Sunday 5 July 2015

FF Because I am Stupid (Part 1)



            Napasku naik turun tidak berirama, bukan karena lelah, sakit, atau kaget. Kali ini aku kesal, ya… sangat kesal. Yesung Hyung kembali ke Korea dan memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya ini setelah lima tahun menimbah ilmu dan bekerja di Boston, di Universitas Harvard. Hal yang membuatku kesal dia memintaku menjemputnya padahal dia sendiri tahu jalan pulang. Berkali-kali kulirik benda bulat yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, benda buatan Armany ini membuat napasku kembang kempis, menunjukkan waktuku semakin sempit dan aku masih berdiri di sini seperti orang bodoh menunggu kedatangan Hyung.
            “Dongsaeng!!!” tegur seseorang dari belakangku. Seulas senyum tulus menghiasi bibir Hyungku saat aku berbalik. “Gomawo sudah mau menjemput!” lanjutnya masih dengan memamerkan deretan gigi putihnya.
            “Kenapa mesti dijemput? Bukannya Hyung tahu jalan pulang?” protesku padanya, anehnya dia masih membalas dengan tersenyum, jujur aku benci.
            “Yaa… jangan marah begitu! Hanya menjemput ‘kan? Jangan terlalu pelit pada Hyungmu!” bujuknya sambil menepuk bahuku.
            “Hari ini aku ada meeting penting untuk proyek game selanjutnya, aku tidak mau rugi hanya karena menjemput Hyung yang sebenarnya bisa pulang sendiri!” semprotku lebih pedas lagi, kuharap dia tersinggung atau kecewa atau apalah yang dapat menghapus senyum di wajahnya.
            “Yaa… kau ternyata tidak berubah sedikitpun! Masih seperti dulu!” kali ini aku akui bahwa orang ini benar-benar tidak punya kepekaan. Dia masih tersenyum dengan kata-kata yang baru kulontarkan tadi. “Sebenarnya aku juga tidak ingin menyusahkanmu, aku yakin kau pasti akan protes. Tapi mau bagaimana lagi, calon kakak iparmu yang ngotot minta dijemput olehmu. Jadi… aku minta tolong sekali ini saja luangkan untuk kami ya!” cih… dia mengeluarkan puppy eyes-nya padaku, jadi mual rasanya. Siapa sih gadis itu? Sok sekali minta dijemput, belum jadi kakak iparku saja sudah sangat menyusahkan.
            “Lalu di mana dia?” tanyaku mencoba bersabar.
            “Dia ke toilet dulu, sebentar lagi akan datang!” jawabnya. Kutarik napasku dalam-dalam, menyebalkan sekali! Kulirik jam tanganku, huh… 15 menit lagi, aku semakin gregetan. Argh… kenapa bukan di Bandara Seoul saja? Kenapa harus di Bandara Incheon? Aku mengumpat mereka, aku juga yang bodoh kenapa mau saja menjemput. Seharusnya sedari awal aku sudah menolak, gampang ‘kan? Kuraih ponselku dan segera kuhubungi sekretarisku, inilah satu-satunya jalan, mengundur meeting.
            “Miss Lee tolong…” kalimatku terpotong saat melihat seorang gadis merapat ke arah kami. Aku terkejut melihat pemandangan tak terduga di hadapanku ini.
            “Oppamianheyo, membuatmu menunggu lama.” Suara lembut gadis itu bergema nyaring di telingaku meski kusadari bukan aku yang diajaknya berbicara.
            “Gwencana… Kyu Hyun juga baru datang!” Hyung merespon gadis itu, dia… dia kah calon kakak iparku? Sesaat kemudian gadis itu mengalihkan pandangannya ke arahku, dia tersenyum bahagia,
            “Oreonmaneyeo Kyu~a!” sapanya padaku. Aku terperangah, ‘Kyu~a’ aku tak pernah lagi mendengar panggilan sayang itu di telingaku sejak lima tahun terakhir ini. Aku shock, lima tahun… ya lima tahun setelah dia pergi begitu saja dariku dan tak ada kabar, lalu sekarang dia muncul di hadapanku dan parahnya lagi sebagai calon kakak iparku.
            “Tidak perlu kuperkenalkan lagi ‘kan? Hyena bilang kalian adalah sahabat saat masih SMU.” Ucapan Hyung membuatku tersadar dari lamunanku.
            “Kau tidak banyak berubah, masih tampan seperti dulu!” seru gadis itu padaku. Jung Hyena… benarkah itu kau?
            “Yeobuseo? Yeobuseo? Sajangnim!” suara Miss Lee dari ponselku seketika menyadarkan aku kalau aku punya urusan di kantor.
♥♥♥
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seven years ago…
            Bugggg, aku terjatuh saat seseorang yang berlari serampangan menabrakku. Aku tidak dapat marah saat menyadari yang menabrakku seorang yeoja apa lagi kulihat dia lebih kesakitan dibanding aku.
            “Gwencanayeo?!” tanya gadis itu padaku setelah dia memperbaiki posisinya sendiri. Aku lumayan kaget, seharusnya dia mengkhawatirkan keadaannya sendiri.
            “Nde, gwencana!” jawabku berusaha berdiri, “Kau sendiri?” tanyaku padanya.
            “Gwencana!” balasnya. “Jeongmal mianheyeo aku terburu-buru dan tidak hati-hati!” sambungnya,
            “Sudahlah, jangan dipikirkan!” balasku.
            “Kau anak baru juga ya?” kali ini senyuman menghiasi bibir mungilnya menggantikan wajah memelas maafnya tadi, manis sekali. Dia memegang kartu tesku yang tadi sempat dia pungutkan untukku saat terjatuh. Aku hanya mengangguk sebagai pengganti jawaban.
            “Sudah lihat pengumuman?” tanyanya lagi, kali ini aku menggeleng.
            “Aku baru mau mencari!” jawabku.
            “Cho Kyuhyun…” ejanya saat membaca kartu tesku, “Ahhh… kau lulus!!!” suaranya lumayan keras sehingga beberapa siswa yang sedang membaca hasil tes menoleh ke arah kami.
            “Kau yakin? Dari mana kau tahu kalau aku lulus?” tanyaku.
            “Soalnya namamu berada di atas namaku, apalagi nomor ujianmu 111 gampang diingat!”
            “Jincha?” tanyaku mempertegas.
            “Um…” dia mengangguk, “Kalau mau lebih jelas, kau bisa memeriksanya sendiri. Jalan saja melalui koridor ini lalu belok kanan, kau akan menemukannya di LCD-B.”
            “Oh… gomawoyeo!” balasku.
            “Nde… eh maaf, aku buru-buru jadi harus cepat pergi!” ucapnya, aku mengangguk dan tersenyum. Kami pun berpisah dan berjalan ke arah yang berlawanan,
            “Cho Kyuhyun!” langkahku terhenti saat gadis itu kembali memanggilku dan segera kubalik badanku ke arahnya, “Selamat atas kelulusanmu!” dia tersenyum manis padaku. Pipinya yang chaby merona merah namun tak dapat menutupi matanya yang besar. Aku tertegun, dia bilang ‘selamat’?
            “Gomawo!!” balasku.
            “Anyeong!!!” dia melambai padaku, dalam sekejap dia menghilang dari penglihatanku karena tersapu oleh gelombang siswa-siswa baru yang berdesakan melihat pengumuman. Siapa namanya? Kenapa aku tidak menanyakannya tadi? Bodohnya aku. Ah… bukannya tadi dia bilang… Segera kuayunkan langkahku mencari LCD-B seperti yang dia bilang tadi. Kubaca satu persatu nama yang tertera dan akhirnya aku menemukan namaku namun yang membuatku lebih tertarik adalah sebaris nama di bawahnya, Jung Hyena… Oh… jadi namanya Jung Hyena!
♥♥♥

