Sebelumnya di In My Dream (Part 3)
Jadi
apa yang dikatakannya saat dia mengajakku makan ramyeon, semua berkebalikan.
Ramyeon dan taman bermain adalah hal yang dia hindari karena trauma, tapi dia
justru mengajakku untuk makan ramyeon dan menemaninya bermain.
“Apa
yang kau lakukan di sini?” tiba-tiba saja Kyuhyun muncul bersama noonanya.
“Oh…
kau sudah pulang? Aku di sini menemani Bibi minum teh,” jawabku. Beberapa saat
kemudian ummanya keluar membawa sebuah album foto.
“Untuk
apa album itu Umma?” tanya Kyuhyun. Ummanya terlihat gugup dan tidak bisa
bicara.
“Bibi
bilang kau lulusan Paran Kindergarten, aku ingin lihat fotomu, kita seangkatan
‘kan siapa tahu aku mengenalimu.” Jawabku melihat kekakuan Bibi
“Siapa
yang mengizinkanmu? Siapa bilang aku lulusan Paran? Aku hanya sementara di
sana!” nada suara Kyuhyun sepertinya tidak bersahabat lagi. “Umma, sudah
kubilang jangan banyak bercerita tentang masa kecilku. Kenapa umma tidak bisa
mengerti?” protesnya pada ibunya.
“Kyuhyun…
tahan emosimu,” Ah Ra Unni mencoba mengingatkan adiknya kalau saat ini dia
sedang bicara dengan ummanya.
“Serahkan
album itu!” namja itu mengulurkan tangannya. Ummanya tidak bisa berkutik, tanpa
banyak bicara, Bibi mengembalikan album foto itu.
“Apa
lagi yang kau tunggu? Kau tak ada urusan lagi di sini ‘kan? Pergi sekarang
juga!” Kyuhyun berbalik membentakku.
“Kyuhyun…
tak perlu seperti itu…” bujuk ummanya.
Aku
benar-benar kaget dan tidak mengerti pada sikapnya, dia seperti petasan bahkan
petasanpun kalah darinya. Tanpa dibakar, petasan tak akan bisa meledak
sementara dia bisa meledak meski tak terkena api. Atau mungkin ada sesuatu yang
tidak kuketahui tentangnya, tapi dia tidak perlu ‘kan sekasar itu padaku.
“Sebenarnya
aku paling malas melihat wajahmu yang seperti ini. Ada masalah apa lagi?” tanya
Sun Young padaku.
“Paling
tentang Kyuhyun!” Yeon Hee mencoba menebak dan taraaaa dia benar.
“Aku
tak mengerti pada namja itu. Terkadang dia baik padaku dan ujung-ujungnya dia
bisa sangat menakutkan di mataku. Aku merasa dia sangat tidak suka padaku,
entah kesalahan apa yang telah kuperbuat padanya,” lirihku.
Sebuah
mobil berhenti di depanku saat aku baru saja keluar gerbang sekolah. Saat kaca
mobil terbuka sedikit, dengan jelas kulihat senyum Ah Ra Unni. Ah… senyum yang
mirip dengan senyuman adiknya. Ah Ra Unni ternyata ingin mentraktirku makan ice
cream.
“Mengenai
kejadian kemarin sore, aku
minta maaf atas nama adikku. Dia memang cukup keterlaluan memperlakukanmu.”
“…”
aku terdiam, untuk urusan ini aku tidak bisa banyak bicara.
“Jangan
membencinya ya, sebenarnya dia anak yang baik…”
“Kalau baik, kenapa dia begitu kasar padaku?” tanyaku dalam hati.
“Dulu…
dia pernah ditolak oleh seorang gadis. Itu pengalaman pertamanya hingga begitu
membekas dalam ingatannya. Mungkin itu pula yang membuatnya seperti ini, bukan
hanya kau, dia bersikap dingin pada hampir seluruh gadis yang mendekatinya. Dia
seperti kapok dan tidak berani lagi untuk jatuh cinta.”
“Benarkah?”
aku melotot.
Hiks,
hiks, hiks, tertutup sudah pintu kesempatanku untuk bersamanya. Bagaimana
mungkin aku bisa membuatnya menyukaiku kalau ternyata dia anti gadis. Pantas
saja Victoria Sunbae yang nyaris tanpa kekurangan ditolaknya mentah-mentah.
Argh… malang sekali aku, aku bahkan belum sempat mengatakan suka padanya namun
sudah ditolak.
