@Namwon 2016
Ah
Ra sedang menemani Bibi Han berbelanja di pasar, gadis itu begitu sumringah
mengunjungi pasar yang telah sepuluh tahun ditinggalkannya. Dia ingat betul,
dulu Seo Joon sering mengajaknya mengunjungi toko kelontong milik orang tuanya
di pasar. Beberapa kali mereka makan mie ayam kesukaan Ah Ra di warung sudut
jalan.
“Ini
Ah Ra ‘kan?” tiba-tiba seorang wanita paruh baya menyapanya. Ah Ra terkejut
karena wanita itu adalah ibunya Seo Joon.
“Ommo-nim[1]...”
sapa Ah Ra.
“Astaga,
putriku... kau datang, kenapa tidak bilang-bilang? Kenapa tidak mengunjungiku?”
ucap ibunya Seo Joon sambil memeluk erat gadis itu.
Ah
Ra mengedarkan pandangannya di ruang tamu berukuran sedang itu. Di dinding
terpasang beberapa foto Seo Joon salah satunya foto bersama ibunya saat upacara
pelantikan polisi.
“Jadi
Seo Joon sudah tahu kalau kau ada di Namwon?” Ibu keluar membawa secangkir teh
dan dua piring cemilan. Ah Ra sigap berdiri dan membantu membawakan nampan.
Ibunya Seo Joon mengajak Ah Ra atau mungkin lebih tepatnya memaksa gadis itu
untuk berkunjung ke rumahnya.
“Iya...”
jawab Ah Ra singkat.
“Dasar
anak itu! Aku akan memarahinya kalau sudah pulang nanti. Kenapa dia tidak
bilang-bilang kalau kau datang?!”
“Ibu...
jangan memarahinya, aku sendiri yang memintanya untuk tidak bilang apa-apa, aku
takut kalau kedatanganku mengganggu Ibu, bukannya Ibu sedang sibuk mengurus
pernikahan?” Ah Ra berbohong.
“Ah...
apanya yang sibuk, justru dia yang sibuk ke sana ke mari mengatur segalanya.
Dia tidak ingin melihat ibunya kelelahan,”
“Kurasa
dia begitu bahagia dengan pernikahan ini...” lirih Ah Ra.
“Kau
sendiri bagaimana? Apa kau sudah menikah?”
“Belum...”
“Benarkah?
Andai aku tahu kau belum menikah, aku akan melamarmu untuk Seo Joon!” perkataan
Ibunya Seo Joon itu seperti belati yang menghujam tepat ke jantung Ah Ra. “Tapi
tunggu... kau dari keluarga terpandang, sedangkan kami...”
“Ibu...
jangan berkata sembarangan, apa pernah aku menyinggung soal seperti itu selama
ini?” Ah Ra segera memotong perkataan Ibu.
“Kau
masih sama seperti dulu... selalu rendah hati. Mengenai perkataanku tadi jangan
dimasukkan ke hati. Seo Joon itu teledor dan keras kepala, mana mungkin kau
akan menerima lamaranku untuknya!”
“Aku
akan menerimanya!” seru Ah Ra lantang. Ibunya Seo Joon termangu memandangnya,
sepertinya kaget karena tak menyangka mendapat respon seperti itu dari Ah Ra.
“Daripada bersama dengan pria yang asing, bukankah lebih baik bersama pria yang
telah kukenal! Seo Joon adalah sahabatku, aku telah lama mengenalnya, tentu aku
akan meringankan ibu mengenai uang lamarannya,” lanjut Ah Ra.
“Ah...
kau pandai bercanda,” ucap Ibu.
“Ibu...
sejujurnya aku ingin protes, kenapa Ibu menjodohkan Seo Joon? Lalu bagaimana
denganku?”
“Aa..pa...
maksudmu Nak?” Ibu kaku dan terkejut mendengar pertanyaan Ah Ra.
