Sunday 5 July 2015

FF Because I am Stupid (Part 2)

           “Oya, kapan kalian menikah? Aku tak sabar lagi menjadi pendamping Hyena!” tanya Dokter Shin di sela-sela makan pada calon pengantin di tempat ini.
           “Kalau tak ada halangan mungkin bulan depan!” jawab Hyena.
“Uhuk…uhuk…uhuk…” Serta merta aku tersedak daging yang disodorkan Dokter Shin. Hyung-ku buru-buru menyodorkan segelas air,
“Gwencanayeo?” tanyanya setelah keadaanku mulai membaik.
“Nde, gomawo…” jawabku sambil membersihkan wajahku dengan tissue.   
“Dagingnya sangat pedas makanya aku tersedak. Maaf… aku harus ke toilet!” pamitku.
Aku berjalan bergetar ke toilet, satu bulan? Kenapa begitu cepat? Tak terasa tetes demi tetes air mataku meleleh. Benarkah aku masih mengharapkanmu Hyena? Tidak… aku tidak berharap lagi, aku sudah melupakanmu, ya… selama lima tahun ini aku telah melupakanmu. Tapi kenapa aku masih menangis mendengarmu akan menikah?



~Flash Back~
Aku dan Hyena bersamaan mengangkat tempat sampah ke belakang sekolah. Seohyun anak kelas IIC menghampiri kami usai membuang sampah.
“Naega jeongmal choayeo!” ucapnya spontan padaku. Aku dan Hyena terkejut, gadis yang jadi incaran hampir seluruh siswa di sekolah kami, seorang model dan anak pengusaha terkenal menyatakan suka padaku?
“Jinchayeo?” benarkah, tanyaku tidak percaya,
“Nde, selama ini aku menunggumu memintaku menjadi pacarmu namun kau tidak bergeming sedikitpun!” ucapnya tanpa rasa kikuk. Akhir-akhir ini kami memang dekat karena dia adalah partnerku dalam olimpiade mate-matika.
“Lalu kau ingin bagaimana?” tanyaku.
“Aku ingin kita pacaran!” jawabnya lantang. Kulirik Hyena di sampingku, dia bengong menatap gadis yang tengah melamarku itu.
“Aku tidak suka gadis yang cengeng dan suka mengatur, bila kau menyanggupinya maka kita bisa memulainya!” syaratku membuat gadis itu tersenyum.
“Baiklah!” putusnya,
“Oh ya satu lagi!” selaku lalu memegang pundak Hyena, bergetar? Ya… pundaknya bergetar seperti sedang menahan tangis. “Aku dan Hyena adalah sahabat, aku ingin kau agar memperlakukannya sebaik aku memperlakukannya. Jangan pernah ada kecemburuan akan kedekatan kami, bagaimana?” Seohyun menyanggupinya dan hubungan kami pun dimulai. Tunggu apa lagi Hyena? Kenapa kau masih diam? Apa kau rela aku direbut darimu?
~Flash Back end~

Usai memperbaiki penampilanku, aku segera keluar toilet. Ternyata di luar, Hyena sudah menungguku.
“Kau baik-baik saja?” tanyanya.
“Nde…” jawabku dingin.
“Chankanman…” dia menarik tanganku saat aku akan melaluinya, “Masakannnya tidak pedas kok, aku sengaja memesan tanpa lada sebab aku tahu kau tidak tahan dengan pedas!”
“Lepaskan tanganku kakak ipar!” pintaku lantang dengan penekanan pada kata ‘kakak ipar’. Dia kaget mendengarku memanggilnya seperti itu, seketika dia melepas peganganku. Segera kutinggalkan tempat itu meski berat rasanya memperlakukannya seperti itu.
♪♫♪

