauma?!
“Huft… ulangan mid sebentar lagi tiba, aku jadi tidak bersemangat!” keluh Joon
“Memang dari dulu kau tidak pernah bersemangat kalau menyangkut pelajaran!” ejek Sang Boom.
“Benar!” balas Joon girang, heh… bukannya marah, dia malah senang. “Aku memang cuma tertarik pada bola, bola, dan bola!” lanjutnya.
“Kalau begitu kau harus berjuang keras agar SMU kita bisa bertanding di laga Nasional!” ucapku.
“Tentu menejer!” balasnya singkat, “Aku akan menyamai kehebatan Leonardo Di Caprio dalam menggiring bola ke gawang!” aku dan Sang Bum memandang heran ke arahnya,
“Memangnya kau mau main bola di kapal Titanic?” tanya Sang Bum.
“Mungkin maksudmu Christian Ronaldo?” tanyaku
“Memang tadi aku bilang apa?!” yah… lemotnya Joon kambuh lagi.
“Busnya datang…” ucap Sang Bum, “Ayo… tak perlu pedulikan dia!” sambungnya sambil menarik tanganku ke arah bus. Joon masih berdiri bengong karena pertanyaannya belum di jawab.
“Ayo naik!” perintahku. Baru saja bus akan berangkat, tiba-tiba ada siswa yang ketinggalan. Segera bus berhenti agar siswa itu bisa naik, aku, Joon, dan Sang Bum melongo begitu melihat ternyata Hyun Joong yang ketinggalan. Dia segera mengambil tempat di samping Joon yang duduk sendiri.
“Mobilmu rusak?” tanya Joon, Hyun Joong menggeleng sambil tersenyum, “Lalu kenapa kau naik bus?”
“Cuma penasaran bagaimana rasanya naik angkutan umum!” aku dan Sang Bum tersenyum geli di belakang mendengar pengakuan si anak orang kaya itu.
“Hye Na… rumahmu di mana?” tiba-tiba dia bertanya padaku.
“Di Myeong Song Go!” jawabku
“Aku di Gang San!” lanjut Joon, Hyun Joong kan tidak tanya padamu.
“Ternyata naik bus sumpek ya! Tidak ada AC-nya!” ucapnya,
“Memang sumpek makanya kami iri padamu yang setiap hari diantar jemput dengan mobil mewah!” balas Sang Bum.
Akhirnya aku tiba di rumah, usai berpamitan dengan teman-temanku aku pun turun dari bus. Dari dalam bus kulihat Hyun Joong terus mengamatiku, aku pun melambaikan tanganku padanya dan dia tersenyum.

Akhir-akhir ini Min Ho sangat sibuk dengan tugas-tugas kelasnya namun dia selalu menyempatkan waktu untuk menemaniku belajar. Aku sering melihatnya membahas sesuatu dengan seorang siswi yang baru kulihat, mungkin itulah anak baru yang pernah diceritakan Min Ho padaku.
“Jaggi…” aku menemui Min Ho di kelasnya setelah lama menunggunya di taman saat istirahat siang.
“Ah… Hye Na!” Min Ho menghampiriku, dia sedang membahas sesuatu bersama beberapa temannya termasuk anak baru itu. “Maaf, aku sangat sibuk. Ada tugas sejarah dari Pak Byun.”
“Tak apa, aku hanya ingin tahu kenapa kau tidak datang ke taman. Oh ya… Ini kubuatkan untukmu, jangan terlambat dimakan ya!” aku pun segera berpamitan dengannya dan kembali ke kelasku. Huft… kenapa aku jadi sedih begini? Hanya karena dia tidak bisa menemaniku belajar, padahal aku sendiri berkali-kali tidak dapat menemaninya karena tugas-tugas kelasku.
“Ini…” Hyun Joong datang memberi es krim padaku, “PR Kimiamu sudah selesai?” tanyanya, aku yang baru saja akan mengambil es krim dari tangannya berhenti sejenak
“Memang ada?” tanyaku
“Tidak ada! He…he…” candanya, huh…dasar orang ini. Dia menemaniku ngobrol hingga aku melupakan masalahku tadi.
“Aku penasaran pada gadis yang kau suka, memangnya siapa dia? Wah… beruntung sekali gadis itu disukai olehmu!”
“Dia gadis biasa, suatu saat akan kukenalkan dia padamu!”
“Janji ya!”
“Iya!”

