Thursday 5 March 2015

FF My Number One - Part 4




 sebelumnya di My Number One - Part 3

Pertandingan berlangsung seru bahkan alot, kedua tim tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk jadi pemenang di pertandingan final ini. Aku berharap kami bisa menang agar kelak dapat mewakili Korea di laga dunia. Tanganku sampai berkeringat karena begitu gugup menunggu perjuangan teman-temanku. Hyun Joong bermain sangat bagus, dia dapat mengontrol bola dengan baik dan mengopernya pada pemain lain. Sementara Min Ho… apa yang kau pikirkan? Kenapa kau membuat kami kecewa? Pelatih Han di sampingku menggeleng-gelengkan kepalanya, beberapa kali Hyun Joong dalam posisi bebas namun tidak mendapatkan bola darinya, dia malah mengopernya pada Sang Bum yang tengah dikawal ketat oleh dua pemain lawan.

“Apa yang dipikirkan anak itu?!” umpat pelatih. Babak pertama ini hasil masih seri, para pemain pun diistirahatkan sejenak. Di ruang pemain, pelatih memberi nasihat pada Minh Ho. Seandainya saja ada pemain yang kekuatannya menyamai Min Ho aku yakin Min Ho pasti akan digantikan. Yah… aku ada ide, aku segera ke bangku penonton, napasku ngos-ngosan  mencari seorang gadis.
“Go Hye Sun…” sapaku begitu aku menemukannya, dia menoleh padaku. “Boleh ikut denganku sebentar?” pintaku. Dia pun menurut, dia mengikuti langkahku yang membawanya ke ruang tim bola kami beristirahat.
“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanya gadis berkulit porselin itu.
“Kumohon padamu… bujuklah Min Ho bermain bersama tim, tidakkah kau lihat selama pertandingan dia sama sekali tidak bekerja sama dengan kapten. Kami sangat mengandalkan dia dan kapten, mereka adalah kekuatan tim kita, kalau mereka tidak bisa kompromi mana mungkin kita bisa menang.”
“Apa harus aku? Kenapa bukan kau saja?!”
“Aku sudah kehabisan cara menasihatinya, mengertilah… aku dan dia kan…” ucapanku terputus,
“Hye Sun…” dari belakang kudengar Min Ho memanggil gadis di depanku.
“Kumohon padamu, bujuklah dia!” pintaku. Aku berbalik ke arah Min Ho dan berjalan melaluinya untuk kembali ke rombongan pemain.
Waktu istirahat pun usai, para pemain kembali ke lapangan. Hyun Joong melirikku dari tengah, aku mengepalkan tangan memberi dukungan padanya sementara Min Ho sempat melirikku juga. Aku diam saat bertatapan dengannya, aku jadi kaku, aku tak tahu harus melakukan apa. Baru saja aku ingin memberi semangat, dia lebih dulu mengalihkan pandangannya. Dia mengalihkan pandangannya dariku untuk memandang Hye Sun, dadaku seperti di remas, perih sekali.

Sepertinya bujukan Hye Sun mujarab, terlihat Min Ho bermain lebih baik. Dia mulai kompak dengan kapten, sungguh aku sangat senang melihatnya. Di sampingku pelatih tersenyum simpul, sepertinya dia juga menyadari perubahan permainan Min Ho. Pertandingan berlangsung seru, sesekali kulihat waktu yang tersisa di papan pengumuman semakin menipis sementara kedua tim masih bermain imbang. Waktu menipis dari saat ke saat, bibirku komat-kamit mengucapkan segala doa yang kuhapal. Ya… Tuhan… bantulah kami! Kumohon! SMU Ga Reum memang bukan lawan yang enteng namun aku sungguh berharap kami dapat mengalahkannya, akan kami buktikan kami bisa!

