Thursday 5 March 2015

FF My Number One - Part 3


sebelumnya di My Number One - Part 2

Huft…aku duduk menyendiri di pojokan swalayan sementara ibu asyik ngobrol bersama teman SMUnya dulu. Aku mendengar suara orang ramai di balik taman, saat aku mengecek ternyata sedang ada pemotretan. Dari jauh aku duduk melihat teman sekelasku yang telah ditaksir Joon sejak kelas dua, Si Young, berpose untuk kebutuhan iklan. Setelah beberapa kali take akhirnya gadis itu mendapat waktu istirahat juga.

“Hye Na… kau di sini juga?!” sapanya saat melihatku duduk di bangku taman.
“Aku tadinya mau menemani ibu berbelanja namun ibu ketemu dengan teman lama sehingga aku malah diabaikan!” balasku. Seorang kru datang membawa sebotol teh untuknya,
“Boleh minta satu lagi untuk kawanku?” ucapnya
“Tentu!” balas kru itu, dia menyodorkan sebotol untukku. Wah… tak perlu repot begini, karena terlanjur disodorkan akupun akhirnya menerima. Aku meminum teh itu dan keningku mengernyit,
“Pahit ya?” tanya Si Young
“Iya!” jawabku
“Itu teh hijau asli dari Jepang, sangat baik untuk menjaga bentuk tubuh!”
“Jadi kau sering minum ini?”
“Ini minuman wajib bagi semua model agar tubuhnya terjaga!”
“Pantas saja tubuhmu bagus, aku jadi iri!”
“Aku malah iri padamu!” gadis itu membuatku tersedak teh yang rasanya telah beradaptasi dengan lidahku.
“Apa yang mesti membuatmu iri? Aku biasa-biasa saja, tak ada istimewanya!” tanyaku heran.
“Justru karena itu aku jadi iri, kau gadis sederhana namun menjadi rebutan dua siswa terpopuler di sekolah kita.”
“Rebutan?!” aku semakin heran “Apa maksudmu?!”
“Saat itu aku melihat Hyun Joong hampir menciummu ketika kau tertidur pulas di ruang loker. Min Ho mendapatinya sehingga dia marah dan menyeretnya keluar ruangan.”
“Benarkah?!” aku terkejut, jadi pertengkaran mereka saat itu… “Tapi… mana mungkin Hyun Joong melakukan itu! Dia sudah memiliki taksiran sendiri!”
“Kalau yang itu, aku tidak tahu. Yang jelas penglihatanku saat itu tidak mungkin salah!” Si Young membeberkan kejadian saat itu, akhirnya akupun tahu apa yang telah terjadi sebenarnya.

Pagi ini aku buru-buru ke sekolah untuk menemui Hyun Joong, dia harus menjelaskan masalah yang membuatku galau ini.
“Oh… kau sudah datang! Ayo kita mengumpulkan tugas penelitian ini pada Ibu Moon!” ucapnya saat melihatku masuk kelas, aku tidak bisa meminta klarifikasinya sebab ternyata teman-teman sekelompokku telah menunggu kedatanganku. Sepanjang hari ini aku tidak bisa bertanya pada Hyun Joong, kenapa aku malah kehilangan keberanian seperti ini?
Aku memutuskan menemui Min Ho, kurasa saat ini aku memang harus minta maaf padanya.
“Oh… dia ke perpustakaan tadi!” ucap Sang Bum saat aku bertanya padanya, aku pun segera ke perpustakaan menyusul Min Ho. Kulihat dari pintu dia dan Hye Sun sedang serius belajar, aku tidak berani menganggu mereka meski maksudku hanya untuk minta maaf.
“Kenapa tidak masuk?!” So Eun mengagetkanku, senyumannya manis sekali. Pantas Sang Bum tergila-gila padanya.
“Ehm…aku lupa kalau ada yang harus kukerjakan!” aku mengelak dan segera pergi. Saat latihan pun aku tak dapat berbuat banyak, karena pertandingan ke depan semakin berat maka latihan merekapun semakin berat. Aku tak boleh mengganggu mereka, kubiarkan saja kejadian waktu itu menjadi tanda tanya besar di kepalaku.

