Tuesday 8 September 2015

FF One Shot - Love You More

This is not my own, I just remake it from anonymous online story. But hope you still enjoy it. ^^




          Sinar mentari sore ini seperti berlomba menyentuh kulitku melalui celah pepohonan, terasa begitu hangat setelah beberapa bulan kota Seoul harus berselimut salju karena musim dingin. Aku duduk sendiri menunggu kedatangannya, hari ini adalah ulang tahunku dan dia mengajakku untuk makan malam bersama. Aku masih sibuk membaca pesan singkat ucapan selamat ulang tahun dari teman-temanku. Aku tersenyum bahkan sesekali tertawa membaca kata-kata mereka yang lucu, sungguh bahagia mereka masih mau membagi perhatian padaku.
          Aktifitasku terhenti saat sebuah klakson mobil berbunyi, kuangkat pandanganku dari layar ponselku dan aku menemukan sosok Jo Hyunjae berdiri dengan senyuman khasnya.
          “Saengil chukka chaggi…” ucapnya. Aku tersenyum,
          “Gomawo Oppa!” balasku.
          “Sudah lama menunggu?”
          “Lumayan…”
          “Maaf ya, tadi di kantor banyak pekerjaan…”
          “Gwencana…”
          “Oh ya, ini untukmu!” dia menyodorkan sebuah bungkusan padaku, dengan jantung yang berdebar, kubuka bungkusan itu. Senyumanku menghilang saat melihat hanya sebuah Teddy Bear di dalamnya.
          “Kalian ‘kan telah berpacaran selama lima tahun, paling tidak kali ini dia harus memberimu cincin…” teringat kembali perkataan Hye Na padaku saat di sekolah.
          “Ada apa? Apa kau tidak suka?” Tanya Hyunjae, mungkin dia menyadari raut wajahku yang berubah.
          “Ah… tidak, bonekanya cantik!” elakku, aku bukannya tidak suka, aku hanya kecewa.
          Perjalanan kami akhirnya terhenti di sebuah café kecil di tepi kota, di sinilah pertama kali kami bertemu. Saat itu teman-temanku mengadakan acara kencan buta bersama sekelompok pria yang dikenal lewat internet, mereka mengajakku ikut untuk melengkapi jumlah membernya. Tak disangka aku dan Hyunjae bertemu di sana, di saat pemilihan pasangan ternyata dia menyerahkan mawarnya padaku. Dia bilang tertarik padaku dan ingin mengenalku lebih dalam. Kami pun sepakat memulai hubungan sejak saat itu.
          “Dia memberimu boneka lagi? Astaga… apa yang dipikirkannya? Kau telah 23 tahun, bukan anak umur 16!” ucap temanku lewat pesan singkatnya. Aku tertunduk, benar… aku telah 23 tahun, yang kubutuhkan bukanlah boneka.
          “Chaggi… ada apa? Apa makanannya tidak enak?” tegurnya saat menyadari sedari tadi aku belum menyentuh makananku. “Kenapa sejak tadi kau terlihat tidak bersemangat? Apa kau ada masalah?”
          “Oppa… apa kau mencintaiku?” tanyaku setelah membaca pesan dari sahabatku lagi, “Tanyakan padanya apa dia serius padamu? Jangan-jangan dia hanya mempermainkanmu!”
          “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Hyunjae malah balik bertanya.
          “Aku bukan anak kecil lagi yang setiap ulang tahun dapat kau beri boneka. Atau selama ini kau merasa sedang berpacaran dengan anak kecil?”
          “Apa kau tidak suka pada boneka yang kuberikan?”
