Thursday 24 August 2017

FF My First Love - Part 4





@Namwon 2016
Ah Ra sedang menemani Bibi Han berbelanja di pasar, gadis itu begitu sumringah mengunjungi pasar yang telah sepuluh tahun ditinggalkannya. Dia ingat betul, dulu Seo Joon sering mengajaknya mengunjungi toko kelontong milik orang tuanya di pasar. Beberapa kali mereka makan mie ayam kesukaan Ah Ra di warung sudut jalan. 
“Ini Ah Ra ‘kan?” tiba-tiba seorang wanita paruh baya menyapanya. Ah Ra terkejut karena wanita itu adalah ibunya Seo Joon.
“Ommo-nim[1]...” sapa Ah Ra.
“Astaga, putriku... kau datang, kenapa tidak bilang-bilang? Kenapa tidak mengunjungiku?” ucap ibunya Seo Joon sambil memeluk erat gadis itu.

Ah Ra mengedarkan pandangannya di ruang tamu berukuran sedang itu. Di dinding terpasang beberapa foto Seo Joon salah satunya foto bersama ibunya saat upacara pelantikan polisi.
“Jadi Seo Joon sudah tahu kalau kau ada di Namwon?” Ibu keluar membawa secangkir teh dan dua piring cemilan. Ah Ra sigap berdiri dan membantu membawakan nampan. Ibunya Seo Joon mengajak Ah Ra atau mungkin lebih tepatnya memaksa gadis itu untuk berkunjung ke rumahnya.
“Iya...” jawab Ah Ra singkat.
“Dasar anak itu! Aku akan memarahinya kalau sudah pulang nanti. Kenapa dia tidak bilang-bilang kalau kau datang?!”
“Ibu... jangan memarahinya, aku sendiri yang memintanya untuk tidak bilang apa-apa, aku takut kalau kedatanganku mengganggu Ibu, bukannya Ibu sedang sibuk mengurus pernikahan?” Ah Ra berbohong.
“Ah... apanya yang sibuk, justru dia yang sibuk ke sana ke mari mengatur segalanya. Dia tidak ingin melihat ibunya kelelahan,”
“Kurasa dia begitu bahagia dengan pernikahan ini...” lirih Ah Ra.
“Kau sendiri bagaimana? Apa kau sudah menikah?”
“Belum...”
“Benarkah? Andai aku tahu kau belum menikah, aku akan melamarmu untuk Seo Joon!” perkataan Ibunya Seo Joon itu seperti belati yang menghujam tepat ke jantung Ah Ra. “Tapi tunggu... kau dari keluarga terpandang, sedangkan kami...”
“Ibu... jangan berkata sembarangan, apa pernah aku menyinggung soal seperti itu selama ini?” Ah Ra segera memotong perkataan Ibu.
“Kau masih sama seperti dulu... selalu rendah hati. Mengenai perkataanku tadi jangan dimasukkan ke hati. Seo Joon itu teledor dan keras kepala, mana mungkin kau akan menerima lamaranku untuknya!”
“Aku akan menerimanya!” seru Ah Ra lantang. Ibunya Seo Joon termangu memandangnya, sepertinya kaget karena tak menyangka mendapat respon seperti itu dari Ah Ra. “Daripada bersama dengan pria yang asing, bukankah lebih baik bersama pria yang telah kukenal! Seo Joon adalah sahabatku, aku telah lama mengenalnya, tentu aku akan meringankan ibu mengenai uang lamarannya,” lanjut Ah Ra.
“Ah... kau pandai bercanda,” ucap Ibu.
“Ibu... sejujurnya aku ingin protes, kenapa Ibu menjodohkan Seo Joon? Lalu bagaimana denganku?”
“Aa..pa... maksudmu Nak?” Ibu kaku dan terkejut mendengar pertanyaan Ah Ra.
“Aku juga ‘kan putri ibu, setelah menikahkan Seo Joon jangan lupa untuk memikirkan pernikahanku juga... carikan aku jodoh yang tampan,” canda Ah Ra.
“Ah... gadis ini, kau belajar bercanda dari mana?!” sekali lagi Ibu tertawa.
“Ibu... aku ingin ke toilet,”
“Pergilah, kau tahu tempatnya ‘kan? Tidak ada yang berubah dari rumah ini,”
Ah Ra menangis sesenggukan, dia sengaja menyalakan kran air untuk menyembunyikan isakannya. Hatinya terlalu sakit untuk menahan semuanya di depan Ibunya Seo Joon. Dia terlalu pengecut untuk berterus terang bahwa dia sangat mencintai putra keluarga ini. Ah Ra membasuh wajahnya agar jejak air matanya hilang. Saat dia keluar dari toilet, dia terkejut dengan kehadiran Seo Joon.
“Kau... kapan datangnya?” tanya Ah Ra.
“Beberapa saat yang lalu... aku memang selalu pulang untuk makan siang bersama Ibu,” jawab Seo Joon.
“Aku... bukannya sengaja datang ke rumahmu, aku berpapasan dengan Ibumu di pasar makanya....”
“Aku mengerti...”
“Seo Joon... mengenai kejadian ahjussi itu...”
“Aku tidak ingin membahasnya...” tolak Seo Joon. “Bagaiamana tanganmu?!” pria itu mengalihkan pembicaraan.
“Sudah baikan, aku bahkan sudah melepas gipsnya,”
“Ah Ra~ya... ayo makan siang bersama kami!” ajak Ibunya Seo Joon.
“Tidak perlu...” Ah Ra mencoba menolak, dia yakin Seo Joon tidak akan senang jika dia terlalu lama berkunjung.
“Makanlah bersama kami. Ibu kelihatannya begitu senang dengan kehadiranmu, tolong jangan buat Ibu kecewa,” bujuk Seo Joon.
♥♥♥

