“Kalau tak ada halangan mungkin
bulan depan!” jawab Hyena.
“Uhuk…uhuk…uhuk…”
Serta merta aku tersedak daging yang disodorkan Dokter Shin. Hyung-ku buru-buru
menyodorkan segelas air,
“Gwencanayeo?”
tanyanya setelah keadaanku mulai membaik.
“Nde,
gomawo…” jawabku sambil membersihkan wajahku dengan tissue.
“Dagingnya
sangat pedas makanya aku tersedak. Maaf… aku harus ke toilet!” pamitku.
Aku
berjalan bergetar ke toilet, satu bulan? Kenapa begitu cepat? Tak terasa tetes
demi tetes air mataku meleleh. Benarkah aku masih mengharapkanmu Hyena? Tidak…
aku tidak berharap lagi, aku sudah melupakanmu, ya… selama lima tahun ini aku
telah melupakanmu. Tapi kenapa aku masih menangis mendengarmu akan menikah?
~Flash Back~
Aku
dan Hyena bersamaan mengangkat tempat sampah ke belakang sekolah. Seohyun anak
kelas IIC menghampiri kami usai membuang sampah.
“Naega
jeongmal choayeo!” ucapnya spontan padaku. Aku dan Hyena terkejut, gadis yang
jadi incaran hampir seluruh siswa di sekolah kami, seorang model dan anak
pengusaha terkenal menyatakan suka padaku?
“Jinchayeo?”
benarkah, tanyaku tidak percaya,
“Nde,
selama ini aku menunggumu memintaku menjadi pacarmu namun kau tidak bergeming
sedikitpun!” ucapnya tanpa rasa kikuk. Akhir-akhir ini kami memang dekat karena
dia adalah partnerku dalam olimpiade mate-matika.
“Lalu
kau ingin bagaimana?” tanyaku.
“Aku
ingin kita pacaran!” jawabnya lantang. Kulirik Hyena di sampingku, dia bengong
menatap gadis yang tengah melamarku itu.
“Aku
tidak suka gadis yang cengeng dan suka mengatur, bila kau menyanggupinya maka
kita bisa memulainya!” syaratku membuat gadis itu tersenyum.
“Baiklah!”
putusnya,
“Oh
ya satu lagi!” selaku lalu memegang pundak Hyena, bergetar? Ya… pundaknya
bergetar seperti sedang menahan tangis. “Aku dan Hyena adalah sahabat, aku
ingin kau agar memperlakukannya sebaik aku memperlakukannya. Jangan pernah ada
kecemburuan akan kedekatan kami, bagaimana?” Seohyun menyanggupinya dan
hubungan kami pun dimulai. Tunggu apa lagi Hyena? Kenapa kau masih diam? Apa
kau rela aku direbut darimu?
~Flash Back end~
~Flash Back end~
Usai
memperbaiki penampilanku, aku segera keluar toilet. Ternyata di luar, Hyena
sudah menungguku.
“Kau
baik-baik saja?” tanyanya.
“Nde…”
jawabku dingin.
“Chankanman…”
dia menarik tanganku saat aku akan melaluinya, “Masakannnya tidak pedas kok, aku
sengaja memesan tanpa lada sebab aku tahu kau tidak tahan dengan pedas!”
“Lepaskan
tanganku kakak ipar!” pintaku lantang dengan penekanan pada kata ‘kakak ipar’.
Dia kaget mendengarku memanggilnya seperti itu, seketika dia melepas
peganganku. Segera kutinggalkan tempat itu meski berat rasanya memperlakukannya
seperti itu.
♪♫♪
Persiapan
pernikahan Hyung-ku dan Hyena semakin lama semakin matang. Kakek telah memilih
sebuah gereja di pinggir kota sebagai tempat pernikahan mereka, katanya di
sanalah dulu orang tua Yesung Hyung menikah. Gereja, undangan, bahkan gaun
pangantin telah rampung dalam waktu kurang dari sebulan. Setiap saat melihat
kemesraan mereka, hatiku terasa perih, apalagi dukungan kakek yang penuh
membuatku semakin terpuruk.
Senyuman
miris menghiasi wajahku saat Hyung memintaku menjemput Hyena di butik. Dia
harus melakukan operasi darurat sehingga tidak sempat menjemput calon istrinya
itu.