Saat waktu semakin menipis, tinggal dua menit! Hyun Joong berhasil merampas bola dari kaki pemain lawan. Dia menggiring bola itu menuju gawang, di depannya ada Joon yang sementara kosong, dia pun segera mengopernya pada Joon. Sayang bolanya di rampas lagi. Untung ada Sang Bum yang mengejar dan berusaha merampas bola itu lagi, ya… dia berhasil! Bola itu lalu digiring kembali ke arah gawang lawan, Sang Bum langsung mengopernya pada Joon yang dalam keadaan kosong, Joon pun menggiring bola itu. Dari depan dia diserang oleh dua pemain lawan, segera bola itu dia oper ke Hyun Joong. Kapten kembali menggiring bola itu, saat semakin dekat dengan gawang, dia dihadang oleh pemain belakang lawan. Kapten clingak-clinguk mencari pemain yang kosong dan di sudut Min Ho berteriak agar diberi operan. Tanpa pikir panjang Kapten mengoper bola itu ke Min Ho.

Dukkk… tendangan Min Ho mengarah ke tengah, bolanya tepat mengenai penjaga gawang. Meski sempat tertahan oleh penjaga gawang, namun kekuatan tendangan Min Ho membuat si penjaga tak dapat mempertahankan bola. Bola terlepas dari genggamannya dan akhirnya melalui garis gawang. Sedetik setelah masuknya bola, peluit tanda waktu habis berbunyi seiring dengan peluit panjang tanda bola gol. Semua bersorak menyambut kemenangan tim sekolahku. Siswa SMU Eaton berteriak kencang dan berlompat-lompatan saling berpelukan menyambut kemenangan ini. Pelatihku langsung memelukku,

“Kita menang! Kita menang!” soraknya. Aku mengangguk tanpa kata-kata, saat ini aku kehilangan kosa kataku, aku tidak tahu harus bilang apa untuk menyambut kemenangan kami. Aku turun ke lapangan, air mataku mengalir, aku ingin berbagi kebahagiaan bersama tim kesayanganku itu. Aku menyusul Hyun Joong yang tengah berpelukan dengan Joon,
“Selamat ya…!” pujiku, dia merentangkan tangannya memberi aba-aba agar aku memeluknya. Aku pun menuruti, aku memberi pelukan selamat untuknya. “Kau memang hebat!” ucapku.
“Bukannya Min Ho yang memasukkan bola?!” balas Hyun Joong
“Namun tanpa kau yang mengoperkan bola padanya, mana mungkin dia dapat membuat gol!” dia tersenyum mendengar alasanku. Joon di samping juga tak mau kalah, dia memintaku memeluknya sebagai hadiah kemenangannya, kalian hebat teman-teman! Aku teringat Min Ho, dia lah pahlawan kali ini, aku harus memberinya selamat. Aku menelusuri seisi lapangan dengan penglihatanku dan…
“Ayo…!” ajak Hyun Joong padaku, dia menarikku keluar lapangan disusul Joon dan Sang Bum beserta pemain yang lain. Aku melihat Min Ho berpelukan dengan Hye Sun, kurasa belum saatnya aku memberinya selamat.

Para pemain berkumpul di podium, saatnya penyerahan piala, Hyun Joong selaku kapten mewakili pemain lain menerima piala itu disertai sorak sorai siswa sekolah kami. Aku tersenyum penuh keharuan melihat kapten kami mengangkat piala kemenangan kami. Tanpa kusadari ternyata aku berseblahan dengan Min Ho, bibirku keluh untuk mengajaknya bicara. Kenapa aku jadi ragu?
“Se..sela..mat ya!” kuberanikan diri untuk memberinya selamat, dia menoleh padaku,
“Terima kasih…” balasnya dingin. Upacara belum usai dia telah lebih dulu keluar lapangan.
“Min Ho…!” teriakku, langkahnya akhirnya terhenti. “Kau mau ke mana?” tanyaku.
“Pulang!” balasnya singkat.
“Tapi…nanti ada pesta kecil dengan para pemain dan pelatih kita!”
“Aku lelah!” balasnya. Dia menstater skuternya dan pergi meninggalkan aku.
~~My Number One~~

