Tuesday 15 December 2015

FF - When We'll Be Together (Part 1)

Part 1
Namaku Han Jong Suk, aku berumur 18 tahun. Aku hidup berdua bersama ayahku yang bekerja sebagai pedagang ikan di pasar. Hidup kami pas-pasan sehingga tak ada yang perlu dibanggakan. Aku seorang siswi kelas III SMU, aku bersekolah di salah satu sekolah yang cukup terpandang di Seoul berkat beasiswa.
 Aku tidak punya banyak teman di sekolah karena aku orang miskin, mereka bahkan menghindariku karena ayahku tidak seperti ayah mereka yang bekerja di perusahaan besar, pengusaha handal, atau pejabat ternama. Mengenai hubungan asmara, jangan ditanya lagi, mana ada siswa yang yang menyukai ‘gadis ikan’ sepertiku, begitulah mereka biasa memanggilku.

Suatu pagi aku sedang bersih-bersih kelas karena kebetulan waktunya aku piket. Air bekas mengepel lantai yang hitam dan bau, kubuang melalui celah jendela. Beberapa waktu kemudian seorang siswa berdiri di depan kelasku dengan pakaian yang basah kuyub. Seo In Gook, bodoh sekali dia berpenampilan seperti itu! Dia melihatku memegang ember dan kain pel dan seketika itu pula dia menghampiriku.
“Kau yang melempar air ke luar jendela?” tanyanya.
“Iya,” jawabku
“Lihat hasil perbuatanmu!” ucapnya marah
“Kau basah karena air itu? Salahmu sendiri kenapa berada di bagian belakang sekolah padahal kau tahu ‘kan tempat itu sering dijadikan tempat pembuangan air kotor!” dia kehabisan kata-kata
“Wah… apa kalian tidak mencium bau amis? Semacam bau ikan begitu,” ucapnya meledekku, seisi kelaspun tertawa dan mulai menambahi olokan In Gook. Aku segera meninggalkan kelas, menghindari ejekan mereka yang membuat telingaku merah.
Seo In Gook… dia siswa terpopuler di sekolahku. Orangnya kharismatik, ganteng, dan kaya. Ayahnya seorang pejabat Bank Nasiaonal Korea Selatan, banyak siswi yang bermimpi dapat berkencan dengannya. Jangankan siswi, guru-guru wanita pun banyak yang terpesona olehnya. Karena begitu banyak wanita yang mengejarnya, maka suatu aib baginya  bila tidak menggonta-ganti pasangannya dalam seminggu. Dan… aku benar-benar sial membuat masalah dengannya pagi-pagi begini. Aku pasti akan dikerjai habis-habisan. Aku baru tahu kalau ternyata dia sementara ‘ditembak’ saat aku membuang air pel itu ke jendela, pantas dia marah sebesar itu karena aku telah menggagalkan penambahan pasokan pacar barunya.    
Ternyata apa yang kutakutkan terjadi, mereka benar-benar mengerjaiku, jadilah kehidupan sekolahku seperti mimpi buruk yang menakutkan. Teman-teman sekelasku mematahkan kaki kursiku sehingga saat duduk aku terjatuh, parahnya lagi kejadian itu terjasdi saat guruku mulai mengajar. Aku terpaksa ke gudang belakang untuk mengambil bangku cadangan. Saat tiba pelajaran olahraga, bajuku direndam lumpur oleh teman-teman sekelasku. Guru olahragaku akhirnya menghukumku membersihkan toilet karena aku tidak memakai seragam saat mengikuti pelajarannya.
Saat jam makan siang, mereka masih saja mengerjaiku. Mereka menyandung kakiku senhingga makananku tumpah berserakan di lantai. Lockerku pun sengaja mereka isi dengan sampah, laci meja di kelasku diisi bangkai tkus, bahkan tugas seniku dihancurkan. Lukisan alamku akhirnya menjadi kertas dengan warna yang tidak karuan, kurasa mereka sengaja menyiramkan ait agar catnya meleleh. Namun semua ku lalui tanpa banyak protes karena aku tahu kalau aku melawan, pasti dampaknya akan semakin buruk. Setiap hari mereka mengerjaiku dengan cara yabg sangat keterlaluan, namun aku mencoba bersabar.