“Aku
juga ‘kan putri ibu, setelah menikahkan Seo Joon jangan lupa untuk memikirkan
pernikahanku juga... carikan aku jodoh yang tampan,” canda Ah Ra.
“Ah...
gadis ini, kau belajar bercanda dari mana?!” sekali lagi Ibu tertawa.
“Ibu...
aku ingin ke toilet,”
“Pergilah,
kau tahu tempatnya ‘kan? Tidak ada yang berubah dari rumah ini,”
Ah
Ra menangis sesenggukan, dia sengaja menyalakan kran air untuk menyembunyikan
isakannya. Hatinya terlalu sakit untuk menahan semuanya di depan Ibunya Seo
Joon. Dia terlalu pengecut untuk berterus terang bahwa dia sangat mencintai
putra keluarga ini. Ah Ra membasuh wajahnya agar jejak air matanya hilang. Saat
dia keluar dari toilet, dia terkejut dengan kehadiran Seo Joon.
“Kau...
kapan datangnya?” tanya Ah Ra.
“Beberapa
saat yang lalu... aku memang selalu pulang untuk makan siang bersama Ibu,”
jawab Seo Joon.
“Aku...
bukannya sengaja datang ke rumahmu, aku berpapasan dengan Ibumu di pasar
makanya....”
“Aku
mengerti...”
“Seo
Joon... mengenai kejadian ahjussi itu...”
“Aku
tidak ingin membahasnya...” tolak Seo Joon. “Bagaiamana tanganmu?!” pria itu
mengalihkan pembicaraan.
“Sudah
baikan, aku bahkan sudah melepas gipsnya,”
“Ah
Ra~ya... ayo makan siang bersama kami!” ajak Ibunya Seo Joon.
“Tidak
perlu...” Ah Ra mencoba menolak, dia yakin Seo Joon tidak akan senang jika dia
terlalu lama berkunjung.
“Makanlah
bersama kami. Ibu kelihatannya begitu senang dengan kehadiranmu, tolong jangan
buat Ibu kecewa,” bujuk Seo Joon.
♥♥♥
@Namwon 2006
Ah
Ra beridiri menatap Seo Joon di balik jendela kelasnya, matanya sembab habis
menangis. Dari kejauhan dia dapat melihat Seo Joon membaca pesan singkat di
ponselnya, pesan yang baru saja dikirim olehnya. Pesan yang memberitahukan Seo
Joon bahwa dirinya tak dapat pulang bersama karena ada urusan mendadak. Alasan
klasik memang... tapi hanya itu yang terpikir olehnya agar dapat menjauh dari
sahabatnya itu setidaknya untuk hari ini.
Berhari-hari, secara perlahan Seo Joon
menyadari Ah Ra kian menjauh darinya. Mereka yang dulu sering makan bekal siang
bersama, kini tidak lagi melakukannya. Mereka yang dulu sering pulang bersama
kini mengambil jalan masing-masing. Ah Ra sepertinya punya berbagai alasan
untuk menghindar dari Seo Joon.
Siang
itu Seo Joon mengikuti pertandingan sepak bola antar sekolah, pertandingan
terakhir timnya sebelum menutup masa SMU-nya. Saat istirahat tiba, Ah Ra
bertugas membagikan air minum pada para pemain. Gadis itu menghitung jumlah air
bawaannya untuk memastikan agar Seo Joon tidak kebagian.
“Gomawo
Ah Ra~ya...” seru para pemain yang bangga mendapat air mineral dari Ah Ra, ya
sekalipun hanya air mineral. Ah Ra tersenyum simpul menanggapi ucapan mereka.
“Ups...
airnya habis. Maaf, aku akan mengambilnya dulu...” ucap Ah Ra saat berhadapan
dengan Seo Joon. Pemuda jangkung itu hanya diam melihat Ah Ra berlalu begitu
saja darinya,
“Ini...”
