sebelumnya di My Number One - Part 2
Huft…aku
duduk menyendiri di pojokan swalayan sementara ibu asyik ngobrol bersama teman
SMUnya dulu. Aku mendengar suara orang ramai di balik taman, saat aku mengecek
ternyata sedang ada pemotretan. Dari jauh aku duduk melihat teman sekelasku
yang telah ditaksir Joon sejak kelas dua, Si Young, berpose untuk kebutuhan
iklan. Setelah beberapa kali take
akhirnya gadis itu mendapat waktu istirahat juga.
“Hye
Na… kau di sini juga?!” sapanya saat melihatku duduk di bangku taman.
“Aku
tadinya mau menemani ibu berbelanja namun ibu ketemu dengan teman lama sehingga
aku malah diabaikan!” balasku. Seorang kru datang membawa sebotol teh untuknya,
“Boleh
minta satu lagi untuk kawanku?” ucapnya
“Tentu!”
balas kru itu, dia menyodorkan sebotol untukku. Wah… tak perlu repot begini,
karena terlanjur disodorkan akupun akhirnya menerima. Aku meminum teh itu dan
keningku mengernyit,
“Pahit
ya?” tanya Si Young
“Iya!”
jawabku
“Itu
teh hijau asli dari Jepang, sangat baik untuk menjaga bentuk tubuh!”
“Jadi
kau sering minum ini?”
“Ini
minuman wajib bagi semua model agar tubuhnya terjaga!”
“Pantas
saja tubuhmu bagus, aku jadi iri!”
“Aku
malah iri padamu!” gadis itu membuatku tersedak teh yang rasanya telah
beradaptasi dengan lidahku.
“Apa
yang mesti membuatmu iri? Aku biasa-biasa saja, tak ada istimewanya!” tanyaku
heran.
“Justru
karena itu aku jadi iri, kau gadis sederhana namun menjadi rebutan dua siswa
terpopuler di sekolah kita.”
“Rebutan?!”
aku semakin heran “Apa maksudmu?!”
“Saat
itu aku melihat Hyun Joong hampir menciummu ketika kau tertidur pulas di ruang
loker. Min Ho mendapatinya sehingga dia marah dan menyeretnya keluar ruangan.”
“Benarkah?!”
aku terkejut, jadi pertengkaran mereka saat itu… “Tapi… mana mungkin Hyun Joong
melakukan itu! Dia sudah memiliki taksiran sendiri!”
“Kalau
yang itu, aku tidak tahu. Yang jelas penglihatanku saat itu tidak mungkin
salah!” Si Young membeberkan kejadian saat itu, akhirnya akupun tahu apa yang
telah terjadi sebenarnya.
Pagi
ini aku buru-buru ke sekolah untuk menemui Hyun Joong, dia harus menjelaskan
masalah yang membuatku galau ini.
“Oh…
kau sudah datang! Ayo kita mengumpulkan tugas penelitian ini pada Ibu Moon!”
ucapnya saat melihatku masuk kelas, aku tidak bisa meminta klarifikasinya sebab
ternyata teman-teman sekelompokku telah menunggu kedatanganku. Sepanjang hari
ini aku tidak bisa bertanya pada Hyun Joong, kenapa aku malah kehilangan
keberanian seperti ini?
Aku
memutuskan menemui Min Ho, kurasa saat ini aku memang harus minta maaf padanya.
“Oh…
dia ke perpustakaan tadi!” ucap Sang Bum saat aku bertanya padanya, aku pun
segera ke perpustakaan menyusul Min Ho. Kulihat dari pintu dia dan Hye Sun
sedang serius belajar, aku tidak berani menganggu mereka meski maksudku hanya
untuk minta maaf.
“Kenapa
tidak masuk?!” So Eun mengagetkanku, senyumannya manis sekali. Pantas Sang Bum
tergila-gila padanya.
“Ehm…aku
lupa kalau ada yang harus kukerjakan!” aku mengelak dan segera pergi. Saat latihan
pun aku tak dapat berbuat banyak, karena pertandingan ke depan semakin berat
maka latihan merekapun semakin berat. Aku tak boleh mengganggu mereka,
kubiarkan saja kejadian waktu itu menjadi tanda tanya besar di kepalaku.
Sore
ini aku dan unni-ku mengunjungi butik
langganan ibu untuk mengambil baju pesanannya sekalian kami singgah di mall,
untuk sekedar melepas lelah, kami memasuki café dan memesan minuman dingin.