Kemenangan tim kami menjadi topik pembicaraan hangat di sekolah, semua siswa berterima kasih pada Min Ho, ya… bukannya dia pencetak gol satu-satunya?! Sepertinya Hyun Joong mulai kehilangan pamor, ah… sudahlah! Aku tak harus mengurusi hal itu. Kini aku harus fokus pada ujian semester yang telah menanti di depan mata.
“Mau belajar bersamaku?!” suatu ketika Hyun Joong menawariku belajar bersama.
“Sudahlah… aku tidak ingin merepotkanmu, aku ini banyak tanya dan sangat cerewat kalau sedang belajar, aku tidak ingin menggagumu!” balasku.
“Karena aku bukan Min Ho makanya kau menolakku kan? Kalau mantanmu yang mengajakmu aku yakin balasannya tidak akan seperti ini!”
“Bukan begitu…”
“Bukan begitu apanya?! Aku tulus ingin menolongmu!”
“Aku sungguh tidak ingin merepotkanmu!”
“Aku tidak kerepotan kok!” dia mendesakku, “Seharusnya kau bangga karena si nomor satu ini yang mengajakmu belajar, jarang lho aku menawarkan diri pada orang lain!” huft… Hyun Joong membuatku tidak bisa menolak, kuakui niatnya baik namun entahlah… kenapa aku tidak bersemangat saja!