Sore ini aku dan unni-ku mengunjungi butik langganan ibu untuk mengambil baju pesanannya sekalian kami singgah di mall, untuk sekedar melepas lelah, kami memasuki café dan memesan minuman dingin. Saat sedang asyik mengobrol, dari jauh aku melihat orang yang begitu mirip dengan Min Ho. Dia tidak sendiri, dia berangkulan dengan seorang gadis.
“Kau lihat apa?” tanya unni-ku, mungkin dia menyadari aku sedang mengamati sesuatu.
“Ehm… sebentar ya kak, aku mau ke toilet dulu!” ucapku bohong. Segera aku menyusul orang yang mirip Min Ho itu, dari belakang aku terus mengikuti mereka dan akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa orang itu memang Min Ho dan gadis yang dirangkulnya adalah Hye Sun. dengan langkah lemas aku kembali ke café tempat unni menunggu. Tidak… aku tidak boleh berprasangka buruk, mana mungkin Min Ho berselingkuh di belakangku. Kuberanikan diri memencet sederet nomor di ponselku dan menelpon seseorang.
“Halo…?!” sapa Min Ho.
“Aku…aku…ehm… kau sedang apa sekarang?” tanyaku,
“Aku…di rumah Joon sedang main game…“ suaranya bergetar,
“Oh…” ucapku, aku kecewa…kenapa kau bohong.
“Ada apa?!” dia balik bertanya
“Tidak ada apa-apa! Aku hanya ingin menyapamu sebab sudah lama kita saling diam!”
“Ehm… aku minta maaf mengenai hal itu, aku sangat sibuk makanya terkesan mengabaikanmu,” terkesan mengabaikanku? Tidak…kau memang telah mengabaikanku sebab kau sibuk dengan gadis lain.
~~My Number One~~

Saat pulang sekolah aku terduduk lesu di halte bus, beberapa bus yang lewat dan berhenti di depanku kuabaikan begitu saja. Entah kenapa aku malas pulang ke rumah. Ingatanku menerawang ke kejadian setahun yang lalu saat pertama kali bertemu Min Ho. Saat itu aku dijahili oleh om-om genit di bus, dia meraba-meraba pinggangku dan perlahan tangannya kurasakan akan berpindah ke bagian yang lebih bawah. Aku malu berteriak tapi tiba-tiba saja ada yang menepis tangan om-om itu dari tubuhku.
“Apa anda tidak malu memperlakukan gadis yang seumuran dengan putri anda seperti itu? Apa anda tidak takut bila di luar sana putri anda juga mengalami hal yang sama seperti yang anda lakukan sekarang?!” bentak seorang murid yang berseragam sama denganku. Aku memandang murid itu, “Kenapa kau tidak berteriak dan meminta tolong, kamu malah diam saja dilecehkan seperti itu!” dia membentakku. Kebetulan kami telah tiba di sekolah sehingga secepat kilat dia menarik tanganku menuruni bus.
Dia berjalan di depan dengan langkah santainya sementara aku berjalan menunduk di belakangnya. Air mataku menetes, aku malu sekali sekaligus sangat takut pada kejadian itu.
“Kau kelas berapa?” tanyanya tiba-tiba.
“Kelas 2.1!” jawabku
“Oh… berarti kita seangkatan, pulang sekolah nanti kau tunggu aku di depan gerbang biar aku bisa menjagamu saat di bus!” dia berlari setelah mengucapkan itu, ternyata gerbang sekolah akan segera ditutup. Aku juga berlari sekuat tenaga agar tidak terlambat, sayangnya aku terlalu lemah untuk berlari karena kejadian yang baru saja kualami di bus tadi. Siswa itu kembali ke arahku dan menarik tanganku untuk berlari kencang agar tidak ketutupan gerbang, untung saja dia menahan pintu yang sudah setengah tertutup agar kami bisa masuk dan tidak terlambat.
Kami jalan bersama ke lantai dua, aku singgah di kelasku sementara dia terus berbelok, kemungkinan dia di kelas 2.2, 2.3, atau 2.4, gumamku dalam hati. Saat pulang sekolah, aku benar-benar menunggunya di gerbang, entah kenapa aku langsung percaya saja pada janjinya tadi pagi. Ternyata dia benar-benar datang! Akhirnya kami jalan bersama ke halte bus. Dalam perjalanan kami mengobrol sekaligus aku mengucapkan terima kasih pada bantuannya yang tidak sempat kuucapkan tadi. aku pun tahu dia bernama Lee Min Ho, anak kelas 2C, dia murid baru pindahan dari Gwangju.