@Namwon 2006
Ah Ra beridiri menatap Seo Joon di balik jendela kelasnya, matanya sembab habis menangis. Dari kejauhan dia dapat melihat Seo Joon membaca pesan singkat di ponselnya, pesan yang baru saja dikirim olehnya. Pesan yang memberitahukan Seo Joon bahwa dirinya tak dapat pulang bersama karena ada urusan mendadak. Alasan klasik memang... tapi hanya itu yang terpikir olehnya agar dapat menjauh dari sahabatnya itu setidaknya untuk hari ini.
  Berhari-hari, secara perlahan Seo Joon menyadari Ah Ra kian menjauh darinya. Mereka yang dulu sering makan bekal siang bersama, kini tidak lagi melakukannya. Mereka yang dulu sering pulang bersama kini mengambil jalan masing-masing. Ah Ra sepertinya punya berbagai alasan untuk menghindar dari Seo Joon.
Siang itu Seo Joon mengikuti pertandingan sepak bola antar sekolah, pertandingan terakhir timnya sebelum menutup masa SMU-nya. Saat istirahat tiba, Ah Ra bertugas membagikan air minum pada para pemain. Gadis itu menghitung jumlah air bawaannya untuk memastikan agar Seo Joon tidak kebagian.
“Gomawo Ah Ra~ya...” seru para pemain yang bangga mendapat air mineral dari Ah Ra, ya sekalipun hanya air mineral. Ah Ra tersenyum simpul menanggapi ucapan mereka.
“Ups... airnya habis. Maaf, aku akan mengambilnya dulu...” ucap Ah Ra saat berhadapan dengan Seo Joon. Pemuda jangkung itu hanya diam melihat Ah Ra berlalu begitu saja darinya,
“Ini...” Jin Hee menyodorkan air mineral untuk Seo Joon. Sebenarnya pemuda itu enggan menerimanya karena berharap Ah Ra akan kembali dan memberikan air mineral untuknya seperti janjinya tadi. Tapi pada kenyataannya, dia melihat Ah Ra melakukan pekerjaan lain dan tidak betul-betul mengambil air seperti yang dia katakan.
“Gomawo...” ucap Seo Joon mengambil pemberian Jin Hee dengan kecewa.

