Monday 14 December 2015

FF In My Dream Part 4 (End)



Sebelumnya di  In My Dream (Part 3)

Jadi apa yang dikatakannya saat dia mengajakku makan ramyeon, semua berkebalikan. Ramyeon dan taman bermain adalah hal yang dia hindari karena trauma, tapi dia justru mengajakku untuk makan ramyeon dan menemaninya bermain.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tiba-tiba saja Kyuhyun muncul bersama noonanya.
“Oh… kau sudah pulang? Aku di sini menemani Bibi minum teh,” jawabku. Beberapa saat kemudian ummanya keluar membawa sebuah album foto.
“Untuk apa album itu Umma?” tanya Kyuhyun. Ummanya terlihat gugup dan tidak bisa bicara.
“Bibi bilang kau lulusan Paran Kindergarten, aku ingin lihat fotomu, kita seangkatan ‘kan siapa tahu aku mengenalimu.” Jawabku melihat kekakuan Bibi
“Siapa yang mengizinkanmu? Siapa bilang aku lulusan Paran? Aku hanya sementara di sana!” nada suara Kyuhyun sepertinya tidak bersahabat lagi. “Umma, sudah kubilang jangan banyak bercerita tentang masa kecilku. Kenapa umma tidak bisa mengerti?” protesnya pada ibunya.
“Kyuhyun… tahan emosimu,” Ah Ra Unni mencoba mengingatkan adiknya kalau saat ini dia sedang bicara dengan ummanya.
“Serahkan album itu!” namja itu mengulurkan tangannya. Ummanya tidak bisa berkutik, tanpa banyak bicara, Bibi mengembalikan album foto itu.
“Apa lagi yang kau tunggu? Kau tak ada urusan lagi di sini ‘kan? Pergi sekarang juga!” Kyuhyun berbalik membentakku.
“Kyuhyun… tak perlu seperti itu…” bujuk ummanya.
Aku benar-benar kaget dan tidak mengerti pada sikapnya, dia seperti petasan bahkan petasanpun kalah darinya. Tanpa dibakar, petasan tak akan bisa meledak sementara dia bisa meledak meski tak terkena api. Atau mungkin ada sesuatu yang tidak kuketahui tentangnya, tapi dia tidak perlu ‘kan sekasar itu padaku.
“Sebenarnya aku paling malas melihat wajahmu yang seperti ini. Ada masalah apa lagi?” tanya Sun Young padaku.
“Paling tentang Kyuhyun!” Yeon Hee mencoba menebak dan taraaaa dia benar.
“Aku tak mengerti pada namja itu. Terkadang dia baik padaku dan ujung-ujungnya dia bisa sangat menakutkan di mataku. Aku merasa dia sangat tidak suka padaku, entah kesalahan apa yang telah kuperbuat padanya,” lirihku.
Sebuah mobil berhenti di depanku saat aku baru saja keluar gerbang sekolah. Saat kaca mobil terbuka sedikit, dengan jelas kulihat senyum Ah Ra Unni. Ah… senyum yang mirip dengan senyuman adiknya. Ah Ra Unni ternyata ingin mentraktirku makan ice cream.
“Mengenai kejadian kemarin sore, aku minta maaf atas nama adikku. Dia memang cukup keterlaluan memperlakukanmu.”
“…” aku terdiam, untuk urusan ini aku tidak bisa banyak bicara.
“Jangan membencinya ya, sebenarnya dia anak yang baik…”
“Kalau baik, kenapa dia begitu kasar padaku?” tanyaku dalam hati. 
“Dulu… dia pernah ditolak oleh seorang gadis. Itu pengalaman pertamanya hingga begitu membekas dalam ingatannya. Mungkin itu pula yang membuatnya seperti ini, bukan hanya kau, dia bersikap dingin pada hampir seluruh gadis yang mendekatinya. Dia seperti kapok dan tidak berani lagi untuk jatuh cinta.”
“Benarkah?” aku melotot.
Hiks, hiks, hiks, tertutup sudah pintu kesempatanku untuk bersamanya. Bagaimana mungkin aku bisa membuatnya menyukaiku kalau ternyata dia anti gadis. Pantas saja Victoria Sunbae yang nyaris tanpa kekurangan ditolaknya mentah-mentah. Argh… malang sekali aku, aku bahkan belum sempat mengatakan suka padanya namun sudah ditolak.