“Hye Na…” seseorang mengagetkanku. So Eun?! Dia duduk di dekatku, “Kenapa kau melamun?”
“Aku ingat Min Ho…” ucapku lemah
“Oh… Min Ho! Kenapa aku jarang melihat kau bersamanya lagi? justru dia keseringan bersama Hye Sun, si murid baru itu. Kalian belum putuskan?”
“Aku juga tak tahu, sepertinya hubungan kami sedang renggang!” aku mendesah, “Sudahlah… kita bahas yang lain saja, bagaimana hubunganmu dengan Sang Bum?”
“Huh… aku tak mau membahasnya!!!”
“Lebih baik kau membahasnya sebab aku juga selalu bersikap seperti itu saat bertengkar dengan Min Ho sehingga jadi begini,” suaraku terasa berat. “Sang Bum sangat menyesal pada perbuatannya, dia selalu bercerita padaku betapa dia menderita menunggumu untuk memaafkannya! Jangan terlalu lama marah padanya, bisa-bisa dia jadi jenuh dan akhirnya kalian berpisah seperti aku!” So Eun terlihat cemas mendengar ceritaku, kuharap kau tidak melakukan kesalahan seperti yang telah kulakukan.
Aku masih tak tahu harus ke mana, kakiku terus membawaku berkeliling di pusat perbelanjaan di tengah kota. Dari jauh kulihat Min Ho dan Hye Sun memasuki sebuah galeri seni, kuikuti saja mereka. Aku mengamati mereka dari jauh, baru kali ini aku melihat Min Ho tertawa lepas seperti itu, selama ini dia tidak pernah seperti itu. Sepertinya dia lebih nyaman bersama gadis itu, tak terasa air mataku mengalir. Apa aku benar-benar akan kehilangan dia?

Aku menunggu kedatanganya di taman belakang sekolah, tempat kami sering menghabiskan waktu istirahat. Perlahan kudengar derap langkah mendekat ke arahku, saat berbalik, ternyata orang yang kutunggu telah datang.
“Maaf… aku mengganggumu, aku hanya ingin bicara sebentar!” ucapku.
“Ada apa?!” tanya Min Ho.
“Apa lebih baik kita berpisah saja…kau dan aku kini memiliki kesibukan sendiri, bahkan kehidupan sendiri…”
“Kalau itu memang maumu…” dia berbalik meninggalkan aku, bibirku bergetar, air mataku mengalir, padahal aku berharap kau mengatakan kita masih bisa memperbaikinya dan kembali seperti semula.
Aku berjalan lesu ke kelas, sesaat kemudian Sang Bum datang memelukku seperti orang gila.
Ya… Kim Sang Bum! Noe micheoso?!” kau gila ya? Bentakku,
Ne…naega micheo!” teriaknya, “Menejer… terima kasih berkat bantuanmu akhirnya So Eun mau memaafkanku!”
Jincha?” tanyaku ikut senang
Guraegomawoyo Hye Na…!” sekali lagi dia memelukku kemudian pergi sambil jingkrak-jingkrak. Aku tertawa melihat tingkahnya, sukurlah kalau dia sudah baikan dengan So Eun. Ironis sekali, aku yang mempersatukan mereka kembali sementara aku sendiri gagal pada kisah asmaraku.
Aku bergegas mengganti kemejaku dengan seragam olahraga. Hari ini kelasku akan latihan lompat galah, Hyun Joong memang hebat, dia melakukan lompat galah dengan cara sempurna. Beberapa teman berbisik apa dia seorang super hero? Soalnya dia selalu menjadi yang terbaik. Kini giliranku, aku bersiap-siap di garis start dan saat songsaenim meniupkan peluit, aku mulai berlari. Kusentakkan galahku kemudian melompat dengan bertumpu pada galahku. Bruk…aku mendarat buruk, berbeda sekali dengan Hyun Joong. Akibatnya tangan kiriku cidera, beberapa temanku terkejut dan segera menghampiriku untuk menolong. Hyun Joong sigap membawaku ke klinik sekolah, di sana ada Joon yang menjaga.
Dokter klinik memeriksa keadaanku, dia bilang tanganku terkilir dan untuk sementara waktu harus digips. Aku diizinkan untuk beristirahat di klinik untuk sesaat sedangkan Hyun Joong masih harus mengikuti pelajaran. Kulihat dia berat sekali meninggalkanku, sebenarnya aku juga tidak ingin berada di klinik sendirian namun aku baru ingat ada Joon di sana.
“Kau melakukan kesalahan apa lagi sehingga harus menjaga klinik?” tanyaku
“Huft… aku memecahkan pot bunga kesayangan Ibu Wakepsek!” aku tertawa kecil melihat kawanku yang satu ini, “Kau tahu… tadi Si Young tersenyum padaku hingga aku lepas kendali!” dia terlihat berbunga-bunga
“…makanya…kau memecahkan pot bunga itu?!” selidikku, dia mengangguk. Tentu saja Ibu Wakasek marah, notabene bunga itu adalah bunga tulip yang bibitnya beliau dapat dari Belanda.
“Oh ya,apa  kau sudah bertemu Min Ho?” tanya Joon, Min Ho? Apa dia datang ke sini? “Tadi aku melihat dia berlari seperti orang kesetanan ke sini, kupikir dia ingin menemuimu…aku melihatnya berdiri di pintu, jadi dia tidak masuk ya?!”
“ Tak ada yang berada di ruangan ini selain aku dan Hyun Joong tadi!”

