Thursday 24 August 2017

FF My First Love - Part 5 (End)


“Ah Ra...”
“Uhm?”
“Sebenarnya apa tujuanmu kembali ke Namwon?”
“Untuk menemuimu,” gadis itu berkata yang sebenarnya, alam bawah sadarnya secara spontan membuatnya berkata jujur meski dia ingin berbohong.
“Untuk apa kau menemuiku?”
“. . . .” gadis itu memilih diam, dia yakin bila sedikit saja dia membuka mulut maka rahasianya akan terbongkar.
“Kenapa kau masih menyimpan sapu tanganku? Saat mencari inhaler-mu waktu itu aku juga melihat memo yang pernah kuberikan padamu sepuluh tahun yang lalu. Kau bahkan melaminatingnya! Apa maksudnya semua ini, kenapa kau masih menyimpan barang-barang yang seharusnya sudah lama kau buang?”
“Apa aku tidak boleh menyimpan barang-barang pemberianmu?”
“Untuk apa kau menyimpan sampah-sampah itu?”
“Mereka bukan sampah! Apapun yang kau berikan padaku, bagiku itu bukan sampah!”
“Sepenting itukah? Lalu apa artinya aku bagimu? Aku ‘kan hanya sahabatmu kau tidak perlu berlebihan seperti itu.”
“Kau bukan hanya sahabat bagiku, kau juga cinta pertaku!” mata gadis itu berkaca-kaca. Akhirnya dia tidak dapat menahan kebohongannya lebih lama lagi.
“Apa? Kau bercanda ‘kan?”
“Bagaimana bisa aku bercanda dalam keadaan seperti ini?”
“Yaak... Cho Ah Ra, bukannya dulu kau menolakku karena aku bukan tipe-mu?”
“Aku berbohong saat itu, hiks...”
“Kenapa kau lakukan?”
“Aku terpaksa, aku punya alasan sendiri melakukannya...”
“Ah iya, kau sahabat dengan segudang rahasia! Simpan saja ceritamu itu, jadikan dongeng pengantar tidurmu saat kau tak bisa tidur sebab aku tidak percaya lagi padamu. Semakin lama, kau membuatku semakin muak!”
“Seo Joon...” Ah Ra menangis, ini pertama kalinya Seo Joon berkata sekasar itu padanya.
“Kau menghancurkan perasaanku saat itu dan sekarang dengan mudahnya kau bilang bahwa kau berbohong, kau punya alasan sendiri melakukannya. Apa kau pikir hatiku ini keramik yang bisa kau hancurkan kemudian dapat kau rekatkan kembali setelah kau jujur bahwa kau terpaksa membohongiku?!”
“Maaf... hiks,”
“Jangan menangis, kau seharusnya tertawa setelah kau berhasil mempermainkan aku!”
“Aku benar-benar minta maaf Seo Joon...”
“Aku tidak bisa memaafkanmu, aku tidak akan melakukannya! Sekarang lebih baik kau pergi, menghilanglah dari kehidupanku!”
“Kumohon jangan seperti ini padaku, penyesalan terbesar yang kupikul selama sepuluh tahun ini adalah membuatmu terluka saat itu. Aku datang bukan untuk merebutmu darinya, aku hanya ingin memperbaiki kesalahpahaman di antara kita. Aku benar-benar tulus minta maaf padamu.”
“Sudah kubilang jangan minta maaf lagi, aku tidak akan memaafkanmu! Ketahuilah... aku merasa menyesal... kenapa dulu aku mau menjadi sahabatmu!”
“Jika dulu kau membiarkan aku tidak punya teman dan kesepian aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku. Kumohon jangan sesali persahabatan kita, jangan membenciku, jangan tutup pintu maafmu untukku, hiks...”
“Aku baru tahu kau ternyata sangat egois, kau masih mengharapkan aku memperlakukanmu seperti teman setelah kau membuatku terlihat seperti pecundang!”
“Aku salah... aku tahu aku bersalah padamu, tidak seharusnya dulu aku membuatmu kecewa. Kini ingin memperbaiki semua pun sudah terlambat. Kau akan menikah dan semua harapanku hilang.”
“Berhentilah mengoceh, kau benar-benar merepotkan di saat sedang mabuk. Ayo kita pulang, aku sudah janji pada Bibi Han untuk mengantarmu pulang!” Seo Joon mengemasi barang-barang Ah Ra dan menarik tangan gadis itu menuruni jalan bukit.