Saat sedang asyik mengobrol, dari jauh aku melihat orang yang begitu mirip
dengan Min Ho. Dia tidak sendiri, dia berangkulan dengan seorang gadis.
“Kau
lihat apa?” tanya unni-ku, mungkin
dia menyadari aku sedang mengamati sesuatu.
“Ehm…
sebentar ya kak, aku mau ke toilet dulu!” ucapku bohong. Segera aku menyusul
orang yang mirip Min Ho itu, dari belakang aku terus mengikuti mereka dan
akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa orang itu memang Min Ho dan gadis yang
dirangkulnya adalah Hye Sun. dengan langkah lemas aku kembali ke café tempat
unni menunggu. Tidak… aku tidak boleh berprasangka buruk, mana mungkin Min Ho
berselingkuh di belakangku. Kuberanikan diri memencet sederet nomor di ponselku
dan menelpon seseorang.
“Halo…?!”
sapa Min Ho.
“Aku…aku…ehm…
kau sedang apa sekarang?” tanyaku,
“Aku…di
rumah Joon sedang main game…“
suaranya bergetar,
“Oh…”
ucapku, aku kecewa…kenapa kau bohong.
“Ada
apa?!” dia balik bertanya
“Tidak
ada apa-apa! Aku hanya ingin menyapamu sebab sudah lama kita saling diam!”
“Ehm…
aku minta maaf mengenai hal itu, aku sangat sibuk makanya terkesan
mengabaikanmu,” terkesan mengabaikanku? Tidak…kau memang telah mengabaikanku
sebab kau sibuk dengan gadis lain.
~~My
Number One~~
Saat
pulang sekolah aku terduduk lesu di halte bus, beberapa bus yang lewat dan
berhenti di depanku kuabaikan begitu saja. Entah kenapa aku malas pulang ke
rumah. Ingatanku menerawang ke kejadian setahun yang lalu saat pertama kali
bertemu Min Ho. Saat itu aku dijahili oleh om-om genit di bus, dia
meraba-meraba pinggangku dan perlahan tangannya kurasakan akan berpindah ke
bagian yang lebih bawah. Aku malu berteriak tapi tiba-tiba saja ada yang
menepis tangan om-om itu dari tubuhku.
“Apa
anda tidak malu memperlakukan gadis yang seumuran dengan putri anda seperti
itu? Apa anda tidak takut bila di luar sana putri anda juga mengalami hal yang
sama seperti yang anda lakukan sekarang?!” bentak seorang murid yang berseragam
sama denganku. Aku memandang murid itu, “Kenapa kau tidak berteriak dan meminta
tolong, kamu malah diam saja dilecehkan seperti itu!” dia membentakku.
Kebetulan kami telah tiba di sekolah sehingga secepat kilat dia menarik
tanganku menuruni bus.
Dia
berjalan di depan dengan langkah santainya sementara aku berjalan menunduk di
belakangnya. Air mataku menetes, aku malu sekali sekaligus sangat takut pada
kejadian itu.
“Kau
kelas berapa?” tanyanya tiba-tiba.
“Kelas
2.1!” jawabku
“Oh…
berarti kita seangkatan, pulang sekolah nanti kau tunggu aku di depan gerbang
biar aku bisa menjagamu saat di bus!” dia berlari setelah mengucapkan itu,
ternyata gerbang sekolah akan segera ditutup. Aku juga berlari sekuat tenaga
agar tidak terlambat, sayangnya aku terlalu lemah untuk berlari karena kejadian
yang baru saja kualami di bus tadi. Siswa itu kembali ke arahku dan menarik
tanganku untuk berlari kencang agar tidak ketutupan gerbang, untung saja dia
menahan pintu yang sudah setengah tertutup agar kami bisa masuk dan tidak
terlambat.
Kami
jalan bersama ke lantai dua, aku singgah di kelasku sementara dia terus
berbelok, kemungkinan dia di kelas 2.2, 2.3, atau 2.4, gumamku dalam hati. Saat
pulang sekolah, aku benar-benar menunggunya di gerbang, entah kenapa aku
langsung percaya saja pada janjinya tadi pagi. Ternyata dia benar-benar datang!
