Napasku naik
turun tidak berirama, bukan karena lelah, sakit, atau kaget. Kali ini aku kesal,
ya… sangat kesal. Yesung Hyung kembali ke Korea dan memutuskan untuk menetap di
tanah kelahirannya ini setelah lima tahun menimbah ilmu dan bekerja di Boston,
di Universitas Harvard. Hal yang membuatku kesal dia memintaku menjemputnya
padahal dia sendiri tahu jalan pulang. Berkali-kali kulirik benda bulat yang
melingkar di pergelangan tangan kiriku, benda buatan Armany ini membuat napasku
kembang kempis, menunjukkan waktuku semakin sempit dan aku masih berdiri di
sini seperti orang bodoh menunggu kedatangan Hyung.
“Dongsaeng!!!” tegur seseorang dari
belakangku. Seulas senyum tulus menghiasi bibir Hyungku saat aku berbalik. “Gomawo
sudah mau menjemput!” lanjutnya masih dengan memamerkan deretan gigi putihnya.
“Kenapa mesti dijemput? Bukannya
Hyung tahu jalan pulang?” protesku padanya, anehnya dia masih membalas dengan
tersenyum, jujur aku benci.
“Yaa… jangan marah begitu! Hanya
menjemput ‘kan? Jangan terlalu pelit pada Hyungmu!” bujuknya sambil menepuk
bahuku.
“Hari ini aku ada meeting penting
untuk proyek game selanjutnya, aku
tidak mau rugi hanya karena menjemput Hyung yang sebenarnya bisa pulang
sendiri!” semprotku lebih pedas lagi, kuharap dia tersinggung atau kecewa atau
apalah yang dapat menghapus senyum di wajahnya.
“Yaa… kau ternyata tidak berubah
sedikitpun! Masih seperti dulu!” kali ini aku akui bahwa orang ini benar-benar
tidak punya kepekaan. Dia masih tersenyum dengan kata-kata yang baru
kulontarkan tadi. “Sebenarnya aku juga tidak ingin menyusahkanmu, aku yakin kau
pasti akan protes. Tapi mau bagaimana lagi, calon kakak iparmu yang ngotot
minta dijemput olehmu. Jadi… aku minta tolong sekali ini saja luangkan untuk
kami ya!” cih… dia mengeluarkan puppy
eyes-nya padaku, jadi mual rasanya. Siapa sih gadis itu? Sok sekali minta
dijemput, belum jadi kakak iparku saja sudah sangat menyusahkan.
“Lalu di mana dia?” tanyaku mencoba
bersabar.
“Dia ke toilet dulu, sebentar lagi
akan datang!” jawabnya. Kutarik napasku dalam-dalam, menyebalkan sekali!
Kulirik jam tanganku, huh… 15 menit lagi, aku semakin gregetan. Argh… kenapa
bukan di Bandara Seoul saja? Kenapa harus di Bandara Incheon? Aku mengumpat
mereka, aku juga yang bodoh kenapa mau saja menjemput. Seharusnya sedari awal
aku sudah menolak, gampang ‘kan? Kuraih ponselku dan segera kuhubungi
sekretarisku, inilah satu-satunya jalan, mengundur meeting.
“Miss Lee tolong…” kalimatku
terpotong saat melihat seorang gadis merapat ke arah kami. Aku terkejut melihat
pemandangan tak terduga di hadapanku ini.
“Oppa… mianheyo, membuatmu menunggu lama.” Suara lembut gadis itu
bergema nyaring di telingaku meski kusadari bukan aku yang diajaknya berbicara.
“Gwencana… Kyu Hyun juga baru
datang!” Hyung merespon gadis itu, dia… dia kah calon kakak iparku? Sesaat
kemudian gadis itu mengalihkan pandangannya ke arahku, dia tersenyum bahagia,
“Oreonmaneyeo Kyu~a!” sapanya
padaku. Aku terperangah, ‘Kyu~a’ aku tak pernah lagi mendengar panggilan sayang
itu di telingaku sejak lima tahun terakhir ini. Aku shock, lima tahun… ya lima
tahun setelah dia pergi begitu saja dariku dan tak ada kabar, lalu sekarang dia
muncul di hadapanku dan parahnya lagi sebagai calon kakak iparku.