“Kyu~a…
kau sudah datang! Oppa meneleponku tadi dan mengatakan kau akan datang
menjemputku!” ucapnya sumringah melihatku. Aku hanya diam dan kurasa dia sudah
mulai terbiasa dengan sikapku itu. “Ottokhe?” tanyanya sambil sesekali berputar
menunjukkan setiap detail gaun pengantinnya padaku.
“Bagus!”
jawabku singkat,
“Aku
sungguh tak menyangka kita akan menjadi keluarga. Saat SMU, aku pernah berpikir
untuk menjadi bagian keluargamu namun sepertinya sulit. Tak disangka aku bertemu
kakakmu di Boston dan…”
“Aku
tak punya banyak waktu mendengarkan kenanganmu, saat ini aku sangat sibuk,
kalau kau sudah selesai, cepatlah berkemas.” Gadis itu terhenyak, bibirnya
kaku.
“Em…
baiklah, sebentar aku ganti pakaian dulu!” ucapnya dan bergegas menuju ruang
ganti.
Selama
perjalanan kami
hanya diam, mungkin dia tidak punya bahan pembicaraan. Akupun hanya bungkam,
meski aku punya bahan, aku juga tidak berminat membahasnya.
“Gomawo
Kyu…” ucapnya setelah aku mengantarnya ke RS sebab katanya dia mendapat jaga
malam. Dia keluar dari mobil dengan langkah beratnya, aku pun tidak ingin
membuang-buang waktu, segera kujalankan mobilku dan meninggalkannya. Aku tak
punya waktu untuk memandanginya, aku tak mau semakin sakit. Kulirik jok
mobilku, ya… ampun gadis itu lupa dompetnya. Mungkin terjatuh saat dia
mengangkat tasnya yang tidak tertutup tadi.
“Apa
harus kukembalikan?” gumamku, akhirnya kuputuskan untuk kembali.
Usai
memarkir mobilku, aku bergegas masuk ke RS. Langkahku terhenti saat iseng-iseng
kubuka dompetnya, di dalam ada foto kami saat masih SMU. Kenapa dia masih
menyimpan foto ini?
“Maaf,
saya mencari Dokter Jung Hyena!” aku mencegat seorang suster yang kelihatan
sedang terburu-buru.
“Oh…
kebetulan saya juga akan ke tempatnya. Silakan ikut saya!” perintah suster itu.
Akupun mengikutinya, aku dibawa ke ruang I.C.U, dari luar kulihat Hyung-ku dan
Hyena sedang menangani seorang anak. Sepertinya korban kecelakaan dan dia dalam
keadaan CPR. Lama aku
menunggu sampai mereka selesai dan mereka nampak terkejut saat melihatku
berdiri di hadapan mereka.
“Aku
hanya ingin mengembalikan barang Hyena yang tertinggal di mobilku!” ucapku
datar sambil menyerahkan dompet itu pada Hyena.
“Gomawo!”
kata gadis itu namun tidak kuguris. Begitu berbalik hendak pulang, kulihat
kakek berdiri di hadapanku. Tatapan beliau begitu tajam sehingga membuatku
ciut.
“Kau
seperti orang yang tidak pernah sekolah, tidak tahu sopan santun!” bentak
kakek. Suaranya yang keras sukses menyita perhatian beberapa warga RS.
“Kek,
tidak perlu marah begini, lihatlah semua orang memperhatikan kita!” Hyena
langsung menghampiri beliau dan membujuknya.
“Aku
permisi!” ucapku acuh, aku tak peduli pada tatapan orang-orang padaku. Malu?
Untuk apa malu, aku juga sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini.
“Kyuhyun…”
panggil Hyungku, dia mengejarku sampai ke depan lift. “Apa kau punya waktu? Aku
ingin ngobrol denganmu!” ajaknya.
Kami
bicara di atap, kurasa apa yang akan dibahas Hyung-ku adalah sesuatu yang tidak
boleh didengar orang.