“Seo Joon...” Ah Ra masih terisak sambil berjalan.
“Berhentilah memanggil namaku, aku tidak ingin mendengar suaramu!” tegas Seo Joon. Begitu tiba di tepi jalan, Ah Ra segera dimasukkan ke dalam taksi. Kali ini Seo Joon mengancam pengemudi taksi itu untuk tidak mengantarkan Ah Ra ke tempat lain selain alamat rumah yang telah disodorkannya.
“Jangan datang ke pesta pernikahanku, aku benar-benar tidak ingin melihat dirimu lagi. Bila kau melakukannya, aku sendiri yang akan menyeretmu pergi!” ancam Seo Joon pada gadis itu.
♥♥♥

@Namwon 2006
Siang itu keriuhan memenuhi setiap sudut sekolah, upacara perpisahan untuk kelas tiga baru saja selesai. Hampir seluruh siswa mengabadikan momen itu dengan berfoto bersama. Ah Ra memberesi lokernya, dia harus bersiap kembali ke Seoul hari itu juga. Dia belum bertemu Seo Joon bahkan berharap tidak pernah bertemu lagi. Dia terlalu malu dan merasa bersalah telah menyakiti hati sahabatnya itu sehingga tidak memiliki nyali untuk berhadapan langsung dengannya.
“Aku tahu rahasia antara kau dan Pak Guru Kim. Dia Pamanmu, anak tidak sah dari kakekmu, atau sederhananya akan kukatakan dia anak haram kakekmu. Dia masuk dan menjadi guru di sekolah ini pasti karena nepotisme. Apa jadinya bila seisi sekolah tahu siapa Pak Guru sebenarnya, apa kau yakin kakekmu tidak akan terkena stroke?”
“Lalu bagaimana dengan karir ayahmu sebagai seorang anggota kongres, apakah tidak akan rusak bila media memberitakan bahwa ayahmu memiliki saudara dari hubungan tanpa pernikahan? Maka dari itu sebaiknya kau diam dan turuti semua yang kukatakan. Buat Seo Joon menjauh darimu, aku tidak akan memintamu menjauhinya karena dapat kutebak, semakin kau menjauh maka dia akan semakin mendekat oleh sebab itu kau harus membuat dia sendiri yang menjauhimu.” Begitulah Jin Hee mengancamnya hingga dia tidak berkutik sama sekali. Dia terpaksa mengorbankan perasaannya dan menyakiti Seo Joon.

“Ah Ra...” Seo Joon memanggil gadis itu yang tengah jalan seorang diri, “Kau akan pergi?” lanjutnya lagi.
“Aku akan kuliah di Seoul,”
“Maukah foto bersama untuk terakhir kalinya?”
“Maaf Seo Joon, aku buru-buru. Ibuku menunggu di luar...”
“Ini tidak akan menghabiskan sepuluh menit waktumu. Setidaknya sebelum berpisah, aku ingin memiliki kenang-kenangan bersamamu,” bujuk Seo Joon. Ah Ra tak dapat menolak, memang terlalu berlebihan bila untuk berfoto saja dia harus menghindar.
“Ah Ra... senyumlah sedikit, ini hari kelulusanmu tapi kau tampak tidak bahagia,” tegur siswa yang dimintai Seo Joon untuk memotret mereka. Ah Ra seperti lupa bagaimana cara tersenyum, sampai foto mereka diambil dia tak dapat menyunggingkan segaris pun senyumnya. Foto dari kamera Polaroid itu tercetak, Seo Joon kecewa melihat hasilnya sebab Ah Ra yang berada di sampingnya benar-benar tidak tersenyum.
“Untukmu...” Seo Joon menyodorkan foto itu pada Ah Ra.
“Bukannya kau yang ingin...”
“Apa artinya bila kau tak bahagia...”
♥♥♥

@Namwon 2016
Pagi ini matahari bersinar cerah, Seo Joon nampak gagah dengan tuxedo hitamnya. Ah Ra hanya dapat memandangnya dari balik jalan, sejauh yang dia bisa. Dia harus menghormati permintaan Seo Joon, pesta ini miliknya dan pria itu berhak memutuskan apa saja yang dia inginkan untuk pestanya termasuk ketidakhadiran Ah Ra.