Jin Hee menyodorkan air mineral untuk Seo Joon. Sebenarnya pemuda itu enggan
menerimanya karena berharap Ah Ra akan kembali dan memberikan air mineral
untuknya seperti janjinya tadi. Tapi pada kenyataannya, dia melihat Ah Ra
melakukan pekerjaan lain dan tidak betul-betul mengambil air seperti yang dia
katakan.
“Gomawo...”
ucap Seo Joon mengambil pemberian Jin Hee dengan kecewa.
Seo
Joon menghadang jalan Ah Ra saat jam pulang sekolah tiba. Dia memang sengaja
menunggu Ah Ra di gerbang sekolah seperti yang dulu sering dia lakukan.
“Kau
belum pulang?” Ah Ra terkejut saat melihat sahabatnya itu masih setia menantinya
di depan sekolah. “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak menungguku, kau boleh
pulang duluan karena aku ada urusan...”
“Ada
yang harus kubicarakan denganmu!” ucap Seo Joon.
“Kalian
masih di sini?” tiba-tiba Pak Kim muncul dan menyapa mereka.
“Pak
Guru duluan saja, aku akan menyusul,” ucap Ah Ra pada Pak Gurunya.
“Aku
tunggu di parkiran,” balas Pak Kim yang dijawab anggukan oleh Ah Ra.
“Apa
yang ingin kau bicarakan?” tanya Ah Ra pada Seo Joon setelah memastikan Pak Kim
menjauh dari mereka.
“Apa
kau baik-baik saja?”
“Kenapa
kau bertanya begitu?”
“Itu...
anu, aku merasa akhir-akhir ini kita semakin menjauh. Ah tidak, sepertinya kau
yang menghindar dariku. Apa terjadi sesuatu? Apa kau punya masalah? Kau boleh
cerita padaku, aku akan membantumu untuk menyelesaikannya semampuku!”
“Hihihi...
kau bicara apa? Aku tidak ada masalah apa-apa! Akhir-akhir ini aku memang
sibuk. Beberapa tugas sastraku bermasalah makanya Pak Kim membantuku
memperbaikinya.”
“Ah
Ra...” Seo Joon nampak kecewa pada jawaban sahabatnya itu. Dia yakin Ah Ra
sedang berbohong.
“Kita
‘kan sahabat, aku pasti akan bercerita padamu bila aku ada masalah.”
“.
. . .” Seo Joon terdiam dan menatapnya kecewa.
“Maaf...
Pak Guru menungguku, aku harus pergi. Kau juga pulanglah!” pamit Ah Ra.
“Ah
Ra~ya...” Seo Joon mencegatnya sebelum gadis itu pergi jauh. “Besok malam
saatnya hujan meteor, kau tidak lupa ‘kan pada janji kita?”
“Ah,
tentu! Aku akan datang!” seru gadis itu.
“Aku
akan menunggumu!” balas Seo Joon.
♥♥♥
@Namwon 2016
“Wuah...”
semua bersorak riuh saat satu set daging sapi kualitas terbaik dikeluarkan oleh
pemilik restaurant. Jun Ho yang memang berbakat memanggang daging,
melaksanakan tugasnya tanpa perlu aba-aba.
“Seung
Yeon~a berbahagialah bila kalian menikah nanti, kau tak perlu repot belajar
memasak sebab suamimu sudah jago masak!” puji Nicole. Seung Yeon memerah
wajahnya karena malu, sayangnya Jun Ho cuek saja.
“Ah
Ra... bagaimana keadaanmu? Aku sangat kaget saat Seo Joon mengabari bahwa kau
hampir kecopetan dan terluka,”
“Ah...
aku sudah membaik. Bahkan perban di tanganku sudah dilepas,”
“Kau
tak perlu memaksakan diri untuk datang, labih baik kau beristirahat...” Jun Ho
menatapnya khawatir.
“Jangan
khawatir, aku sudah tidak apa-apa. Lagi pula besok adalah hari pernikahan Seo
Joon dan malam ini kita harus merayakan dia melepas masa lajangnya, bagaimana
bisa aku tidak hadir.”