Seo Joon menghadang jalan Ah Ra saat jam pulang sekolah tiba. Dia memang sengaja menunggu Ah Ra di gerbang sekolah seperti yang dulu sering dia lakukan.
“Kau belum pulang?” Ah Ra terkejut saat melihat sahabatnya itu masih setia menantinya di depan sekolah. “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak menungguku, kau boleh pulang duluan karena aku ada urusan...”
“Ada yang harus kubicarakan denganmu!” ucap Seo Joon.
“Kalian masih di sini?” tiba-tiba Pak Kim muncul dan menyapa mereka.
“Pak Guru duluan saja, aku akan menyusul,” ucap Ah Ra pada Pak Gurunya.
“Aku tunggu di parkiran,” balas Pak Kim yang dijawab anggukan oleh Ah Ra.
“Apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Ah Ra pada Seo Joon setelah memastikan Pak Kim menjauh dari mereka.
“Apa kau baik-baik saja?”
“Kenapa kau bertanya begitu?”
“Itu... anu, aku merasa akhir-akhir ini kita semakin menjauh. Ah tidak, sepertinya kau yang menghindar dariku. Apa terjadi sesuatu? Apa kau punya masalah? Kau boleh cerita padaku, aku akan membantumu untuk menyelesaikannya semampuku!”
“Hihihi... kau bicara apa? Aku tidak ada masalah apa-apa! Akhir-akhir ini aku memang sibuk. Beberapa tugas sastraku bermasalah makanya Pak Kim membantuku memperbaikinya.”
“Ah Ra...” Seo Joon nampak kecewa pada jawaban sahabatnya itu. Dia yakin Ah Ra sedang berbohong.
“Kita ‘kan sahabat, aku pasti akan bercerita padamu bila aku ada masalah.”
“. . . .” Seo Joon terdiam dan menatapnya kecewa.
“Maaf... Pak Guru menungguku, aku harus pergi. Kau juga pulanglah!” pamit Ah Ra.
“Ah Ra~ya...” Seo Joon mencegatnya sebelum gadis itu pergi jauh. “Besok malam saatnya hujan meteor, kau tidak lupa ‘kan pada janji kita?”
“Ah, tentu! Aku akan datang!” seru gadis itu.
“Aku akan menunggumu!” balas Seo Joon.
♥♥♥

@Namwon 2016
“Wuah...” semua bersorak riuh saat satu set daging sapi kualitas terbaik dikeluarkan oleh pemilik restaurant. Jun Ho yang memang berbakat memanggang daging, melaksanakan tugasnya tanpa perlu aba-aba.
“Seung Yeon~a berbahagialah bila kalian menikah nanti, kau tak perlu repot belajar memasak sebab suamimu sudah jago masak!” puji Nicole. Seung Yeon memerah wajahnya karena malu, sayangnya Jun Ho cuek saja.
“Ah Ra... bagaimana keadaanmu? Aku sangat kaget saat Seo Joon mengabari bahwa kau hampir kecopetan dan terluka,”
“Ah... aku sudah membaik. Bahkan perban di tanganku sudah dilepas,”
“Kau tak perlu memaksakan diri untuk datang, labih baik kau beristirahat...” Jun Ho menatapnya khawatir.
“Jangan khawatir, aku sudah tidak apa-apa. Lagi pula besok adalah hari pernikahan Seo Joon dan malam ini kita harus merayakan dia melepas masa lajangnya, bagaimana bisa aku tidak hadir.”
“Kau selalu bilang baik-baik saja padahal kau sedang terluka... tanganmu maksudku,” Seung Yeon menatapnya iba.
“Ah... aku sungguh berterima kasih atas perhatian kalian. Tapi tak perlu khawatir, aku baik-baik saja.”
“Seorang sahabat tak mungkin membiarkan sahabatnya sendirian di hari bahagianya!” Seo Joon ikut bicara memihak Ah Ra.
“Kalau begitu mari kita rayakan hari terakhir masa lajang teman kita Park Seo Joon!!” Chan Sung berdiri mengangkat gelas minnumannya yang berisi soju. “Seo Joon~a... selamat atas pernikahanmu! Semoga kau bahagia!” tambahnya lagi. Semua bersorak mengamini harapan Chan Sung.
“Kau tidak minum?” tanya Taec Yeon pada Ah Ra. Gadis itu menggeleng,
“Aku tidak kuat minum, aku takut nantinya kalian akan kerepotan bila aku mabuk,”
“Apakah kau parah bila sedang mabuk?”
“Hehehe... sebenarnya aku hanya takut mengigau. Aku pasti berbicara jujur saat sedang mabuk!”
“Wuah... kalau begitu aku harus membuatmu mabuk, ada banyak hal yang ingin kuketahui tentangmu!” canda Taec Yeon.
“Minumlah!” Seo Joon menyodorkan segelas besar soju, “Sejujurnya aku sangat penasaran pada beberapa rahasiamu!” candanya.
“Aish... dasar kalian!” Ah Ra merungut.