Suatu saat seusai istirahat siang, seorang temanku menangis tersedu karena kehilangan ponselnya yang baru. Tim guru memutuskan melakukan penggeledahan di kelasku. Akhirnya ponsel itu ditemukan di dalam tasku, para guru memandang tidak percaya padaku dan aku pun dibawa ke ruang kepala sekolah. Mereka benar-benar keterlaluan, aku pasti dijebak.
Aku berjalan lunglai… apa yang harus kukatakan pada ayah? Wali kelasku menitipkan surat panggilan untuk ayahku. Kalau ayah tidak datang besok, maka aku akan dikeluarkan dari sekolah. Beberapa mobil sport mini melewatiku di sebuah jalan kecil, mereka adalah In Gook dan kawan-kawannya.
“Wei … dasar pencuri!”
“Tidak punya uang untuk beli ponsel baru ya… jadi mencuri ponsel teman?”
“Kau ‘kan punya banyak ikan, suruh saja ayahmu menjualnya dan membelikanmu ponsel baru,” mereka menghinaku, menertawai, dan melempariku dengan kaleng minuman mereka. Dasar anak-anak kurang ajar, lihat saja aku pasti akan membalas kalian.
                                                  
“Apa…? Kau mencuri ponsel!” ayahku sangat kaget saat aku menyodorkan surat panggilan itu,” Ayah merasa tidak pernah mengajarimu mencuri!” sambunganya.
“Maaf, aku dijebak” ucapku lemah
“Siapa yang berani memfitnah putriku, biar kupotong lidahnya!” ayahku sangat murka.
“Ayah … jangan keras-keras, nanti tetangga mendengar! Mereka memang jahat, tapi aku tidak peduli, asalkan ayah mempercayaiku aku pasti melaluinya dengan kuat.”
Esoknya ayah datang memenuhi panggilan itu, cukup lama ayahku bicara dengan wali kelasku. Sampai waktu istirahat tiba aku cemas menunggunya. Beberapa anak terlihat berkumpul di lantai darurat sekolah.
“In Gook bagaimana aktingku kemarin?”
“Bagus sekali, kau akan mendapatkan banyak tawaran film kalau kau ikut casting.” jawab In Gook tersenyum.
“Akhirnya gadis ikan itu sadar kalau melawan In Gook sama saja dia cari mati,” sambung siswa yang lain.
“Semoga saja dia dikeluarkan, gara-gara dia acaraku hancur. Padahal aku sudah hampir mengutarakan perasaanku pada In Gook tiba-tiba dia membuang air lewat jendela,” kata seorang siswi. In Gook lalu merangkulnya,
“Tapi bukannya sekarang kau telah resmi menjadi pacarku?”
“Bagaimanapun aku masih sakit hati!”
“Tenanglah … ‘ayah ikan’ sedang bicara dengan wali kelas, pasti sekarang dia sedang dipermalukan.” kata seorang siswa.
“Ayah ikan…?” In Gook keheranan
“Ayahnya si gadis ikan … kita sebut saja ayah ikan, he … he …” jawab siswa itu.
“Ayah ikan dan anak ikan… cocok sekali,” merekapun menertawai aku dan ayahku. Mereka tidak sadar aku mendengarkan pembicaraan mereka dari balik pintu. Beberapa saat kemudian ayahku keluar dari ruang guru. Wajahnya terlihat lelah, aku segera menghampirinya.