“Tidak perlu kuperkenalkan lagi
‘kan? Hyena bilang kalian adalah sahabat saat masih SMU.” Ucapan Hyung
membuatku tersadar dari lamunanku.
“Kau tidak banyak berubah, masih
tampan seperti dulu!” seru gadis itu padaku. Jung Hyena… benarkah itu kau?
“Yeobuseo? Yeobuseo? Sajangnim!”
suara Miss Lee dari ponselku seketika menyadarkan aku kalau aku punya urusan di
kantor.
♥♥♥
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seven years
ago…
Bugggg, aku terjatuh saat seseorang
yang berlari serampangan menabrakku. Aku tidak dapat marah saat menyadari yang
menabrakku seorang yeoja apa lagi kulihat dia lebih kesakitan dibanding aku.
“Gwencanayeo?!” tanya gadis itu
padaku setelah dia memperbaiki posisinya sendiri. Aku lumayan kaget, seharusnya
dia mengkhawatirkan keadaannya sendiri.
“Nde, gwencana!” jawabku berusaha
berdiri, “Kau sendiri?” tanyaku padanya.
“Gwencana!” balasnya. “Jeongmal
mianheyeo aku terburu-buru dan tidak hati-hati!” sambungnya,
“Sudahlah, jangan dipikirkan!”
balasku.
“Kau anak baru juga ya?” kali ini
senyuman menghiasi bibir mungilnya menggantikan wajah memelas maafnya tadi, manis
sekali. Dia memegang kartu tesku yang tadi sempat dia pungutkan untukku saat
terjatuh. Aku hanya mengangguk sebagai pengganti jawaban.
“Sudah lihat pengumuman?” tanyanya
lagi, kali ini aku menggeleng.
“Aku baru mau mencari!” jawabku.
“Cho Kyuhyun…” ejanya saat membaca
kartu tesku, “Ahhh… kau lulus!!!” suaranya lumayan keras sehingga beberapa
siswa yang sedang membaca hasil tes menoleh ke arah kami.
“Kau yakin? Dari mana kau tahu kalau
aku lulus?” tanyaku.
“Soalnya namamu berada di atas
namaku, apalagi nomor ujianmu 111 gampang diingat!”
“Jincha?” tanyaku mempertegas.
“Um…” dia mengangguk, “Kalau mau
lebih jelas, kau bisa memeriksanya sendiri. Jalan saja melalui koridor ini lalu
belok kanan, kau akan menemukannya di LCD-B.”
“Oh… gomawoyeo!” balasku.
“Nde… eh maaf, aku buru-buru jadi
harus cepat pergi!” ucapnya, aku mengangguk dan tersenyum. Kami pun berpisah
dan berjalan ke arah yang berlawanan,
“Cho Kyuhyun!” langkahku terhenti
saat gadis itu kembali memanggilku dan segera kubalik badanku ke arahnya,
“Selamat atas kelulusanmu!” dia tersenyum manis padaku. Pipinya yang chaby
merona merah namun tak dapat menutupi matanya yang besar. Aku tertegun, dia
bilang ‘selamat’?
“Gomawo!!” balasku.
“Anyeong!!!” dia melambai padaku,
dalam sekejap dia menghilang dari penglihatanku karena tersapu oleh gelombang
siswa-siswa baru yang berdesakan melihat pengumuman. Siapa namanya? Kenapa aku
tidak menanyakannya tadi? Bodohnya aku. Ah… bukannya tadi dia bilang… Segera
kuayunkan langkahku mencari LCD-B seperti yang dia bilang tadi. Kubaca satu
persatu nama yang tertera dan akhirnya aku menemukan namaku namun yang
membuatku lebih tertarik adalah sebaris nama di bawahnya, Jung Hyena… Oh… jadi
namanya Jung Hyena!
♥♥♥
@Seoul Medical
Center
“Oppa… apa sebaiknya kau
beristirahat dulu? Kau ‘kan masih lelah dari perjalanan jauh, tidak perlu
langsung masuk kerja!”
“Tidak apa-apa, aku tidak lelah kok.
Lagi pula aku sudah janji dengan kakek untuk menemuinya, katanya ada urusan
penting yang harus dibahas.” Dari kaca spion kulihat kemesraan mereka yang
membuatku muak. Sejak kapan gadis itu menjadi manja?