Pagi ini aku dan Kyuhyun secara kebetulan menunggu bus di halte yang sama. Dia hanya diam sepanjang menunggu bus. Ingin sekali aku menegurnya namun aku tidak berani, kembali teringat perkataan Ah Ra Unni kemarin sore. Aku berdiri di belakangnya, hanya dapat menatap punggungnya seperti yang sering kulakukan di dalam mimpiku. Inikah artinya mengapa aku hanya dapat melihat punggungnya, karena aku tidak akan bisa memilikinya meski jarakku hanya sejengkal di belakangnya?
Cho Kyuhyun… berbaliklah, lihat aku di sini. Aku di belakangmu, menanti uluran tanganmu. Lupakan dia yang pernah menyakitimu. Jangan samakan aku dengannya, sebab aku benar-benar tulus menyukaimu. Aku telah menyukaimu bahkan… sebelum aku tahu siapa namamu…
Bus sekolah tiba, Kyuhyun naik duluan. Aku masih terpekur di halte, dari luar kulihat dia sudah duduk di kursi yang kosong.
“Kau tidak naik?” tanya supir bus padaku.
“Tidak Paman, aku mau ke tempat lain,” putusku. Ide itu tercetus bagitu saja di kepalaku, aku pun segera menahan taksi dan menuju tempat yang baru saja terpikir di otakku yang kecil ini. Sepuluh menit berlalu dan aku pun tiba, tempat ini tidak banyak berubah, hanya ada beberapa bangunan yang sudah diperbaiki.
“Eun Hye!” seseorang menegurku. Aku menoleh, seorang ahjumma yang masih terekam jelas dalam ingatanku,
“Songsaenim…”
“Ternyata benar kau Jung Eun Hye!”
Aku kembali ke Paran Kindergarten, sekolahku dulu. Songsaenim yang dulu adalah wali kelasku kini telah menjadi guru kepala. Entah kenapa aku tiba-tiba saja merindukan suasana saat aku di TK dulu, maka tanpa pikir panjang aku langsung mengunjunginya meski aku harus bolos.
Aku dan songsaenim duduk di bawah pohon beringin yang saat aku masih sekolah di sini, pohon ini memang sudah ada. Di tempat ini pula, dulu para guru sering mengawasi kami bermain.
“Kau masih ingat, dulu kau menangis histeris karena seorang anak laki-laki…” songsaenim membuka kembali kenangan saat aku masih menjadi murid di sini.
“Uhm… anak laki-laki yang sangat menakutkan…” aku mengiyakan. Kejadian saat itu terputar kembali dalam memori otakku. Saat itu seorang anak laki-laki gendut mendekatiku, rambutnya ikal lebat dan matanya yang sipit terlihat lebih kecil karena tenggelam oleh pipinya yang chubby. Aku tak tahu apa maunya dia mendekatiku, yang jelas aku langsung menangis begitu melihatnya. Aku teringat dengan wajah monster yang sering digunakan Ye Sung Oppa untuk menakutiku, monster itu mirip sekali dengan anak gendut yang mendekatiku.  
“Kau menangis histeris sampai kami para guru kaget bukan main…”
“Pergi kau jangan mendekatiku. Kau jelek sekali, rambutmu seperti ramyeon dan badanmu sangat besar seperti ikan paus! Aku tak mau bermain denganmu, akan kupanggilkan Oppaku untuk memukulmu, Oppaku seorang Ranger, dia akan memukul monster sepertimu!” tangisku.
“Eun Hye… tidak boleh seperti itu. Dia hanya ingin bermain denganmu sayang…” bujuk songsaenim.
“Aku tidak mau bermain dengan anak jelek seperti dia... pergi kau monster ramyeon!” ejekku.
“Gara-gara aku, dia dijuluki monster ramyeon oleh teman-teman.”
“Dia bahkan pindah sekolah karenamu, ummanya datang dan meminta maaf karena anaknya tak mau lagi belajar di sini.”
“Sekarang dia di mana ya? Sejujurnya aku menyesal telah mengejeknya. Umma marah padaku saat mengetahui kejadian itu.”
“Anak perempuan tidak boleh berkata kasar seperti itu! Bagaimana kalau tidak ada yang mau jadi temanmu karena kau sangat sombong? Bagaimana bila kau yang berwajah buruk dan diejek seperti itu oleh teman-temanmu?”
“Aku cantik umma!” protesku.  Umma tidak hanya menghukumku, ia juga menghukum Yesung Oppa,
“Gara-gara kau yang selalu menakuti adikmu pada monster, dia sampai menyebut temannya monster,”
“Ah…Umma jangan membakar kostum Power Ranger-ku!” Ckkkk, Oppa histeris saat melihat kostum Ranger dan topeng-topeng monsternya dimusnahkan umma.
“Kalau dapat bertemu dengannya, aku ingin minta maaf atas kesalahanku dulu,”
“Kemarin dia datang berkunjung, sayang sekali ya kau malah datang hari ini.”
“Kemarin anak itu datang?” pekikku.
“Uhm!” songsaenim mengangguk, beliau mengeluarkan sebuah album foto dan menyodorkan selembar untukku. “Dia sudah tidak seperti ini…” ucap songsaenim sambil menunjuk pada seorang anak yang berdiri di deretan belakang dalam foto bersama itu, sementara aku di deretan depan dipangku oleh kepala TK yang dulu. “Sekarang Kyuhyun telah menjadi pemuda yang tampan, tinggi dan putih. Rambutnya tidak kriwel lagi seperti julukanmu dulu, monster ramyeon…”
“So, song, songsaenim bilang siapa? Siapa nama anak itu?” aku jadi shock.
“Kyuhyun, Cho Kyuhyun! Ah… dia juga memakai seragam yang sama denganmu! Berarti kalian satu sekolah lagi, kau mungkin tidak akan dapat mengenalinya sebab dia sudah sangat berubah,”