Aku berjalan sendiri ke kelas, di kepalaku masih penuh tanda tanya mengenai perkataan Joon tadi. Kalau memang Min Ho datang ke klinik, kenapa dia tidak masuk dan menemuiku?
“Hye Na!” Hyun Joong memanggilku, “Kenapa tidak menungguku? Aku baru saja akan menjemputmu di klinik!” aku tersenyum, “Bagaimana keadaanmu?”
“Tanganku masih belum dapat digerakkan, kurasa akan butuh waktu lama untuk bisa normal kembali!”
“Ayo… kuantar ke kelas!” ajaknya, dia merangkulku untuk membantuku berjalan.
“Tak perlu seperti ini Kapten!”
“Tak apa-apa, aku senang melakukannya menejer!” aku tersenyum. Dari belakang tiba-tiba ada Min Ho yang menyalip perjalanan kami, dia sepertinya baru dari perpustakaan, di tangannya ada beberapa buku akuntansi dan yang membuatku sakit, di sampingnya ada Hye Sun.
Gwencanayo?” tanya kapten saat mereka berlalu,
Mworago?” apa maksudmu? Aku menatap protes padanya, aku tidak suka dia bertanya begitu. Tentu saja aku sakit, mana bisa aku baik-baik saja melihat orang yang sangat kusayangi begitu mesra dengan orang lain.
Pekerjaanku di klub sebagai menejer tentu saja sangat terganggu akibat tanganku yang sakit, sebagai gantinya kapten yang selalu membantuku melakukan hal yang terkendala olehku. Huf…seandainya saja Min Ho yang melakukannya, aku pasti lebih senang. Dia begitu dingin padaku, menatap pun dia sepertinya enggan.
“Min Ho~ya… hwaiting!” teriak seseorang dari balik lapangan saat anak-anak berlatih, Hye Sun? dia datang memberi semangat pada Min Ho, dadaku terasa sesak, dan napasku tercekat saat melihat Min Ho membalasnya dengan senyum termanisnya.

Latihan usai, semua member membersihkan diri mereka di kamar mandi sementara aku sibuk menyusun perlengkapan yang telah mereka pakai. Aku kesulitan melipat jaring gawang, tiba-tiba sepasang tangan mengambilnya dari genggamanku, Min Ho?
Gwencanayo?” tanyanya datar
Nde…” balasku singkat
“Kapan kau jatuh?” tanyanya,
“Waktu olah raga… eh… dari mana kau tahu kalau tanganku sakit karena jatuh?!”
“Em… itu…”dia jadi kelabakan, “Banyak temanmu yang bilang kau jatuh makanya aku tahu!” ucapnya lagi, “Maaf aku tidak menjengukmu soalnya aku tidak tahu kau di klinik!” aku terdiam, bukannya Joon bilang kalau kau datang ke klinik namun tidak mau masuk dan hanya berdiri di dekat pintu. Ponselnya berdering, dia melangkah menjauhiku,
“Hye Sun~a, waeyo?” ucapnya, “…nde!” dia berbalik ke arahku, “Maaf… aku harus pergi!” aku mengangguk, dia pun berlalu. Hiks… sakit!