Aku tiba di kediaman Hyun Joong, wah… rumahnya besar sekali. Aku jadi minder padanya, dia anak nomor satu, kaya, dan rendah hati pula, sungguh bahagia gadis yang mendapatkannya nanti.
“Masuklah!” perintahnya saat melihatku berdiri di pekarangannya, aku asyik memandangi penataan setiap sudut rumahnya.
“Kau tak perlu repot sampai mengirimkan supir untuk menjemputku, aku kan bisa ke rumahmu sendiri!”
“Kau special makanya aku melakukan ini!” dia membawaku ke sebuah ruangan yang cukup besar dan mirip perpustakaan, “Kita belajar di sini saja!” ucapnya.
“Banyak sekali bukunya, apa ini kau yang punya?!” tanyaku,
“Tentu saja, ini perpustakaan pribadiku. Aku sangat suka membaca makanya Ayah menyediakan ruangan ini untukku.”  Aku hanya dapat terperangah, pantas kau bisa menjadi yang pertama.
Kami mulai membahas soal fisika, dia terlihat cekatan sekali dan hanya butuh 5 menit untuk menyelesaikan 5 soal, berarti dia hanya butuh 1 menit untuk setiap soalnya, mana rumusnya panjang dan berkelok-kelok seperti sungai. Tak terasa sudah jam sepuluh malam, dia masih terlihat asyik membuka beberapa rumus persamaan kimia.
“Em… kenapa rumahmu sepi sekali? Ke mana ayah dan ibumu?” tanyaku sambil memijat-mijat jariku yang pegal menulis.
“Mereka sibuk dan pulangnya larut malam bahkan pulang pagi malah biasa tak pulang sama sekali!”
“Apa kau tidak kesepian?!”
“Aku punya buku!” balasnya singkat, “Tapi kini aku mulai jenuh…” dia menutup bukunya dan memandangku, “Bukannya dulu aku pernah janji akan memberitahukanmu mengenai gadis yang kutaksir?!” deg… aku jadi gugup,
“Em… benarkah? Apa kau akan memberitahukanku sekarang? Bagaimana kalau besok saja, ini sudah malam jadi aku harus pulang nanti ayahku marah kalau aku pulang larut!” ucapku.
“Aku maunya sekarang, aku tidak ingin menunggu besok atau kapan!” ucap Hyun Joong serius, perlahan dia memegang tanganku, “Saat pertama kali tergabung dalam tim bola sekolah, aku sulit sekali bersosialisasi dengan para senior maupun teman seangkatanku. Aku selalu berpikir negative pada orang-orang yang ingin berteman denganku, aku beranggapan mereka mendekatiku karena aku anak orang kaya, termasuk kau.”
“Semakin lama aku semakin tertarik padamu sebab meski aku menghindarimu… kau selalu mendekatiku. Kau selalu mengajakku bercerita dan kadang kau membuat lelucon yang sama sekali tidak kugubris, kupikir semua itu hanya trik tapi ternyata aku keliru, kau memang baik sebab kau memperlakukan member sama rata!” dia menatapku dalam, mata coklatnya terlihat begitu sendu.
“Saat aku membuat masalah di pertandingan perdanaku, kau satu-satunya orang yang membelaku. Aku memukul seorang pemain lawan karena kesal dicurangi sehingga aku mendapat kartu merah, kau malah datang menawarkan diri mengobati tanganku yang lecet karena memukul lawan itu. Kupikir kau juga akan memakiku seperti yang dilakukan pelatih dan kapten tim kita tapi kau malah memujiku, kau bilang perbuatanku membuatmu kagum, orang itu pantas dipukul karena sangat keterlaluan.”
“Sungguh aku berpikir kau jatuh hati padaku, sebab kau sangat baik dan peduli padaku. Namun… semua anggapanku sirna saat aku tahu kau telah berpacaran dengan anak baru di sekolah kita, anak baru yang menurutku tidak ada apa-apanya dibanding aku. Aku kecewa dan benar-benar terluka, kau telah mempermainkan perasaanku.”
“Ya… gadis yang selama ini kutaksir adalah dirimu, kau yang membuatku jatuh cinta hingga iri setengah mati pada Lee Min Ho yang berhasil merebut hatimu!” perlahan kulepas genggamannya,
“Benarkah aku telah mempermainkan perasaanmu? Maafkan aku sebab aku tidak pernah berniat seperti itu, aku sayang padamu seperti aku sayang pada semua member tim,”
“Jadilah yeojachinguku, aku berjanji tidak akan menyakitimu seperti yang dilakukan Min Ho padamu!” pintanya, aku tertunduk, perlahan kepalaku menggeleng.
“Miane… aku tidak bisa!” ucapku berat, aku berdiri dan segera melangkah pergi. Dia menarik tanganku,
“Wae? Kenapa kau tidak bisa?” tanyanya,
“Kau tahu sendiri ke mana hatiku mengarah kan’?”
“Tapi dia telah melupakanmu, apa kau tidak bisa lihat telah ada gadis yang selalu berada di sampingnya untuk menggantikan posisimu!”
“Arasso…” aku tahu itu, “Dia cinta pertamaku, meski dia telah melupakanku, aku tak akan bisa menghapus tempatnya di hatiku. Aku mungkin butuh waktu panjang agar dapat melupakannya dan kuputuskan selama itu pula aku tak akan menggantikan tempatnya di hatiku.” Kulepas pegangannya dan mencoba pergi,
“Kau tak dapat melakukan ini padaku! Aku yang lebih dulu mengenalmu bukan dia,”
“Miane Hyun Joong!”
“Tidak… bukan seperti ini yang kumau! Aku memliki segalanya dan apapun yang kuinginkan harus kudapatkan. Kenapa kau harus baik padaku kalau memang kau ingin menolakku!”
“Mianhe…”
“Aku tidak ingin mendengar maafmu, aku hanya ingin kau bilang ‘ya… aku menerimamu Hyun Joong’!” dia menarikku dalam pelukannya,
“Hyun Joong… lepaskan aku!”
“Anio! Aku telah memintamu, seorang Hyun Joong telah memintamu untuk menjadi pacarnya dan kau harus mau!” dia perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku
“Lepaskan aku!!!” aku mencoba melepas pelukannya namun cengkramannya terlalu kuat.
“Kenapa kau jadi begini? Hyun Joong sadarlah!”
“Aku sudah lama mengalah dan bersabar, kali ini aku tidak akan membiarkan kau terus menyakitiku!” dia menjadi buas, aku benar-benar takut. Dia berusaha membuka kancing bajuku, kugigit tangannya sehingga aku bisa terlepas dari cengkramannya. Aku segera berlari menelusuri setiap lorong di dalam rumahnya untuk menyelamatkan diri. Dari belakang dia mengejarku, kupercepat lariku sampai aku tiba di pintu utama. Kubuka pintunya dan segera berlari ke halaman, dia berhasil menjangkauku, dia menangkapku.
“Lepaskan Hyun Joong, kumohon jangan lakukan ini padaku!”
“Aku tidak akan bertindak kasar bila kau mua berkompromi!”
“Lepaskan, aku bisa membencimu seumur hidupku bila kau begini!”
“Aku tidak peduli lagi!” bentaknya. Bukkk!!! Sebuah pukulan keras mendarat di wajahnya sehingga pegangannya terlepas, aku menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang menolongku, Min Ho?
“Di mana otakmu? Percuma saja kau berada di peringkat pertama bila kelakuanmu seperti ini!” umpat Min Ho.
“Kalau begitu ambil saja peringkatku dan serahkan dia padaku, kita barter!” seru Hyun Joong sambil menyeka darah di bibirnya,
“Kau pikir dia barang?!”
“Terserah aku menganggapnya apa, bukannya peringkat pertama adalah harapanmu selama ini? Kini aku menawarimu, kuserahkan peringkatku asal kau jangan pernah mendekatinya lagi!” Bbbbuuuuukkk!!!!
“Jangan pernah berpikir aku akan menyerahkan dia demi apapun!” ucap Min Ho, “Ayo pergi!!!” dia menarik tanganku dan meninggalkan Hyun Joong. Bukkk… dari belakang Hyun Joong menarik Min Ho dan memukulnya,
“Jangan bawa dia pergi!” teriak Hyun Joong, akhirnya terjadi perkelahian antar mereka. Mereka saling pukul, memar, lebam, dan berdarah.
“Cukup!!!!” teriakku, beberapa saat kemudian beberapa penjaga rumah memisahkan mereka, Min Ho dihempaskan ke aspal dengan kasar oleh orang-orang Hyun Joong. Aku membantunya berdiri, “Tolong lepaskan kami, Hyun Joong… aku tahu kau orang yang baik, kumohon!” isakku.
“Kau sungguh menolakku?!” tatapnya tidak percaya padaku, “Pergi… pergilah kalian sekarang juga!” bentaknya, “Aku tak ingin melihat kalian lagi!” serunya.