Apa yang terjadi? Inikah yang disebut takdir? Anak buruk rupa yang dulu pernah kuejek ternyata Kyuhyun. Pantas dia begitu enggan memperlihatkan foto masa kecilnya.
“Chingu… mau tidak bermain jungkat-jungkit denganku?” seorang anak tiba-tiba menghampiriku.
“Huaaaaa…” aku langsung berteriak histeris karena takut. “Aku tak mau bermain denganmu, anak jelek menjauhlah dariku!”aku mengambil beberapa mainan dan melemparnya.
“Chingu… aku menyukaimu, aku hanya ingin bermain denganmu…”
“Tidak mau! Aku tidak suka orang jelek!”
Apa dia mengenaliku? Apakah dia tahu kalau aku yang telah mengejeknya? Dia… langsung pindah setelah kejadian itu, pasti hatinya sangat sakit.

“Yaak, Jung Eun Hye! Dari mana kau, kenapa baru masuk sekolah jam begini?” Yeon Hee menegurku saat aku baru tiba di sekolah. Aku tidak menggubrisnya, kuteruskan langkahku menuju sebuah kelas. Kelas anak yang pernah kusakiti, Cho Kyuhyun.
“Kenapa tidak ada siswa?” Tanyaku saa tiba dan tidak melihat satupun siswa di dalam.
“Sekarang kelasnya Jin Ki belajar musik di ruang musik…” ucap Sun Young yang ternyata bersama Yeon Hee mengekoriku sedari tadi. Aku pun bergegas ke ruang musik tanpa membuang-buang waktu.

Yuhngwuhnhi idaero jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi geunyuhro ggaeuhnado…
Dashuneun kkoomkkoji anhkireul baraedo
Oneuldo geunyuhro naneun jami deul tende

Ije heuryuhjil mando hande
Geunyuhneun juhmjuhm jituhgayo
Uhje kkoomesuh chuhruhm oneul naegewayo
Ijeneun honja jamdeulji anhke