@Seoul Medical Center
            “Oppa… apa sebaiknya kau beristirahat dulu? Kau ‘kan masih lelah dari perjalanan jauh, tidak perlu langsung masuk kerja!”
            “Tidak apa-apa, aku tidak lelah kok. Lagi pula aku sudah janji dengan kakek untuk menemuinya, katanya ada urusan penting yang harus dibahas.” Dari kaca spion kulihat kemesraan mereka yang membuatku muak. Sejak kapan gadis itu menjadi manja?
            “Kyuhyun~a tolong antar Hyena sampai di rumah, ingat jangan ngebut!” Hyungku menegurku namun kubalas dengan sikap diam.
            “Oppa… aku akan menelponmu begitu aku sampai di rumah!” ucap gadis itu buru-buru.
            “Baiklah… sampai jumpa!” Hyungku melepas genggamannya pada tangan Hyena. “Hati-hati ya Kyuhyun!” serunya padaku usai turun dari mobil. Langsung saja aku tancap gas dan dalam sekejap mobilku menghilang dari tatapannya.
            “Kau sangat keterlaluan, apa salahnya kalau kau merespon Hyung-mu tadi? apa kau memang suka membuat orang kecewa?” gadis itu mulai menceramahiku namun aku diam saja. “Yaa… Cho Kyuhyun apa kau tidak bisa mendengarku atau kau tidak bisa bicara? Apa memang sifat aslimu seperti ini? Kau…” seketika kuhentikan mobilku, bunyi rem menggema dan membuatnya kaget.
            “Wae?” kenapa, tanyaku. “Kenapa kau pergi begitu saja? Apa persahabatan kita kau anggap hanya permainan?” aku tidak dapat lagi menahan emosiku padanya. Pertemuan pertama selama lima tahun terpisah ini bukannya membuatku rindu, malahan membuatku sangat benci padanya.
            “… …” dia diam, mungkin karena tidak menyangka akan mendapat respon seperti ini.
            “Kau pergi begitu saja, dalam lima tahun ini tak ada kabar sedikitpun darimu. Dan sekarang kau tiba-tiba muncul lalu sok mengguruiku seperti itu?!” kembali kujalankan mobilku. Aku dan dia pun sama-sama larut dalam kebisuan.
            “Mianhe… jeongmal mianhe…” maaf ucapnya, suaranya terdengar serak. “Aku sudah kira kau akan bersikap seperti ini, memang tak seharusnya aku menghilang begitu saja. Sebenarnya aku ingin cerita padamu namun berat rasanya bila aku harus mengucapkan selamat tinggal padamu!”
            “Kau pikir keadaan akan lebih baik bila kau tak cerita? Aku kecewa, sebagai teman dekatmu, kau terlalu meremehkan aku!”
            “Mianhe…”
♥♥♥
@ Game Center Corp.
            Aku termenung di ruanganku, tanganku jelas sekali bergetar. Entah karena aku kaget, senang, atau mungkin marah. Gadis yang melukaiku sedemikian parahnya kini telah kembali. Kulirik bingkai foto yang bergelayut manis di atas meja kerjaku, sepasang siswa SMU sedang tersenyum manis. Aku tak menyangka kau berhasil membuatku menderita seperti ini Hyena.
            “Pak, meeting telah saya undur sampai besok. Para investor bersedia untuk negosiasi.”
            “Benarkah? Terima kasih Miss. Lee, oh ya… proposal model game terbaru itu sudah siap ‘kan?
            “Iya, bagian disain grafik telah melaporkannya pada saya!”
            “Baiklah kalau begitu…” aku berdiri dan memasang jasku,  “Kalau ada hal yang penting, telpon saja aku. Aku akan keluar sebentar!” pamitku pada sekretarisku.

