Wednesday 23 August 2017

FF My First Love - Part 3





@ Namwon 2016
            “Bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja?” tanya Seung Yeon. Gadis itu secara pribadi mengajak Ah Ra bertemu di café langganan mereka dulu.
“Uhm... aku baik-baik saja. Apa kau mengajakku bertemu hanya karena penasaran pada kondisiku? Tak perlu khawatir, aku baik-baik saja.” Ah Ra meyakinkan temannya.
“Aku sangat menyesal mengenai kejadian kemarin. Aku sungguh lupa kalau kau alergi bulu binatang dan aku malah memaksamu menggendong Snowy,”
“Sudah kukatakan, aku baik-baik saja. Jangan khawatir!”
“Ah Ra~ya... maaf...”
“Ah... kenapa kau malah minta maaf lagi? Apa yang  perlu dimaafkan untuk sesuatu yang tidak disengaja?”
“Aku minta maaf karena sampai saat ini aku masih sulit menerimamu sebagai temanku,” Seung Yeon menatap Ah Ra.
“. . .” Ah Ra terhenyak.
“Kau sendiri tahu betapa kami membencimu dulu. Aku sangat menyukai Jun Ho dan Jun Ho sangat menyukaimu, itulah alasanku membencimu. Aku tak tahu kalau teman yang lain membencimu karena alasan apa, yang kutahu... kami membencimu karena kau memiliki semua yang kami mau.”
“Kau cantik, kau pintar, kau kaya, kau baik, kau... kau memiliki segalanya dan kami iri. Saat Jun Ho menolakku dan saat aku tahu dia menyukaimu, aku... sungguh ingin melenyapkanmu dari sekolah, Namwon, bahkan dunia. Aku merasa tak kalah cantik darimu, aku juga tak kalah pintar darimu, aku yakin aku sehebat dirimu tapi kenyataannya bukan itu yang membuat Jun Ho menyukaimu.”
“Seo Joon kala itu memberikan nasihat, daripada membencimu dengan alasan konyol itu, lebih baik aku mencari alasan apa yang membuat Jun Ho lebih menyukaimu dan saat aku tahu alasannya... aku benar-benar terluka.”

(Lee Jun Ho @ 2003)
“Suatu malam di pertengahan musim dingin, saat itu aku berada di halte bus menunggu bus untuk pulang. Di sebelahku duduk seorang gelandangan yang memakai pakaian seadanya bahkan dapat kukatakan hanya pakaian tipis yang tidak dapat melindunginya dari sengatan dingin. Beberapa orang di halte itu berusaha menghindar darinya karena bau yang menyengat dan jujur aku juga risih berada di dekat gelandangan.”
“Tiba-tiba saja ada seorang gadis remaja seumuranku menghampiri gelandangan itu dan menyapanya. Dari percakapan mereka, kami jadi tahu kalau dia korban penipuan. Gadis itu membuka mantel yang dikenakannya dan memberikannya pada Paman Gelandangan itu. Dia juga memberikan kopi hangat yang baru dia beli dari café dekat halte itu. Apa yang dilakukan gadis remaja itu seperti menampar kami semua yang acuh tak acuh pada gelandangan itu. Dan pada saat penerimaan siswa baru di SMU Namwon aku melihat gadis remaja itu, dia juga menjadi murid baru sepertiku. Dan dialah cucu kepala sekolah kita.” 
           