Lagu itu kembali mengalun di dari ruang musik, dengan lirik yang sama dan suara yang sama. Saat aku mengintip, ternyata memang benar, Kyuhyun kembali menyanyikannya.
“Wah… merdu sekali!”
“Iya, suaranya begitu indah!” kedua sahabatku terhipnotis oleh melodi yang dilantunkan Kyuhyun. Kalian baru mendengarnya dan langsung tahu siapa penyanyinya sementara aku.. begitu lama penasaran di dalam mimpi dan baru sekarang mengetahui siapa yang menyanyikan melodi merdu itu.
“Nah… kelas sampai di sini. Minggu depan, siapa lagi yang bersedia memperdengarkan lagu ciptaannya? Kyuhyun telah menciptakan lagu yang begitu bagus, kalian juga tidak boleh kalah darinya!”
“Ye… sonsaenim!” jawab mereka serempak.
Satu persatu para siswa keluar dari ruang musik, aku hanya berdiri mematung menanti orang yang kutunggu keluar.
“Eun Hye… kau datang lagi!” sapa Jin Ki, aku tersenyum lemah menyapanya. Beberapa saat kemudian Kyuhyun keluar. Dia tidak menggubrisku, setelah memasang sepatunya, dia langsung pergi begitu saja.
“Kyuhyun…” aku memegang tangannya, dia menoleh dingin ke arahku. “Maaf…” lirihku.
“Mengenai kejadian sore itu, semua bukan sepenuhnya salahmu. Ummaku juga ikut bersalah. Benar kata noona-ku, kau tidak tahu apa-apa, tidak sepantasnya aku bersikap kasar padamu…” ucapnya. Dilepasnya pegangan tanganku dan dilanjutkannya langkahnya.
“Maaf…” sekali lagi kupegang tangannya,
“Aku sudah memaafkanmu, apa lagi?”
“Maaf karena aku telah mengejekmu dulu, saat itu aku masih kecil, aku belum tahu bagaimana cara untuk menjaga perasaan orang lain…”
“Kau…” Kyuhyun terperanjat, tatapannya seakan bertanya apakah kau sudah mengetahui kejadian itu. Dia melepas peganganku dan pergi begitu saja.
“Kyuhyun…” aku mengejarnya,
“Pergi, jangan mendekatiku! Bukannya kau tidak suka dengan anak buruk rupa?”
“Bukan begitu, aku…”
“Karena kau aku terkena anoreksia, karena kau aku trauma dengan taman bermain, apa yang dapat kau lakukan untuk menebus salahmu? Tidak ada ‘kan?”
“Jeongmal mianhe…”
“Semua murid mengejekku karenamu, kau tidak akan pernah bisa mengerti perasaanku. Bagaimana seorang anak umur enam tahun harus melalui masa seperti itu, apa kau pernah membayangkannya? Semua itu kualami hanya karena kesalahan seorang anak perempuan.”
“Kyuhyun…” air mataku menetes.
“Jangan pernah datang padaku lagi sebelum kau bisa bertanggung jawab atas kelakuanmu padaku!”
Hiks, hiks, aku menangis sedih. Trauma yang dia alaminya bagaimana mungkin aku bisa menebusnya. Sun Young memelukku, Yeon Hee menepuk pundakku, sementara Jin Ki hanya menatap iba padaku. Akhirnya aku menceritakan semua pada mereka, mereka terdiam, ya… kesalahan yang kulakukan terlihat sepele namun dampaknya begitu besar bagi kejiwaan seseorang.
Tes…tes…tes… hujan mulai turun dengan lebatnya, awalnya hanya setetes, dua tetes namun sekarang dapat membuatku basah kuyub. Aku masih berdiri terpaku menatap taman bermain di mana dulu Kyuhyun membawaku.
“Kita ‘kan bukan anak TK, untuk apa main beginian?”, “Yaak, apa dulu kau tidak masuk TK? Langsung mendaftar ke SD?”
“Yaak, kalau bertanya yang wajar saja! Mana mungkin aku langsung SD!”
“Tapi kenapa kita bermain permainan anak kecil seperti ini?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“Cho Kyuhyun… ingatlah umurmu!”
“Memangnya ada aturan kalau anak SMU tidak boleh main ayunan?”
“Bukannya begitu, tapi…”, “Ya sudahlah… kali ini kau kuampuni, kau membuatku terlihat seperti tidak menikmati masa kecilku saja!”