Pertandingan antar sekolah berlangsung seiring dengan menjauhnya Min Ho dari kehidupanku, sukurlah kami dapat melalui semua pertandingan sampai akhirnya tiba di final kejuaraan. Lusa adalah pertandingannya, kuharap sampai hari itu, semua akan berjalan lancar.
“Menejer, kau mencari apa?” tanya Hyun Joong saat melihatku mengubek-ubek bagian atas lemari di ruang locker.
“Oh… aku mencari buku yang pernah aku simpan di atas lemari ini, buku itu berisi data beberapa pemain termasuk member group bola SMU Ga Reum, lawan kita di final. Aku mengumpulkan banyak artikel tentang mereka kemudian menuliskan kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan mereka dalam bermain di lapangan, kurasa ini akan sangat membantu kita agar dapat unggul dari mereka.”
“Perlu kubantu?!”
“Tidak usah, kau bersiap saja untuk latihan, biar kucari sendiri saja,”
“Hati-hati ya menejer!” imbaunya, aku mengangguk, kepererat pijakanku di anak tangga yang sedang kutumpuhi.
“Aaaaaaaaaa….!!!!” Teriakku saat menyadari ada cecak yang jatuh ke punggung tanganku, keseimbanganku goyah dan aku pun melayang. Bukkkk…kututup mataku, kalau sampai jatuh ke lantai, entah bagian mana yang akan patah.
“Gwencanayo?!” tanya Hyun Joong, kubuka mataku saat aku menyadari aku tidak mengalami sakit seperti yang kubayangkan. Kulihat Hyun Joong berhasil menolongku, dia menadahku sebelum aku mendarat di lantai.
“Nde, gwencana! Gomapta!” balasku.
“Ehm…ehm…” ada suara dari mulut pintu, Min Ho dan Joon berdiri mematung, kurasa mereka salah paham.
“Turunkan aku!” pintaku pada kapten, “Em… itu sebenarnya…” aku mencoba memberi penjelasan pada mereka agar mereka tidak salah paham namun Min Ho yang langsung menghindar dan melaluiku membuatku bungkam. Sepertinya dia tidak ingin mendengar penjelasanku.
“Aku kan sudah bilang biar aku yang cari!” ucap kapten, “Untung kau tidak jatuh!” kapten mengacak-acak rambutku. “Joon… ayo kita ke lapangan, Min Ho… jangan lelet!” ucap Hyun Joong kemudian segera ke lapangan. Aku takut memandang wajah Min Ho saat ini, dia terlihat mengerikan. Kalau aku mencoba bicara, mungkin aku akan diterkamnya makanya kuputuskan untuk diam saja.
“O… kau sudah datang!” ucapnya tiba-tiba, reflex aku menoleh ke arah pandangannya, Hye Sun sedang berdiri di depan pintu. Mereka pun berbarengan ke lapangan, wajahnya yang tadinya sangar berubah sangat bersahabat saat melihat gadis itu, aku kalah… aku benar-benar kehilangan dia.
Huft… sekali lagi permainannya buruk, individualismenya tinggi sekali apalagi bila berhadapan dengan Hyun Joong. Usai latihan mereka pun beristirahat, Min Ho belum sempat duduk, aku sudah menarik tangannya dan membawanya menjauh dari yang lain.
“Kau kenapa sih? Pertandingannya lusa, kalau permainanmu seperti ini kita pasti kalah!” aku membentak Min Ho di halaman belakang
“Aku sudah berusaha semampuku tapi kenapa masih selalu dibilang buruk?!” balasnya.
“Memang permainanmu buruk, ingat kau dalam grup! Kau punya 9 teman yang dapat kau operkan bola saat kau terdesak tapi kau tidak pernah melakukannya. Kau menggiring bola sendirian, kau tak peduli meski kau terdesak atau dalam posisi tidak aman, kau tetap mempertahankan bola, kau tidak pernah membaginya pada orang lain, apa itu permainan bagus?!” dia diam, “Kalaupun kau mengoper bola ke pemain lain, tentu itu bukan Hyun Joong. Beberapa kali Hyun Joong dalam posisi bebas namun kau mengacuhkannya, kenapa kau sangat membencinya? Kenapa? Apa salahnya? Dia tidak pernah menganggumu kan?!”
“Aku tidak suka padanya karena dia merebut hal yang sangat penting dalam hidupku!”
“Dia tidak pernah merebut peringkatmu, dia meraih peringkat pertama karena dia memang mampu, apa salahnya kau menerima kenyataan ini?! Posisi nomor dua kurasa bukan posisi yang buruk, kau sendiri yang tidak pernah mau mensyukuri apa yang telah kau dapatkan!” aku mendorongnya dan pergi begitu saja, aku marah… kali ini benar-benar marah! Aku tidak suka pada sikapnya yang kekanak-kanakan, anak-anak pun bila telah dibujuk, pasti akan mengerti sementara dia…, hiks…aku terisak di sudut ruang, aku tak ingin memarahinya dan mengeluarkan kata-kata kasar padanya namun aku terpaksa. Ke mana Min Ho yang kukenal dulu? Dia yang begitu penurut dan manis telah berubah, aku tak mengenalinya lagi.
Pertandingan final itu pun tiba, aku telah menjelaskan pada semua member tentang profil pemain SMU Ga Reum. Untunglah aku berhasil menemukan buku yang kucari-cari itu, kuharap semua memberku dapat mengingat dengan jelas tehnik dan gaya permainan lawan-lawan mereka.
Pertandingan dibuka dengan acara salam-salaman sesama pemain, kemudian pembacaan peraturan dan undian untuk menentukan tim mana yang menjadi penggiring bola pertama. Timku kalah undian, ini berarti lawan yang memulai permaianan. Riuh teriakan penonton memberikan semangat pada tim andalan mereka, penonton yang sebagian besar siswa dari kedua sekolah itu meneriakkan yel-yel dukungan untuk tim masing-masing, belum lagi mereka mengibarkan bendera sekolah dan tim mereka. Wah… pertandingan kali ini tidak kalah dengan pertandingan Viva.
Dari pengamatanku, kedua tim bermain imbang, mereka memiliki kekuatan yang sama. Hanya sesekali tim lawan berhasil menggiring bola ke gawang timku namun berhasil dihambat oleh penjaga gawang. Waktu pertandingan terus berjalan dan sungguh tak terasa sampai waktu habis dan wasit meniup peluit. Sekarang kami memasuki babak perpanjangan, kali ini siapa saja yang mencetak gol duluan merekalah pemenangnya. Untuk sementara para pemain diberi waktu istirahat, aku sibuk mengurus konsumsi mereka dan kulihat dari jauh pelatih memberikan arahan pada mereka. 