            Mobilku berhenti di hamparan aspal jalan sepanjang sungai Han. Aku termenung, kenangan semasa SMU bergelayut mesra dalam ingatanku.
            “Yaaaaaaaa…………..!” teriakku sekencang-kencangnya,
            “Yaaaaaaaaa……….!” Hyena mengikut di belakang.
            “Otte? Bagaimana rasanya? Agak plong ‘kan?” tanyaku.
            “Iya, kau benar!” gadis itu memegang lehernya, dipijatnya beberapa kali. “Heran deh, kenapa kau pandai sekali dalam perhitungan? Aku saja yang belajar seharian tidak bisa-bisa kau malah dapat menyelesaikannya dengan mudah padahal seharian hanya bermain PSP!”
            “Kau sibuk pacaran sih makanya meski berniat belajar kau tetap sulit berkonsentrasi!”
            “Pacaran apanya?!” dia jadi sewot.
            “Guru biologi itu! Kau kelihatan tertarik padanya!”
            “Yaak… jangan asal bicara, aku memang tertarik, tapi pada pelajarannya, bukan pada gurunya. Apa salahnya aku bertanya pada Pak Seo bila ada yang tidak kupahami?”
            “Lalu kenapa mate-matika tidak membuatmu bertanya pada ibu Jang?”
            “Itu karena ada kau! Mate-matika, fisika, juga kimia kuserahkan semuanya kepadamu Prof. Cho”
            “Prof. Cho?!” aku jadi geli mendengarnya.
            “Iya, kalau kau lulus SMU nanti, kau harus sekolah tinggi dan menjadi seorang Profesor!” aku hanya tersenyum mendengar ocehannnya.