“Hiks, hiks… andai aku tahu waktu itu, aku tidak akan mengeluh. Aku pasti akan menemanimu bermain lebih lama. Aku tak tahu seberapa lama kau baru berani mendekati taman bermain, tapi andai kau mengajakku bermain sekali lagi, aku pasti akan menemanimu sampai kau bosan…” tangisku.
“Cho Kyuhyun… kalau kau mau makan ramyeon, aku pasti akan membuatkannya untukmu, sebanyak yang kau minta. Tapi kumohon maafkan aku!” lanjutku. Perlahan kurasakan ada seseorang yang melindungiku dari hujan, kuangkat kepalaku, ternyata ada payung. “Kyuhyun…?!” aku terperanjat saat menyadari namja itu telah berdiri di sampingku.
“Apa yang dilakukan seorang yeoja tengah malam di tempat ini, sendirian pula?”
“…” aku tertunduk.
“Pulanglah, ibu dan Oppamu kebingungan mencarimu. Apa lagi hujan deras begini, mereka sangat khawatir.”
“Dari mana kau tahu aku ada di sini?”
“Dari pesanmu pada Sun Young, kau bilang kau pergi untuk menebus kesalahanmu. Selain kedai ramyeon, kau mau ke mana lagi kalau bukan taman bermain?”
“Kyuhyun…”
“Mereka telah menceritakannya padaku, sahabat-sahabatmu dan Jin Ki…” Kyuhyun menarik napas dalam, “Setiap malam kau selalu bermimpi tentang seorang namja yang bernyanyi untukmu yang wajahnya mirip denganku. Sebenarnya keadaanmu juga tak jauh lebih baik dariku, kau menyukai namja yang ada di dalam mimpimu. Setiap saat hanya memikirkan namja itu, kau terombang-ambing dalam lautan mimpi tanpa tahu apakah nantinya semua harapanmu akan menjadi nyata. Mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, tentunya sangat menyakitkan bukan?”
“Jadi… kau sudah tahu,” lirihku.
“Kuanggap itu sebagai bentuk pertanggungjawabanmu padaku. Sekarang kau dan aku tak ada utang lagi. Pulanglah!” perintahnya, dia menyodorkan payung yang dipakainya padaku sementara dia membuka payung lain yang dibawanya. Perlahan dia melangkah jauh dariku.
“Cho Kyuhyun! Apa hanya berakhir seperti ini? Antara kau dan aku hanya berakhir begini? Lalu bagaimana dengan perasaan sukaku? Apa akan bertepuk sebelah tangan saja?” isakku.
“Kau menyukai namja yang ada di dalam mimpimu, bukan aku, bukan namja dalam dunia nyatamu!” dia terus melangkah tanpa menoleh padaku.
“Bagaimana bila aku juga menyukaimu? Menyukai namja dalam dunia nyataku…”
“…” Kyuhyun masih melanjutkan langkahnya. Aku mengejarnya,
“Berhentilah bersikap dingin seperti ini. Kau bahkan lebih beku dari es batu! Bisakah kau melupakan aku yang dulu menolakmu? Aku yang kini telah berubah, aku benar-benar tulus pada perasaanku ini. Harus bagaimana agar kau percaya?”
“…” Kyuhyun menatapku diam, “Pakai payungmu, nanti kau sakit!” perintahnya.
“Kyuhyun… apa benar aku tidak punya kesempatan?”
“Kalau kau sakit, siapa yang akan menemaniku bermain perosotan, jungkat-jungkit, atau ayunan? Kalau kau sakit, kau tidak akan bisa membuatkan remayeon untukku. Jadi jaga kesehatanmu baik-baik.” Ucapnya melanjutkan langkahnya. Jadi… apa maksudnya?
“Kyuhyun… aku tidak mengerti,” ungkapku,
“Dasar bodoh, itu artinya aku memberimu kesempatan!” balasnya.
“Huaaa… Kyuhyun, gamsaheyeo!” aku kelepasan memeluknya,
“Lepaskan, kau basah! Nanti aku bisa masuk angin!” dia melepas pelukanku. “Cepat ambil payungmu dan pulang!” dia berubah galak.
“Baik!” aku membungkuk hormat, buru-buru aku membuka payung yang dia berikan. Set… dia memasangkan aku mantel yang dipakainya, mantel yang baru saja dia lepas dari tubuhnya.

“Ayo pulang!” ucapnya sekali lagi. Dia berjalan di depanku, kulihat punggungnya. Kali ini aku tak mau lagi hanya melihat punggunya. Bergegas kusejajarkan langkahku di sampingnya, aku ingin melihat wajahmu, wajahmu yang akan mengubah hari-hariku mendatang.


In My Dream
end


No comments:

Post a Comment