 “Tenanglah … kau tiadak akan dikeluarkan. Dewan guru memaafkan salahmu kali ini,” ucap ayah. Aku menggandeng tangannya dan mengantarnya keluar. Tiba-tiba In Gook dan kawan-kawannya menghampiri kami di koridor,
“Wah … paman, bagaimana keputusan dewan guru?” tanya In Gook khawatir
“Jongsuk  dimaafkan,”  jawab ayahku tanpa bisa menyembunyikan rasa senangnya. 
Wah… syukurlah, kami juga tidak percaya anak paman mencuri ponsel. Dia ‘kan makan ikan dan ikan kaya akan protein yang baik untuk otak jadi tidak mungkin anak ikan … eh Jongsuk berlaku bodoh begitu,” kata teman yang lain.
“Kalian benar, aku memang tidak pernah mendidik putriku menjadi pencuri, menurutku putriku pasti dijebak.”
“Wah… siapa yang tega menjebak anak ikan… eh Jongsuk?” sebagian dari mereka cekikikan di belakang. Mereka sangat keterlaluan.
“Paman, bukannya sekarang ikan lagi mahal, bagaimana kalau paman menjualnya dan membelikan putri paman ponsel baru?”
“Kebetulan aku punya gantungan ponsel ikan, nanti akan kuberikan pada putrid anda,” sambung In Gook, mereka cekikikan di depan ayahku.
“Ayah ayo pulang sekarang!” bujukku
“Iya paman, kasihan ‘kan kalau toko ikan paman tutup nanti kalian mau makan apa?” tanya yang lain.
“Makan ikan saja … supaya sehat!” sambung In Gook. Mereka pun terbahak-bahak di depan kami, ayahku kebingungan. Ia tidak tahu mengapa teman-temanku tertawa.
 “Wah… Jongsuk, teman-temanmu sangat baik. Mereka sangat memperhatikan keluarga kita. Terima kasih atas perhatian kalian ya!” ucap ayahku pada mereka, mereka malah terbahak-bahak.
“Sudahlah ayah, mereka hanya mengejek kita.” aku menatap mereka dalam-dalam memberikan ancaman kalau aku akan membalas mereka. Lalu aku mengantar ayahku sampai ke gerbang sekolah.
Aku segera menemui In Gook dan ganknya, kebetulan temanku yang mengaku kehilangan ponsel kemarin sedang asyik memainkan ponselnya. Aku segera merampasnya dan membantingnya ke lantai dan menginjaknya.
“Kau …” ucapannya terputus saat aku memegang rahangnya.
“Aku sudah terlanjur basah difitnah sebagai pencuri ponselmu, lebih baik aku hancurkan saja biar semua impas. Aku yang rugi bila tidak menghancurkan ponselmu.” Aku melirik ke arah In Gook.” Kau puas menghina ayahku? Kuperingatkan… aku seperti kebanyakan orang yang lebih menerima bila kau menghinaku, tapi aku tidak akan tinggal diam kalau kau mulai menghina keluargaku!” aku menarik kerah bajunya dan mendorongnya. Mereka terdiam melihatku, kali ini aku tidak akan tinggal diam. Aku akan membalas semua perbuatan kalian kepadaku.
Suatu pagi aku dipanggil ke ruang kepala sekolah, In Gook menuduhku menghancurkan mobilnya.
“Aku tidak pernah melakukannya Pak! mereka telah menfitnahku!” belaku di depan kepala sekolah
“Apa…? Di depan mataku sendiri kau memecahkan kaca mobilku, kau menggores mobilku dengan paku kemudian mengempeskan bannya, lalu kau bilang kau tidak melakukannya bahkan kau bilang aku memfitnahmu!” In Gook naik darah,
“Apa buktinya aku melakukannya?” tantangku
“Teman-temanku melihatmu!” balas In Gook
“Kau bisa saja bersekongkol dengan mereka untuk menjebakku lagi ‘kan? Seperti yang kalian lakukan kemarin saat memfitnahku mencuri ponsel.”