            Ah Ra masih saja kepikiran perkataan Seung Yeon barusan. Pria yang begitu disukai Seung Yeon malah menyukai dirinya. Dia dapat mengerti mengapa dulu gadis itu sangat membencinya. Ah Ra tersadar bila hari telah gelap dan dia hanya sendiri berjalan di jalan yang sepi. Dia teringat pesan Seo Joon untuk tidak keluar sampai larut mengingat pencopet waktu itu belum tertangkap.
Ah Ra mempercepat langkahnya, dari arah depan sebuah sepeda motor melintas. Gadis itu agak merapat ke tembok jalan untuk menghindari sepeda motor itu tapi dia tersadar kalau pengendara sepeda motor itu memang sedang mengincarnya. Benar dugaannya, saat sepeda motor tepat berada di sampingnya, tas tangannya ditarik. Ah Ra refleks mempertahankan tasnya sehingga terjadi tarik menarik antara dia dan pengendara motor. Dia bahkan ikut terseret beberapa inci sehingga membuat sepeda motor itu terjatuh.
Ah Ra berhasil menyelamatkan tasnya, namun sayang pencopet yang marah itu segera berlari ke arahnya dan mencoba merebut tas itu lagi. Pencopet itu bahkan memukul wajah Ah Ra yang begitu melindungi tasnya. Untung saja ada patroli polisi yang lewat sehingga kedua pencopet itu kabur dan Ah Ra pun terselamatkan. 

Seo Joon baru tiba di kantor polisi dan dia langsung dikejutkan oleh keadaan Ah Ra yang sedang diintrogasi oleh temannya.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau luka-luka begini?” Seo Joon panik melihat tangan, kaki, dan wajah gadis itu terluka dan memar.
“Ah... aku tidak apa-apa...” jawab Ah Ra mencoba menenangkan sahabatnya.
“Tidak apa-apa bagaimana?! Kau terluka begini, apanya yang tidak apa-apa?!” bentak Seo Joon.
“Yaak! Kenapa kau membentak korban seperti itu?!” polisi yang menginterogasi Ah Ra membentak Seo Joon balik. “Dia hampir saja mati karena pencopet sialan itu, untung saja dia hanya terluka dan tidak ada barangnya yang hilang. Kau malah membentaknya!”
“Kau... bukannya sudah kubilang jangan jalan sendirian di malam hari! Kau memang keras kepala...”
“Yaak! Menyingkir darinya! Dia masih shock dan kau terus memarahinya!” bentak temannya itu.
“Sunbae... kenapa anda tidak menelponku? Bagaimana bila terjadi sesuatu padanya?!” protes Seo Joon pada polisi yang ternyata seniornya.
“Kau izin untuk menemui calon istrimu, katanya ada beberapa hal untuk pernikahanmu yang harus diselesaikan. Kau pikir aku akan tega mengganggumu?!” Seo Joon terdiam saat mendengar alasan seniornya.
“Seo Joon~a... tak perlu khawatir, aku baik baik saja,” bujuk Ah Ra. Mata gadis itu berkaca-kaca dan sukses membuat Seo Joon semakin panik.
“Kenapa kau menangis? Apa lukamu perih? Apa ada yang sakit? Ayo kita ke rumah sakit!” ajak Seo Joon. Andai Ah Ra dapat berbicara jujur padanya, luka di kaki, tangan, dan wajahnya bukanlah apa-apa. Yang membuatnya menangis adalah hatinya yang terluka seketika dia tahu Seo Joon menemui calon istrinya saat dia membutuhkan pertolongannya.
“Aish... kalau aku bertemu pencopet itu, aku pasti akan merontokkan semua giginya. Berani-beraninya dia memukul perempuan seperti ini, sampai bibirnya berdarah!” senior itu membanting topinya ke meja. “Yaak! Letnan Park bawa temanmu ke klinik! Aku sudah selesai menginterogasinya!” perintah senior.