Pagi
ini aku dan Kyuhyun secara kebetulan menunggu bus di halte yang sama. Dia hanya
diam sepanjang menunggu bus. Ingin sekali aku menegurnya namun aku tidak
berani, kembali teringat perkataan Ah Ra Unni kemarin sore. Aku berdiri di
belakangnya, hanya dapat menatap punggungnya seperti yang sering kulakukan di
dalam mimpiku. Inikah artinya mengapa aku hanya dapat melihat punggungnya,
karena aku tidak akan bisa memilikinya meski jarakku hanya sejengkal di
belakangnya?
Cho
Kyuhyun… berbaliklah, lihat aku di sini. Aku di belakangmu, menanti uluran
tanganmu. Lupakan dia yang pernah menyakitimu. Jangan samakan aku dengannya,
sebab aku benar-benar tulus menyukaimu. Aku telah menyukaimu bahkan… sebelum
aku tahu siapa namamu…
Bus
sekolah tiba, Kyuhyun naik duluan. Aku masih terpekur di halte, dari luar
kulihat dia sudah duduk di kursi yang kosong.
“Kau
tidak naik?” tanya supir bus padaku.
“Tidak
Paman, aku mau ke tempat lain,” putusku. Ide itu tercetus bagitu saja di
kepalaku, aku pun segera menahan taksi dan menuju tempat yang baru saja
terpikir di otakku yang kecil ini. Sepuluh menit berlalu dan aku pun tiba,
tempat ini tidak banyak berubah, hanya ada beberapa bangunan yang sudah
diperbaiki.
“Eun
Hye!” seseorang menegurku. Aku menoleh, seorang ahjumma yang masih terekam
jelas dalam ingatanku,
“Songsaenim…”
“Ternyata
benar kau Jung Eun Hye!”
Aku
kembali ke Paran Kindergarten, sekolahku dulu. Songsaenim yang dulu adalah wali
kelasku kini telah menjadi guru kepala. Entah kenapa aku tiba-tiba saja
merindukan suasana saat aku di TK dulu, maka tanpa pikir panjang aku langsung
mengunjunginya meski aku harus bolos.
Aku
dan songsaenim duduk di bawah pohon beringin yang saat aku masih sekolah di
sini, pohon ini memang sudah ada. Di tempat ini pula, dulu para guru sering
mengawasi kami bermain.
“Kau
masih ingat, dulu kau menangis histeris karena seorang anak laki-laki…”
songsaenim membuka kembali kenangan saat aku masih menjadi murid di sini.
“Uhm…
anak laki-laki yang sangat menakutkan…” aku mengiyakan. Kejadian saat itu
terputar kembali dalam memori otakku. Saat itu seorang anak laki-laki gendut
mendekatiku, rambutnya ikal lebat dan matanya yang sipit terlihat lebih kecil
karena tenggelam oleh pipinya yang chubby. Aku tak tahu apa maunya dia
mendekatiku, yang jelas aku langsung menangis begitu melihatnya. Aku teringat
dengan wajah monster yang sering digunakan Ye Sung Oppa untuk menakutiku,
monster itu mirip sekali dengan anak gendut yang mendekatiku.
“Kau
menangis histeris sampai kami para guru kaget bukan main…”
“Pergi kau jangan mendekatiku. Kau
jelek sekali, rambutmu seperti ramyeon dan badanmu sangat besar seperti ikan
paus! Aku tak mau bermain denganmu, akan kupanggilkan Oppaku untuk memukulmu,
Oppaku seorang Ranger, dia akan memukul monster sepertimu!” tangisku.
“Eun Hye… tidak boleh seperti itu. Dia
hanya ingin bermain denganmu sayang…” bujuk songsaenim.
“Aku tidak mau bermain dengan anak
jelek seperti dia... pergi kau monster ramyeon!” ejekku.
“Gara-gara
aku, dia dijuluki monster ramyeon oleh teman-teman.”
“Dia
bahkan pindah sekolah karenamu, ummanya datang dan meminta maaf karena anaknya
tak mau lagi belajar di sini.”
“Sekarang
dia di mana ya? Sejujurnya aku menyesal telah mengejeknya. Umma marah padaku
saat mengetahui kejadian itu.”
“Anak perempuan tidak boleh berkata
kasar seperti itu! Bagaimana kalau tidak ada yang mau jadi temanmu karena kau
sangat sombong? Bagaimana bila kau yang berwajah buruk dan diejek seperti itu
oleh teman-temanmu?”