Persiapan pernikahan Hyung-ku dan Hyena semakin lama semakin matang. Kakek telah memilih sebuah gereja di pinggir kota sebagai tempat pernikahan mereka, katanya di sanalah dulu orang tua Yesung Hyung menikah. Gereja, undangan, bahkan gaun pangantin telah rampung dalam waktu kurang dari sebulan. Setiap saat melihat kemesraan mereka, hatiku terasa perih, apalagi dukungan kakek yang penuh membuatku semakin terpuruk.
Senyuman miris menghiasi wajahku saat Hyung memintaku menjemput Hyena di butik. Dia harus melakukan operasi darurat sehingga tidak sempat menjemput calon istrinya itu.
“Kyu~a… kau sudah datang! Oppa meneleponku tadi dan mengatakan kau akan datang menjemputku!” ucapnya sumringah melihatku. Aku hanya diam dan kurasa dia sudah mulai terbiasa dengan sikapku itu. “Ottokhe?” tanyanya sambil sesekali berputar menunjukkan setiap detail gaun pengantinnya padaku.
“Bagus!” jawabku singkat,
“Aku sungguh tak menyangka kita akan menjadi keluarga. Saat SMU, aku pernah berpikir untuk menjadi bagian keluargamu namun sepertinya sulit. Tak disangka aku bertemu kakakmu di Boston dan…”
“Aku tak punya banyak waktu mendengarkan kenanganmu, saat ini aku sangat sibuk, kalau kau sudah selesai, cepatlah berkemas.” Gadis itu terhenyak, bibirnya kaku.
“Em… baiklah, sebentar aku ganti pakaian dulu!” ucapnya dan bergegas menuju ruang ganti.
Selama perjalanan kami hanya diam, mungkin dia tidak punya bahan pembicaraan. Akupun hanya bungkam, meski aku punya bahan, aku juga tidak berminat membahasnya.
“Gomawo Kyu…” ucapnya setelah aku mengantarnya ke RS sebab katanya dia mendapat jaga malam. Dia keluar dari mobil dengan langkah beratnya, aku pun tidak ingin membuang-buang waktu, segera kujalankan mobilku dan meninggalkannya. Aku tak punya waktu untuk memandanginya, aku tak mau semakin sakit. Kulirik jok mobilku, ya… ampun gadis itu lupa dompetnya. Mungkin terjatuh saat dia mengangkat tasnya yang tidak tertutup tadi.
“Apa harus kukembalikan?” gumamku, akhirnya kuputuskan untuk kembali.
Usai memarkir mobilku, aku bergegas masuk ke RS. Langkahku terhenti saat iseng-iseng kubuka dompetnya, di dalam ada foto kami saat masih SMU. Kenapa dia masih menyimpan foto ini?
“Maaf, saya mencari Dokter Jung Hyena!” aku mencegat seorang suster yang kelihatan sedang terburu-buru.
“Oh… kebetulan saya juga akan ke tempatnya. Silakan ikut saya!” perintah suster itu. Akupun mengikutinya, aku dibawa ke ruang I.C.U, dari luar kulihat Hyung-ku dan Hyena sedang menangani seorang anak. Sepertinya korban kecelakaan dan dia dalam keadaan CPR. Lama aku menunggu sampai mereka selesai dan mereka nampak terkejut saat melihatku berdiri di hadapan mereka.
“Aku hanya ingin mengembalikan barang Hyena yang tertinggal di mobilku!” ucapku datar sambil menyerahkan dompet itu pada Hyena.
“Gomawo!” kata gadis itu namun tidak kuguris. Begitu berbalik hendak pulang, kulihat kakek berdiri di hadapanku. Tatapan beliau begitu tajam sehingga membuatku ciut.
“Kau seperti orang yang tidak pernah sekolah, tidak tahu sopan santun!” bentak kakek. Suaranya yang keras sukses menyita perhatian beberapa warga RS.
“Kek, tidak perlu marah begini, lihatlah semua orang memperhatikan kita!” Hyena langsung menghampiri beliau dan membujuknya.
“Aku permisi!” ucapku acuh, aku tak peduli pada tatapan orang-orang padaku. Malu? Untuk apa malu, aku juga sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini.
“Kyuhyun…” panggil Hyungku, dia mengejarku sampai ke depan lift. “Apa kau punya waktu? Aku ingin ngobrol denganmu!” ajaknya.
Kami bicara di atap, kurasa apa yang akan dibahas Hyung-ku adalah sesuatu yang tidak boleh didengar orang.
“Sampai kapan kita seperti ini? Kau, aku, dan Kakek seperti orang lain saja,” dia membuka percakapan usai menyodoriku sekaleng jus. “Sejak dulu kau selalu menutup hatimu untukku, aku sungguh ingin menjadi Hyung yang dapat kau andalkan dan menjadi tempatmu bersandar. Aku ingin Kyuhyun… aku ingin melindungimu, tapi bagaimana bisa bila kau menolak?” aku terdiam,
“Aku tahu kakek memperlakukan kita berbeda, aku tahu kau sakit hati dan mungkin iri padaku, tapi apa pernah aku memperlakukanmu berbeda? Apa pernah aku menjadi sombong di depanmu hanya karena aku cucu kesayangan kakek?”
“Tak perlu berceramah Hyung, aku tidak percaya kalau kau mengerti keadaanku. Kau tidak tahu bagaimana rasanya, rasa sakit bila kau dibedakan dengan orang lain.”
“Kyuhyun~a…”
“Apa kau tahu bagaimana rasanya tidak dihargai? Apa pernah kau merasakan perihnya tidak pernah mendapat pujian? Apa pernah kau merasakan sedihnya diabaikan? 16 tahun aku merasakannya seorang diri! Lalu kau sendiri bagaimana? Kau yang tidak pernah merasakan perlakuan itu, bagaimana mungkin dapat mengerti?”
“Kyuhyun~a”
“Aku melakukan semua perintah kakek, aku harus bersekolah di mana, aku harus menguasai pelajaran apa, aku harus berprestasi di bidang apa, semua kulakukan untuk apa? hanya untuk mendengar kata ‘selamat’ dari kakek! Tapi apa pernah aku mendapatkannya? Tidak, tidak akan pernah sebab semua kata ‘selamat’ itu sudah dikontrak untukmu!”
“…….” Kini giliran Hyung-ku yang diam.
“Setiap kali pengumuman hasil ujian, aku hanya mendapat anggukan dari kakek itupun kelihatan terpaksa. Setiap mendapat penghargaan hasil olimpiade, aku disuruh menyimpannya di kamar. Setiap ada pertemuan wali murid, yang datang sebagai waliku hanya kepala pelayan kita. Tidak sekalipun aku mendapat perhatian, sedangkan kau? Semua piagammu dipajang di ruang tamu, kau tidak pernah kekurangan pujian, dan kakek selalu datang di acara pertemuan sekolahmu!”
“……” Hyung-ku diam sekali lagi.
“Karena orang tuaku makanya aku jadi begini, karena kakek sangat kecewa pada ibuku. Kalau memang beliau tidak ikhlas merawatku, kenapa tidak mengirimku ke panti asuhan saja?”
“Itu karena kakek masih sayang padamu makanya tidak mengirimmu ke panti asuhan. Beliau lebih memilih merawatmu sendiri!”
“Sayang apanya? Lebih baik hidup di panti daripada mendapat perlakuan seperti musuh darinya. Aku tahu kakek melakukan ini untuk membalas rasa sakit hatinya pada mendiang ibuku!”      
“Kakek tidak seperti itu Kyuhyun!”
“Kakek memang seperti itu!” bentakku, “Aku lelah dengan semua ini! Saat aku menyadari aku memang tidak pernah punya tempat di hatinya, aku memutuskan membuang semua harapanku. Kuikuti saja kata hatiku, aku tidak perlu mengikuti kata-kata orang lain karena tidak ada pengakuan. Sebaik apapun prestasiku, hanya kau yang mendapat pujian, lalu untuk apa lagi aku terus bertahan dan berjuang? Seandainya saja aku mendapat jaminan bahwa sikap kakek akan menghangat padaku bila aku menjadi dokter, aku pasti akan menerima beasiswa kedokteran itu…” air mataku menetes, aku merasa sangat kasihan, aku merasa orang yang paling malang di dunia ini.
“…… tapi aku yakin itu tidak akan terjadi. Prestasi di bidang mate-matika, fisika, dan kimia…” aku tersenyum perih, “…semua telah kujadikan sampah!” tutupku dengan senyuman yang menyakitkan meski air mata masih terus mengalir dari pelupuk mataku.
“Aku sayang padamu Kyuhyun~a. Kenapa kau tidak datang padaku di saat kau membutuhkanku?” lirih Hyung-ku.
“Tidak ada yang sayang padaku, tidak kakek maupun kau!” tutupku. Aku berbalik dan… alangkah kagetnya saat kulihat kakek dan Hyena tertegun di hadapanku. Apa mereka mendengar semuanya? Alah… aku tidak peduli, kutundukkan sedikit kepalaku sebagai pemnghormatan pada kakek dan pergi secepat mungkin. Yah… tidak ada yang sayang padaku, tidak kakek, tidak Hyung, dan juga Hyena. 
♥♥♥