Akhirnya kami jalan bersama ke halte bus. Dalam perjalanan kami mengobrol
sekaligus aku mengucapkan terima kasih pada bantuannya yang tidak sempat
kuucapkan tadi. aku pun tahu dia bernama Lee Min Ho, anak kelas 2C, dia murid
baru pindahan dari Gwangju.
“Hye
Na…” seseorang mengagetkanku. So Eun?! Dia duduk di dekatku, “Kenapa kau
melamun?”
“Aku
ingat Min Ho…” ucapku lemah
“Oh…
Min Ho! Kenapa aku jarang melihat kau bersamanya lagi? justru dia keseringan
bersama Hye Sun, si murid baru itu. Kalian belum putuskan?”
“Aku
juga tak tahu, sepertinya hubungan kami sedang renggang!” aku mendesah,
“Sudahlah… kita bahas yang lain saja, bagaimana hubunganmu dengan Sang Bum?”
“Huh…
aku tak mau membahasnya!!!”
“Lebih
baik kau membahasnya sebab aku juga selalu bersikap seperti itu saat bertengkar
dengan Min Ho sehingga jadi begini,” suaraku terasa berat. “Sang Bum sangat
menyesal pada perbuatannya, dia selalu bercerita padaku betapa dia menderita
menunggumu untuk memaafkannya! Jangan terlalu lama marah padanya, bisa-bisa dia
jadi jenuh dan akhirnya kalian berpisah seperti aku!” So Eun terlihat cemas
mendengar ceritaku, kuharap kau tidak melakukan kesalahan seperti yang telah
kulakukan.
Aku
masih tak tahu harus ke mana, kakiku terus membawaku berkeliling di pusat
perbelanjaan di tengah kota. Dari jauh kulihat Min Ho dan Hye Sun memasuki
sebuah galeri seni, kuikuti saja mereka. Aku mengamati mereka dari jauh, baru
kali ini aku melihat Min Ho tertawa lepas seperti itu, selama ini dia tidak
pernah seperti itu. Sepertinya dia lebih nyaman bersama gadis itu, tak terasa
air mataku mengalir. Apa aku benar-benar akan kehilangan dia?
Aku
menunggu kedatanganya di taman belakang sekolah, tempat kami sering
menghabiskan waktu istirahat. Perlahan kudengar derap langkah mendekat ke
arahku, saat berbalik, ternyata orang yang kutunggu telah datang.
“Maaf…
aku mengganggumu, aku hanya ingin bicara sebentar!” ucapku.
“Ada
apa?!” tanya Min Ho.
“Apa
lebih baik kita berpisah saja…kau dan aku kini memiliki kesibukan sendiri,
bahkan kehidupan sendiri…”
“Kalau
itu memang maumu…” dia berbalik meninggalkan aku, bibirku bergetar, air mataku
mengalir, padahal aku berharap kau mengatakan kita masih bisa memperbaikinya
dan kembali seperti semula.
Aku
berjalan lesu ke kelas, sesaat kemudian Sang Bum datang memelukku seperti orang
gila.
“Ya… Kim Sang Bum! Noe micheoso?!” kau gila ya? Bentakku,
“Ne…naega micheo!” teriaknya, “Menejer… terima
kasih berkat bantuanmu akhirnya So Eun mau memaafkanku!”
“Jincha?” tanyaku ikut senang
“Gurae…gomawoyo Hye Na…!” sekali lagi dia memelukku kemudian pergi sambil
jingkrak-jingkrak. Aku tertawa melihat tingkahnya, sukurlah kalau dia sudah
baikan dengan So Eun. Ironis sekali, aku yang mempersatukan mereka kembali
sementara aku sendiri gagal pada kisah asmaraku.
Aku
bergegas mengganti kemejaku dengan seragam olahraga. Hari ini kelasku akan
latihan lompat galah, Hyun Joong memang hebat, dia melakukan lompat galah
dengan cara sempurna. Beberapa teman berbisik apa dia seorang super hero?
Soalnya dia selalu menjadi yang terbaik. Kini giliranku, aku bersiap-siap di
garis start dan saat songsaenim meniupkan peluit, aku mulai berlari.
Kusentakkan galahku kemudian melompat dengan bertumpu pada galahku. Bruk…aku
mendarat buruk, berbeda sekali dengan Hyun Joong. Akibatnya tangan kiriku
cidera, beberapa temanku terkejut dan segera menghampiriku untuk menolong. Hyun
Joong sigap membawaku ke klinik sekolah, di sana ada Joon yang menjaga.