“Kyuhyun~a tolong antar Hyena sampai
di rumah, ingat jangan ngebut!” Hyungku menegurku namun kubalas dengan sikap
diam.
“Oppa… aku akan menelponmu begitu
aku sampai di rumah!” ucap gadis itu buru-buru.
“Baiklah… sampai jumpa!” Hyungku
melepas genggamannya pada tangan Hyena. “Hati-hati ya Kyuhyun!” serunya padaku
usai turun dari mobil. Langsung saja aku tancap gas dan dalam sekejap mobilku
menghilang dari tatapannya.
“Kau sangat keterlaluan, apa
salahnya kalau kau merespon Hyung-mu tadi? apa kau memang suka membuat orang
kecewa?” gadis itu mulai menceramahiku namun aku diam saja. “Yaa… Cho Kyuhyun
apa kau tidak bisa mendengarku atau kau tidak bisa bicara? Apa memang sifat
aslimu seperti ini? Kau…” seketika kuhentikan mobilku, bunyi rem menggema dan
membuatnya kaget.
“Wae?” kenapa, tanyaku. “Kenapa kau
pergi begitu saja? Apa persahabatan kita kau anggap hanya permainan?” aku tidak
dapat lagi menahan emosiku padanya. Pertemuan pertama selama lima tahun
terpisah ini bukannya membuatku rindu, malahan membuatku sangat benci padanya.
“… …” dia diam, mungkin karena tidak
menyangka akan mendapat respon seperti ini.
“Kau pergi begitu saja, dalam lima
tahun ini tak ada kabar sedikitpun darimu. Dan sekarang kau tiba-tiba muncul
lalu sok mengguruiku seperti itu?!” kembali kujalankan mobilku. Aku dan dia pun
sama-sama larut dalam kebisuan.
“Mianhe… jeongmal mianhe…” maaf
ucapnya, suaranya terdengar serak. “Aku sudah kira kau akan bersikap seperti
ini, memang tak seharusnya aku menghilang begitu saja. Sebenarnya aku ingin
cerita padamu namun berat rasanya bila aku harus mengucapkan selamat tinggal
padamu!”
“Kau pikir keadaan akan lebih baik
bila kau tak cerita? Aku kecewa, sebagai teman dekatmu, kau terlalu meremehkan
aku!”
“Mianhe…”
♥♥♥
@ Game Center
Corp.
Aku termenung di ruanganku, tanganku
jelas sekali bergetar. Entah karena aku kaget, senang, atau mungkin marah.
Gadis yang melukaiku sedemikian parahnya kini telah kembali. Kulirik bingkai
foto yang bergelayut manis di atas meja kerjaku, sepasang siswa SMU sedang
tersenyum manis. Aku tak menyangka kau berhasil membuatku menderita seperti ini
Hyena.
“Pak, meeting telah saya undur
sampai besok. Para investor bersedia untuk negosiasi.”
“Benarkah? Terima kasih Miss. Lee,
oh ya… proposal model game terbaru itu sudah siap ‘kan?
“Iya, bagian disain grafik telah
melaporkannya pada saya!”
“Baiklah kalau begitu…” aku berdiri
dan memasang jasku, “Kalau ada hal yang
penting, telpon saja aku. Aku akan keluar sebentar!” pamitku pada sekretarisku.
Mobilku berhenti di hamparan aspal
jalan sepanjang sungai Han. Aku termenung, kenangan semasa SMU bergelayut mesra
dalam ingatanku.
“Yaaaaaaaa…………..!” teriakku
sekencang-kencangnya,
“Yaaaaaaaaa……….!” Hyena mengikut di
belakang.
“Otte? Bagaimana rasanya? Agak plong
‘kan?” tanyaku.
“Iya, kau benar!” gadis itu memegang
lehernya, dipijatnya beberapa kali. “Heran deh, kenapa kau pandai sekali dalam
perhitungan? Aku saja yang belajar seharian tidak bisa-bisa kau malah dapat
menyelesaikannya dengan mudah padahal seharian hanya bermain PSP!”
“Kau sibuk pacaran sih makanya meski
berniat belajar kau tetap sulit berkonsentrasi!”