Di lain pihak, Seo Joon tersenyum ramah menyambut para tamu yang datang. Dia tahu bila Ah Ra sebenarnya datang dan mentapnya dari kejauhan di seberang jalan. Hanya saja dirinya pura-pura tidak menyadari keberadaannya, teman-teman SMA-nya yang bertanya ‘Di mana Ah Ra?’ ‘Kenapa Ah Ra belum datang?’ hanya ditanggapi Seo Joon dengan gelengan kepala ataupun dengan mengangkat bahunya tanda dia juga tidak tahu.
“Nona... apa kita sudah bisa berangkat?” tanya pengemudi taksi yang melihat Ah Ra masih berdiri termangu memandang gedung yang mulai sepi setelah semua tamunya masuk untuk memulai acara.
“Uhm... kita kembali Seoul,” ucap gadis itu lirih.
♥♥♥

~ 6 Bulan kemudian ~

“Ah Ra... kau tidak lupa ‘kan hari ini kau ada janji?!” pekik Ibunya lewat sambungan telepon.
“Iya Ibu... sekarang aku sudah ada di depan Silla[1], baru juga turun dari taksi!” jawab Ah Ra bermalas-malasan.
“Awas saja kalau kau sampai kabur lagi! Jangan buat ibu malu, Ibu sudah bersusah payah mengatur kencan ini dan jangan sampai ada masalah.”
“Iya... ibu tenang saja!” bujuk Ah Ra.
“Tenang apanya? Dua kencan sebelumnya kau kabur dengan alasan yang menggelikan, sakit perut dan mules. Apa kau tidak bisa mengarang alasan yang lebih baik?”
“Baiklah... kali ini aku akan menggunakan alasan yang lebih masuk akal...” balas Ah Ra cuek.
“Apa? Yaak... anak ini benar-benar keterlaluan! Hargailah usaha ibu sedikit saja. Ibu benar-benar ingin melihatmu secepatnya menikah. Teman-teman ibu datang membopong cucunya saat arisan sementara anak ibu... menikah pun belum!”
“. . .” Ah Ra menjauhkan telinganya dari ponselnya. Telinganya jadi sakit setiap kali mendengar ibunya mengomel di telepon.
“Ah Ra!!! Jangan jauhkan ponselmu dari telingamu!” ancam ibunya. Ah Ra segera melihat sekelilingnya, apa ibunya mengamatinya sembunyi-sembunyi? “Kali ini kau tidak bisa kabur dengan alasan sakit lagi, kau akan berhadapan dengan seorang dokter muda. Ibu sudah memberitahu bila kau mengaku sakit agar dia langsung saja memeriksamu di tempat!”
Kali ini Ah Ra tidak dapat berkutik, sepertinya ibunya sudah mengatur semua dengan sempurna bahkan memperhitungkan alasan yang selalu digunakan Ah Ra untuk kabur dari pria yang dikenalkan Ibunya lewat kencan buta. Gadis itu tidak perlu menunggu lama karena pria yang dimaksud ibunya telah lebih dulu tiba.
“Maaf... apa kau menunggu lama?” sapa gadis itu,
“Ah tidak, aku juga baru sampai. Oh... kenalkan, aku Park Hyun Shik, senang bertemu denganmu!” ucap pria jangkung itu.
“Aku Cho Ah Ra...” balas gadis itu. Begitulah perkenalan mereka dimulai berlanjut pada makan malam dan berkeliling di gallery hotel.

“Eonni...” seseorang memanggil Ah Ra, gadis itu menoleh dan alangkah terkejutnya dia saat tahu siapa wanita yang menyapanya. “Masih ingat padaku?” tanya wanita itu. Wanita yang diketahuinya bernama Go Ah Ra, calon istri Seo Joon, ah... tidak bukan lagi tapi telah menjadi istrinya Seo Joon.
“Ten...tentu...” jawab Ah Ra gagap. Bibirnya bergetar, gadis itu tiba-tiba saja merasa menggigil di sekujur tubuhnya. “Apa yang kau lakukan di sini...?” tanyanya basa-basi.
“Ah... suamiku ada urusan di Seoul makanya aku ikut menemani, Eonni sendiri sedang apa di sini?” wanita itu masih bertanya meski dia sudah melihat Hyun Shik di samping Ah Ra.     