Dokter
klinik memeriksa keadaanku, dia bilang tanganku terkilir dan untuk sementara
waktu harus digips. Aku diizinkan untuk beristirahat di klinik untuk sesaat
sedangkan Hyun Joong masih harus mengikuti pelajaran. Kulihat dia berat sekali
meninggalkanku, sebenarnya aku juga tidak ingin berada di klinik sendirian
namun aku baru ingat ada Joon di sana.
“Kau
melakukan kesalahan apa lagi sehingga harus menjaga klinik?” tanyaku
“Huft…
aku memecahkan pot bunga kesayangan Ibu Wakepsek!” aku tertawa kecil melihat
kawanku yang satu ini, “Kau tahu… tadi Si Young tersenyum padaku hingga aku
lepas kendali!” dia terlihat berbunga-bunga
“…makanya…kau
memecahkan pot bunga itu?!” selidikku, dia mengangguk. Tentu saja Ibu Wakasek
marah, notabene bunga itu adalah bunga tulip yang bibitnya beliau dapat dari
Belanda.
“Oh
ya,apa kau sudah bertemu Min Ho?” tanya
Joon, Min Ho? Apa dia datang ke sini? “Tadi aku melihat dia berlari seperti
orang kesetanan ke sini, kupikir dia ingin menemuimu…aku melihatnya berdiri di
pintu, jadi dia tidak masuk ya?!”
“
Tak ada yang berada di ruangan ini selain aku dan Hyun Joong tadi!”
Aku
berjalan sendiri ke kelas, di kepalaku masih penuh tanda tanya mengenai
perkataan Joon tadi. Kalau memang Min Ho datang ke klinik, kenapa dia tidak
masuk dan menemuiku?
“Hye
Na!” Hyun Joong memanggilku, “Kenapa tidak menungguku? Aku baru saja akan
menjemputmu di klinik!” aku tersenyum, “Bagaimana keadaanmu?”
“Tanganku
masih belum dapat digerakkan, kurasa akan butuh waktu lama untuk bisa normal kembali!”
“Ayo…
kuantar ke kelas!” ajaknya, dia merangkulku untuk membantuku berjalan.
“Tak
perlu seperti ini Kapten!”
“Tak
apa-apa, aku senang melakukannya menejer!” aku tersenyum. Dari belakang
tiba-tiba ada Min Ho yang menyalip perjalanan kami, dia sepertinya baru dari
perpustakaan, di tangannya ada beberapa buku akuntansi dan yang membuatku
sakit, di sampingnya ada Hye Sun.
“Gwencanayo?” tanya kapten saat mereka
berlalu,
“Mworago?” apa maksudmu? Aku menatap
protes padanya, aku tidak suka dia bertanya begitu. Tentu saja aku sakit, mana
bisa aku baik-baik saja melihat orang yang sangat kusayangi begitu mesra dengan
orang lain.
Pekerjaanku
di klub sebagai menejer tentu saja sangat terganggu akibat tanganku yang sakit,
sebagai gantinya kapten yang selalu membantuku melakukan hal yang terkendala
olehku. Huf…seandainya saja Min Ho yang melakukannya, aku pasti lebih senang.
Dia begitu dingin padaku, menatap pun dia sepertinya enggan.
“Min
Ho~ya… hwaiting!” teriak seseorang dari balik lapangan saat anak-anak berlatih,
Hye Sun? dia datang memberi semangat pada Min Ho, dadaku terasa sesak, dan
napasku tercekat saat melihat Min Ho membalasnya dengan senyum termanisnya.
Latihan
usai, semua member membersihkan diri mereka di kamar mandi sementara aku sibuk
menyusun perlengkapan yang telah mereka pakai. Aku kesulitan melipat jaring
gawang, tiba-tiba sepasang tangan mengambilnya dari genggamanku, Min Ho?
“Gwencanayo?” tanyanya datar
“Nde…” balasku singkat
“Kapan
kau jatuh?” tanyanya,
“Waktu
olah raga… eh… dari mana kau tahu kalau tanganku sakit karena jatuh?!”