“Sampai
kapan kita seperti ini? Kau, aku, dan Kakek seperti orang lain saja,” dia
membuka percakapan usai menyodoriku sekaleng jus. “Sejak dulu kau selalu
menutup hatimu untukku, aku sungguh ingin menjadi Hyung yang dapat kau andalkan
dan menjadi tempatmu bersandar. Aku ingin Kyuhyun… aku ingin melindungimu, tapi
bagaimana bisa bila kau menolak?” aku terdiam,
“Aku
tahu kakek memperlakukan kita berbeda, aku tahu kau sakit hati dan mungkin iri
padaku, tapi apa pernah aku memperlakukanmu berbeda? Apa pernah aku menjadi
sombong di depanmu hanya karena aku cucu kesayangan kakek?”
“Tak
perlu berceramah Hyung, aku tidak percaya kalau kau mengerti keadaanku. Kau
tidak tahu bagaimana rasanya, rasa sakit bila kau dibedakan dengan orang lain.”
“Kyuhyun~a…”
“Apa
kau tahu bagaimana rasanya tidak dihargai? Apa pernah kau merasakan perihnya
tidak pernah mendapat pujian? Apa pernah kau merasakan sedihnya diabaikan? 16
tahun aku merasakannya seorang diri! Lalu kau sendiri bagaimana? Kau yang tidak
pernah merasakan perlakuan itu, bagaimana mungkin dapat mengerti?”
“Kyuhyun~a”
“Aku
melakukan semua perintah kakek, aku harus bersekolah di mana, aku harus
menguasai pelajaran apa, aku harus berprestasi di bidang apa, semua kulakukan
untuk apa? hanya untuk mendengar kata ‘selamat’ dari kakek! Tapi apa pernah aku
mendapatkannya? Tidak, tidak akan pernah sebab semua kata ‘selamat’ itu sudah
dikontrak untukmu!”
“…….”
Kini giliran Hyung-ku yang diam.
“Setiap
kali pengumuman hasil ujian, aku hanya mendapat anggukan dari kakek itupun
kelihatan terpaksa. Setiap mendapat penghargaan hasil olimpiade, aku disuruh
menyimpannya di kamar. Setiap ada pertemuan wali murid, yang datang sebagai
waliku hanya kepala pelayan kita. Tidak sekalipun aku mendapat perhatian,
sedangkan kau? Semua piagammu dipajang di ruang tamu, kau tidak pernah
kekurangan pujian, dan kakek selalu datang di acara pertemuan sekolahmu!”
“……”
Hyung-ku diam sekali lagi.
“Karena
orang tuaku makanya aku jadi begini, karena kakek sangat kecewa pada ibuku.
Kalau memang beliau tidak ikhlas merawatku, kenapa tidak mengirimku ke panti
asuhan saja?”
“Itu
karena kakek masih sayang padamu makanya tidak mengirimmu ke panti asuhan.
Beliau lebih memilih merawatmu sendiri!”
“Sayang
apanya? Lebih baik hidup di panti daripada mendapat perlakuan seperti musuh
darinya. Aku tahu kakek melakukan ini untuk membalas rasa sakit hatinya pada
mendiang ibuku!”
“Kakek
tidak seperti itu Kyuhyun!”
“Kakek
memang seperti itu!” bentakku, “Aku lelah dengan semua ini! Saat aku menyadari
aku memang tidak pernah punya tempat di hatinya, aku memutuskan membuang semua
harapanku. Kuikuti saja kata hatiku, aku tidak perlu mengikuti kata-kata orang
lain karena tidak ada pengakuan. Sebaik apapun prestasiku, hanya kau yang
mendapat pujian, lalu untuk apa lagi aku terus bertahan dan berjuang?
Seandainya saja aku mendapat jaminan bahwa sikap kakek akan menghangat padaku
bila aku menjadi dokter, aku pasti akan menerima beasiswa kedokteran itu…” air
mataku menetes, aku merasa sangat kasihan, aku merasa orang yang paling malang
di dunia ini.
“……
tapi aku yakin itu tidak akan terjadi. Prestasi di bidang mate-matika, fisika,
dan kimia…” aku tersenyum perih, “…semua telah kujadikan sampah!” tutupku
dengan senyuman yang menyakitkan meski air mata masih terus mengalir dari
pelupuk mataku.
“Aku
sayang padamu Kyuhyun~a. Kenapa kau tidak datang padaku di saat kau
membutuhkanku?” lirih Hyung-ku.