Seo Joon mengantar Ah Ra pulang usai dia membawanya ke rumah sakit untuk berobat. Tak perlu ditanya lagi bagaimana reaksi Bibi Han saat melihat Ah Ra pulang dengan tangan digips dan kaki diperban. Beliau histeris dan tak henti-hentinya mengumpat para pencopet itu. Seo Joon hanya dapat meminta maaf sedalm-dalamnya karena gagal melindungi Ah Ra. Dia hanya dapat berjanji untuk segera menangkap pencopet yang telah meresahkan warga itu.
Saat Ah Ra telah beristirahat di kamarnya, dia teringat kembali kejadian pencopetan itu. Tas yang berusaha diselamatkannya itu tidaklah berisi barang mewah yang berharga mahal. Kalau pun ada barang mewah, hanya ponsel dan dompet, selebihnya adalah benda-benda kenangan saat dia masih SMU. Benda kenangan yang baginya lebih berharga dari barang mewah, benda yang tak akan dapat digantikan kalau saja hilang, salah satunya adalah sapu tangan pemberian Seo Joon.
♥♥♥
@Namwon 2006
Malam itu langit tak berbintang, mungkin karena awan mendung yang menutupinya. Keheningan malam itu terusik oleh dering ponsel Ah Ra, gadis itu terbangun sambil meraba-raba di mana dia meletakkan benda yang bercahaya itu.
“Halo...?” suaranya begitu jelas menunjukkan bahwa dia masih terkantuk-kantuk,
“Ah Ra...” suara Seo Joon di seberang sana yang serak terdengar seperti sedang menahan tangis.
“Seo Joon? Ada apa?”
“Ayahku...” Seo Joon tak sanggup meneruskan perkataannya.

Ah Ra berjalan setengah berlari di lorong rumah sakit, remaja itu ditemani oleh Pak Guru Kim. Jam baru saja menunjukkan pukul dua pagi dan jelas kakeknya tidak akan membiarkan dia keluar sendirian di jam seperti itu.
“Seo Joon!” ucapnya saat melihat temannya itu terpekur sendiri di sebuah kursi tunggu di depan UGD. Seo Joon yang disapa segera berdiri dengan sisa tenaganya, wajahnya terlihat lelah, matanya bengkak dan terlihat jelas masih ada jejak air mata yang membasahi pipinya. Dia mencoba melangkah namun kakinya lemah, hampir saja dia terjatuh, untung saja Ah Ra segera memeluknya.

Ayahnya Seo Joon kecelakaan, kondisinya kritis dan harus segera dioperasi. Kendalanya adalah mereka tidak punya biaya, mereka memang tergolong keluarga sederhana sehingga biaya operasi yang mencapai jutaan won akan terasa berat.
“Pakai saja uang tabunganku, tunggu apa lagi Ibu?!” desak Seo Joon pada ibunya.
“Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Bukannya kau ingin menjadi dokter?”
“Persetan dengan cita-citaku, apa artinya semua itu bila aku harus kehilangan ayahku?”
“Tidak... bagaimanapun kau harus kuliah!”
“Lalu bagaimana dengan ayah?”
“Seo Joon... biarkan ibu berpikir!”
“Tak ada waktu lagi! Kita akan kehilangan ayah kalau kita berpikir lagi!”
“Tabunganmu pun belum cukup untuk menutupi biaya rumah sakit ini!”
“Lalu apa yang akan kita lakukan Bu? Apa kita akan diam saja?”
Ibu dan anak itu kaget saat melihat sang ayah dipindahkan ke ruang operasi sebab mereka belum mengambil kata putus untuk biaya operasi itu.
“Biaya operasi telah dilunasi oleh pria itu,” ucap suster yang membawa sang ayah menuju kamar operasi. Seo Joon termangu memandang Pak Guru Kim yang bertanda tangan di meja resepsionist.
“Apa yang anda lakukan? Biayanya bukanlah seharga uang jajan anak sekolahan Pak Guru. Bagaimana aku bisa menebusnya?”
“Ini permintaan Ah Ra, aku hanya bertindak sebagai wali saja. Ah Ra masih di bawah umur untuk menjadi penjamin biaya operasi.”
“Ah Ra~ya...” Seo Joon mencoba untuk protes.
“Bukannya kita teman? Apa salahnya aku membantu temanku? Ayahmu, ayahku juga ‘kan!”
“Kami benar-benar berterima kasih Nak!” Ibunya Seo Joon serta merta memeluk Ah Ra sambil berurai air mata kelegaan.