Akhirnya hari yang paling menakutkan murid-murid di sekolahku tiba, ya… ulangan mid semester telah datang. Aku beserta murid yang lain belajar keras agar dapat mencapai hasil terbaik di akhir nanti. Kali ini peringkatku harus meningkat, kasihan kan Min Ho bila aku tidak ada peningkatan padahal dia telah bersusah payah membantuku belajar. Usai menghadapi ulangan mid, sehari kemudian kami sudah dapat melihat hasilnya sebab perhitungan nilai menggunakan aplikasi komputer. Sistem ulangan di sekolah kami seperti sistem ujian masuk universitas, ulangannya menggunakan system denda. Semua itu dilakukan agar kami terbiasa dengan ulangan system denda sebagai bekal untuk menghadapi ujian masuk universitas.
Pagi ini sebelum masuk ke kelas, aku segera ke tempat pengumuman. Di sana telah bergumul beberapa siswa yang tujuannya sama denganku, melihat hasil ulangan.
“Wah… Hyun Joong pertama lagi!” ucap beberapa siswa saat melihat hasil di LCD, aku menoleh ke urutan ke dua, fuih… syukurlah Min Ho masih dapat mempertahankan nilainya. Aku sampai takut Min Ho kehilangan peringkat sebab dia jadi jarang belajar karena harus membantuku.
“Jaggi!” Min Ho menegurku dari samping.
“Kau mempertahankan peringkatmu, selamat ya!” ucapku.
“Sudah tahu kau peringkat berapa?” tanyanya. Aku menggeleng, reflex aku mencari namaku di urutan 30-an ke bawah sebab peringkat terakhirku adalah 30.
“Nomor 17!” ucap Min Ho, aku pun melihat ke angka 17, betul di sampingnya tertulis nama Jung Hye Na. “Chukae Jaggi!”
“He…he… dibanding kamu, aku tidak ada apa-apanya!” balasku.
“Jaggi… kau di urutan 17 dari 150 siswa! Bukankah itu hebat?!”
“Ya… aku hebat ya!” pujiku sendiri, “…Tapi semua berkat bantuanmu juga!” lanjutku.
“Hei … ‘nomor dua’ kau dipanggil oleh Pak Byun!” tiba-tiba seorang siswa menegur Min Ho. Pacarku itu menarik napas, dia segera menghentikan langkah siswa itu yang baru saja akan pergi.
“Aku punya nama, Lee Min Ho, tak perlu memanggilku dengan sebutan seperti itu!”
“Bukannya memang seperti itu?!” siswa itu mencoba membela diri. Min ho terlihat kesal dan sepertinya akan memukul siswa itu.
“Sudah…jangan diperpanjang lagi!” aku mencoba menarik Min Ho agar melepaskan siswa itu. Min Ho berjalan penuh kekesalan meninggalkan tempat itu, aku pun mengejarnya dari belakang.
“Sudahlah… jangan dimasukkan ke hati!” bujukku. “Dia hanya iri padamu, dia sendiri ada di urutan ke berapa sih? Bahkan masuk 50 besar saja kurasa tidak, jadi dia bicara seenaknya begitu padamu…” Min Ho terus berjalan tidak menggubrisku. Hmp… aku memutar arah jalanku, aku kembali ke tempat pengumuman tadi. Kulihat siswa yang tadi mengatai Min Ho.
“Hei kau! Aku ingin bicara denganmu!” suaraku lantang meneriaki anak itu. Beberapa siswa menoleh padaku,“Kau tahu namanya tapi kau memanggilnya dengan sebutan lain, kau mau cari gara-gara ya?”
“Hei … tak perlu marah, memang begitu keadaannya kan?!” balas siswa itu.
“Kau ada di urutan berapa?! Kalau kau ada di urutan 50 apa kau tidak keberatan kupanggil ‘si lima puluh’?” siswa itu diam, “Kau bahkan tak dapat menyamainya tapi masih berani mengejeknya, dasar tidak tahu diri!” lanjutku.
“Tidak pernah belajar moral ya?” tiba-tiba Hyun Joong membantuku dari belakang.
“Maaf deh… tak perlu berlebihan seperti ini kan!” balas siswa itu,
“Kau tidak tahu rasanya makanya kau menganggap ini enteng!” lanjut Hyun Joong.
“Aku mau kau minta maaf pada Min Ho!” timpalku.
“Tidak perlu separah itu kan?!” siswa itu menolak
“Kau mau minta maaf atau tidak?” Hyun Joong menarik kerah baju anak itu, wah… Hyun Joong kau tidak perlu separah itu. Akhirnya berkat bantuannya, siswa itu menyanggupi untuk meminta maaf pada Min Ho.
Hatinya terlanjur sakit, itu jelas terlihat dari permainannya saat latihan. Meski siswa yang mengejeknya telah meminta maaf namun kurasa panggilan itu terus terngiang di telinganya. Rasanya memang sakit, aku saja sampai kesal setengah mati pada siswa yang mengejeknya.


To be continued