Aku mengambil sapu tanganku dan menyeka darah yang telah mengering di bibir Min Ho, untung saja kami masih mendapat bus terakhir malam ini. Perlahan kurasakan tangannya menuju leherku, turun lebih ke bawah, dia… mengancing bajuku yang terbuka.
“Gwencanayo?” tanyanya,
“Seharusnya aku yang bertanya begitu…” ucapku pelan, “Dari mana kau tahu kalau aku di rumah Hyun Joong malam ini?”
“Aku tanpa sengaja mendengar percakapan kalian kemarin,” beberapa saat keadaan hening antara kami berdua. “Kau mengerti?!” dia tiba-tiba bertanya padaku, aku menatapnya. “Kau membencinya?” lanjut Min Ho. Aku menggeleng, aku mengerti maksudnya, dia melakukan ini karena ingin mempersatukan kita kembali.
“Kurasa… dia hanya melakukan hal yang sia-sia, ada Hye Sun di sampingmu. Dia tidak memperhitungkan hal itu!” lirihku.
“Miane…” ucapnya datar, “Miane… karena telah menyakitimu!” air mataku menggenang, buru-buru kuhapus agar dia tak melihatnya. “Kalau kau memberiku kesempatan sekali lagi, aku berjanji tak akan mengulang semua.”
“…” aku diam memandangnya,
“Tak ada yang dapat menyamai tempatmu di hatiku, tidak Hye Sun atau siapa pun. Dia hanya teman, teman yang kusayangi seperti sayangmu pada Hyun Joong.”
“Lalu… kenapa kau menerima saja saat aku meminta putus?!”
“Karena aku tak ingin membuatmu menderita, kulihat kau lebih bahagia bersama Hyun Joong maka aku rela melepasmu!” kali ini air mataku jatuh tanpa sempat kuseka, aku juga melepasmu karena kulihat kau lebih bahagia bersama Hye Sun. Tubuhku terasa hangat seketika, saat kusadari ternyata dia telah memelukku. “Sarangheyo… jeongmal saranghae!”