“Pacaran apanya?!” dia jadi sewot.
“Guru biologi itu! Kau kelihatan
tertarik padanya!”
“Yaak… jangan asal bicara, aku
memang tertarik, tapi pada pelajarannya, bukan pada gurunya. Apa salahnya aku
bertanya pada Pak Seo bila ada yang tidak kupahami?”
“Lalu kenapa mate-matika tidak
membuatmu bertanya pada ibu Jang?”
“Itu karena ada kau! Mate-matika,
fisika, juga kimia kuserahkan semuanya kepadamu Prof. Cho”
“Prof. Cho?!” aku jadi geli
mendengarnya.
“Iya, kalau kau lulus SMU nanti, kau
harus sekolah tinggi dan menjadi seorang Profesor!” aku hanya tersenyum
mendengar ocehannnya.
“Mau es krim?” tawarnya,
“Kalau sering makan es krim kau bisa
gendut!”
“Kalau kau tidak mau biar bagianmu
buatku saja!” aku baru sadar ternyata aku sedang tidak berkhayal. Aku menoleh
ke kanan dan kulihat ada Hyena yang sedang menikmati es krinya sambil menatap
indahnya Sungai Han.
“Kau?!” ucapku kaget.
“Kenapa denganku?” tanyanya polos.
“Kau serius tidak mau es krim?” tanyanya ulang.
“… …” aku hanya diam sambil melempar
pandanganku ke dalam jernihnya air sungai.
“Sampai kapan kau marah?” tanyanya
setelah keheningan menemani kami beberapa saat, namun tetap kubalas dengan
kebisuan. Gadis itu lalu beranjak dari sisiku, dia melangkah menghampiri pembatas
sungai.
“Hana, dul, set, …” hitungnya sambil
melangkah ke samping. Sampai hitungan ke tujuh, dia duduk di atas pembatas
sambil meraba sesuatu.
“Kyu~a… masih ada!” pekiknya girang.
Kulihat dia sedang membersihkan sebuah batu, oh… batu berukirkan nama kami.
“Korea… Seoul… aku pulang! Teriaknya tiba-tiba. “Kyu~a… aku pulang! Jangan marah
lagi…” hiks, lirih gadis itu. Apa dia menangis? Kulihat punggungnya bergetar.
“Jeongmal mianhe… sampai kapan kau
akan marah? Sakit sekali rasanya disambut dingin oleh sahabat lama yang setelah
bertahun-tahun baru bertemu.” Suaranya terdengar semakin serak. “Kyu~a aku
mengerti perasaanmu, kuberi kau waktu untuk marah tapi…” hiks, dia terisak. “…
jangan terlalu lama!” sambungnya. Dia tertunduk dan bahunya terus bergetar.
Hatiku perih melihatnya. Aku rasa aku harus membuang egoku, sampai kapan aku
harus mendiaminya? Selangkah, dua langkah, tiga langkah, aku berjalan
mendekatinya…
“Hyena…!” sebuah suara nyaring
membuyarkan konsentrasiku. Kulihat Hyung-ku berlari ke arahnya, ke arah gadis
yang baru saja ingin kupeluk.
“Oppa!” bisik Hyena seperti terkejut
melihat Yesung Hyung datang.
“Ternyata kau di sini!” Hyung-ku
mengusap air mata Hyena dan seketika berbalik ke arahku. “Apa sulit memaafkan
salahnya? Dia pergi tanpa pamit padamu karena tidak ingin membuatmu sedih.
Hubungan kalian sangat dekat saat itu, nyaris seperti saudara, tentu saja
perpisahan akan menjadi mimpi buruk!”
“Oppa sudahlah!” halau Hyena,
“Dongsaeng… kuharap kau mengerti,
sebentar lagi kita akan menjadi keluarga. Bersediakah kau menghapus egomu dan
menerima Hyena kembali?” seru Hyung-ku.
“Tak perlu berlebihan begitu, tak
perlu memikirkan perasaanku. Bila kau ingin menikah dengannya, teruskanlah!”
ucapku datar. Aku bergegas kembali ke dalam mobil dan langsung meninggalkan
tempat itu.