Aku berjalan menghampiri Min Ho dan Hyun Joong yang sedang mengobrol, terlihat ada aura aneh di antara mereka,
“Apa yang kalian lakukan di sini? Pertandingan sebentar lagi mulai, cepatlah ke lapangan!” perintahku. Hyun Joong tersenyum padaku, dia menurutiku tanpa banyak protes sementara Min Ho menyusul di belakang dengan tatapan penuh kebencian. Greb… aku memegang lengannya saat dia akan melaluiku,
“Bermainlah sebagai tim, jangan buat sekolah kita malu dengan keegoisanmu!” nasihatku, dia menghempaskan peganganku tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Suara riuh penonton seperti akan memekakkan telinga saja, di sisi sebelah kanan siswa SMU Eaton tak henti-hentinya memberikan semangat bagi tim kami dan begitupun sebaliknya, di sisi sebelah kiri siswa SMU Ga Reum tak mau kalah untuk memberi dukungan bagi tim kesayangan mereka. Aku benar-benar nervous menghadapi pertandingan ini meski bukan aku yang bermain. Ya… Tuhan… kuharap Min Ho dapat bertindak lebih dewasa dalam pertandingan ini. Aku tidak mengkhawatirkan pemain yang lain, hanya  dia, hanya Min Ho yang membuatku takut.


 To be continued


No comments:

Post a Comment