Malam semakin larut, sesekali Ah Ra mengecek jam di ponselnya. Hal ini disadari Seo Joon, dia paham bahwa gadis itu tidak terbiasa keluar sampai larut malam.
“Sudah mau pulang? Satu jam lagi menuju tengah malam, Paman Han pasti sudah menunggumu!” ucap Seo Joon. Ah Ra mengangguk, dia memang sudah ingin pulang tapi merasa tidak enak pada teman-temannya.
“Pulanglah! Kau juga butuh istirahat. Kau baru saja sakit, kau harus menjaga kondisimu!” seru yang lain.
“Aku akan mengantarmu!” ucap Seo Joon.
“Ah.. tidak perlu, aku bisa pulang sendiri!” tolak Ah Ra.
“Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri, bagaimana bila terjadi sesuatu di jalan?”
“Ini pestamu, aku tidak mau kau meninggalkan teman-teman!”
“Tapi...”
“Aku akan naik taksi, akan kupastikan aku tiba dengan selamat. Aku akan langsung menghubungimu bila aku telah tiba, aku janji!” Ah Ra meyakinkan Seo Joon. Pria itu menatap Ah Ra seakan tidak rela melepas gadis itu pergi sendiri namun dia sadar, dia pasti akan kalah berdebat dengannya. Memang dia selalu kalah berdebat dengan Ah Ra.
“Akan kutahankan taksi untukmu!” putus Seo Joon. Kali ini Ah Ra tidak berkutik.

Air matanya menetes perlahan di dalam taksi yang gelap. Ah Ra menangis tanpa bersuara, usai sudah kisahnya bersama Seo Joon. Kisah cinta manis yang barawal saat remaja dan berakhir penuh duka.
“Halo...” ucapnya lemah saat menerima panggilan di ponselnya. Dari seberang terdengar isakan Baek Jin Hee, “Kenapa kau menangis?” tanya gadis itu.
“Aku tak tahu Seo Joon akan menikah... Ah Ra~ya... apa kau baik-baik saja?”
“Menurutmu apa aku akan baik-baik saja? Sepuluh tahun aku memendam perasaan ini dan semua itu harus kuakhiri hari ini,”
“Aku sungguh minta maaf, semua salahku. Hiks...”
“Sudahlah, semua telah terjadi, meski kau meminta maaf... tak akan ada yang berubah. Kulihat dia begitu bahagia menyambut pernikahannya, kurasa bagiku itu sudah cukup.”
“Ah Ra~ya... maaf, hiks...”
“Dia berhak bahagia, aku sungguh akan merelakannya. Kau tak perlu khawatir, pasti akan sangat sulit untuk melupakannya setelah sepuluh tahun memendam perasaan padanya, tapi aku akan tetap berusaha.”
“Ah Ra... hiks!”
“Jangan menangis, kau hanya membuatku ikut menangis!” tangisan Ah Ra pecah.
♥♥♥

@Namwon 2006
Seo Joon menunggu di bukit kelinci seperti janjinya, malam ini akan ada hujan meteor dan dia sudah menantikan hal ini sejak lama. Pemuda itu memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Ah Ra. Perasaan suka yang telah dirasakannya sejak pertama kali dia dapat bertegur sapa dengan gadis itu. Perasaan suka yang selama ini disembunyikannya secara diam-diam hanya karena tidak mau merusak persahabatan yang telah terjalin di antara mereka.
Perasaan gugup yang dirasakannnya saat menanti kedatangan Ah Ra lama kelamaan berubah menjadi cemas. Semakin jauh malam, gadis itu belum datang juga. Waktu hujan meteor akan segera tiba, gadis itu bisa saja terlambat melihatnya. Lambat laun dia mulai berpikiran lain, mungkin saja Ah Ra lupa pada janjinya. Tapi tidak... gadis itu justru paling antusias untuk melihat hujan meteor, dia tidak mungkin lupa.
Senyumnya mengembang saat meihat sesosok gadis berjalan pelan menuju arahnya, inilah saatnya gumamnya dalam hati. Sayang senyuman itu memudar seiring dia dapat melihat dengan jelas siapa yang datang menghampirinya,
“Jin Hee?” sapanya kecewa. Dari mana gadis itu tahu tempat ini? Seo Joon bertanya dalam hati.
“Kau menunggu Ah Ra? Sayangnya dia tidak akan datang...”
“. . .” Seo Joon terdiam.
“Dia terlalu sibuk bersama Pak Guru Kim.”