            “Mau es krim?” tawarnya,
            “Kalau sering makan es krim kau bisa gendut!”
            “Kalau kau tidak mau biar bagianmu buatku saja!” aku baru sadar ternyata aku sedang tidak berkhayal. Aku menoleh ke kanan dan kulihat ada Hyena yang sedang menikmati es krinya sambil menatap indahnya Sungai Han.
            “Kau?!” ucapku kaget.
            “Kenapa denganku?” tanyanya polos. “Kau serius tidak mau es krim?” tanyanya ulang.
            “… …” aku hanya diam sambil melempar pandanganku ke dalam jernihnya air sungai.
            “Sampai kapan kau marah?” tanyanya setelah keheningan menemani kami beberapa saat, namun tetap kubalas dengan kebisuan. Gadis itu lalu beranjak dari sisiku, dia melangkah menghampiri pembatas sungai.
            “Hana, dul, set, …” hitungnya sambil melangkah ke samping. Sampai hitungan ke tujuh, dia duduk di atas pembatas sambil meraba sesuatu.
            “Kyu~a… masih ada!” pekiknya girang. Kulihat dia sedang membersihkan sebuah batu, oh… batu berukirkan nama kami. “Korea… Seoul… aku pulang! Teriaknya tiba-tiba. “Kyu~a… aku pulang! Jangan marah lagi…” hiks, lirih gadis itu. Apa dia menangis? Kulihat punggungnya bergetar.
            “Jeongmal mianhe… sampai kapan kau akan marah? Sakit sekali rasanya disambut dingin oleh sahabat lama yang setelah bertahun-tahun baru bertemu.” Suaranya terdengar semakin serak. “Kyu~a aku mengerti perasaanmu, kuberi kau waktu untuk marah tapi…” hiks, dia terisak. “… jangan terlalu lama!” sambungnya. Dia tertunduk dan bahunya terus bergetar. Hatiku perih melihatnya. Aku rasa aku harus membuang egoku, sampai kapan aku harus mendiaminya? Selangkah, dua langkah, tiga langkah, aku berjalan mendekatinya…
            “Hyena…!” sebuah suara nyaring membuyarkan konsentrasiku. Kulihat Hyung-ku berlari ke arahnya, ke arah gadis yang baru saja ingin kupeluk.
            “Oppa!” bisik Hyena seperti terkejut melihat Yesung Hyung datang.
            “Ternyata kau di sini!” Hyung-ku mengusap air mata Hyena dan seketika berbalik ke arahku. “Apa sulit memaafkan salahnya? Dia pergi tanpa pamit padamu karena tidak ingin membuatmu sedih. Hubungan kalian sangat dekat saat itu, nyaris seperti saudara, tentu saja perpisahan akan menjadi mimpi buruk!”
            “Oppa sudahlah!” halau Hyena,
            “Dongsaeng… kuharap kau mengerti, sebentar lagi kita akan menjadi keluarga. Bersediakah kau menghapus egomu dan menerima Hyena kembali?” seru Hyung-ku.
            “Tak perlu berlebihan begitu, tak perlu memikirkan perasaanku. Bila kau ingin menikah dengannya, teruskanlah!” ucapku datar. Aku bergegas kembali ke dalam mobil dan langsung meninggalkan tempat itu.
♥♥♥

