Part 1 |
Setahun yang lalu … aku menantimu di
tepi danau. Aku setia menuggumu sampai kau datang, aku yakin kau tak akan
ingkar. Mawar-mawar putih pun mulai layu, merekalah saksi betapa aku setia
menunggumu, betapa aku mengharapkan kedatanganmu. Saat malam semakin larut air
matakupun mulai menetes, kenapa kau tidak datang? apa yang terjadi? Aku masih
setia menunggumu di tepi danau dengan balutan busana pengantin sampai matahari
terbit keesokan harinya dan kau tak kunjung datang juga. Kau tidak datang ke
pesta pernikahan kita, kau bohong padaku !
Kau bohong ! kau mengingkari
janjimu. Kau membuatku tidak percaya lagi pada kata yang sering kita agung-agungkan,
cinta. Aku tak percaya lagi pada cinta … sejak saat itu aku bersumpah, air
mataku malam itu adalah air mata terakhirku untukmu dan cinta.
Suatu siang saat selesai berbelanja
keperluan sehari-hari di swalayan, sayup-sayup kudengar tangisan seorang gadis
di ujung jalan. Ternyata dia sedang bertengkar dengan pacarnya, dia diputuskan
oleh pacarnya begitu saja padahal jelas-jelas pria itu yang salah. Pria itu
ketahuan selingkuh, dasar brengsek … gumamku.
Brak … brak … plak … dus ! aku
memukul pria itu. Berani-beraninya dia membuat kaumku menagis. Setelah kubuat
babak belur, pria itu melarikan diri.
“Kak … terima kasih, kakak telah
membantuku memberikan pelajaran pada pria brengsek itu.” ucap gadis itu,
“Sudah kewajibanku menolong orang
yang tertindas. Oh ya, namaku Seo In Ha ! aku seorang pelatih taekwondo dan hopkido, kau siapa?” tanyaku.
“Aku Park Yoo Mi, wah … pantas tadi
kakak hebat sekali memberi dia pelajaran !”
Gadis itu masih tercatat sebagai
siswi SMU, saat ini dia menunggu jemputan kakaknya. Sebagai ungkapan terima
kasih dia mengajakku makan siang bersama. Awalnya aku menolak mati-matian,
namun dia terus memaksa bahkan mendesak. Dia mengajakku makan siang bersama
kakaknya yang sebentar lagi akan datang menjemput. Aku pun tak dapat menolak
lagi saat dia memperkenalkan aku pada kakaknya.
“Maaf ya Kak … merepotkanmu untuk menjemputku
!”
“Sudahlah, ayo cepat naik !” jawab
kakaknya yang sepertinya kurang senang mendengar basa-basi adiknya.
“”Oh ya Kak, ini Kak Seo In Ha,
teman baruku !” kata Yoo Mi memperkenalkan aku pada kakaknya yang masih berada
di dalam mobil. Awalnya pria itu tidak begitu peduli padaku, tapi tiba-tiba dia
seperti orang yang baru melihat hantu sesaat setelah melihatku, dia kelihatan
sangat terkejut. Dia menatapku dalam-dalam seakan tidak mau lepas, dasar orang
aneh …
Akhirnya kami makan siang di sebuah
restaurant, anehnya pria itu tak pernah berhenti memandangiku. Sesekali aku
melihat pantulan wajahku di cermin, mungkin ada sesuatu yang aneh pada wajahku
sehingga pria itu terus memandangiku dengan tatapan aneh begitu namun aku tidak
menemukan sesuatu yang salah pada wajah maupun kostumku.
Tatapan pria itu mengingatkan aku
pada seseorang … dia menatapku seakan-akan sangat merindukan aku. Tatapan yang
penuh kasih sayang, tapi aku tidak tahu kenapa dia menatapku seperti itu.
Namanya Park Yoo Chun, dia seorang General Manager di perusahaan milik
keluarganya. Wajah dan penampilannya memang keren, tapi menurutku dia pasti
sakit, kenapa dia memandangi seseorang dengan tatapan yang aneh begitu.
Usai makan siang kami pun berpisah. Aku
pikir pertemuan kami akan sampai di sini saja, namun ternyata banyak pertemuan
tak terduga antara aku dan Yoo Chun di kemudian hari. Suatu sore aku
berjalan-jalan di taman usai memberikan latihan taekwondo pada anak-anak didikku dan tak kusangka aku bertemu
dengan Yoo Chun di sana, kami pun berbincang-bincang.