“Tidak
ada yang sayang padaku, tidak kakek maupun kau!” tutupku. Aku berbalik dan…
alangkah kagetnya saat kulihat kakek dan Hyena tertegun di hadapanku. Apa
mereka mendengar semuanya? Alah… aku tidak peduli, kutundukkan sedikit kepalaku
sebagai pemnghormatan pada kakek dan pergi secepat mungkin. Yah… tidak ada yang
sayang padaku, tidak kakek, tidak Hyung, dan juga Hyena.
♥♥♥
Sudah
seminggu aku tidak pulang, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan
Hyung dan kakek setelah kejadian itu. Aku yakin kakek pasti mencapku sebagai
cucu yang tak tahu balas budi. Biarlah, aku sudah tidak terbiasa dengan semuanya.
“Pak,
ada tamu yang menunggu anda!” tegur sekretarisku saat aku baru saja akan masuk
ke ruanganku.
“Siapa?” tanyaku.
“Rosalind
Franklin!” jawab sekretarisku agak
ragu, aku sendiri mengerutkan kening. Siapa dia? Lama aku terdiam berpikir dan
akhirnya aku baru sadar, baru saja akan pergi atau lebih tepatnya kabur, tamu
itu terlanjur keluar.
“Kyu~a…!”
panggilnya sehingga menghentikan aksiku. Aku berbalik dan kulihat Hyena berdiri
menatapku dengan wajah sedihnya. “Aku ingin bicara denganmu!” ucapnya. Akupun
luluh, kuikuti langkahnya dan dia ternyata membawaku ke café di lantai bawah.
“Kau
tinggal di mana sekarang? Yesung Oppa sangat mengkhawatirkanmu!”
“Tak
perlu cemas, aku bukan anak umur tujuh tahun lagi yang tidak tahu bagaimana
caranya mencari tempat tinggal!”
“Bisakah
kau menjawab tanpa perlu berbelit-belit seperti itu?”
“Aku
tinggal di Itaewon!”
“Sampai
kapan kau akan tinggal terpisah dengan kami?”
“Entahlah,
mungkin seterusnya!”
“Cho
Kyuhyun!!!” dia menepuk meja dan meninggikan suaranya. Beberapa karyawan
melihat ke arah kami, aku pun kaget dibuatnya. “Bodoh…” dia mengejekku, “…kau
memang bodoh! Kenapa selama ini kau diam saja? Mendapat perlakuan seperti itu
memang menyakitkan namun diam bukanlah jalan keluar dari masalah itu,”
“Jadi
kau datang untuk memberi kuliah padaku? Maaf, aku harus bekerja!” aku segera
pergi dari tempat itu. Tatapan para pengunjung café tidak membuatku malu,
kurasa aku sudah kebal dengan keadaan seperti ini.
“Kau
memang pengecut!!!” makinya, aku pun tersentak. “Hanya pengecut yang lari dari
masalah, seharusnya kau kembali ke rumahmu dan minta pada kakekmu untuk berlaku
adil! Tunjukkan pada kakekmu bahwa kau juga patut untuk disayangi. Kau telah
berusaha dengan gigih selama ini, kau berperestasi, kau hebat, makanya kau
perlu mendapat balasan. Kau perlu hadiah, itu hakmu!”
“Seharusnya
kau mengatakan itu lima tahun yang lalu!” balasku. Kuteruskan kembali langkahku
dan kurasa dia juga mengekor di belakang.
“Bagaimana
mungkin aku mengatakan hal itu lima tahun yang lalu bila aku tidak tahu
apa-apa. Kau diam, kau bungkam, kau tidak mau cerita!”
“Seandainya
kau tidak pergi, kau pasti sudah tahu semuanya!” kali ini dia diam tidak
berkutik. “Baru saja aku ingin cerita namun kau sudah pergi. Aku tidak tahu
bagaimana menghubungimu, kau pergi begitu saja dan tidak ada kabar sama sekali,
lalu apa yang harus kulakukan?” kutarik napasku dalam-dalam, “Sejujurnya, saat
itu hanya kau yang aku punya, seorang sahabat yang dapat membuatku merasa damai
bersamanya. Kau selalu memujiku, kau memberikan apa yang tidak pernah kakekku
berikan padaku. Aku terus belajar, aku mengikuti olimpiade sains, aku berusaha
menjadi yang terbaik karena ingin mendapat pujian. Aku sadar kakekku pasti
tidak akan peduli, namun kehadiranmu menjadi penyemangatku. At least… I still
have you, masih ada kau yang dengan tulus memujiku.”