          “Bukannya tidak suka…” aku kehilangan kata-kataku. Entah harus dengan apa aku dapat membuatnya mengerti. Aku bukannya ingin kau memberikan benda-benda mahal untukku, aku sungguh tidak berharap demikian. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa waktu lima tahun yang telah kita lalui harganya jauh lebih besar dari sekedar sebuah boneka.
          “Lalu… ada apa?”
          “Oppa… kenapa kau tidak peka sekali?” emosiku mulai menguasaiku, “Sudahlah, kau mungkin tidak akan pernah mengerti! Aku jadi tidak lapar, kau makanlah sendiri!” aku pergi meninggalkannya.
          “Chaggi… tunggu dulu, maafkan aku bila aku telah berbuat salah padamu…”
          “Tidak, kau tidak perlu minta maaf. Aku tidak membutuhkannya, aku hanya ingin kau mengerti pada posisiku!” kulepas genggamannya dan segera keluar dari café.
          Ternyata dia menyusulku dari belakang, aku juga tidak mengerti kenapa mood-ku tiba-tiba jadi jelek seperti ini. Hanya karena persoalan boneka, apa salahnya kalau dia memberiku boneka? Tidak… tentu saja salah! Benar kata Hye Na, paling tidak Hyunjae harus memberiku cincin.
          “Chaggi… kumohon jangan seperti ini. Ayo kita bicara baik-baik!”
          “Oppa… biarkan aku sendiri dulu,” tolakku.
          “Chaggi… kalau bagitu katakanlah apa yang kau inginkan, aku bukanlah pria yang baik yang dapat mengetahui semua yang kau inginkan namun bila kau mengatakannya, aku akan berusaha memenuhinya,”
          “Oppa… lima tahun ini apakah tidak berarti apa-apa bagimu? Sampai kapan kita hanya berhubungan seperti ini? Kapan kau akan melamarku?” jujurku. “Seharusnya kau memberiku cincin!” sambungku. Hyunjae terkejut, untuk beberapa saat dia terdiam.
          “Jadi begitu…” lirihnya,
          “Maaf bila aku membuatmu kecewa, aku bukannya tidak suka pada bonekamu,” ucapku lagi. Hyunjae tertunduk, dia hanya diam, kurasa tak ada lagi yang ingin dia bicarakan padaku. Aku pun memutuskan untuk meninggalkannya.
          “Chaggi…” sekali lagi dia memanggilku, “Kau lupa bonekamu…” ucapnya sembari menyerahkan Taddy Bear itu padaku. Emosiku bergumul, apakah dia benar-benar tidak mengerti? Kenapa dia masih berani memberiku benda itu? Kuambil boneka itu dan langsung membuangnya ke jalan.
          “Aku tidak mau bonekamu!” tegasku lalu pergi darinya. Saat menoleh, kulihat Hyunjae memungut boneka itu kembali, aku tak lagi peduli. Kuteruskan kembali langkahku sampai terdengar sebuah bunyi hantaman yang keras hingga menghentikan langkahku. Buru-buru aku berbalik mencari sumber suara itu yang jelas-jelas dari arah belakangku.
          Aku terkesiap saat melihat tubuh Hyunjae terkulai tak berdaya di aspal. Sebuah mobil box telah menyeretnya sampai beberapa meter hingga membuatnya penuh luka dan berlumur darah.
          “Oppaaaaaaaaa…………” pekikku keras. Aku bergegas menghampirinya, kupeluk erat dirinya yang kurasakan sudah tak bergerak lagi. “Oppa… bangunlah, ayo bangun… kumohon,” tangisku kencang. Perlahan orang-orang di jalan mulai mengerumuni kami, “Tolong panggilkan ambulans, panggilkan ambulans!” pintaku pada mereka.