“Kau
selalu bilang baik-baik saja padahal kau sedang terluka... tanganmu maksudku,”
Seung Yeon menatapnya iba.
“Ah...
aku sungguh berterima kasih atas perhatian kalian. Tapi tak perlu khawatir, aku
baik-baik saja.”
“Seorang
sahabat tak mungkin membiarkan sahabatnya sendirian di hari bahagianya!” Seo
Joon ikut bicara memihak Ah Ra.
“Kalau
begitu mari kita rayakan hari terakhir masa lajang teman kita Park Seo Joon!!”
Chan Sung berdiri mengangkat gelas minnumannya yang berisi soju. “Seo Joon~a...
selamat atas pernikahanmu! Semoga kau bahagia!” tambahnya lagi. Semua bersorak
mengamini harapan Chan Sung.
“Kau
tidak minum?” tanya Taec Yeon pada Ah Ra. Gadis itu menggeleng,
“Aku
tidak kuat minum, aku takut nantinya kalian akan kerepotan bila aku mabuk,”
“Apakah
kau parah bila sedang mabuk?”
“Hehehe...
sebenarnya aku hanya takut mengigau. Aku pasti berbicara jujur saat sedang
mabuk!”
“Wuah...
kalau begitu aku harus membuatmu mabuk, ada banyak hal yang ingin kuketahui
tentangmu!” canda Taec Yeon.
“Minumlah!”
Seo Joon menyodorkan segelas besar soju, “Sejujurnya aku sangat penasaran pada
beberapa rahasiamu!” candanya.
“Aish...
dasar kalian!” Ah Ra merungut.
Malam
semakin larut, sesekali Ah Ra mengecek jam di ponselnya. Hal ini disadari Seo
Joon, dia paham bahwa gadis itu tidak terbiasa keluar sampai larut malam.
“Sudah
mau pulang? Satu jam lagi menuju tengah malam, Paman Han pasti sudah
menunggumu!” ucap Seo Joon. Ah Ra mengangguk, dia memang sudah ingin pulang tapi
merasa tidak enak pada teman-temannya.
“Pulanglah!
Kau juga butuh istirahat. Kau baru saja sakit, kau harus menjaga kondisimu!”
seru yang lain.
“Aku
akan mengantarmu!” ucap Seo Joon.
“Ah..
tidak perlu, aku bisa pulang sendiri!” tolak Ah Ra.
“Aku
tidak akan membiarkanmu pulang sendiri, bagaimana bila terjadi sesuatu di
jalan?”
“Ini
pestamu, aku tidak mau kau meninggalkan teman-teman!”
“Tapi...”
“Aku
akan naik taksi, akan kupastikan aku tiba dengan selamat. Aku akan langsung
menghubungimu bila aku telah tiba, aku janji!” Ah Ra meyakinkan Seo Joon. Pria
itu menatap Ah Ra seakan tidak rela melepas gadis itu pergi sendiri namun dia
sadar, dia pasti akan kalah berdebat dengannya. Memang dia selalu kalah
berdebat dengan Ah Ra.
“Akan
kutahankan taksi untukmu!” putus Seo Joon. Kali ini Ah Ra tidak berkutik.
Air
matanya menetes perlahan di dalam taksi yang gelap. Ah Ra menangis tanpa
bersuara, usai sudah kisahnya bersama Seo Joon. Kisah cinta manis yang barawal
saat remaja dan berakhir penuh duka.
“Halo...”
ucapnya lemah saat menerima panggilan di ponselnya. Dari seberang terdengar
isakan Baek Jin Hee, “Kenapa kau menangis?” tanya gadis itu.
“Aku
tak tahu Seo Joon akan menikah... Ah Ra~ya... apa kau baik-baik saja?”
“Menurutmu
apa aku akan baik-baik saja? Sepuluh tahun aku memendam perasaan ini dan semua
itu harus kuakhiri hari ini,”
“Aku
sungguh minta maaf, semua salahku. Hiks...”