“Kata Yoo Mi kau adalah guru taekwondo dan hopkido?” tanyanya.
“Iya !” jawabku singkat.
“Lalu … apa kau masih membuka toko
bunga? bukannya dulu kau sangat menyukai mawar putih?”
“Dari mana kau tahu kalau dulu aku sangat
menyukai mawar putih? tanyaku heran, dia kelihatan terkejut, dia nampak
kelabakan mencari jawaban. Kenapa dia kelihatan sangat peduli padaku? padahal
kami belum lama kenal, dia bahkan tahu kalau aku menyukai mawar putih.
“Aku mengetahuinya dari penampilanmu.
Kau kelihatan sangat anggun dan biasanya gadis anggun menyukai mawar.” Jawabnya
gugup
“Oh begitu, tapi itu dulu … sekarang
aku tidak menyukai bunga lagi !” jawabku lantang.
Bukannya aku terlalu perasa, tapi
aku rasa pemuda ini menyukaiku. Buktinya … hanya dia yang tidak takut padaku,
padahal pria-pria yang lain jangankan mengajakku bicara, menatapku pun mereka
tidak berani. Katanya aku sangat garang dan cepat marah. Setiap ada masalah aku
pasti menyelesaikannya melalui tindakan dan tidak pernah menyelesaikannya
melalui kata-kata.
Ya … aku telah berubah, setahun
setelah pembatalan pernikahanku, aku sangat terpukul dan kecewa. Calon
pengantinku menghilang dan pergi tanpa kabar. Kekecewaan membuatku berubah dari
seorang gadis polos, sederhana, dan sedikit manja menjadi gadis tegar, garang
dan menakutkan. Seo In Ha telah berubah menjadi gadis sekeras batu.
Suatu siang Yoo Mi menemuiku di
tempat pelatihan taekwondo, dia
mengajakku membicarakan sesuatu.
“Aku sangat menyayangi kakakku,
setahun yang lalu dia menderita tumor otak dan dokter memutuskan melakukan operasi. Syukurlah
kakakku dapat melalui operasi dengan lancar, namun … aku sangat sedih, seusai
opersai kakakku berubah drastis. Dia sepertinya bukan dirinya yang dulu, dia
berubah ! dia menjadi lebih pendiam dan selalu mengurung diri. Dulu kami sangat
dekat namun sekarang sepertinya dia tidak mengenaliku lagi.” kata Yoo Mi
“Lalu apa hubunganku dengan masalah
ini?” tanyaku heran.
“Begitu bertemu dengan Kak In Ha
siang itu, kakakku sepertinya mendapat semangat hidupnya kembali. Dia
sepertinya mendapat dorongan hebat yang aku sendiri tidak mengerti kenapa
begitu? Kak In Ha … seandainya saja kakakku akan bahagia bersama Kak In Ha,
kumohon terimalah kakakku !” ucapnya memelas.
Apa …? aku terkejut mendengarnya,
gagasan yang sangat aneh. Aku tidak mau lagi menjerumuskan diriku pada hal-hal
yang berbau cinta. Aku jelas menolak permintaan Yoo Mi, memang kelihatan egois
namun aku tidak mau mengambil resiko.
Malam ini entah mengapa aku merasa
sangat suntuk di apartmentku. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan saja di
tengah kota. Alangkah terkejutnya ak saat melihat kerumunan orang di tepi jalan
karena memandangi Yoo Chun yang tergeletak pingsan. Akupun segera menelepon
ambulance untuk membawanya ke rumah sakit. Kata dokter Yoo Chun baik-baik saja,
itu adalah gejala biasa yang baru saja melakukan pengangkatan otak. Gejala
biasa? apa itu tidak berlebihan? kalau memang gejala biasa kenapa sampai harus
pingsan? gumamku dalam hati.
“Bagaimana keadaanmu? apa sudah
membaik?” tanyaku saat dia sadar, sekali lagi dia menatapku dengan tatapan
anehnya.
“Aku baik-baik saja, aku sudah
terbiasa merasakan sakit seperti ini. Tapi aku tak tahu kenapa tadi rasanya
begitu sakit sehingga aku tidak tahan.” jawabnya
“Dokter tadi sangat keterlaluan, dia
bilang itu gejala biasa usai operasi tapi menurutku sakitnya sudah kelewatan !”