@ Gangnam-Gu, Seoul
            “Oh… kau sudah pulang!” seru kakek padaku. Wajahnya begitu bersahabat, kira-kira ada apa ya?
            “Selamat malam Kek!” balasku.
            “Mana Hyung-mu? Apa kalian bersama?” aku menggeleng, “Ya sudah, ke sini bantulah Kakek memilih!” aku mengerutkan kening, memilih apa? “Menurutmu mana yang bagus?” tanya kakek saat memperlihatkan beberapa model undangan. “Yesung belum pulang makanya kuminta pendapatmu dulu.”
            “…” aku diam menatap beberapa model undangan itu, ada rasa perih yang menggerogoti perasaanku. Apakah benar Hyena akan berakhir bersama Hyung-ku?
            “Kyuhyun!” seru kakek mengagetkan aku,
            “Em… semua bagus, pakai semua saja!” balasku asal dan bergegas menjauhinya.
            “Anak ini…” segera kupercepat langkahku agar tak perlu mendengar ocehan beliau.

@ Breakfast
            “Dokter Jung di tempatkan di bagian mana?” tanya kakek.
            “Klinik anak!” jawab Hyung-ku.
            “Dia gadis yang pintar, katanya IPK-nya di atas 3.5?”
            “Iya, dia salah satu mahasiswi terbaik di jurusan kedokteran!”
            “Baiklah… bila kalian menikah nanti maka Kakek tidak akan ragu mempercayakan rumah sakit pada kalian.” Huh… selalu seperi ini, yang terus dipertanyakan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Yesung Hyung.
            “Dongsaeng… bagaimana dengan pekerjaanmu?” tiba-tiba hyung bertanya padaku.
            “Baik!” jawabku singkat.
            “Em… nanti malam ada pesta kecil bersama teman-temanku, kau ikut ya!” ajaknya.
            “Maaf, aku……” kakek langsung menyela sebelum aku menyelesaikan ucapanku.
            “Ikutlah, kenapa sih kau selalu menolak? Apa salahnya kalau sekali-kali kau mengatakan ‘iya’ atau ‘baiklah aku mau’!” kali ini aku tak dapat melawan, segera kehabiskan sarapanku dan berpamitan.
            “Huh… anak itu sebenarnya maunya apa? seandainya dulu dia mau menerima beasiswa kedokterannya, pasti penerus RS keluarga semakin berbobot. Dia dan ibunya sama saja!” meski telah jauh namun aku masih dapat mendengar gerutuan kakekku.
            “Kek… lupakanlah! Bibi telah tiada, jangan diungkit lagi, kasihan Kyuhyun!” bujuk hyung.
            Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan lalu lintas saat usiaku baru tujuh tahun. Ayah dan ibu menikah tanpa restu dari kakek sehingga mereka dimusuhi oleh kakek yang sangat berkuasa saat itu. Saat ibu terbaring lemah di rumah sakit, kakek datang menemuinya, masih kuingat dengan jelas saat ibuku memohon pada kakek untuk merawatku.
            “Kurasa ajalku sebentar lagi akan datang, aku akan segera menyusul ayahnya Kyuhyun. Tak ada lagi yang dapat kuandalkan, selain ayah, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Kumohon jagalah Kyuhyun untukku…”
            Air mataku pasti mengalir setiap mengenang kejadian itu, memang kakek memenuhi janjinya. Beliau mau merawatku namun hanya dengan setengah hatinya. Dibandingkan aku, hyung-ku memang jauh lebih beruntung. Ayah dan ibunya adalah dokter hebat dan brilliant, mereka bekerja di rumah sakit milik kakek. Mereka disayang dan begitu dibanggakan, hanya aku yang berbeda, nyaris tak masuk hitungan kerabat mereka. Kadang aku berpikir Tuhan juga ikut-ikutan membenciku, mengapa Dia tidak ikut mengambilku saat kecelakaan itu terjadi? Mengapa hanya kedua orang tuaku? Mengapa bukan kami bertiga?