Seo Joon berdiri termenung menatap Ah Ra dan Pak Kim di observatorium, Ah Ra telah mengingkari janjinya. Karena ingin memastikan informasi yang diberikan Jin Hee, Seo Joon benar-benar datang ke pusat pengamatan bintang itu.
“Betul... tempat terbaik untuk melihat bintang tentu saja observatorium...” bisik Seo Joon dalam hati dengan senyum perihnya. Satu hal yang setidaknya membuat pemuda itu tenang, Ah Ra dan Pak Guru tidaklah berdua saja, ada beberapa siswa yang juga ikut melihat hujan meteor bersama mereka.
“Kau baik-baik saja?” tanya Jin Hee
“Uhm...” Seo Joon mengangguk, “Ini sudah malam, aku akan mengantarmu pulang...” tutup Seo Joon dan bergegas meninggalkan tempat itu. 

Para murid riuh bercerita pengalaman mereka melihat hujan meteor semalam. Seo Joon menyendiri di bangku belakang sibuk menulis apa saja agar pikirannya teralihkan dari kejadian semalam. Dia tidak punya cerita untuk berbagi bersama teman-temannya, bahkan dia berharap seandainya ‘tadi malam’ itu tidak pernah ada.
“Park Seo Joon!” seseorang memanggil namanya dan seketika riuh para siswa terhenti. Ah Ra berdiri di depan kelasnya sambil mengedarkan pandangannya mencari sosok pemuda jangkung itu. Gadis itu menarik napas leganya saat melihat Seo Joon menghampirinya, “Ada yang ingin kubicarakan, ikutlah denganku!” pinta Ah Ra. Seo Joon menurut dan mengekor di belakangnya. Setelah sepasang remaja itu pergi, kelas kembali riuh berbisik tapi kali ini mereka tidak membicarakan tentang hujan meteor melainkan menebak-nebak apa yang terjadi antara sepasang sahabat itu.
“Apa semalam kau menungguku?” tanya Ah Ra, gadis itu membawa Seo Joon berbicara berdua di belakang sekolah.
“Uhm...” Seo Joon mengangguk lemah. Ah Ra menggigit bibir bawahnya, wajahnya berubah penuh rasa bersalah.
“Apa kau menunggu sampai larut malam?” gadis itu bertanya lagi.
“Uhm...” dan sekali lagi dijawab anggukan oleh Seo Joon.
“Aku benar-benar minta maaf... semalam... tiba-tiba saja Pak Guru Kim mengajakku untuk melihat hujan meteor di observatorium. Aku tidak bisa menolak, awalnya aku ingin mengabarimu tapi ponselmu tidak aktif.”
“Tak masalah, aku tidak sendiri, ada Jin Hee yang menemaniku...”
“Be... benarkah?” Ah Ra tercekat. “Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar takut kalau kau sendirian dan menunggu. Lain kali... kita akan melihat bintang bersama-sama, aku janji. Kalau begitu aku pergi, ada yang harus kukerjakan bersama temanku di kelas!”
“Ah Ra~ya... ada yang ingin kutanyakan...” Seo Joon menghentikan langkah gadis itu. “Maaf bila ini agak keterlaluan tapi aku sangat penasaran.”
“Apa itu?” tanya Ah Ra.
“Apa kau memiliki hubungan istimewa dengan Pak Guru? Maksudku... apa kalian saling menyukai?”
“Seo Joon!” Ah Ra menghardiknya,
“Kalian terlalu dekat padahal status kalian hanya sebagai guru dan murid. Maaf... aku hanya penasaran...”  
“Aku tidak akan menjawabnya, tak ada yang perlu kujelaskan!”
“Kau harus menjelaskannya karena ini berhubungan dengan perasaanku!”
“Apa maksudmu?”
“Aku harus tahu apa saat ini kau sedang menyukai seseorang atau tidak, karena sejujurnya aku memiliki perasaan terhadapmu. Aku menyukaimu Cho Ah Ra, rasa suka antara pria dan wanita bukan rasa suka antar sahabat...” Seo Joon memberanikan diri untuk berterus terang dan hal itu sukses membuat Ah Ra terdiam sejenak.
“Maaf... tapi kau bukan tipeku. Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu. Selama ini aku hanya menganggapmu sebagai teman,”
“Ah Ra...” Seo Joon tertegun, dia tak menyangka akan menerima penolakan seperti ini.
“Seo Joon~a... mungkin kau salah paham pada kedekatan kita selama ini. Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu salah mengerti.”
“. . .” Seo Joon bungkam. Lidahnya terlalu keluh untuk bersuara, dia hanya dapat menatap Ah Ra dengan tatapan kecewa yang mendalam.
“Kau tetap sahabatku... terima kasih karena telah berterus terang padaku,”
♥♥♥