♥♥♥
@ Gangnam-Gu,
Seoul
“Oh… kau sudah pulang!” seru kakek
padaku. Wajahnya begitu bersahabat, kira-kira ada apa ya?
“Selamat malam Kek!” balasku.
“Mana Hyung-mu? Apa kalian bersama?”
aku menggeleng, “Ya sudah, ke sini bantulah Kakek memilih!” aku mengerutkan
kening, memilih apa? “Menurutmu mana yang bagus?” tanya kakek saat
memperlihatkan beberapa model undangan. “Yesung belum pulang makanya kuminta
pendapatmu dulu.”
“…” aku diam menatap beberapa model
undangan itu, ada rasa perih yang menggerogoti perasaanku. Apakah benar Hyena
akan berakhir bersama Hyung-ku?
“Kyuhyun!” seru kakek mengagetkan
aku,
“Em… semua bagus, pakai semua saja!”
balasku asal dan bergegas menjauhinya.
“Anak ini…” segera kupercepat
langkahku agar tak perlu mendengar ocehan beliau.
@ Breakfast
“Dokter Jung di tempatkan di bagian
mana?” tanya kakek.
“Klinik anak!” jawab Hyung-ku.
“Dia gadis yang pintar, katanya
IPK-nya di atas 3.5?”
“Iya, dia salah satu mahasiswi
terbaik di jurusan kedokteran!”
“Baiklah… bila kalian menikah nanti
maka Kakek tidak akan ragu mempercayakan rumah sakit pada kalian.” Huh… selalu
seperi ini, yang terus dipertanyakan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan Yesung Hyung.
“Dongsaeng… bagaimana dengan
pekerjaanmu?” tiba-tiba hyung bertanya padaku.
“Baik!” jawabku singkat.
“Em… nanti malam ada pesta kecil
bersama teman-temanku, kau ikut ya!” ajaknya.
“Maaf, aku……” kakek langsung menyela
sebelum aku menyelesaikan ucapanku.
“Ikutlah, kenapa sih kau selalu
menolak? Apa salahnya kalau sekali-kali kau mengatakan ‘iya’ atau ‘baiklah aku
mau’!” kali ini aku tak dapat melawan, segera kehabiskan sarapanku dan
berpamitan.
“Huh… anak itu sebenarnya maunya
apa? seandainya dulu dia mau menerima beasiswa kedokterannya, pasti penerus RS
keluarga semakin berbobot. Dia dan ibunya sama saja!” meski telah jauh namun
aku masih dapat mendengar gerutuan kakekku.
“Kek… lupakanlah! Bibi telah tiada,
jangan diungkit lagi, kasihan Kyuhyun!” bujuk hyung.
Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan
lalu lintas saat usiaku baru tujuh tahun. Ayah dan ibu menikah tanpa restu dari
kakek sehingga mereka dimusuhi oleh kakek yang sangat berkuasa saat itu. Saat
ibu terbaring lemah di rumah sakit, kakek datang menemuinya, masih kuingat
dengan jelas saat ibuku memohon pada kakek untuk merawatku.
“Kurasa ajalku sebentar lagi akan
datang, aku akan segera menyusul ayahnya Kyuhyun. Tak ada lagi yang dapat
kuandalkan, selain ayah, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Kumohon jagalah
Kyuhyun untukku…”
Air mataku pasti mengalir setiap
mengenang kejadian itu, memang kakek memenuhi janjinya. Beliau mau merawatku
namun hanya dengan setengah hatinya. Dibandingkan aku, hyung-ku memang jauh
lebih beruntung. Ayah dan ibunya adalah dokter hebat dan brilliant, mereka bekerja di rumah
sakit milik kakek. Mereka disayang dan begitu dibanggakan, hanya aku yang
berbeda, nyaris tak masuk hitungan kerabat mereka. Kadang aku berpikir Tuhan
juga ikut-ikutan membenciku, mengapa Dia tidak ikut mengambilku saat kecelakaan
itu terjadi? Mengapa hanya kedua orang tuaku? Mengapa bukan kami bertiga?
@ Pops Seoul
Restaurant
Dengan langkah canggung kumasuki
ruangan ini, alunan musik yang merdu semakin menambah kenyamanan. Huh… kalau
bukan Hyung-ku yang mengirim pesan singkat, aku pasti tidak akan ingat dan
tentunya tidak akan datang.