“Berani-beraninya kau mengelak!” bentak In Gook padaku,
“Jangan membentakku! Apa kalian punya bukti kalau kalian melihatku menghancurkan mobilnya? Pak kepala, kalau kali ini anda tidak adil lagi padaku aku bisa melaporkan mereka pada polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Kurasa anda tahu apa dampak laporan itu pada nama baik sekolah ini?” ancamku. Kepsek tidak dapat berbuat banyak tanpa bukti yang kuat, akhirnya kasus ini ditutup.

Seusai sekolah aku menunggui mereka di parkiran sekolah, In Gook mengendarai mobil barunya. Tok-tok, aku mengetuk pintu mobilnya, dia membukanya sedikit
“Bagaimana, kau puas ‘kan dengan hasil kerjaku?” tanyaku.” Kalau kau masih usil padaku… maka aku akan membuatmu menyesal dilahirkan ke dunia ini. Kejadian kemarin hanya gertakan, aku bisa saja menghancurkan yang lain selain mobilmu. Itu balasan atas sakit hatiku karena kau telah menghina ayahku,” ucapku. Memang benar aku yang menghancurkan mobilnya. Bahkan aku melakukannya di depan In Gook dan kawan-kawannya serta menangtangnya sendiri untuk melaporkannya kepada Kepsek. Mereka tidak punya bukti karena kamera CTV di parkiran telah kurusak.
 Beberapa hari berlalu namun tidak terjadi apa-apa, tak ada jebakan maupun keusilan In Gook dan teman-temannya untukku. Namun aku tidak boleh lengah karena karena mereka pasti tidak akan tinggal diam. Suatu hari saat tugas piketku tiba, aku pergi membuang sampah di halaman belakang sekolah. Tiba-tiba ada sebuah tas melayang ke arahku. Setelah menengadah, aku melihat In Gook memanjat pagar. Hari ini dia datang terlambat sehingga dia lewat belakang karena tidak mau dihukum.
Dia terkejut saat dia melihatku. Dia tidak bisa langsung melompat karena banyak kawat berduri di sekitar pagar. Dia kebingungan mau melompat dari sisi mana, entah mengapa aku jadi iba melihatnya. Aku segera ke gudang dan mengambil tangga lipat untuk membantunya. Awalnya dia enggan melewati tangga itu,
“Kenapa... kau curiga ini jebakan? Kalau begitu ya sudah…” aku melipat tangga itu lagi setelah tadi merenggangkannya.
“Eh… baiklah!” cegatnya. Akupun mengulurkan tangga itu ke arahnya lagi. Perlahan-lahan dia menuruni anak tangga itu, aku baru menyadari kalau anak tangga yang ke tujuh, mornya lepas.
“Jangan diinjak!” ucapku tiba-tiba sehingga dia kaget saat menginjak anak tangga yang ke tujuh. Bruk… dia dan tangga itu jatuh menimpaku. Deg… deg... jantungku berdegup kencang, ini pertama kalinya aku berada sedekat ini dengan seorang pria dalam delapan belas tahun sejarah hidupku.
“Jantungmu berdegup kencang sekali,” ucapnya,” Aww… kepalaku sakit sekali,” dia kemudian duduk di sampingku dan memegangi kepalanya yang tertimpa tangga.
“Kau mau apa?” tanyanya saat aku menarik tangannya.
“Biar kuobati,” jawabku. Aku lalu membawanya ke gudang dan mencari pisau yang tak terpakai,” Kau mau apa?” dia terkejut saat melihatku memegang pisau.” Kamu mau apa? Jangan mendekat!” ancamnya.
“Aku cuma mau mengobati luka di kepalamu!”
“Tapi kenapa pakai pisau?” tanyanya kaget
“Sudah… tenang saja.”  aku lalu memgang kepalanya dan menekankan pisau itu ke benjolannya.
“Aw … sakit sekali!”
“Memang sakit, tapi ini akan membantumu mengempeskan benjolan di kepalamu. Aku belajar ini dari ayahku dan cara ini sangat manjur,”
“Oh … dari si ayah ikan, ha … ha … ha …” dia terbahak.