@ Pops Seoul Restaurant
            Dengan langkah canggung kumasuki ruangan ini, alunan musik yang merdu semakin menambah kenyamanan. Huh… kalau bukan Hyung-ku yang mengirim pesan singkat, aku pasti tidak akan ingat dan tentunya tidak akan datang.
            “Oh… kau sudah datang!” sapa Hyung-ku saat dia melihatku. Aku hanya mengangguk lemah, dia menunjukkan kursi untukku. Kulihat ada beberapa temannya, kurasa sesama dokter, dan juga ada calon istrinya. Hyena tersenyum padaku namun ekspresi wajahku tetap tidak berubah, dingin dan kaku.
            “Ommo! Yesung kau punya adik yang sangat tampan!” tegur seorang temannya.
            “Yesung saja tampan, adiknya tentu harus tampan juga!” balas yang lain. Aku tersenyum kecut. Aku tampan bukan karena mengikut Yesung Hyung.
            “Kau sudah punya pacar?” tanya gadis yang menegurku tadi. Aku hanya tersenyum, entah kenapa aku malu mengatakan kalau aku masih sendiri. “Apa arti senyumanmu? Apa kau sudah punya atau belum?”
            “Dokter Shin…” Hyena menegur gadis itu,
            “Ok, ok, ok,” gadis yang bernama Dokter Shin itu langsung menyumpal mulutnya dengan segelas jus.
            “Oya, katanya kau produsen game?” tanya seorang pemuda, aku mengangguk dan tersenyum, kali ini tersenyum ikhlas.
            “Wah… aku suka sekali dengan ‘Princess B’, terlalu penasaran sehingga meski gagal berkali-kali di level akhir, aku tetap tidak jerah mengulang.”
            “Jadi anda belum menyelesaikan game itu? Padahal sebentar lagi akan keluar versi terbaru game itu.”
            “Jeongmal?”
            “Nde, modifikasi tokoh dan persenjataannya lebih canggih. Medan tempurnya pun berubah, kalau dalam versi sebelumnya di kerajaan mesir kuno, maka sekarang tim produksiku mengubahnya di Kerajaan Maya Kuno.”
            “Wah… aku tak sabar lagi!”
            “Kyuhyun-ssi kenapa kau malah jadi produsen game? Kenapa tidak jadi dokter seperti kakakmu?” dokter wanita itu membuatku diam, aku paling benci dilontarkan pertanyaan seperti itu. Bukan karena aku tidak tahu jawabannya, tapi karena jawabannya melukai persaanku.
            “Aku hanya meneruskan hobi, karena aku suka bermain game maka aku menjadi produsen game,” jawabku diplomatis.
            “Awalnya kupikir dia juga akan menjadi dokter sebab nilai MIPA-nya bagus namun ternyata dia lebih memilih hobinya,” Hyung-ku ikut berkomentar.
            “Aku benci MIPA Hyung!” tandasku. Ya… aku sangat membencinya sejak seseorang pergi begitu saja dari kehidupanku padahal dia sendiri yang memintaku untuk membimbingnya.
            “Em… sudahlah, lebih baik kita makan nanti masakannya jadi dingin.” Hyena menengahi dengan alasan yang kebetulan tepat.    
            “Oya, kapan kalian menikah? Aku tak sabar lagi menjadi pendamping Hyena!” tanya Dokter Shin di sela-sela makan pada calon pengantin di tempat ini.
            “Kalau tak ada halangan mungkin bulan depan!” jawab Hyena.
“Uhuk…uhuk…uhuk…” Serta merta aku tersedak daging yang disodorkan Dokter Shin. Hyung-ku buru-buru menyodorkan segelas air,
“Gwencanayeo?” tanyanya setelah keadaanku mulai membaik.
“Nde, gomawo…” jawabku sambil membersihkan wajahku dengan tissue. “Dagingnya sangat pedas makanya aku tersedak. Maaf… aku harus ke toilet!” pamitku.
Aku berjalan bergetar ke toilet, satu bulan? Kenapa begitu cepat? Tak terasa tetes demi tetes air mataku meleleh. Benarkah aku masih mengharapkanmu Hyena? Tidak… aku tidak berharap lagi, aku sudah melupakanmu, ya… selama lima tahun ini aku telah melupakanmu. Tapi kenapa aku masih menangis mendengarmu akan menikah?

to be continued...

No comments:

Post a Comment