“Aku ada janji dengan temanku... kalau begitu aku pergi dulu...” Ah Ra bergegas pergi menarik tangan Hyun Shik. Sejujurnya dia belum siap berhadapan dengan Seo Joon saat ini, apa yang akan dia lakukan bila harus bertemu dengan pria itu? Dia tidak yakin kalau dia dapat menahan air matanya nanti. Alasan kenapa dia selalu kabur dalam kencan buta yang diatur ibunya adalah... karena dia memang masih belum dapat melupakan cinta pertamanya itu.
“Sayang... bicara dengan siapa?” seorang pria menyapa wanita yang bernama Ah Ra itu. Langkah Ah Ra terhenti, dia segera berbalik sebab dia tahu suara pria itu bukanlah suaranya Seo Joon. Benar saja... pria yang menyapa Go Ah Ra itu bukanlah Seo Joon.
“Dia siapa?” tanya Ah Ra memberanikan diri.
“Dia suamiku...”
“Bagaimana bisa? Lalu Park Seo Joon...”
“Eonni belum tahu... kami batal menikah!”
♥♥♥
Ah Ra menyandarkan kepalanya di jendela bus sambil memejamkan mata, perlahan buliran bening dan hangat mengalir dari kedua sudut matanya. Pertemuannya dengan Go Ah Ra membuat semua hal yang tidak diketahuinya menjadi jelas. Saat itu juga dia memutuskan kembali ke Namwon untuk membuat perhitungan dengan Park Seo Joon.
“Sebenarnya kami berdua tidak menyetujui perjodohan ini, baik aku maupun Seo Joon Oppa tidak saling mencintai. Kami memutuskan untuk membatalkannya dan berterus terang pada orang tua masing-masing, hanya saja tiba-tiba Oppa berubah pikiran. Dia ingin menikah sesuai jadwal yang telah direncanakan orang tua kami. Aku menolak, sebab aku mencintai orang lain. Oppa memohon padaku, dia berjanji akan menceraikan aku secepat yang dia bisa setelah pernikahan nanti. Saat kutanya apa alasannya dia melakukan hal gila seperti ini, dia bilang ingin menghusir seorang wanita dari kehidupannya. Dia melarangku bertanya siapa wanita itu, dia hanya bilang wanita itu pantas mati.”
“Pernikahan kami dibatalkan tepat saat kami berdiri di altar. Dia sendiri yang mengumumkan pada para tamu dan sekaligus meminta maaf pada orang tua. Wanita yang telah menyakitinya... kuharap dia tak akan hidup bahagia sebelum meminta maaf pada Oppa. Orang sebaik dia... berani melakukan hal seperti ini pasti karena rasa sakit yang terlalu dalam.”

@Namwon 2004
            “Kau tak ikut menonton?” tanya Pak Kim pada Ah Ra yang sedang memandang ke luar jendela.
            “Aku tak punya teman...” jawab Ah Ra pelan
            “Kenapa aku merasa bahwa kau dan aku mirip. Aku pun dulu tak punya teman... hanya saja mereka menjauhiku karena aku tak punya ayah dan kau sebaliknya, mereka menjauh karena ayahmu terlalu hebat.”
            “Paman... ibuku baru saja menelpon, keadaan ayah semakin membaik. Semua karena bantuanmu. Andai bukan karena donor sum-sum darimu, aku tak tahu apa yang akan terjadi.”
            “Tak perlu berlebihan seperti itu, bukannya kau juga sudah membantuku. Kau tak perlu pindah ke Namwon hanya untuk merawatku pasca operasi pendonoran itu.”
            “Tidak... apapun yang kulakukan untuk Paman, itu belum seberapa dibanding bantuan Paman untuk ayahku.”
            “Goooool!!!!” riuh suara para penonton dan siswa di lapangan saat si kulit bundar berhasil bersemayam di gawang lawan. Hal itu sukses menarik perhatian Ah Ra, dia kembali menoleh ke jendela untuk menyaksikan keadaan di lapangan.
            “Si nomor punggung Sembilan lagi... dia mencetak lagi...” gumam gadis itu.
            “Oh... Park Seo Joon, dia memang hebat,” sambung Pak Kim.
            “Oh... jadi namanya Park Seo Joon...”