“Sudahlah,
semua telah terjadi, meski kau meminta maaf... tak akan ada yang berubah.
Kulihat dia begitu bahagia menyambut pernikahannya, kurasa bagiku itu sudah
cukup.”
“Ah
Ra~ya... maaf, hiks...”
“Dia
berhak bahagia, aku sungguh akan merelakannya. Kau tak perlu khawatir, pasti
akan sangat sulit untuk melupakannya setelah sepuluh tahun memendam perasaan
padanya, tapi aku akan tetap berusaha.”
“Ah
Ra... hiks!”
“Jangan
menangis, kau hanya membuatku ikut menangis!” tangisan Ah Ra pecah.
♥♥♥
@Namwon 2006
Seo
Joon menunggu di bukit kelinci seperti janjinya, malam ini akan ada hujan
meteor dan dia sudah menantikan hal ini sejak lama. Pemuda itu memutuskan untuk
mengungkapkan perasaannya pada Ah Ra. Perasaan suka yang telah dirasakannya
sejak pertama kali dia dapat bertegur sapa dengan gadis itu. Perasaan suka yang
selama ini disembunyikannya secara diam-diam hanya karena tidak mau merusak
persahabatan yang telah terjalin di antara mereka.
Perasaan
gugup yang dirasakannnya saat menanti kedatangan Ah Ra lama kelamaan berubah
menjadi cemas. Semakin jauh malam, gadis itu belum datang juga. Waktu hujan
meteor akan segera tiba, gadis itu bisa saja terlambat melihatnya. Lambat laun
dia mulai berpikiran lain, mungkin saja Ah Ra lupa pada janjinya. Tapi tidak...
gadis itu justru paling antusias untuk melihat hujan meteor, dia tidak mungkin
lupa.
Senyumnya
mengembang saat meihat sesosok gadis berjalan pelan menuju arahnya, inilah
saatnya gumamnya dalam hati. Sayang senyuman itu memudar seiring dia dapat
melihat dengan jelas siapa yang datang menghampirinya,
“Jin
Hee?” sapanya kecewa. Dari mana gadis itu tahu tempat ini? Seo Joon bertanya
dalam hati.
“Kau
menunggu Ah Ra? Sayangnya dia tidak akan datang...”
“.
. .” Seo Joon terdiam.
“Dia
terlalu sibuk bersama Pak Guru Kim.”
Seo
Joon berdiri termenung menatap Ah Ra dan Pak Kim di observatorium, Ah Ra telah
mengingkari janjinya. Karena ingin memastikan informasi yang diberikan Jin Hee,
Seo Joon benar-benar datang ke pusat pengamatan bintang itu.
“Betul...
tempat terbaik untuk melihat bintang tentu saja observatorium...” bisik Seo
Joon dalam hati dengan senyum perihnya. Satu hal yang setidaknya membuat pemuda
itu tenang, Ah Ra dan Pak Guru tidaklah berdua saja, ada beberapa siswa yang
juga ikut melihat hujan meteor bersama mereka.
“Kau
baik-baik saja?” tanya Jin Hee
“Uhm...”
Seo Joon mengangguk, “Ini sudah malam, aku akan mengantarmu pulang...” tutup
Seo Joon dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Para
murid riuh bercerita pengalaman mereka melihat hujan meteor semalam. Seo Joon
menyendiri di bangku belakang sibuk menulis apa saja agar pikirannya teralihkan
dari kejadian semalam. Dia tidak punya cerita untuk berbagi bersama
teman-temannya, bahkan dia berharap seandainya ‘tadi malam’ itu tidak pernah
ada.
“Park
Seo Joon!” seseorang memanggil namanya dan seketika riuh para siswa terhenti.
Ah Ra berdiri di depan kelasnya sambil mengedarkan pandangannya mencari sosok
pemuda jangkung itu. Gadis itu menarik napas leganya saat melihat Seo Joon
menghampirinya, “Ada yang ingin kubicarakan, ikutlah denganku!” pinta Ah Ra.