“Oh… kau sudah datang!” sapa
Hyung-ku saat dia melihatku. Aku hanya mengangguk lemah, dia menunjukkan kursi
untukku. Kulihat ada beberapa temannya, kurasa sesama dokter, dan juga ada
calon istrinya. Hyena tersenyum padaku namun ekspresi wajahku tetap tidak
berubah, dingin dan kaku.
“Ommo! Yesung kau punya adik yang
sangat tampan!” tegur seorang temannya.
“Yesung saja tampan, adiknya tentu
harus tampan juga!” balas yang lain. Aku tersenyum kecut. Aku tampan bukan
karena mengikut Yesung Hyung.
“Kau sudah punya pacar?” tanya gadis
yang menegurku tadi. Aku hanya tersenyum, entah kenapa aku malu mengatakan
kalau aku masih sendiri. “Apa arti senyumanmu? Apa kau sudah punya atau belum?”
“Dokter Shin…” Hyena menegur gadis
itu,
“Ok, ok, ok,” gadis yang bernama
Dokter Shin itu langsung menyumpal mulutnya dengan segelas jus.
“Oya, katanya kau produsen game?”
tanya seorang pemuda, aku mengangguk dan tersenyum, kali ini tersenyum ikhlas.
“Wah… aku suka sekali dengan ‘Princess
B’, terlalu penasaran sehingga meski gagal berkali-kali di level akhir, aku
tetap tidak jerah mengulang.”
“Jadi anda belum menyelesaikan game
itu? Padahal sebentar lagi akan keluar versi terbaru game itu.”
“Jeongmal?”
“Nde, modifikasi tokoh dan
persenjataannya lebih canggih. Medan tempurnya pun berubah, kalau dalam versi
sebelumnya di kerajaan mesir kuno, maka sekarang tim produksiku mengubahnya di
Kerajaan Maya Kuno.”
“Wah… aku tak sabar lagi!”
“Kyuhyun-ssi kenapa kau malah jadi
produsen game? Kenapa tidak jadi dokter seperti kakakmu?” dokter wanita itu
membuatku diam, aku paling benci dilontarkan pertanyaan seperti itu. Bukan
karena aku tidak tahu jawabannya, tapi karena jawabannya melukai persaanku.
“Aku hanya meneruskan hobi, karena
aku suka bermain game maka aku menjadi produsen game,” jawabku diplomatis.
“Awalnya kupikir dia juga akan
menjadi dokter sebab nilai MIPA-nya bagus namun ternyata dia lebih memilih
hobinya,” Hyung-ku ikut berkomentar.
“Aku benci MIPA Hyung!” tandasku.
Ya… aku sangat membencinya sejak seseorang pergi begitu saja dari kehidupanku
padahal dia sendiri yang memintaku untuk membimbingnya.
“Em… sudahlah, lebih baik kita makan
nanti masakannya jadi dingin.” Hyena menengahi dengan alasan yang kebetulan
tepat.
“Oya, kapan kalian menikah? Aku tak
sabar lagi menjadi pendamping Hyena!” tanya Dokter Shin di sela-sela makan pada
calon pengantin di tempat ini.
“Kalau tak ada halangan mungkin
bulan depan!” jawab Hyena.
“Uhuk…uhuk…uhuk…”
Serta merta aku tersedak daging yang disodorkan Dokter Shin. Hyung-ku buru-buru
menyodorkan segelas air,
“Gwencanayeo?”
tanyanya setelah keadaanku mulai membaik.
“Nde,
gomawo…” jawabku sambil membersihkan wajahku dengan tissue. “Dagingnya sangat
pedas makanya aku tersedak. Maaf… aku harus ke toilet!” pamitku.
Aku
berjalan bergetar ke toilet, satu bulan? Kenapa begitu cepat? Tak terasa tetes
demi tetes air mataku meleleh. Benarkah aku masih mengharapkanmu Hyena? Tidak…
aku tidak berharap lagi, aku sudah melupakanmu, ya… selama lima tahun ini aku
telah melupakanmu. Tapi kenapa aku masih menangis mendengarmu akan menikah?
to be continued...
No comments:
Post a Comment