Sudah seminggu aku tidak pulang, aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan Hyung dan kakek setelah kejadian itu. Aku yakin kakek pasti mencapku sebagai cucu yang tak tahu balas budi. Biarlah, aku sudah tidak terbiasa dengan semuanya.
“Pak, ada tamu yang menunggu anda!” tegur sekretarisku saat aku baru saja akan masuk ke ruanganku.
“Siapa?” tanyaku.
“Rosalind Franklin!” jawab sekretarisku agak ragu, aku sendiri mengerutkan kening. Siapa dia? Lama aku terdiam berpikir dan akhirnya aku baru sadar, baru saja akan pergi atau lebih tepatnya kabur, tamu itu terlanjur keluar.
“Kyu~a…!” panggilnya sehingga menghentikan aksiku. Aku berbalik dan kulihat Hyena berdiri menatapku dengan wajah sedihnya. “Aku ingin bicara denganmu!” ucapnya. Akupun luluh, kuikuti langkahnya dan dia ternyata membawaku ke café di lantai bawah.
“Kau tinggal di mana sekarang? Yesung Oppa sangat mengkhawatirkanmu!”
“Tak perlu cemas, aku bukan anak umur tujuh tahun lagi yang tidak tahu bagaimana caranya mencari tempat tinggal!”
“Bisakah kau menjawab tanpa perlu berbelit-belit seperti itu?”
“Aku tinggal di Itaewon!”
“Sampai kapan kau akan tinggal terpisah dengan kami?”
“Entahlah, mungkin seterusnya!”
“Cho Kyuhyun!!!” dia menepuk meja dan meninggikan suaranya. Beberapa karyawan melihat ke arah kami, aku pun kaget dibuatnya. “Bodoh…” dia mengejekku, “…kau memang bodoh! Kenapa selama ini kau diam saja? Mendapat perlakuan seperti itu memang menyakitkan namun diam bukanlah jalan keluar dari masalah itu,”
“Jadi kau datang untuk memberi kuliah padaku? Maaf, aku harus bekerja!” aku segera pergi dari tempat itu. Tatapan para pengunjung café tidak membuatku malu, kurasa aku sudah kebal dengan keadaan seperti ini.
“Kau memang pengecut!!!” makinya, aku pun tersentak. “Hanya pengecut yang lari dari masalah, seharusnya kau kembali ke rumahmu dan minta pada kakekmu untuk berlaku adil! Tunjukkan pada kakekmu bahwa kau juga patut untuk disayangi. Kau telah berusaha dengan gigih selama ini, kau berperestasi, kau hebat, makanya kau perlu mendapat balasan. Kau perlu hadiah, itu hakmu!”
“Seharusnya kau mengatakan itu lima tahun yang lalu!” balasku. Kuteruskan kembali langkahku dan kurasa dia juga mengekor di belakang.
“Bagaimana mungkin aku mengatakan hal itu lima tahun yang lalu bila aku tidak tahu apa-apa. Kau diam, kau bungkam, kau tidak mau cerita!”
“Seandainya kau tidak pergi, kau pasti sudah tahu semuanya!” kali ini dia diam tidak berkutik. “Baru saja aku ingin cerita namun kau sudah pergi. Aku tidak tahu bagaimana menghubungimu, kau pergi begitu saja dan tidak ada kabar sama sekali, lalu apa yang harus kulakukan?” kutarik napasku dalam-dalam, “Sejujurnya, saat itu hanya kau yang aku punya, seorang sahabat yang dapat membuatku merasa damai bersamanya. Kau selalu memujiku, kau memberikan apa yang tidak pernah kakekku berikan padaku. Aku terus belajar, aku mengikuti olimpiade sains, aku berusaha menjadi yang terbaik karena ingin mendapat pujian. Aku sadar kakekku pasti tidak akan peduli, namun kehadiranmu menjadi penyemangatku. At least… I still have you, masih ada kau yang dengan tulus memujiku.”