Seo Joon menurut dan mengekor di belakangnya. Setelah sepasang remaja itu
pergi, kelas kembali riuh berbisik tapi kali ini mereka tidak membicarakan
tentang hujan meteor melainkan menebak-nebak apa yang terjadi antara sepasang
sahabat itu.
“Apa
semalam kau menungguku?” tanya Ah Ra, gadis itu membawa Seo Joon berbicara
berdua di belakang sekolah.
“Uhm...”
Seo Joon mengangguk lemah. Ah Ra menggigit bibir bawahnya, wajahnya berubah
penuh rasa bersalah.
“Apa
kau menunggu sampai larut malam?” gadis itu bertanya lagi.
“Uhm...”
dan sekali lagi dijawab anggukan oleh Seo Joon.
“Aku
benar-benar minta maaf... semalam... tiba-tiba saja Pak Guru Kim mengajakku
untuk melihat hujan meteor di observatorium. Aku tidak bisa menolak, awalnya
aku ingin mengabarimu tapi ponselmu tidak aktif.”
“Tak
masalah, aku tidak sendiri, ada Jin Hee yang menemaniku...”
“Be...
benarkah?” Ah Ra tercekat. “Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar takut kalau
kau sendirian dan menunggu. Lain kali... kita akan melihat bintang
bersama-sama, aku janji. Kalau begitu aku pergi, ada yang harus kukerjakan bersama
temanku di kelas!”
“Ah
Ra~ya... ada yang ingin kutanyakan...” Seo Joon menghentikan langkah gadis itu.
“Maaf bila ini agak keterlaluan tapi aku sangat penasaran.”
“Apa
itu?” tanya Ah Ra.
“Apa
kau memiliki hubungan istimewa dengan Pak Guru? Maksudku... apa kalian saling
menyukai?”
“Seo
Joon!” Ah Ra menghardiknya,
“Kalian
terlalu dekat padahal status kalian hanya sebagai guru dan murid. Maaf... aku
hanya penasaran...”
“Aku
tidak akan menjawabnya, tak ada yang perlu kujelaskan!”
“Kau
harus menjelaskannya karena ini berhubungan dengan perasaanku!”
“Apa
maksudmu?”
“Aku
harus tahu apa saat ini kau sedang menyukai seseorang atau tidak, karena
sejujurnya aku memiliki perasaan terhadapmu. Aku menyukaimu Cho Ah Ra, rasa
suka antara pria dan wanita bukan rasa suka antar sahabat...” Seo Joon
memberanikan diri untuk berterus terang dan hal itu sukses membuat Ah Ra
terdiam sejenak.
“Maaf...
tapi kau bukan tipeku. Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu. Selama ini aku
hanya menganggapmu sebagai teman,”
“Ah
Ra...” Seo Joon tertegun, dia tak menyangka akan menerima penolakan seperti
ini.
“Seo
Joon~a... mungkin kau salah paham pada kedekatan kita selama ini. Aku
benar-benar minta maaf karena membuatmu salah mengerti.”
“.
. .” Seo Joon bungkam. Lidahnya terlalu keluh untuk bersuara, dia hanya dapat
menatap Ah Ra dengan tatapan kecewa yang mendalam.
“Kau
tetap sahabatku... terima kasih karena telah berterus terang padaku,”
♥♥♥
@Namwon 2016
Seo Joon bergegas ke rumahnya Ah Ra
setelah mendapat telepon dari Bibi Han bahwa gadis itu belum juga pulang
padahal waktu telah menunjukkan jam dua pagi. Bibi Han menangis cemas
menjelaskan kepada Seo Joon bahwa Ah Ra berpamitan untuk menghadiri pesta
pelepasan masa lajang Seo Joon bersama teman-teman SMU-nya dan sampai sekarang
dia belum kembali.