@Namwon 2016
            Seo Joon bergegas ke rumahnya Ah Ra setelah mendapat telepon dari Bibi Han bahwa gadis itu belum juga pulang padahal waktu telah menunjukkan jam dua pagi. Bibi Han menangis cemas menjelaskan kepada Seo Joon bahwa Ah Ra berpamitan untuk menghadiri pesta pelepasan masa lajang Seo Joon bersama teman-teman SMU-nya dan sampai sekarang dia belum kembali.
Seo Joon mulai cemas, dia ingat Ah Ra meninggalkan pesta jam sebelas malam, seharusnya dia sudah tiba di rumah lima belas menit kemudian. Apalagi gadis itu menepati janjinya dengan mengabari lewat pesan singkat bahwa dia tiba dengan selamat. Apakah Ah Ra bohong? Lalu ke mana gadis itu pergi?
“Seo Joon... apa terjadi sesuatu padanya? Dia diserang pencopet beberapa hari lalu dan sekarang apa lagi?” isak Bibi Han. Seo Joon teringat sesuatu, dia bergegas menelpon perusahaan taksi yang ditumpangi Ah Ra ketika pulang tadi. Dari info supir taksi itu, Seo Joon akhirnya mendapat bayangan ke mana Ah Ra pergi.
Seo Joon melalui jalan setapak yang telah sepuluh tahun tidak pernah dia lalui. Jalan yang dapat membawanya ke Bukit Kelinci. Dia menarik napas leganya saat melihat dari kejauhan seorang gadis duduk sambil menengadahkan kepalanya menatap bintang di langit.
“Kau... benar-benar berbakat membuat orang lain cemas!” tegur Seo Joon. Ah Ra kaget saat menyadari ada yang datang.
“Seo Joon~i?” tebaknya melihat siluet yang mendekat ke arahnya.
“Uhm... aku!” jawab Seo Joon singkat.
“Bagaimana bisa kau menemukanku?” tanya gadis itu dengan nada orang mabuk.
“Kau mabuk? Berapa banyak yang kau minum?” Seo Joon bergegas memeriksa keadaan Ah Ra. Dia mendapati beberapa botol soju di dalam kantong plastik namun baru sebotol yang terbuka.
“Hanya satu botol!” jawab gadis itu jujur, Seo Joon hanya bisa tertawa kecil.
            “Seo Joon... cantik bukan? Ternyata tempat ini sangat cocok untuk melihat bintang!” seru Ah Ra senang sambil menunjuk kumpulan bintang di langit,
“Bukannya dulu aku sudah bilang tempat ini sangat cocok untuk melihat bintang?”
“Benarkah? Kapan?”
“Kau tidak ingat?” Seo Joon menatapnya tajam, “Ah... tentu saja, itu bukan hal yang penting untukmu makanya kau mudah melupakannya,”
“Apa yang kau katakan? Segala hal yang menyangkut tentang dirimu adalah hal yang sangat penting bagiku,”
“Ah... kau berbohong, padahal kau bilang kalau sedang mabuk kau akan berkata jujur!”
“Harus bagaimana agar kau percaya?”
“Sudahlah... ayo pulang, Bibi Han sangat khawatir karena kau menghilang tiba-tiba,”
“Ah... benar, Bibi Han! Kenapa aku sampai lupa?” Ah Ra buru-buru merogoh tasnya untuk mencari ponsel, dua berniat menelpon Bibinya. Sayangnya karena mabuk, semua refleksnya berjalan lambat, dia tidak dapat menemukan ponselnya. Jalan terakhir yang dilakukan gadis itu adalah membongkar seluruh isi tasnya, dan untunglah dia menemukan apa yang dia cari. Bibir gadis itu mengkerut karena tidak menemukan signal,
“Itulah kenapa Bibi Han tidak dapat menghubungimu karena tempat ini tidak memiliki signal,” jelas Seo Joon.
“Ah... kalau begitu aku harus pulang. Kau juga kenapa berkeliaran padahal beberapa jam lagi kau akan menikah. Kau juga harus pulang!” gadis itu bergegas memungut barangnya meski refleksnya tidak sempurna karena pengaruh alcohol. Seo Joon membantunya, tangannya terhenti saat menemukan sapu tangan yang masih dikenalnya.
“Ah Ra...”
“Uhm?”
“Sebenarnya apa tujuanmu kembali ke Namwon?”
♥♥♥

~To Be Continued~


[1] Ibu

No comments:

Post a Comment