Sayangnya operasi itu tidak berhasil, ayahnya Seo Joon meninggal menjelang fajar. Hari itu mereka berduka, seluruh warga sekolah datang melayat dan memberikan ucapan belasungkawa pada sang atlet remaja. Ah Ra menemani Seo Joon yang terduduk lemah di samping abu jenasah ayahnya. Air mata pemuda itu, Ah Ra baru menyadari bahwa Seo Joon akhirnya menangis setelah sepanjang hari dia berusaha tegar tanpa air mata menyambut para pelayat yang datang.
“Apa yang harus kulakukan untuk menenangkanmu?” tangis Ah Ra juga pecah melihat Seo Joon yang menangis. Seo Joon menggeleng tanda tak ada yang perlu dilakukan Ah Ra untuknya. Ah Ra mendekapnya dan menepuk bahunya,
“Kau harus kuat demi ibumu...” bisik gadis itu.
♥♥♥
“Kau mau membawaku ke mana?” tanya Seo Joon yang penasaran karena Ah Ra mengajaknya mendaki bukit.
“Rahasia! Aku yakin kau pasti suka!” gadis itu tersenyum sambil membenarkan posisi ranselnya.
“Aku belum pamit pada Ibuku, bagaimana kalau Ibu khawatir?”
“Jangan takut, aku sudah menelponnya dan beliau sudah memberi izin!”
“Sepertinya kau sudah merencanakan ini!” tebak Seo Joon.
Seo Joon terperangah melihat kelinci yang berlarian bebas di tengah hamparan rumput, mereka bahkan memiliki sarang, sebuah gua berukuran kecil. Ah Ra dan Seo Joon mengendap-endap bahkan mereka harus merayap perlahan untuk melihat kelinci itu bermain.
“Hush... kita tidak boleh berisik, mereka bisa lari dan masuk ke dalam gua bila menyadari ada yang datang,” bisik Ah Ra.
“Dari mana kau mengetahui tempat ini?”
“Pak Guru Kim yang memberitahukan padaku! Mereka lucu bukan?” Seo Joon yang ditanya hanya mengangguk dan sumringah.