~Flash Back~
“Kyu~a…”
Hyena datang ke mejaku dengan wajah yang kusut sambil menenteng buku
mate-matika.
“Ada
apa Nona Franklin?” tanyaku sambil menahan tawa karena melihat wajahnya.
“Aku
masih belum mengerti dengan dimensi tiga
ini, huh… aku pasti gagal ujian mate-matika nanti” keluhnya putus asa.
“Belum
usaha kau sudah patah semangat!” kutarik hidungnya, “Bagain mana yang tidak kau
pahami?” jam istirahat itu kuhabiskan untuk membantunya belajar sebab usai
istirahat kami akan ujian. Aku sangat senang bila melihatnya mengangguk tanda
mengerti. Sesekali dia tersenyum bila menemukan pemecahan soalnya. Dan yang
paling kusuka…
“Gomawo
Kyu, kalau tidak ada kau, aku tidak tahu bagaimana keadaanku! Jangan pernah
bosan membantuku ya!” dia selalu bilang begitu bila kami selesai belajar. Aku
sangat tersanjung, ternyata masih ada yang membutuhkanku. “Oh ya, jangan
memanggilku Rosalind Franklin, aku sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding
beliau!” ancamnya.
“Yaah…
setidak kau punya sedikit otaknya. Aneh deh, padahal seluruh siswa menyerah
pada pelajaran genetika tapi kau malah melahapnya seperti gulali.”
“Yaak…
pokoknya aku tidak terima!” dia ngotot.
“Bagaimana
bila kupanggil titisan Rosalind Franklin? Atau mungkin Ratu Genetika?” aku suka
menggodanya,
“Itu
sama saja, pokoknya jangan menyamakan aku dengan ibu genetika itu sebab beliau
terlalu hebat!”
“Tapi
aku mau!”
“Apa
kau mau mati?”
“Kalau
aku mati, bagaimana dengan pelajaran mate-matikamu? Siapa yang akan membantumu
belajar?” dia bungkam seketika. Aku bersorak kegirangan dalam hati, kena kau!
~Flash Back
end~
“Pak,
ada tamu yang ingin bertemu dengan anda!” sekretarisku muncul dari balik pintu.
“Kalau
gadis yang kemarin, katakana saja aku sedang sibuk!” balasku sambil mendesain
tokoh game yang akan kuluncurkan.
“Ini
Kakek!” suara itu mengagetkanku. Kulihat kakekku berdiri di belakang
sekretarisku. Sejenak aku terdiam, setelahnya kususruh sekretarisku pergi.
“Bagaimana
keadaan Kakek?” tanyaku gugup saat duduk berhadapan dengannya.
“Seperti
yang kau lihat, Kakek masih sehat sehingga dapat menjengukmu di sini,”
jawabnya, aku tertunduk. “Nanti bila Kakek tak dapat berjalan lagi karena
termakan usia, maka kaulah yang harus datang menjenguk Kakek!” aku terhenyak.
“Sepertinya kau berhasil mengelola usahamu, Kakek tak menyangka kalau kau
begitu menyukai game. Kau terlihat hebat duduk di kursi direktur itu.”
“……”
aku diam,
“Bukannya
kau ingin mendengar kata-kata seperti ini sejak dulu?” kakek menarik napas
panjang. “Kakek akan terus melakukannya asal kau mau kembali!”
“Kek…”
lirihku
“Tentu
kau sangat menderita selama ini, kau kehilangan kasih sayang sejak berumur
tujuh tahun. Orang yang seharusnya menyayangimu ini justru mengabaikanmu ya?”
kakek tertunduk. “Kakek bukannya tidak sayang padamu, Kakek hanya tidak tahu
harus memulai dari mana. Kau selalu diam, menyendiri, dan menjauh, Kakek pikir
kau marah pada Kakek sebab telah memusuhi kedua orang tuamu. Kakek sengaja
memasukkanmu ke sekolah terbaik tanpa sedikit pun komentar darimu, kakek
menunggumu memilih sendiri namun kau hanya diam.” Cukup lama kami terdiam dan
hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Semua
hanya karena kesalahpahaman, semua karena kebodohan kakek yang tidak percaya
diri dapat menyayangimu! Percayalah Kyuhyun… Kakek tidak pernah membancimu
ataupun kedua orang tuamu, apa lagi ingin membalas dendam padamu,” lirihnya.