~Flash Back~
“Kyu~a…” Hyena datang ke mejaku dengan wajah yang kusut sambil menenteng buku mate-matika.
“Ada apa Nona Franklin?” tanyaku sambil menahan tawa karena melihat wajahnya.
“Aku masih belum mengerti dengan dimensi tiga ini, huh… aku pasti gagal ujian mate-matika nanti” keluhnya putus asa.
“Belum usaha kau sudah patah semangat!” kutarik hidungnya, “Bagain mana yang tidak kau pahami?” jam istirahat itu kuhabiskan untuk membantunya belajar sebab usai istirahat kami akan ujian. Aku sangat senang bila melihatnya mengangguk tanda mengerti. Sesekali dia tersenyum bila menemukan pemecahan soalnya. Dan yang paling kusuka…
“Gomawo Kyu, kalau tidak ada kau, aku tidak tahu bagaimana keadaanku! Jangan pernah bosan membantuku ya!” dia selalu bilang begitu bila kami selesai belajar. Aku sangat tersanjung, ternyata masih ada yang membutuhkanku. “Oh ya, jangan memanggilku Rosalind Franklin, aku sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding beliau!” ancamnya.
“Yaah… setidak kau punya sedikit otaknya. Aneh deh, padahal seluruh siswa menyerah pada pelajaran genetika tapi kau malah melahapnya seperti gulali.”
“Yaak… pokoknya aku tidak terima!” dia ngotot.
“Bagaimana bila kupanggil titisan Rosalind Franklin? Atau mungkin Ratu Genetika?” aku suka menggodanya,
“Itu sama saja, pokoknya jangan menyamakan aku dengan ibu genetika itu sebab beliau terlalu hebat!”
“Tapi aku mau!”
“Apa kau mau mati?”
“Kalau aku mati, bagaimana dengan pelajaran mate-matikamu? Siapa yang akan membantumu belajar?” dia bungkam seketika. Aku bersorak kegirangan dalam hati, kena kau!
~Flash Back end~