Tanganku bergetar dengan bibir yang tak berhenti melantunkan doa pada Tuhan agar memberi keselamatan pada Hyunjae. Saat ini dia tengah berjuang melawan maut yang siap menjemputnya kapan saja. Sesekali air mataku menetes mengingat kejadian tadi, andai ia tak memungut boneka itu, tidak… andai saja aku tidak membuang boneka itu di jalan, tentu kejadian ini tidak akan terjadi.
Beberapa saat kemudian dokter yang menangani Hyunjae keluar, kulihat wajahnya dan kurasa aku tidak suka. Tatapannya yang seakan menyiratkan sebuah kegagalan membuatku takut.
“Maaf… dia telah meninggal sebelum kalian sampai di rumah sakit. Kami tidak bisa berbuat apa-apa…” ucapnya. Bohong… kau bohong ‘kan? Hyunjae mana mungkin pergi semudah itu. Jangan bercanda dokter! Aku tidak suka! Hari ini aku berulag tahun, mana boleh dia memberiku kado buruk seperti ini. Bruk… tiba-tiba saja kurasakan tubuhku menghantam lantai setelah sebelumnya penglihatanku menjadi gelap.

                                                            ***    
Malam ini hujan turun dengan derasnya seakan langit turut menangisi kepergian Hyunjae, orang yang bagitu kucintai. Teddy Bear pemberiannya tetap tersenyum lebar di atas ranjangku. Teddy Bear dengan balutan blazer hitam itu seakan mengulurkan tangannya untuk memelukku, ‘peluklah aku untuk mengurangi sakitmu’ ucapnya. Kuambil boneka pemberiannya dan memeluknya erat.
“Maaf… seandainya aku tidak membuangmu waktu itu…” isakku.
“Would you marry me? I have something in my pocket!” tiba-tiba saja Teddy itu mengeluarkan suara. Aku terkesiap, apa kau bisa bicara? Segera kuperiksa kantong di blazer hitam Teddy itu dan jariku menemukan sesuatu, cincin berlian. Seketika air mataku bercucuran tak tertahankan lagi. Aku memang bodoh, bodoh, bodoh, bodoh. Jadi Hyunjae ingin melamarku saat itu dan aku marah padanya karena lamaran yang tak kunjung dia lakukan. Sekali lagi kupeluk Teddy pemberian terakhirnya dan Teddy itu mengeluarkan suara lagi…
“Would you marry me? I have something in my pocket!”
“Hiks… kembalilah Oppa, jangan tinggalkan aku,” isakku. “Tuhan, aku sungguh tidak membutuhkan cincin ini, aku hanya ingin Oppaku. Kembalikan ia padaku dan ambil saja cincin ini. Hiks…” 
***
Getaran ponselku mengganggu tidurku, begitu berat terasa saat aku harus membuka mata. Andai saja mata ini tak pernah terbuka lagi, tentu rasa nyeri di hatiku tak akan terasa lagi. Segera kuambil ponselku yang berada di bawah bantal, terdengar jelas message alert-ku suara Hyunjae,
“Chaggi… ada SMS, cepat dibaca.” Segera kubuka pesan yang datang, “Saengil Chukkkae chaggi~a,” tulis pesan itu. Ini pesan dari Hyunjae, aku jadi heran. Berikutnya berentetan lagi pesan singkat dari teman-temanku yang mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Kugaruk kepalaku yang tidak gatal, ada apa ini? Kulihat tanggal di ponselku, ini ‘kan tanggal kemarin, tanggal ulang tahunku?
“Eun So… kau tidak ke sekolah? Ini sudah jam berapa?” teriak ommaku dari balik pintu kamarku. Segera kubuka kamarku ingin memastikan hari apa ini, “Aduh… putri Omma, saengil chukka. Sekarang kau sudah 23 tahun, semoga segera dilamar Hyunjae ya!” ucap ommaku sambil menciumi kedua pipiku.
“Sekarang tanggal berapa omma?” tanyaku masih tidak percaya,
“Sekarang tanggal ulang tahunmu, kau pasti lupa! Sudahlah, cepatlah bersiap, nanti kau dicap sebagai guru yang tidak disiplin bila terlambat mengajar!”
Kutarik napasku dalam-dalam, kulihat tanggal digital di atas mejaku, ya… ini hari ulang tahunku. Jadi hari ini terulang? Benarkah terulang? Aku teringat sesuatu, kuacak-acak tempat tidurku mencari keberadaan Teddy Bear pemberian Hyunjae, tidak ada!
“Chaggi~a aku menelponmu, segera angkat teleponku. Jangan biarkan aku menunggu…” ponselku kembali berdering, ringtone itu khusus bila Hyunjae menelpon.
“Yeo…buseo?” aku bergetar mengangkatnya,
“Chaggi… nanti sore aku menunggumu di halte, bagaimana bila kita makan malam?” tanyanya. Kemarin dia juga menelponku dan mengatakan hal yang sama.
“Chaggi… kenapa kau diam? Apa kau mendengarku?” tanyanya lagi.
“Ah… nde, nde, nde Oppa!” aku jadi kaget sendiri. Apa Tuhan mendengar doaku? Benarkah Kau mengabulkan doaku Tuhan? Ini kesempatan keduaku ‘kan? Aku memeluk erat boneka pemberian Hyunjae tahun lalu sambil melompat-lompat kegirangan.