Seo
Joon mulai cemas, dia ingat Ah Ra meninggalkan pesta jam sebelas malam,
seharusnya dia sudah tiba di rumah lima belas menit kemudian. Apalagi gadis itu
menepati janjinya dengan mengabari lewat pesan singkat bahwa dia tiba dengan
selamat. Apakah Ah Ra bohong? Lalu ke mana gadis itu pergi?
“Seo
Joon... apa terjadi sesuatu padanya? Dia diserang pencopet beberapa hari lalu
dan sekarang apa lagi?” isak Bibi Han. Seo Joon teringat sesuatu, dia bergegas
menelpon perusahaan taksi yang ditumpangi Ah Ra ketika pulang tadi. Dari info
supir taksi itu, Seo Joon akhirnya mendapat bayangan ke mana Ah Ra pergi.
Seo
Joon melalui jalan setapak yang telah sepuluh tahun tidak pernah dia lalui. Jalan
yang dapat membawanya ke Bukit Kelinci. Dia menarik napas leganya saat melihat
dari kejauhan seorang gadis duduk sambil menengadahkan kepalanya menatap
bintang di langit.
“Kau...
benar-benar berbakat membuat orang lain cemas!” tegur Seo Joon. Ah Ra kaget
saat menyadari ada yang datang.
“Seo
Joon~i?” tebaknya melihat siluet yang mendekat ke arahnya.
“Uhm...
aku!” jawab Seo Joon singkat.
“Bagaimana
bisa kau menemukanku?” tanya gadis itu dengan nada orang mabuk.
“Kau
mabuk? Berapa banyak yang kau minum?” Seo Joon bergegas memeriksa keadaan Ah
Ra. Dia mendapati beberapa botol soju di dalam kantong plastik namun baru
sebotol yang terbuka.
“Hanya
satu botol!” jawab gadis itu jujur, Seo Joon hanya bisa tertawa kecil.
“Seo Joon... cantik bukan? Ternyata
tempat ini sangat cocok untuk melihat bintang!” seru Ah Ra senang sambil
menunjuk kumpulan bintang di langit,
“Bukannya
dulu aku sudah bilang tempat ini sangat cocok untuk melihat bintang?”
“Benarkah?
Kapan?”
“Kau
tidak ingat?” Seo Joon menatapnya tajam, “Ah... tentu saja, itu bukan hal yang
penting untukmu makanya kau mudah melupakannya,”
“Apa
yang kau katakan? Segala hal yang menyangkut tentang dirimu adalah hal yang
sangat penting bagiku,”
“Ah...
kau berbohong, padahal kau bilang kalau sedang mabuk kau akan berkata jujur!”
“Harus
bagaimana agar kau percaya?”
“Sudahlah...
ayo pulang, Bibi Han sangat khawatir karena kau menghilang tiba-tiba,”
“Ah...
benar, Bibi Han! Kenapa aku sampai lupa?” Ah Ra buru-buru merogoh tasnya untuk
mencari ponsel, dua berniat menelpon Bibinya. Sayangnya karena mabuk, semua
refleksnya berjalan lambat, dia tidak dapat menemukan ponselnya. Jalan terakhir
yang dilakukan gadis itu adalah membongkar seluruh isi tasnya, dan untunglah
dia menemukan apa yang dia cari. Bibir gadis itu mengkerut karena tidak
menemukan signal,
“Itulah
kenapa Bibi Han tidak dapat menghubungimu karena tempat ini tidak memiliki
signal,” jelas Seo Joon.
“Ah...
kalau begitu aku harus pulang. Kau juga kenapa berkeliaran padahal beberapa jam
lagi kau akan menikah. Kau juga harus pulang!” gadis itu bergegas memungut
barangnya meski refleksnya tidak sempurna karena pengaruh alcohol. Seo Joon
membantunya, tangannya terhenti saat menemukan sapu tangan yang masih
dikenalnya.
“Ah
Ra...”
“Uhm?”
“Sebenarnya
apa tujuanmu kembali ke Namwon?”
♥♥♥
~To Be Continued~
No comments:
Post a Comment