“Pak, ada tamu yang ingin bertemu dengan anda!” sekretarisku muncul dari balik pintu.
“Kalau gadis yang kemarin, katakana saja aku sedang sibuk!” balasku sambil mendesain tokoh game yang akan kuluncurkan.
“Ini Kakek!” suara itu mengagetkanku. Kulihat kakekku berdiri di belakang sekretarisku. Sejenak aku terdiam, setelahnya kususruh sekretarisku pergi.
“Bagaimana keadaan Kakek?” tanyaku gugup saat duduk berhadapan dengannya.
“Seperti yang kau lihat, Kakek masih sehat sehingga dapat menjengukmu di sini,” jawabnya, aku tertunduk. “Nanti bila Kakek tak dapat berjalan lagi karena termakan usia, maka kaulah yang harus datang menjenguk Kakek!” aku terhenyak. “Sepertinya kau berhasil mengelola usahamu, Kakek tak menyangka kalau kau begitu menyukai game. Kau terlihat hebat duduk di kursi direktur itu.”
“……” aku diam,
“Bukannya kau ingin mendengar kata-kata seperti ini sejak dulu?” kakek menarik napas panjang. “Kakek akan terus melakukannya asal kau mau kembali!”
“Kek…” lirihku
“Tentu kau sangat menderita selama ini, kau kehilangan kasih sayang sejak berumur tujuh tahun. Orang yang seharusnya menyayangimu ini justru mengabaikanmu ya?” kakek tertunduk. “Kakek bukannya tidak sayang padamu, Kakek hanya tidak tahu harus memulai dari mana. Kau selalu diam, menyendiri, dan menjauh, Kakek pikir kau marah pada Kakek sebab telah memusuhi kedua orang tuamu. Kakek sengaja memasukkanmu ke sekolah terbaik tanpa sedikit pun komentar darimu, kakek menunggumu memilih sendiri namun kau hanya diam.” Cukup lama kami terdiam dan hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Semua hanya karena kesalahpahaman, semua karena kebodohan kakek yang tidak percaya diri dapat menyayangimu! Percayalah Kyuhyun… Kakek tidak pernah membancimu ataupun kedua orang tuamu, apa lagi ingin membalas dendam padamu,” lirihnya. Kakek lalu berdiri dan sepertinya akan pergi, “Kyuhyun~a… kembalilah, kalau kau kembali… Kakek akan menyayangimu seperti kakek menyayangi Hyung-mu,”
Perlahan kakekku beranjak dari ruanganku, aku masih tertegun saat kakek benar-benar menghilang. Tetes demi tetes air mataku mengalir sampai jatuh ke karpet. Aku memang bodoh, aku yang bodoh, aku benar-benar bodoh.
♥♥♥