Dengan perasaan yang berdebar, kunanti kembali kedatangan Hyunjae sore ini di halte. Persis di sore kemarin, dia datang di waktu yang sama. Dengan senyuman khasnya dia berdiri di depanku.
          “Saengil chukka chaggi…” ucapnya. Aku tersenyum, sungguh terharu dapat melihatnya lagi seperti ini.
          “Gomawo Oppa!” balasku.
          “Sudah lama menunggu?”
          “Lumayan…”
          “Maaf ya, tadi di kantor banyak pekerjaan…”
          “Gwencana…” potongku.
          “Oh ya, ini untukmu!” dia menyodorkan sebuah bungkusan padaku, dengan jantung yang berdebar, kubuka bungkusan itu. Air mataku menetes saat kulihat di dalamnya ada sebuah Teddy Bear dengan balutan blazer hitam.
          “Manis sekali… gomawo Oppa!” aku memeluk Hyunjae yang mungkin keheranan melihat air mata haruku.
          “Kau suka?” tanyanya.
          “Aku suka, suka, suka, suka seeeekaaliii!” tegasku.
          Di dalam mobilnya, aku tak dapat menyembunyikan perasaan bahagiaku, sesekali dia memandangku. Dapat kubaca tatapan herannya pada tingkahku namun dia hanya tersenyum. Boneka pemberiannya itu sudah lebih dari cukup, sungguh aku tidak membutuhkan cincin lagi, terima kasih Tuhan… Kau bersedia menukar Hyunjaeku dengan cincin itu. Kupeluk Teddy Bear itu, tak akan kubiarkan dia jatuh ke jalan.
          “Kau senang sekali ya mendapatkan boneka? Jangan dipeluk terlalu erat begitu…” ucap Hyunjae.
          “Memangnya kenapa? Apa kalau boneka ini kupeluk erat, dia akan bersuara?” candaku. Kueratkan pelukanku pada boneka itu dan benar saja, dia bersuara.
            “Would you marry me? I have something in my pocket!” aku jadi kaget, Hyunjae pun nampak gelagapan. Perlahan kumasukkan jariku ke saku blazer boneka itu dan aku menemukan cincin. Cincin yang sama seperti yang kulihat semalam. Aku tertunduk, sekali lagi air mata haru menetes dan membasahi pipiku.
          “Tentu… tentu aku sangat ingin menikah denganmu…” ucapku.
          “Gomawo…” balas Hyunjae.
          “Bukannya Teddy ini yang melamarku, kenapa malah Oppa yang berterima kasih?” candaku.
          “Mwo?” Hyunjae kaget,
          “Nde… aku akan menikah dengan Teddy ini, bukannya dengan Oppa!”
          “Yaak…” buru-buru Hyunjae menghentikan kemudinya dan membuang Teddy itu ke jok belakang. Diambilnya cincin itu dan dipegangnya tanganku,
          “Maukah kau menikah denganku? Mungkin aku selalu membuatmu kecewa namun aku janji tidak akan membuatmu menangis,” dia menatapku.
          “Bohong, aku tidak percaya. Barusan kau bilang tidak akan membuatku menangis tapi buktinya…” air mata kembali menggenang di pelupuk mataku. Dia menghapus air mataku dan memelukku erat,
          “Saranghae chaggi…” bisiknya. Aku semakin terisak dalam pelukannya.
         
Aku tahu, Tuhan mengajarkanku untuk selalu bersukur pada apa yang kumiliki. Dia saat aku bersukur maka Tuhan akan memberikan lebih dari apa yang kuharapkan.

~the end~

  Typed on 17 February 2012



No comments:

Post a Comment