“Ini memang gejala biasa, sudah
hampir setahun aku merasakannya. Rasanya empat puluh kali lebih sakit dari
migren biasa dan aku harus terus merasakannya sampai tiga tahun ke depan.”
ucapnya sambil memgangi kepalanya, mengerikan sekali … aku jadi iba melihatnya.
Aku teringat ucapan Yoo Mi kemarin, mungkin sakit itulah yang membuatnya
menjadi pendiam dan selalu mengurung diri.
“In Ha … “ tegurnya tiba-tiba,
“Ada apa?”
“Aku butuh seorang teman, kau mau
‘kan menjadi temanku?” tanyanya dengan berani,
Sebenarnya aku ingin menolak tapi
kasihan juga. Apa salahnya kalau hanya berteman, gumamku. Kalau nanti dia
macam-macam aku tinggal memukuli dia seperti pria-pria yang pernah menjadi
korbanku, apalagi dia sedang sakit jadi kurasa dia tidak akan berani
macam-macam. Kuterima tawarannya untuk menjadi temannya, tidak lebih !
Sejak saat itu kami mulai akrab,
keakraban itu membuat perasaan hatiku berbeda. Aku merasakan sesuatu yang lain
dari biasanya, aku tak tahu kenapa aku merasa sudah mengenalnya lama.
Gerak-geriknya, cara bicaranya, dan semua hal tentang dia seakan-akan sangat
akrab dan sejiwa denganku. Siapa dia? kenapa dia tidak begitu asing di mataku?
Hari ini tanggal 20 April, semua
instruktur di tempat latihan merayakan ulang tahunku dengan sederhana. Tak
terasa umurku semakin tinggi, sangat disayangkan di usiaku yang ke-23 aku belum
memiliki pasangan. Saat malam tiba aku kembali ke apartmentku, aku sangat
terkejut melihat seikat mawar putih dan boneka beruang berwarna kuning memegang
kartu ucapan selamat ualng tahun yang ke-23 tergeletak di depan pintu. Jae
Joong? apa dia yang mengirimkan ini?
Hatiku teriris saat melihat
benda-benda itu, siapa yang berani mengirim benda-benda ini padaku? aku tak mau
bunga, aku benci beruang ! Sgera kupungut benda itu dan kubuang ke tong sampah di depan apartmentku.
Tak kusangka ada Yoo Chun berdiri di hadapanku, dia menatap tak mengerti
padaku.
“Apa kau tidak menyukai hadiah yang
kuberikan?”
“Oh … jadi ini hadiah darimu? dengar
… aku tak suka bunga dan beruang jadi kau tidak perlu mengirimkan aku benda-benda
seperti ini lagi ! Dan … dari mana kau tahu kalau hari ini aku berulang tahun
yang ke-23?” tanyaku. Yoo Chun tidak menjawab pertanyaanku, dia malah kembali
memungut seikat mawar dan boneka beruang itu.
“Padahal mawar putih itu lambang
kenangan yang tak terlupakan, beruang juga sangat lucu, dia sangat menyukai
madu dan sangat menggemaskan bagaimana mungkin kau tidak menyukainya?” tanyanya
balik.
“Aku tidak suka ataupun benci itu
bukan urusanmu ! benda-benda ini terlalu menyakitkan untuk aku terima !”
“Kenapa? apa ada kenangan pahit yang
mengingatkanmu bila benda-benda ini ada bersamamu?”
“Yoo
Chun ! aku mau jadi temanmu karena kupikir kau bukan tipe orang yang cerewet,
tapi sekarang aku sudah tahu siapa kau sebenarnya.”
Aku benci
pada orang yang selalu mengungkit masalah pribadiku, aku sudah berusaha
membunuh kenangan masa laluku yang pahit namun semua terbuka lagi saat dia
mengirimkan benda-benda terkutuk itu. Jae Joong, pria yang sangat kucintai dulu
sering mengirimkan mawar dan beruang untukku di waktu ulang tahunku. Dia bilang
mawar putih adalah lambang kenangan yang tak terlupakan dan boneka beruang yang
sangat suka minum madu yang manis semanis senyumanku. Kenapa? kalau memang kau sangat menyayangiku, kenapa kau pergi
tanpa kabar? Aku benci padamu … aku tak mau lagi mengingatmu dan semua hal
tentangmu.