“Aku cantik umma!” protesku. Umma tidak hanya menghukumku, ia juga
menghukum Yesung Oppa,
“Gara-gara kau yang selalu menakuti
adikmu pada monster, dia sampai menyebut temannya monster,”
“Ah…Umma jangan membakar kostum Power
Ranger-ku!” Ckkkk,
Oppa histeris saat melihat kostum Ranger dan topeng-topeng monsternya
dimusnahkan umma.
“Kalau
dapat bertemu dengannya, aku ingin minta maaf atas kesalahanku dulu,”
“Kemarin
dia datang berkunjung, sayang sekali ya kau malah datang hari ini.”
“Kemarin
anak itu datang?” pekikku.
“Uhm!”
songsaenim mengangguk, beliau mengeluarkan sebuah album foto dan menyodorkan
selembar untukku. “Dia sudah tidak seperti ini…” ucap songsaenim sambil
menunjuk pada seorang anak yang berdiri di deretan belakang dalam foto bersama
itu, sementara aku di deretan depan dipangku oleh kepala TK yang dulu.
“Sekarang Kyuhyun telah menjadi pemuda yang tampan, tinggi dan putih. Rambutnya
tidak kriwel lagi seperti julukanmu dulu, monster ramyeon…”
“So,
song, songsaenim bilang siapa? Siapa nama anak itu?” aku jadi shock.
“Kyuhyun,
Cho Kyuhyun! Ah… dia juga memakai seragam yang sama denganmu! Berarti kalian
satu sekolah lagi, kau mungkin tidak akan dapat mengenalinya sebab dia sudah
sangat berubah,”
Apa
yang terjadi? Inikah yang disebut takdir? Anak buruk rupa yang dulu pernah
kuejek ternyata Kyuhyun. Pantas dia begitu enggan memperlihatkan foto masa
kecilnya.
“Chingu… mau tidak bermain
jungkat-jungkit denganku?” seorang anak tiba-tiba menghampiriku.
“Huaaaaa…” aku langsung berteriak
histeris karena takut. “Aku tak mau bermain denganmu, anak jelek menjauhlah
dariku!”aku mengambil beberapa mainan dan melemparnya.
“Chingu… aku menyukaimu, aku hanya
ingin bermain denganmu…”
“Tidak mau! Aku tidak suka orang
jelek!”
Apa
dia mengenaliku? Apakah dia tahu kalau aku yang telah mengejeknya? Dia…
langsung pindah setelah kejadian itu, pasti hatinya sangat sakit.
“Yaak,
Jung Eun Hye! Dari mana kau, kenapa baru masuk sekolah jam begini?” Yeon Hee
menegurku saat aku baru tiba di sekolah. Aku tidak menggubrisnya, kuteruskan
langkahku menuju sebuah kelas. Kelas anak yang pernah kusakiti, Cho Kyuhyun.
“Kenapa
tidak ada siswa?” Tanyaku saa tiba dan tidak melihat satupun siswa di dalam.
“Sekarang
kelasnya Jin Ki belajar musik di ruang musik…” ucap Sun Young yang ternyata
bersama Yeon Hee mengekoriku sedari tadi. Aku pun bergegas ke ruang musik tanpa
membuang-buang waktu.
Yuhngwuhnhi
idaero jamdeulgi baraedo
Yuhjuhnhi
geunyuhro ggaeuhnado…
Dashuneun
kkoomkkoji anhkireul baraedo
Oneuldo
geunyuhro naneun jami deul tende
Ije
heuryuhjil mando hande
Geunyuhneun
juhmjuhm jituhgayo
Uhje
kkoomesuh chuhruhm oneul naegewayo
Ijeneun
honja jamdeulji anhke
Lagu
itu kembali mengalun di dari ruang musik, dengan lirik yang sama dan suara yang
sama. Saat aku mengintip, ternyata memang benar, Kyuhyun kembali
menyanyikannya.
“Wah…
merdu sekali!”
“Iya,
suaranya begitu indah!” kedua sahabatku terhipnotis oleh melodi yang dilantunkan
Kyuhyun. Kalian baru mendengarnya dan langsung tahu siapa penyanyinya sementara
aku.. begitu lama penasaran di dalam mimpi dan baru sekarang mengetahui siapa
yang menyanyikan melodi merdu itu.