Hari ini Hyun Joong tidak hadir, apa dia malu karena kejadian kemarin? Sesaat kemudian wali kelasku datang, dia memberitahukan berita yang sangat mengejutkan.
“Hyun Joong mengundurkan diri dari sekolah ini, dia memutuskan untuk pindah ke Amerika, sangat disayangkan… kita kehilangan salah satu murid berprestasi seperti dia,” semua kaget termasuk aku bahkan ada beberapa siswi yang menangis karena sedih atau shock. Kapan dia minta pindah? Kenapa dia tidak memberitahukannya padaku, bukannya dia selalu cerita?
“Kapan dia minta pindah Bu?” tanyaku,
“Kemarin dia menemui ibu dan mengutarakan niatnya, mungkin sekarang dia telah sampai di bandara soalnya beberapa saat yang lalu dia singgah untuk berpamitan di ruang guru!” beberapa saat kemudian kulihat Min Ho muncul dengan wajah panik dan napasnya tersengal-sengal,
“Palli… kita harus menyusulnya!” ucapnya nyaring. Aku bangkit dan meninggalkan kelas begitu saja. Min Ho menarik tanganku, kami melalui koridor dan beberapa tangga dengan terburu-buru. Secepat kilat dia menarik skuternya dari parkiran dan kami pun berburu dengan waktu mengejar Hyun Joong ke bandara.

Suasana bandara yang penuh sesak menyulitkanku menemukan Hyun Joong secepatnya, aku dan Min Ho berpencar agar lebih mudah menemukannya. Lama aku berkeliling mencari keberadaannya,
“Hyun Joong…!” kudengar suara Min Ho dari sisi kanan, aku menoleh, ternyata dia telah menemukannya.
“Hyun Joong~a…!” teriakku juga, aku mencoba menerobos penjagaan petugas untuk sekedar berbicara dengannya, dia berada di tempat pemeriksaan paspor. Kutahu dia mendengar kami memanggilnya namun dia sama sekali tak menoleh. “Hyun Joong~a… gajima!!!” teriakku, kali ini perasaanku terasa ditusuk-tusuk saat melihatnya membelakangiku, aku memang sayang padamu namun tidak bisa memberimu rasa sayang seperti yang didapat Min Ho, kau temanku, teman terbaikku. Aku benar-benar terluka karena telah menyakitimu tapi aku harus melakukan ini karena tidak ingin memberimu harapan palsu, aku tak mau mencintaimu karena terpaksa.
“Pak… kami mohon, kami hanya ingin berpamitan dengan penumpang di sana, kami tidak akan lama!” Min Ho memohon pada petugas itu,
“Tidak bisa, ini sudah peraturan. Selain penumpang, area ini tidak boleh dimasuki oleh pengunjung lain!” balas petugas itu.
“Hyun Joong~a… gomawoyo!!! Jeongmal gomawo! Kami menyayangimu!” teriakku, air mataku perlahan menetes.
“Apa anda yang bernama Jung Hye Na?” tiba-tiba seseorang muncul di belakangku, aku mengenali wajahnya, dia supir yang menjemputku semalam.
“Nde…!” jawabku,
“Ini ada titipan dari Tuan Muda!” dia menyerahkan selembar amplop, tanganku bergetar menerimanya.
Aku tak dapat melihatmu murung karena perpisahanmu bersama Min Ho, maafkan sikapku malam itu, aku melakukannya karena terpaksa. Aku sangat mencintaimu, aku ingin memlikimu, aku ingin membahagiakanmu namun kusadari bukan aku yang dapat membuatmu bahagia. Aku mengalah, aku mundur dari perjuanganku, aku tak ingin memaksakan kehendakku. Bila aku terus bersamamu, aku sakit… aku terluka melihatmu bersamanya maka kuputuskan untuk pergi. Aku memang selalu nomor satu namun tidak bagimu, kau telah memliki si nomor satu sendiri dan sungguh menyedihkan orang itu bukan aku.
Sampaikan pada ‘orang nomor satumu’ dia begitu beruntung, aku iri padanya, aku ingin menyingkirkannya, namun bila dia pergi maka kau yang sakit dan itu sama saja bohong. Selamat tinggal, bila di kehidupan berikutnya kita bertemu lagi, aku masih ingin jatuh cinta padamu dan aku yakin… akulah yang akan menjadi orang ‘nomor satumu’.
Hyun Joong


Air mataku meleleh, Min Ho memelukku untuk menenangkanku. Beberapa saat kemudian terdengar suara pesawat lepas landas, dia pergi… temanku telah pergi… terima kasih atas pengorbananmu. Hyun Joong… kau pasti akan mendapatkan pendamping yang lebih baik dariku. 


My Number One
End


No comments:

Post a Comment