Sore ini begitu melelahkan, aku
duduk lemas di bangku taman usai memberikan ujian hopkido pada anak-anak. Tiba-tiba ada seseorang yang menempelkan
sekaleng jus dingin ke pipiku. Jae Joong?! aku terkejut, aku segera menoleh ke
arah orang yang melakukannya, Yoo Chun? dia berdiri sambil tersenyum padaku,
dia … dia yang melakukan itu?
“Maaf ya kemarin membuatmu marah,
aku tidak bermaksud seperti itu !” dia menyodorkan jus kepadaku, aku
menatapnya. Apa yang dia lakukan barusan seperti kebiasaan Jae Joong dulu.
“In Ha?” Yoo Chun heran melihatku
yang bengong di hadapannya.
“Eh … ya, tidak apa-apa ! asal kau
janji tidak akan mengulanginya lagi.
“Em … besok ‘kan hari minggu, bagaimana
kalau kita keluar kota? aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.” ajaknya. Aku
menatapnya tajam, berani-beraninya dia mengajak gadis yang tidak begitu percaya
padanya ke luar kota
“Eh … aku tidak akan macam-macam, Yoo
Mi ikut kok’ justru ide ini berasal dari dia.” jawabnya. Boleh juga, daripada
tinggal di apartment terus ‘kan bisa bosan. Sedikit liburan akan mengurangi
kepenatanku, aku pun menerima usulnya.
Esoknya aku menunggu Yoo Chun dan Yoo
Mi di tepi jalan, namun saat mobil Yoo Chun berhenti di depanku, aku tidak
melihat Yoo Mi.
“Yoo Mi tiba-tiba terserang diare
sehingga tidak bisa ikut!” Yoo Chun menjelaskan padaku. Gawat… Yoo Mi pasti
menjebakku, dia sengaja membatalkan kepergiannya karena ingin membuatku
berduaan dengan kakaknya. Dasar… aku tertipu mentah-mentah!
Dengan
terpaksa aku pergi bersama Yoo Chun, hanya berdua! Tenang… aku bisa taekwondo dan hopkido, kalau Yoo Chun macam-macam tinggal sikat. Setelah beberapa
jam perjalanan akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan pemuda itu. Deg,
jantungku berpacu kencang, aku tidak menyangka dia membawaku ke tempat ini.
Tubuhku gemetaran, mataku panas ingin menangis, sakit… sakit… sakit sekali.
“Ayo ikut aku, di dalam sana ada
sebuah danau, indah sekali! Aku yakin kau pasti akan suka.” ajak Yoo Chun penuh
semangat. Setelah sampai di tepi danau, entah mengapa tubuhku terasa lebih
berat, air mataku pun jatuh tetes demi tetes.
“Bagaimana indah bukan?” tanyanya. Dia
sangat terkejut saat melihatku terduduk lemas di atas rerumputan sambil
sesekali menyeka air mataku. “Kau kenapa?” tanyanya bingung.
“Bawa aku pulang! Aku tidak mau berada
di tempat ini lebih lama lagi.” hiks, aku menangis sambil menutup wajahku
dengan kedua tanganku. Setahun yang lalu di tempat ini, aku dan Jae Joong akan
melangsungkan pernikahan. Semua telah kutata dengan sempurna, mawar putih
menghiasi tirai dan altar pernikahan kami dan boneka beruang raksasa berada di
pintu masuk untuk menyambut para tamu. Semua begitu sempurna namun Jae Joong
tidak datang, hiks. Di batu besar di tepi danau dengan setia aku menunggunya
ditemani mawar-mawar dan beruang itu, namun dia tetap tidak datang. Lukaku
kembali terbuka, sakit… sekali.
Selama perjalanan pulang aku tertegun
tidak percaya, kenapa semua hal yang dilakukan Yoo Chun pasti membuka kembali
kenanganku bersama Jae Joong. Kupandangi Yoo Chun yang serius menyetir dari
samping, kenapa aku merasa dia mirip Jae Joong?
“Apa danau tadi mengingatkanmu pada
sesuatu yang menyakitkan?” tanya pemuda itu tiba-tiba sehingga aku sendiri
kaget.
“Ya, sangat menyakitkan. Yoo Chun… kau
temanku ‘kan? Tolong jangan lakukan sesuatu yang mengingatkan aku pada hal yang
sangat ingin kulupakan!” aku tahu Yoo Chun juga tidak mengerti apa-apa, dia
juga pasti tidak punya niat untuk menyakitiku.
I am Holding Back the Tears
to be continued ...
No comments:
Post a Comment