♥♥♥

@Namwon 2016
            Dari jauh Ah Ra melihat Seo Joon yang sedang patroli. Polisi jangkung itu mengobrol dengan beberapa pejalan kaki sambil tertawa akrab. Dia melihat jam tangannya dan berjalan pelan ke mobil patrolinya, sepertinya jam kerjanya sudah berakhir. Ah Ra menyeberang jalan dan menghampirinya. Seo Joon terkejut melihat Ah Ra yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Plaakkk... gadis itu sukses mendaratkan tamparannya untuk melepas amarah yang ditahannya sedari tadi.
            “Yaak...” Seo Joon yang ditampar berusaha menahan emosinya dengan menguatkan rahangnya.
            “Nappeum[2]!” ucap gadis itu, perlahan air matanya menyeruak. “Apa sekarang kau sudah puas setelah menghusirku dari kehidupanmu melalui pernikahan rekayasamu? Selamat... kau berhasil membuat gadis yang pantas mati ini memohon maaf dan belas kasihanmu sambil menangis dan merintih. Kuharap sekarang kau bisa hidup tenang setelah dendam dalam dadamu telah terbayar lunas oleh air mataku! Kau benar-benar kejam!” gadis itu berbalik pergi, dia menghapus air matanya dan berjalan menjauhi Seo Joon. Dia kehabisan kata-kata berhadapan dengan pria itu, sejujurnya dia sudah menyediakan banyak makian dan umpatan sejak di perjalanan tapi semua itu hilang saat Seo Joon berdiri di hadapannya. Ciiittt.... bunyi rem mobil mendadak, gadis itu hampir saja tertabrak.
            “Yaak!! Kau mau mati ya?” bentak si pengemudi pada Ah Ra.
            “Apa kau bersedia membunuhku? Kalau begitu lakukan saja! Aku juga sudah lelah dengan kehidupanku!” Ah Ra membalas si pengemudi itu.
            “Dasar gila!” umpat si pengemudi.
            “Aku tidak gila! Tapi kurasa sebentar lagi aku akan jadi gila... hiks...”
            “Apa kau mabuk?!”
            “Maaf... maafkan dia...” Seo Joon segera menghampiri si pengemudi dan meminta maaf atas nama Ah Ra. Si pengemudi terdiam saat seorang polisi menghampirinya, karena tak mau terlibat lebih jauh dengan polisi diapun memilih langsung tancap gas dari tempat itu.
            “Jangan menangis di tengah jalan seperti ini...” Seo Joon menarik tangan Ah Ra untuk menepi.
            “Lepaskan!” Ah Ra menolak pria itu. “Bukannya kau sendiri yang bilang bahwa aku pantas mati? Lalu kenapa kau tiba-tiba peduli padaku?”
            “Kau tahu dari mana?” tanya Seo Joon, “Pertanyaan bodoh, tentu saja dari Ah Ra...” Seo Joon berbisik pada dirinya sendiri.
            “Yaak... kenapa kau sekejam itu? Sungguh balasanmu ini membuatku sadar kalau dulu aku benar-benar menyakitimu. Aku minta maaf untuk itu, kita sudahi permusuhan ini... kumohon pertimbangkanlah hubungan baik yang dulu kita bina, bukannya kita sahabat?”
            “Hubungan baik? apa kau yakin kita bersahabat? Kau yang tidak bisa jujur padaku, kau yang menyembunyikan terlalu banyak rahasia di belakangku, dengan sikapmu itu... aku sangsi bila kau masih menganggapku sahabat.”
            “Park Seo Joon... apa kau masih penasaran apa yang kusembunyikan darimu? Apa kau masih bertanya-tanya kenapa dulu aku menolakmu?”
            “Tak perlu kau jawab sebab aku sudah tahu... semua karena Pak Guru Kim...”
            “Kau tahu dari mana?” Ah Ra terbelalak kaget mendengar pengakuan Seo Joon.
            “Huh... Cho Ah Ra, kau siswi jenius, untuk hal sepele seperti ini... tidak mungkin kalau kau tidak tahu. Kedekatanmu dengannya pasti bukan karena hubungan guru dan murid biasa! Itu sudah jelas terbaca!”
            “. . .” Ah Ra tertunduk.