Kakek lalu berdiri dan sepertinya akan pergi, “Kyuhyun~a… kembalilah, kalau kau
kembali… Kakek akan menyayangimu seperti kakek menyayangi Hyung-mu,”
Perlahan
kakekku beranjak dari ruanganku, aku masih tertegun saat kakek benar-benar
menghilang. Tetes demi tetes air mataku mengalir sampai jatuh ke karpet. Aku
memang bodoh, aku yang bodoh, aku benar-benar bodoh.
♥♥♥
Kakiku
bergetar memasuki ruangan ini, aku
berhenti di depan sebuah pigura yang memajang fotoku bertiga bersama kakek dan
hyung. Saat itu umurku sepuluh tahun, aku duduk di pangkuan kakek sementara
hyung yang lebih besar berdiri di samping kami sambil tersenyum. Sementara
kakek dan hyung tersenyum, ternyata aku malah murung sendiri.
“Kyuhyun!”
tegur seseorang, kulihat hyungku memandang kaget padaku namun terlihat jelas
ada raut kebahagiaan di wajahnya. “Terima kasih kau sudah mau pulang!” tambahnya
dengan pelukan hangat. “Ayo ke dalam!” ajaknya. Aku menelusuri beberapa
ruangan, sepertinya dia membawaku ke dapur.
“Mana
bulgogi-nya?”
“Kakek
tidak boleh makan banyak daging, aku sudah membaca laporan kesehatan Kakek dan
kolesterolnya sudah melebihi batas normal!”
“Ayolah
Hyena… Kakek ingin makan daging!”
“Boleh,
tapi daging ikan. He…he…he…!” kudengar percakapan yang suaranya tidak asing
lagi di telingaku.
“Ribut
ya?” hyung bertanyan padaku, aku tersenyum. “Kek… coba lihat siapa yang
datang?” tanya Hyungku saat kami tiba di ruang makan. Sontak kakek dan Hyena
berbalik, sesaat mereka diam menatapku. Perlahan kakek berdiri dan berjalan ke
arahku.
“Selamat
datang!” kakek memelukku dan menepuk pundakku. Kulihat Hyena ikut tersenyum,
kubenamkan wajahku di pundak kakekku dan sesaat kemudian isakanku keluar. Ya,
aku menangis menyesali kebodohanku.
Aku
masuk ke kamarku, kulihat di dalam sudah ada Hyena bersama seorang pelayan.
Mereka membuka kain penutup barang-barangku sekalian membersihkan kamarnya.
“Oh,
kau sudah datang! Kebetulan kami sudah selesai,” ucapnya. “Kau boleh keluar,
sisanya biar aku yang bereskan!” perintah Hyena pada pelayan itu. “Wellcome
back!” ucapnya sambil berjalan menelusuri lemari penghargaanku. “Kau hebat, aku
bangga mengenalmu!” lanjutnya sambil menatap beberapa piala dan piagamku.
“Kau
sudah mau menggunakan nama Rosalind Franklin?” tanyaku, ternyata diam membuatku
tidak leluasa.
“Sebenarnya
aku hanya ingin mengujimu, apakah kau masih ingat atau tidak!” dia duduk di
dekatku.
“Berhentilah
bercerita tentang masa SMU kita! Jujur saja, aku tidak ingin mengingat
semuanya! Aku ingin melupakan semua kejadian di masa SMU kita. Entah mengapa
setiap mengenang kebersamaan kita, membuat hatiku sakit. Kalau boleh jujur… aku
tak ingin lagi mengingat kalau kau pernah menjadi sahabatku.” Dia memandang
shock ke arahku, perlahan kulihat ada Kristal bening yang menggumpal di
matanya. Aku segera berdiri dan membuka lemari pakaianku kemudian mengambil
baju yang lebih santai.
“Kau
boleh keluar kalau tidak ada urusan lagi. Aku ingin beristirahat!” perintahku.
Tak butuh waktu lama untuk dia pergi dari kamarku, tentu dia tak akan
mempermalukan dirinya di hadapanku dengan tetap memilih tinggal.
to be continued...
No comments:
Post a Comment