“Aku bisa saja mengalungkan sabetan pisau ini ke lehermu kalau kau masih menghina ayahku.”  ancamku.
“Maaf…” dia tiba-tiba berhenti bicara. Begitulah, pagiku kuhabiskan dengan membantunya mengobati lukanya.   

Siang ini setelah olahraga, aku benar-benar kepanasan. Teman-temanku duluan menggunakan kamar mandi jadi terpaksa aku harus mengantri. Setelah tiba giliranku, aku mulai melepas baju dan membasuh badanku dengan air. Seusai mandi aku mencari bajuku… tunggu dulu di mana bajuku? Padahal aku menggantungnya di dekat pintu. Gawat… pasti ada lagi yang usil padaku. Aku berteriak memanggil teman-temanku namun ternyata toilet sudah kosong. Untung saja aku punya handuk cadangan. Aku keluar perlahan mencari bajuku, sial… di mana mereka menyembunyikannya? Mana waktu istirahat sudah hampir usai. Tidak mungkin aku keluar ke koridor hanya dengan menggunakan handuk. Tolong… seseorang tolonglah aku. Bruk… tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan beberapa orang siswa terjatuh, ternyata mereka berdesakan untuk mengintipku. Kalian…! seseorang lalu mengambil ponselnya dan memotretku hanya dengan menggunakan handuk.
“Apa yang kalian lakukan? Pergi! Pergi!” kelewatan, kalian benar-benar kurang ajar.
“Hei… apa yang kalian lakukan di toilet wanita?” tanya In Gook yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Dia terbelalak melihatku karena aku hanya menggunakan handuk.” Kenapa kau tidak berpakaian?” tanyanya, dia juga melihat teman-temannya memotretku      “Hentikan! Kenapa kalian kurang ajar begini?” bentaknya pada teman-temannya. Dia berlari ke arahku dan memelukku untuk menutupi tubuhku dari teman-temannya,
“Pergi kalian, pergi!” dia melepas jasnya dan memasangkannya untukku. Dia lalu mengambil semua ponsel temannya serta menyuruh mereka keluar. Dia mendapat seragamku di dalam tempat sampah, untung saja terbungkus plastik sehingga tidak kotor meski kusut. Aku pun segera memakai seragamku, sementara dia menungguku di luar.
Aku perlahan-lahan keluar dari kamar mandi. Dia menungguku sambil mengotak-atik ponsel-ponsel milik temannya.              
“Oh… kau sudah selesai, aku juga sudah menghapus gambarmu di ponsel mereka…” ucapnya, plaaak…! Aku menamparnya.
“Kau pikir aku tidak tahu apa rencanamu? Kau sengaja menyusun kejadian ini ‘kan dan berpura-pura muncul sebagai dewa penolong di hadapanku sehingga membuatku merasa simpati padamu. Kau salah, aku tidak sebodoh yang kau kira. Kau benar-benar rendah Seo In Gook!” aku pergi meninggalkannya, kali ini mereka benar-benar keterlaluan.

Usai sekolah aku sengaja lewat halaman belakang. Aku malas bertemu In Gook dan genknya di parkiran sekolah. Tapi… aku malah melihat mereka berkumpul di koridor belakang sekolah sehingga aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka,
“Bodoh…! Kalian memang bodoh! Aku memang berniat membalasnya namun tidak pernah terlintas di pikiranku untuk mengerjai dia seperti itu.” ucap In Gook.
“Tapi…” ucap salah seorang dari mereka.
“Tapi apa? Kali ini kalian benar-benar keterlaluan, bercanda pun ada batasnya, mengerti! Bagaimana kalau dia menuntut kalian atas tuduhan pencabulan pada polisi? Kalian mau dipenjara?” tambah In Gook
“Kenapa kau membelanya, bukankah kita memang ingin mengerjainya?” tanya pacarnya.