“Em…
itu…”dia jadi kelabakan, “Banyak temanmu yang bilang kau jatuh makanya aku
tahu!” ucapnya lagi, “Maaf aku tidak menjengukmu soalnya aku tidak tahu kau di
klinik!” aku terdiam, bukannya Joon bilang kalau kau datang ke klinik namun
tidak mau masuk dan hanya berdiri di dekat pintu. Ponselnya berdering, dia
melangkah menjauhiku,
“Hye
Sun~a, waeyo?” ucapnya, “…nde!” dia berbalik ke arahku, “Maaf… aku harus
pergi!” aku mengangguk, dia pun berlalu. Hiks… sakit!
Pertandingan
antar sekolah berlangsung seiring dengan menjauhnya Min Ho dari kehidupanku,
sukurlah kami dapat melalui semua pertandingan sampai akhirnya tiba di final
kejuaraan. Lusa adalah pertandingannya, kuharap sampai hari itu, semua akan
berjalan lancar.
“Menejer,
kau mencari apa?” tanya Hyun Joong saat melihatku mengubek-ubek bagian atas
lemari di ruang locker.
“Oh…
aku mencari buku yang pernah aku simpan di atas lemari ini, buku itu berisi
data beberapa pemain termasuk member group bola SMU Ga Reum, lawan kita di
final. Aku mengumpulkan banyak artikel tentang mereka kemudian menuliskan
kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan mereka dalam bermain di lapangan,
kurasa ini akan sangat membantu kita agar dapat unggul dari mereka.”
“Perlu
kubantu?!”
“Tidak
usah, kau bersiap saja untuk latihan, biar kucari sendiri saja,”
“Hati-hati
ya menejer!” imbaunya, aku mengangguk, kepererat pijakanku di anak tangga yang
sedang kutumpuhi.
“Aaaaaaaaaa….!!!!”
Teriakku saat menyadari ada cecak yang jatuh ke punggung tanganku,
keseimbanganku goyah dan aku pun melayang. Bukkkk…kututup mataku, kalau sampai
jatuh ke lantai, entah bagian mana yang akan patah.
“Gwencanayo?!”
tanya Hyun Joong, kubuka mataku saat aku menyadari aku tidak mengalami sakit
seperti yang kubayangkan. Kulihat Hyun Joong berhasil menolongku, dia menadahku
sebelum aku mendarat di lantai.
“Nde,
gwencana! Gomapta!” balasku.
“Ehm…ehm…”
ada suara dari mulut pintu, Min Ho dan Joon berdiri mematung, kurasa mereka
salah paham.
“Turunkan
aku!” pintaku pada kapten, “Em… itu sebenarnya…” aku mencoba memberi penjelasan
pada mereka agar mereka tidak salah paham namun Min Ho yang langsung menghindar
dan melaluiku membuatku bungkam. Sepertinya dia tidak ingin mendengar
penjelasanku.
“Aku
kan sudah bilang biar aku yang cari!” ucap kapten, “Untung kau tidak jatuh!”
kapten mengacak-acak rambutku. “Joon… ayo kita ke lapangan, Min Ho… jangan
lelet!” ucap Hyun Joong kemudian segera ke lapangan. Aku takut memandang wajah
Min Ho saat ini, dia terlihat mengerikan. Kalau aku mencoba bicara, mungkin aku
akan diterkamnya makanya kuputuskan untuk diam saja.
“O…
kau sudah datang!” ucapnya tiba-tiba, reflex aku menoleh ke arah pandangannya,
Hye Sun sedang berdiri di depan pintu. Mereka pun berbarengan ke lapangan,
wajahnya yang tadinya sangar berubah sangat bersahabat saat melihat gadis itu,
aku kalah… aku benar-benar kehilangan dia.
Huft…
sekali lagi permainannya buruk, individualismenya tinggi sekali apalagi bila
berhadapan dengan Hyun Joong. Usai latihan mereka pun beristirahat, Min Ho belum
sempat duduk, aku sudah menarik tangannya dan membawanya menjauh dari yang
lain.
“Kau
kenapa sih? Pertandingannya lusa, kalau permainanmu seperti ini kita pasti
kalah!” aku membentak Min Ho di halaman belakang
“Aku
sudah berusaha semampuku tapi kenapa masih selalu dibilang buruk?!” balasnya.