“Nah…
kelas sampai di sini. Minggu depan, siapa lagi yang bersedia memperdengarkan
lagu ciptaannya? Kyuhyun telah menciptakan lagu yang begitu bagus, kalian juga
tidak boleh kalah darinya!”
“Ye…
sonsaenim!” jawab mereka serempak.
Satu
persatu para siswa keluar dari ruang musik, aku hanya berdiri mematung menanti
orang yang kutunggu keluar.
“Eun
Hye… kau datang lagi!” sapa Jin Ki, aku tersenyum lemah menyapanya. Beberapa
saat kemudian Kyuhyun keluar. Dia tidak menggubrisku, setelah memasang
sepatunya, dia langsung pergi begitu saja.
“Kyuhyun…”
aku memegang tangannya, dia menoleh dingin ke arahku. “Maaf…” lirihku.
“Mengenai
kejadian sore itu, semua bukan sepenuhnya salahmu. Ummaku juga ikut bersalah.
Benar kata noona-ku, kau tidak tahu apa-apa, tidak sepantasnya aku bersikap
kasar padamu…” ucapnya. Dilepasnya pegangan tanganku dan dilanjutkannya
langkahnya.
“Maaf…”
sekali lagi kupegang tangannya,
“Aku
sudah memaafkanmu, apa lagi?”
“Maaf
karena aku telah mengejekmu dulu, saat itu aku masih kecil, aku belum tahu
bagaimana cara untuk menjaga perasaan orang lain…”
“Kau…”
Kyuhyun terperanjat, tatapannya seakan bertanya apakah kau sudah mengetahui
kejadian itu. Dia melepas peganganku dan pergi begitu saja.
“Kyuhyun…”
aku mengejarnya,
“Pergi,
jangan mendekatiku! Bukannya kau tidak suka dengan anak buruk rupa?”
“Bukan
begitu, aku…”
“Karena
kau aku terkena anoreksia, karena kau aku trauma dengan taman bermain, apa yang
dapat kau lakukan untuk menebus salahmu? Tidak ada ‘kan?”
“Jeongmal
mianhe…”
“Semua
murid mengejekku karenamu, kau tidak akan pernah bisa mengerti perasaanku.
Bagaimana seorang anak umur enam tahun harus melalui masa seperti itu, apa kau
pernah membayangkannya? Semua itu kualami hanya karena kesalahan seorang anak
perempuan.”
“Kyuhyun…”
air mataku menetes.
“Jangan
pernah datang padaku lagi sebelum kau bisa bertanggung jawab atas kelakuanmu
padaku!”
Hiks,
hiks, aku menangis sedih. Trauma yang dia alaminya bagaimana mungkin aku bisa
menebusnya. Sun Young memelukku, Yeon Hee menepuk pundakku, sementara Jin Ki
hanya menatap iba padaku. Akhirnya aku menceritakan semua pada mereka, mereka
terdiam, ya… kesalahan yang kulakukan terlihat sepele namun dampaknya begitu
besar bagi kejiwaan seseorang.
Tes…tes…tes…
hujan mulai turun dengan lebatnya, awalnya hanya setetes, dua tetes namun
sekarang dapat membuatku basah kuyub. Aku masih berdiri terpaku menatap taman
bermain di mana dulu Kyuhyun membawaku.
“Kita ‘kan bukan anak TK, untuk apa
main beginian?”, “Yaak, apa dulu kau tidak masuk TK? Langsung mendaftar ke SD?”
“Yaak, kalau bertanya yang wajar saja!
Mana mungkin aku langsung SD!”
“Tapi kenapa kita bermain permainan
anak kecil seperti ini?”
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?”
“Cho Kyuhyun… ingatlah umurmu!”
“Memangnya ada aturan kalau anak SMU
tidak boleh main ayunan?”
“Bukannya begitu, tapi…”, “Ya
sudahlah… kali ini kau kuampuni, kau membuatku terlihat seperti tidak menikmati
masa kecilku saja!”
“Hiks,
hiks… andai aku tahu waktu itu, aku tidak akan mengeluh. Aku pasti akan
menemanimu bermain lebih lama. Aku tak tahu seberapa lama kau baru berani
mendekati taman bermain, tapi andai kau mengajakku bermain sekali lagi, aku
pasti akan menemanimu sampai kau bosan…” tangisku.