Sinar matahari sore membalut mereka yang berbaring di tengah hamparan rumput, keindahan alam kala itu mampu membuat mereka betah untuk menghabiskan waktu berlama-lama.
“Seo Joon~a jangan biarkan dukamu merenggut tawamu! Ayahmu pasti tidak akan senang melihatmu larut dalam kesedihan,” Ah Ra menoleh menatap pria yang berbaring di sampingnya. “Sekalipun aku tidak dapat menjangkaunya, asal melihat kelinci-kelinci itu bahagia, akupun turut bahagia. Sama seperti ayahmu, meski kini kita tak dapat lagi bersamanya, asal kau dan ibumu bahagia, aku yakin ayahmu juga akan bahagia di sana...”
“Ayah...” bisik Seo Joon sambil memandang langit yang telah kemerahan, “Aku akan membahagiakan Ibu, jangan khawatir!” Seo Joon kembali memandang Ah Ra di sampingnya dan merekapun tersenyum bersama.
“Oh iya... pertengahan bulan nanti katanya akan ada hujan meteor di langit kota Namwon!” Ah Ra terduduk begitu saja.
“Mau melihatnya? Akan lebih bagus bila kita melihat di tempat yang tinggi!” ajak Seo Joon.
“Ini seperti ajakan kencan!” ucap Ah Ra seraya menggoda Seo Joon.
“Kalau aku mengajak Ibuku untuk ikut, apa masih bisa disebut kencan?” tanya Seo Joon.
“Hahaha... kalau begitu aku juga akan mengajak Kepala Sekolah!” tambah Ah Ra.
♥♥♥
@Namwon 2016
Ah Ra berjalan cepat hampir setengah berlari, ketakutan menyelimutinya. Gadis itu merogoh tasnya, mencari smartphone-nya untuk menghubungi seseorang.
“Halo...” suara gadis itu bergetar menahan takut. “Aku sepertinya dibuntuti seseorang, tolong aku, hiks...”, “Aku berada beberapa blok dari rumahku, di jalan sempit dekat persimpangan Paran High School,” Ah Ra yang masih ketakutan segera mematikan panggilannya. Langkahnya dipercepat mencoba segera ke tempat yang cukup ramai.
“Argh...” Ah Ra histeris saat seseorang menghadang langkahnya setelah beberapa menit berlalu,
Na yaa[1]...” bisik orang itu. Ah Ra memastikan penglihatannya, Seo Joon kini telah bersamanya.
“Hiks....” tangisan gadis itu pecah dan tanpa sadar dia memeluk pria jangkung di hadapannya. “Aku takut... apa mungkin pencopet itu membuntutiku karena gagal merampokku waktu itu?”
“Tenanglah,” bujuk Seo Joon. Perlahan dia melangkah ke arah yang mencurigakan seperti yang dikatakan Ah Ra. Dia menemukan penguntit itu namun buruannya segera kabur saat menyadari keberadaannya telah diketahui. Seo Joon tidak tinggal diam, dia segera mengejar orang yang mencurigakan itu dan untunglah dia berhasil melumpuhkannya.
“Maaf, maaf... kumohon jangan memukulku!” orang itu memelas.
“Siapa kau? Kenapa kau menguntitnya?” bentak Seo Joon namun terlanjur sudah melayangkan sebuah pukulan ke wajah orang itu.
“Aku tidak berniat jahat padanya...”
“Tapi kau sudah membuatnya ketakutan!” bentak Seo Joon sekali lagi. Ah Ra berlari dan tersengal-sengal ketika tiba di tempat Seo Joon melumpuhkan orang itu.
“Aku hanya ingin menjaganya, kudengar dia baru saja menjadi korban pencopetan kemarin, karena terlalu berbahaya pulang sendiri sedangkan hari sudah gelap maka kuputuskan untuk mengikutinya untuk memastikan dia pulang dengan selamat,”
“Bohong!” Seo Joon menghajar pria itu sekali lagi.
“Ahjussi?!” Ah Ra seperti mengenali pria itu.
“Kau mengenalnya?” tanya Seo Joon pada Ah Ra.
“Nona... apa anda masih mengingatku?”
“Bukannya anda pengantar mie kecap waktu itu?”
“Ya benar, ini saya,” pria penguntit itu tersenyum mengetahui Ah Ra masih mengenalinya.
“Seo Joon... tolong lepaskan dia, aku kenal paman ini,” pinta gadis itu pada Seo Joon. “Apa yang anda lakukan? Kenapa anda membuntutiku seperti ini? Anda ‘kan bisa mengajakku ngobrol tak perlu diam-diam seperti ini!”
“Hehehmm...” Ahjussi itu tertawa malu,
“Yaak apa yang kau tertawakan?! Apa ada yang lucu?!” bentak Seo Joon mencengkram kerah baju pria itu.
“Aku... aku malu, aku menyukai Nona ini. Dia sangat cantik dan baik, dia pernah menolongku saat aku kecelakaan. Aku sangat menyukainya tapi aku malu mengakuinya,”
Mwo??” Seo Joon kehabisan kata-kata.
“Aku tahu aku tidak boleh menganggu pacarmu Pak Polisi, aku tahu kalian pacaran karena aku selalu melihat kalian bersama. Tapi apa tidak boleh aku tetap menyukainya meski diam-diam. Aku janji tidak akan mengganggunya!”
“Bajingan! Apa kau pikir aku percaya?” Seo Joon memukul pria itu sekali lagi.
“Seo Joon kenapa kau memukulnya?!” Ah Ra protes,
“Dia dia membuntutimu dan membuatmu takut!”
“Kau dengar sendiri ‘kan apa alasannya dia melakukan itu?!”
“Apa itu masuk akal? Dia membuntutimu karena dia menyukaimu?”
“Kau mungkin tidak pernah menyukai seseorang secara diam-diam makanya kau tidak mengerti bagaimana perasaannya!” Ah Ra jadi emosi. Seo Joon terdiam memandang Ah Ra, gadis itupun terdiam menyadari apa yang baru saja dia katakan.
“Kau benar... menyukai seseorang secara diam-diam itu menyakitkan. Aku lupa kalau dulu aku juga pernah merasakannya!” Seo Joon sinis menyindir gadis itu. Dia pergi meninggalkan Ah Ra dan Ahjussi itu begitu saja.
“Nona... apa aku membuat kalian bertengkar?”
“Ahjussi... kenapa anda melakukan ini?” Ah Ra menangis kencang.
♥♥♥
@Namwon 2006
Jin Hee melihat Seo Joon memasukkan selembar memo ke dalam loker milik Ah Ra. Gadis itu lantas membuka jepitan rambutnya dan mencoba membuka kunci loker itu. Beberapa menit berlalu dan akhirnya dia berhasil. Memo yang dimasukkan Seo Joon melalui celah pintu loker itu kini berada di tangannya. ‘Aku sudah menemukan tempat yang paling cocok untuk melihat hujan meteor, di bukit kelinci. Aku akan menunggumu di sana, pastikan kau akan datang!’