“Pasti kau yang menyembunyikan bajunya. Pokoknya aku tidak mau tahu, besok kalian harus minta maaf padanya!”
“Untuk apa minta maaf…?” protes pacarnya.
“Karena kalian sudah sangat keterlaluan!”  balas In Gook.
“Kenapa kau membelanya, aku ini pacarmu namun teganya kau menyuruhku minta maaf pada musuhku,”
“Baiklah, kau kuputuskan!”
“Apa?”
“Kau kuputuskan, sudah jelas? Lagipula hari ini adalah hari ke lima kita pacaran, kau tahu sendiri ‘kan aku ini bagaimana? Aku hanya bertahan dengan wanita maksimal lima hari,”
“In Gook… kau keterlaluan,” gadis itu mulai menangis.
“Aku tidak mau tahu apa-apa, besok kalian harus minta maaf.” Dia meninggalkan teman-temannya begitu saja. Jadi… dia benar-benar tidak tahu apa-apa, padahal aku sudah menamparnya.
Semalaman aku memikirkan masalah ini, apa aku harus minta maaf pada In Gook? Ayahku menganjurkan agar aku minta maaf karena salah paham padanya, tapi… apa dia mau menerima maafku?
Esoknya aku menemui In Gook saat istirahat siang, dia terlihat cuek di hadapanku. Tuh ‘kan… dia pasti masih marah.
“Aku minta maaf!”
“Untuk apa?” tanyanya,
“Masalah kemarin…”
“Bukannya aku telah menyusun kejadian itu untuk menjebakmu?”
“Aku tahu, aku salah paham padamu!”
“Sudahlah…!” dia berlalu meninggalkan aku
“In Gook…!” aku mengejarnya dan tanpa kusadari aku memegang tangannya,” Aku benar-benar minta maaf!” tambahku.
“Baik aku memaafkanmu. Setidaknya kita impas sekarang. Terima kasih kau sudah menolongku mengobati kepalaku dan aku menolongmu dari keusilan mereka. Sekarang lepaskan tanganku, aku tidak mau orang-orang nanti salah paham.” Aku segera melepaskan tangannya dan membiarkannya meninggalkan aku. Beberapa saat kemudian teman-temannya datang dan meminta maaf padaku atas perbuatan mereka tak terkecuali pacarnya In Gook, eh… mantannya.
Beberapa hari berlalu dan tidak terjadi apa-apa. Kuharap ini berlangsung sampai upacara penamatan nanti. Aku malas kalau berurusan dengan mereka lagi. Saat pulang ke rumah usai sekolah aku berpapasan dengan In Gook di jalan,
“Mau pulang? Ayo kuantar!” tawarnya padaku sambil membuka pintu mobilnya.
“Tidak perlu, aku naik bus saja. Haltenya juga sudah dekat.”
“Kau takut aku menjebakmu lagi?”
“Bukan begitu… lagi pula siapa yang takut. Tidak apa-apa… aku naik bus saja!”
“Ayolah, aku berniat baik padamu tapi kenapa kau tolak?” dia terus memaksaku sampai akhirnya aku tidak bisa menolak lagi. Mobilnya melaju kencang di atas aspal, aku agak gugup berada di sampingnya. Dia memang sangat keren, wajar kalau dia sangat popular di sekolah, apa lagi dia anak orang kaya. Tiba-tiba dia singgah di sebuah butik, dia menyuruhku menunggu sebentar. Setelah beberapa saat dia kembali sambil membawa bungkusan.
 “Maaf membuatmu menunggu, aku singgah mengambil kostum bajak lautku,” ucapnya sambil menghidupkan mesin mobilnya dan menjalankannya.” Oh ya… malam minggu nanti kau ada acara tiadak? Datanglah ke pesta ulang tahunku, acaranya sangat seru… aku mengadakan pesta kostum lihat saja kostumku bajak laut. Lagi pula yang datang hanya teman-teman sekolah,” dia menyodorkan sepucuk undangan padaku.” Aku ingin kau datang karena kau akan menjadi tamu teristimewaku malam itu, aku berjanji!” dia tersenyum ke arahku.