“Cho
Kyuhyun… kalau kau mau makan ramyeon, aku pasti akan membuatkannya untukmu,
sebanyak yang kau minta. Tapi kumohon maafkan aku!” lanjutku. Perlahan
kurasakan ada seseorang yang melindungiku dari hujan, kuangkat kepalaku,
ternyata ada payung. “Kyuhyun…?!” aku terperanjat saat menyadari namja itu
telah berdiri di sampingku.
“Apa
yang dilakukan seorang yeoja tengah malam di tempat ini, sendirian pula?”
“…”
aku tertunduk.
“Pulanglah,
ibu dan Oppamu
kebingungan mencarimu. Apa lagi hujan deras begini, mereka sangat khawatir.”
“Dari
mana kau tahu aku ada di sini?”
“Dari
pesanmu pada Sun Young, kau bilang kau pergi untuk menebus kesalahanmu. Selain
kedai ramyeon, kau mau ke mana lagi kalau bukan taman bermain?”
“Kyuhyun…”
“Mereka
telah menceritakannya padaku, sahabat-sahabatmu dan Jin Ki…” Kyuhyun menarik
napas dalam, “Setiap malam kau selalu bermimpi tentang seorang namja yang
bernyanyi untukmu yang wajahnya mirip denganku. Sebenarnya keadaanmu juga tak
jauh lebih baik dariku, kau menyukai namja yang ada di dalam mimpimu. Setiap
saat hanya memikirkan namja itu, kau terombang-ambing dalam lautan mimpi tanpa
tahu apakah nantinya semua harapanmu akan menjadi nyata. Mengharapkan sesuatu
yang tidak pasti, tentunya sangat menyakitkan bukan?”
“Jadi…
kau sudah tahu,” lirihku.
“Kuanggap
itu sebagai bentuk pertanggungjawabanmu padaku. Sekarang kau dan aku tak ada
utang lagi. Pulanglah!” perintahnya, dia menyodorkan payung yang dipakainya
padaku sementara dia membuka payung lain yang dibawanya. Perlahan dia melangkah
jauh dariku.
“Cho
Kyuhyun! Apa hanya berakhir seperti ini? Antara kau dan aku hanya berakhir
begini? Lalu bagaimana dengan perasaan sukaku? Apa akan bertepuk sebelah tangan
saja?” isakku.
“Kau
menyukai namja yang ada di dalam mimpimu, bukan aku, bukan namja dalam dunia
nyatamu!” dia terus melangkah tanpa menoleh padaku.
“Bagaimana
bila aku juga menyukaimu? Menyukai namja dalam dunia nyataku…”
“…”
Kyuhyun masih melanjutkan langkahnya. Aku mengejarnya,
“Berhentilah
bersikap dingin seperti ini. Kau bahkan lebih beku dari es batu! Bisakah kau
melupakan aku yang dulu menolakmu? Aku yang kini telah berubah, aku benar-benar
tulus pada perasaanku ini. Harus bagaimana agar kau percaya?”
“…”
Kyuhyun menatapku diam, “Pakai payungmu, nanti kau sakit!” perintahnya.
“Kyuhyun…
apa benar aku tidak punya kesempatan?”
“Kalau
kau sakit, siapa yang akan menemaniku bermain perosotan, jungkat-jungkit, atau
ayunan? Kalau kau sakit, kau tidak akan bisa membuatkan remayeon untukku. Jadi
jaga kesehatanmu baik-baik.” Ucapnya melanjutkan langkahnya. Jadi… apa
maksudnya?
“Kyuhyun…
aku tidak mengerti,” ungkapku,
“Dasar
bodoh, itu artinya aku memberimu kesempatan!” balasnya.
“Huaaa…
Kyuhyun, gamsaheyeo!” aku kelepasan memeluknya,
“Lepaskan,
kau basah! Nanti aku bisa masuk angin!” dia melepas pelukanku. “Cepat ambil
payungmu dan pulang!” dia berubah galak.
“Baik!”
aku membungkuk hormat, buru-buru aku membuka payung yang dia berikan. Set… dia
memasangkan aku mantel yang dipakainya, mantel yang baru saja dia lepas dari
tubuhnya.
“Ayo
pulang!” ucapnya sekali lagi. Dia berjalan di depanku, kulihat punggungnya.
Kali ini aku tak mau lagi hanya melihat punggunya. Bergegas kusejajarkan
langkahku di sampingnya, aku ingin melihat wajahmu, wajahmu yang akan mengubah
hari-hariku mendatang.
In My Dream
end
No comments:
Post a Comment