Kakiku bergetar  memasuki ruangan ini, aku berhenti di depan sebuah pigura yang memajang fotoku bertiga bersama kakek dan hyung. Saat itu umurku sepuluh tahun, aku duduk di pangkuan kakek sementara hyung yang lebih besar berdiri di samping kami sambil tersenyum. Sementara kakek dan hyung tersenyum, ternyata aku malah murung sendiri.
“Kyuhyun!” tegur seseorang, kulihat hyungku memandang kaget padaku namun terlihat jelas ada raut kebahagiaan di wajahnya. “Terima kasih kau sudah mau pulang!” tambahnya dengan pelukan hangat. “Ayo ke dalam!” ajaknya. Aku menelusuri beberapa ruangan, sepertinya dia membawaku ke dapur.
“Mana bulgogi-nya?”
“Kakek tidak boleh makan banyak daging, aku sudah membaca laporan kesehatan Kakek dan kolesterolnya sudah melebihi batas normal!”
“Ayolah Hyena… Kakek ingin makan daging!”
“Boleh, tapi daging ikan. He…he…he…!” kudengar percakapan yang suaranya tidak asing lagi di telingaku.
“Ribut ya?” hyung bertanyan padaku, aku tersenyum. “Kek… coba lihat siapa yang datang?” tanya Hyungku saat kami tiba di ruang makan. Sontak kakek dan Hyena berbalik, sesaat mereka diam menatapku. Perlahan kakek berdiri dan berjalan ke arahku.
“Selamat datang!” kakek memelukku dan menepuk pundakku. Kulihat Hyena ikut tersenyum, kubenamkan wajahku di pundak kakekku dan sesaat kemudian isakanku keluar. Ya, aku menangis menyesali kebodohanku.
Aku masuk ke kamarku, kulihat di dalam sudah ada Hyena bersama seorang pelayan. Mereka membuka kain penutup barang-barangku sekalian membersihkan kamarnya.
“Oh, kau sudah datang! Kebetulan kami sudah selesai,” ucapnya. “Kau boleh keluar, sisanya biar aku yang bereskan!” perintah Hyena pada pelayan itu. “Wellcome back!” ucapnya sambil berjalan menelusuri lemari penghargaanku. “Kau hebat, aku bangga mengenalmu!” lanjutnya sambil menatap beberapa piala dan piagamku.
“Kau sudah mau menggunakan nama Rosalind Franklin?” tanyaku, ternyata diam membuatku tidak leluasa.
“Sebenarnya aku hanya ingin mengujimu, apakah kau masih ingat atau tidak!” dia duduk di dekatku.
“Berhentilah bercerita tentang masa SMU kita! Jujur saja, aku tidak ingin mengingat semuanya! Aku ingin melupakan semua kejadian di masa SMU kita. Entah mengapa setiap mengenang kebersamaan kita, membuat hatiku sakit. Kalau boleh jujur… aku tak ingin lagi mengingat kalau kau pernah menjadi sahabatku.” Dia memandang shock ke arahku, perlahan kulihat ada Kristal bening yang menggumpal di matanya. Aku segera berdiri dan membuka lemari pakaianku kemudian mengambil baju yang lebih santai.

“Kau boleh keluar kalau tidak ada urusan lagi. Aku ingin beristirahat!” perintahku. Tak butuh waktu lama untuk dia pergi dari kamarku, tentu dia tak akan mempermalukan dirinya di hadapanku dengan tetap memilih tinggal.

to be continued...

No comments:

Post a Comment