Seo Joon sedang membawa beberapa peralatan praktek ke laboratorium saat Jin Hee melintas. Gadis itu menawarkan bantuan untuk membawa sebagian bawaan Seo Joon. Mulanya pemuda itu menolak namun Jin Hee berkeras untuk membantnuya,
“Apa tidak boleh wanita membantu pria? Kalau Ah Ra yang meminta, pasti kau izinkan!” seloroh Jin Hee. Seo Joon tidak dapat berkutik dan akhirnya membiarkan gadis itu membantunya. Mereka melewati ruang guru, kebetulan sekali Ah Ra keluar dari ruang guru saat mereka melintas.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Seo Joon sekedar menyapa Ah Ra.
“Aku baru saja bertemu Pak Guru Kim,” jawab Ah Ra. “Sepertinya bawaanmu berat, biar aku membantumu!” tawar Ah Ra.
“Ah... tidak perlu! Sudah ada Jin Hee yang membantu. Kembalilah ke kelasmu, sebentar lagi bel masuk berbunyi.” Seo Joon menolak tawaran Ah Ra.
“Tapi...” Ah Ra mencoba menolak,
“Kembalilah ke kelas!” satu perintah Jin Hee sukses membuat Ah Ra mundur, Seo Joon memberi senyum dan aba-aba agar Ah Ra kembali ke kelas. Akhirnya mereka pun berpisah jalan.

 “Sebaiknya jangan terlalu keras padanya...” nasehat Seo Joon.
“Kurasa dia punya hubungan khusus dengan Pak Guru Kim!” ucap Jin Hee mengalihkan pembicaraan.
“Berhentilah bergosip, itu tidak baik!”
“Bukan hanya aku yang berpikir begitu, banyak murid yang juga merasa kalau Ah Ra dan Pak Guru memang dekat! Kau mungkin tidak tahu, tapi aku pernah melihat mereka bertemu secara sembunyi-sembunyi!” lanjut Jin Hee. Seo Joon menatap tidak suka pada gadis itu, “Aku bahkan melihat Pak Guru mengunjungi rumahnya Ah Ra di malam hari. Saat itu kupikir Pak Guru berkunjung karena berurusan dengan kepala sekolah tapi nyatanya dia membawa Ah Ra berbelanja!”
“Hentikan!” pinta Seo Joon.
“Kau mungkin tidak suka mendengar cerita ini karena dia sahabatmu, hanya saja kau perlu tahu kalau dia tidak sepolos yang kau kira,”
“Yaak Baek Jin Hee! Kau sadar siapa yang sedang kau bicarakan?!” nada suara Seo Joon meninggi.