“Maaf aku …”
“Jangan katakan kau tidak bisa datang. Aku benar-benar tulus mengundangmu. Aku baru menyadari bahwa sebenarnya kau ini gadis yang baik. Meski kita bermusuhan, kau masih mau menolongku saat aku terlambat ke sekolah. Padahal kalau dipikir-pikir kau bisa saja melaporkan aku ke kepala sekolah.”
“Waktu itu aku hanya kasihan melihatmu,”
“Karena itulah aku mulai tertarik padamu. Meski sakit hatimu sangat besar padaku namun kau masih mau menolongku di saat aku butuh bantuan,” dia menghentikan mobilnya tepat di depan pasar ikan.” Aku benar-benar berharap kau mau datang!” dia memohon padaku. Aku turun dari mobilnya dan mengucapkan terima kasih.
         
Ayah menemukan undangan ulang tahun In Gook di atas meja belajarku, ayah sangat senang membacanya.
“Wah … ini pertama kalinya kau mendapat undangan ulang tahun dari temanmu kau mau datang ‘kan?” tanya ayah
“Aku juga tidak tahu, tapi mungkin aku tidak akan datang!”
“Kenapa tidak… bukankah kau diundang?”
“Ayah… dia anak orang kaya, aku pasti tidak cocok dengan pestanya apalagi pestanya pesta kostum aku ‘kan tidak punya baju? Sudahlah… aku akan membantu ayah bekerja di pasar saja. Bukankah kalau malam minggu banyak pesanan yang datang?” ucapku. Ayah nampak kecewa dengan ucapanku. Aku tidak tahu harus bilang apa lagi, toh… memang aku tidak pantas ke pesta itu.
Beberapa malam ayah tidak tidur, aku tidak tahu dia mengerjakan apa. dia menyembunyikannya dariku. Dan… alangkah terkejutnya diriku saat ayah memberikan kostum pputri duyung padaku. aku benar-benar terharu saat ayah bilang kalau ayah ingin aku ke pesta itu sebab selama ini aku tidak pernah mendapatkan undangan pesta dari teman-temanku.
“Jadi ayah tidak tidur beberapa malam ini karena membuatkan kostum ini untukku?”
“Iya … pakailah ke pesta itu dan bersenang-senanglah bersama temanmu.”
“Ayah kenapa kau begitu baik padaku padahal ibuku sangat jahat padamu.”
“Jangan bicara seperti itu pada mendiang ibumu. Apapun yang terjadi kalian adalah keluargaku yang sangat aku sayangi.”
“Jangan buat aku semakin sulit untuk meninggalkanmu,” ucapku
“Memangnya kau mau ke mana? Kau tak akan ke mana-mana. Kau akan tetap di sini menemani ayah selamanya,” kupeluk ayahku, hatiku menangis memikirkan nasibnya, sungguh aku sangat tersanjumg mempunyai ayah yang sangat penyayang seperti dia. Aku putuskan menghadiri pesta ulang tahunnya In Gook. Aku tak mau mengecewakan ayah yang telah bersusah payah membuatkan kostum untukku.
Ayah mengantarku ke pesta In Gook dengan menggunakan mobil pinjaman dari temannya. Ayah sangat antusias membantuku, dia tidak ingin kostumku rusak bila aku menumpangi bus. Aku turun dari mobil tepat di depan rumah mewah In Gook.
      “Ayo cepatlah masuk… nanti kau terlambat!” perintah ayah. Saat aku memasuki ruangan pesta aku benar-benar terkejut. Aku melihat beberapa pejabat pemerintahan dan pengusaha terkenal yang sedang asyik bercengkrama. Beberapa orang teman sekolahku pun terlihat berbincang-bincang di sudut ruangan. In Gook menipuku…! 



To be continued …

No comments:

Post a Comment