“Memang
permainanmu buruk, ingat kau dalam grup! Kau punya 9 teman yang dapat kau
operkan bola saat kau terdesak tapi kau tidak pernah melakukannya. Kau
menggiring bola sendirian, kau tak peduli meski kau terdesak atau dalam posisi
tidak aman, kau tetap mempertahankan bola, kau tidak pernah membaginya pada
orang lain, apa itu permainan bagus?!” dia diam, “Kalaupun kau mengoper bola ke
pemain lain, tentu itu bukan Hyun Joong. Beberapa kali Hyun Joong dalam posisi
bebas namun kau mengacuhkannya, kenapa kau sangat membencinya? Kenapa? Apa
salahnya? Dia tidak pernah menganggumu kan?!”
“Aku
tidak suka padanya karena dia merebut hal yang sangat penting dalam hidupku!”
“Dia
tidak pernah merebut peringkatmu, dia meraih peringkat pertama karena dia
memang mampu, apa salahnya kau menerima kenyataan ini?! Posisi nomor dua kurasa
bukan posisi yang buruk, kau sendiri yang tidak pernah mau mensyukuri apa yang
telah kau dapatkan!” aku mendorongnya dan pergi begitu saja, aku marah… kali
ini benar-benar marah! Aku tidak suka pada sikapnya yang kekanak-kanakan,
anak-anak pun bila telah dibujuk, pasti akan mengerti sementara dia…, hiks…aku
terisak di sudut ruang, aku tak ingin memarahinya dan mengeluarkan kata-kata
kasar padanya namun aku terpaksa. Ke mana Min Ho yang kukenal dulu? Dia yang
begitu penurut dan manis telah berubah, aku tak mengenalinya lagi.
Pertandingan
final itu pun tiba, aku telah menjelaskan pada semua member tentang profil
pemain SMU Ga Reum. Untunglah aku berhasil menemukan buku yang kucari-cari itu,
kuharap semua memberku dapat mengingat dengan jelas tehnik dan gaya permainan
lawan-lawan mereka.
Pertandingan
dibuka dengan acara salam-salaman sesama pemain, kemudian pembacaan peraturan
dan undian untuk menentukan tim mana yang menjadi penggiring bola pertama.
Timku kalah undian, ini berarti lawan yang memulai permaianan. Riuh teriakan
penonton memberikan semangat pada tim andalan mereka, penonton yang sebagian
besar siswa dari kedua sekolah itu meneriakkan yel-yel dukungan untuk tim
masing-masing, belum lagi mereka mengibarkan bendera sekolah dan tim mereka.
Wah… pertandingan kali ini tidak kalah dengan pertandingan Viva.
Dari
pengamatanku, kedua tim bermain imbang, mereka memiliki kekuatan yang sama.
Hanya sesekali tim lawan berhasil menggiring bola ke gawang timku namun
berhasil dihambat oleh penjaga gawang. Waktu pertandingan terus berjalan dan
sungguh tak terasa sampai waktu habis dan wasit meniup peluit. Sekarang kami
memasuki babak perpanjangan, kali ini siapa saja yang mencetak gol duluan
merekalah pemenangnya. Untuk sementara para pemain diberi waktu istirahat, aku
sibuk mengurus konsumsi mereka dan kulihat dari jauh pelatih memberikan arahan
pada mereka.
Aku
berjalan menghampiri Min Ho dan Hyun Joong yang sedang mengobrol, terlihat ada
aura aneh di antara mereka,
“Apa
yang kalian lakukan di sini? Pertandingan sebentar lagi mulai, cepatlah ke
lapangan!” perintahku. Hyun Joong tersenyum padaku, dia menurutiku tanpa banyak
protes sementara Min Ho menyusul di belakang dengan tatapan penuh kebencian.
Greb… aku memegang lengannya saat dia akan melaluiku,
“Bermainlah
sebagai tim, jangan buat sekolah kita malu dengan keegoisanmu!” nasihatku, dia
menghempaskan peganganku tanpa menoleh sedikitpun padaku.
Suara
riuh penonton seperti akan memekakkan telinga saja, di sisi sebelah kanan siswa
SMU Eaton tak henti-hentinya memberikan semangat bagi tim kami dan begitupun
sebaliknya, di sisi sebelah kiri siswa SMU Ga Reum tak mau kalah untuk memberi
dukungan bagi tim kesayangan mereka. Aku benar-benar nervous menghadapi
pertandingan ini meski bukan aku yang bermain. Ya… Tuhan… kuharap Min Ho dapat
bertindak lebih dewasa dalam pertandingan ini. Aku tidak mengkhawatirkan pemain
yang lain, hanya dia, hanya Min Ho yang
membuatku takut.
To be
continued
No comments:
Post a Comment