Seo Joon yang telah termakan oleh perkataan Jin Hee mulai memperhatikan Ah Ra, bagaimana gerak-gerik gadis itu di sekolah khususnya bila berhadapan dengan Pak Guru Kim. Parahnya lagi cerita yang belum pasti kebenarannya ini telah merebak seantero sekolah. Di mana-mana para siswa menggunjingkan Ah Ra dan Pak Kim.
Seo Joon terdiam sendiri di halte, dia mengingat-ingat kembali bagaimana Pak Kim secara tidak sengaja terlibat dalam setiap kegiatan Ah Ra. Saat mereka terjebak badai, Pak Kim lah yang menolong mereka. Padahal saat itu tak ada kendaraan yang melintas namun Pak Kim rela menerjang badai, apakah semua demi Ah Ra? Saat tugas kaligrafi mereka hilang yang seharusnya mereka mendapat hukuman namun Pak Kim dengan bijaknya memaafkan bahkan memberi satu kesempatan lagi untuk mereka. Terakhir pada saat ayahnya kecelakaan, pagi-pagi buta Pak Kim mengantar Ah Ra ke rumah sakit bahkan menandatangani berkas pembayaran biaya operasi demi Ah Ra.

“Awww...” Seo Joon meringis kesakitan saat Ah Ra mencubit perutnya.
“Kenapa kau melamun? Ayo cepat habiskan bekalnya, jam istirahat sudah hampir habis!” gerutu Ah Ra.
“Nde...” Seo Joon menurut. “Ehm... Ah Ra~ya...” panggil Seo Joon ragu-ragu.
“Uhm?”
“Ah tidak! Tidak apa-apa!” Seo Joon urung menanyakan mengenai hubungan gadis itu dengan Pak Guru Kim.
“Dasar! Ayo cepat habiskan makanannya!”
“Iya! Cerewet!” balas Seo Joon.
“Ah ya, hampir lupa! Apa kau sudah menemukan tempat untuk melihat hujan meteor?” tanya Ah Ra.
“Apa kau belum membacanya? Aku sudah menemukan tempat yang paling cocok untuk itu. Aku sudah menulisnya di memo dan kumasukkan ke dalam lokermu!”
“Begitukah? Aku memang jarang memeriksa loker belakangan ini. Baiklah nanti aku akan membacanya!”

Ah Ra berlarian kecil menuju ruang loker, senyum manis mengembang menghiasi wajah cantiknya. Seperti remaja yang menerima surat cinta, begitulah hatinya berbunga saat ini. Gadis itu buru-buru mengambil kunci loker namun dia cukup kaget saat tahu lokernya sudah dalam keadaan tidak terkunci.
“Apa Seo Joon membukanya? Ah... tidak, dia pasti akan izin dulu,” Ah Ra berbicara pada dirinya sendiri. Gadis itu mencari memo yang dimaksud Seo Joon namun tidak mendapatkannya di mana pun. Dia bahkan mencari di lantai pikirnya keras itu bisa saja terjatuh, tapi sayang dia tidak menemukan apa-apa.
“Cho Ah Ra, kau mencari ini?” Baek Jin Hee teman sekelasnya seketika berdiri di hadapannya dan memperlihatkan sebuah memo berwarna kuning, mirip memo yang pernah diselipkan Seo Joon ke dalam lokernya.
“Ah... iya!” jawab gadis itu cepat namun langsung terdiam saat Jin Hee bukannya menyerahkan memo itu tapi malah meremasnya.
“Aku ingin bicara empat mata denganmu, mengenai rahasia besar yang sedang kau sembunyikan!” Jin Hee menatapnya tajam.
♥♥♥

~To Be Continued~




[1] Ini aku

No comments:

Post a Comment