            “Aku tidak menyalahkan apa yang terjadi padamu, aku tidak pernah mau menyalahkan dirimu. Yang kusesali adalah diriku yang bodoh, kenapa aku masih mengharapkanmu di saat aku sudah tahu semuanya! Bodohnya lagi... sampai sekarang rasa itu masih sama. Dulu kau mempermainkan perasaanku, dulu kau melukai hatiku, dulu kau membunuh harapanku. Sepuluh tahun aku hidup bergelimang kekecewaan karena penolakanmu. Tapi kenapa aku masih saja mengharapkanmu?! Aku tidak pernah menyangka bahwa aku mencintaimu lebih dari yang kukira.”
            “Seo Joon...” suara Ah Ra tercekat.
            “Sepuluh tahun kurasa bukanlah waktu yang singkat, seharusnya dalam rentang waktu selama itu aku sudah bisa melupakanmu, tapi apa? Aku nyatanya tidak bisa melakukannya. Kuputuskan untuk tetap bertahan, biarlah perasaan cintaku ini tetap hidup di dalam hatiku. Aku hanya berharap suatu saat bisa jatuh cinta lagi pada wanita lain sehingga perlahan-lahan aku bisa melupakanmu, tapi tiba-tiba kau kembali, kau datang lagi ke kehidupanku. Kenapa? Kenapa kau harus datang di saat aku mulai terbiasa tanpamu?”
            “Kau datang dengan senyuman... kau bertanya bagaimana keadaanku, kau benar-benar hidup dengan baik selama ini. Itu membuatku marah! Di saat aku berjuang untuk menghapus kenanganmu... kau malah hidup bahagia, bagiku itu tidak adil! Jahat bukan? Ya... aku begini karena ulahmu juga!”
“Lima tahun yang lalu... aku ke Seoul, di saat itu aku seperti orang yang hilang akal karena begitu merindukanmu. Aku ingin menemuimu... aku ingin memintamu kembali padaku, aku ingin memohon kepadamu untuk mencintaiku juga... aku benar-benar ingin hidup bersamamu, tapi apa yang kulihat? Kau masih berhubungan dengan Pak Guru Kim. Kalian bahkan mengajar di tempat yang sama! Dan yang paling membuat hatiku ngilu... kalian memilih cincin pernikahan bersama. Saat itu... saat itu aku merasa seperti orang bodoh, seperti orang yang mengharap salju turun di bulan Juli, mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin!”
“Tunggu... selama ini kau menganggapku memiliki hubungan apa dengan Pak Kim?” Ah Ra mulai bisa membaca jalan pikiran Seo Joon. “Apa kau masih mengira aku dan Pak Kim saling menyukai?”
“Lalu apa lagi?” balas Seo Joon.  
“Yaak... Park Seo Joon kupikir kau membenciku karena apa, ternyata karena hal ini. Kim Jae Wook, Pak Guru kita, dia adalah pamanku. Ayahku mengidap leukemia dan Pak Kim lah yang memberikan donor sum-sum. Hubungan kakek dan Pak Kim saat itu masih kaku, aku menjadi penengah untuk mengakrabkan mereka. Kenapa aku menyembunyikan kenyataan ini termasuk padamu... karena Pak Kim adalah anak haram kakekku. Baek Jin Hee mengancamku akan menyebar cerita ini bila aku tidak membuatmu menjauh dariku. Ayahku yang sedang dalam masa pemulihan pengobatan kankernya, kakekku yang sedang berada dalam pengobatan strokenya... aku harus melindungi mereka. Itulah pembelaanku untuk sakit hatimu sepuluh tahun yang lalu.”
“Lima tahun lalu Pak Kim menikah, dia memintaku memilihkan cincin yang cocok untuk pernikahannya nanti, begitulah penjelasanku untuk sakit hatimu lima tahun lalu. Aku tak akan menyalahkanmu untuk semua kesalahpahaman ini, semua karena ulahku juga, ya... benar katamu, semua karena ulahku juga. Andai dulu aku lebih berani berterus terang padamu mungkin kita tidak akan separah ini, saling menyakiti, saling melukai.”
“Setelah semua terbuka, setelah kita mengetahui kenyataan yang ada, kuharap kita bisa saling memaafkan. Jalanilah kehidupanmu dengan tenang, singkirkanlah rasa bencimu padaku. Aku tak ingin melihatmu menderita karena menanggung kebencian itu. Bila memang sulit... pelan-pelan saja, setidaknya itu akan membantuku menjalani hidupku dengan tenang juga.”
“Bebahagialah Park Seo Joon... aku tulus mendoakanmu. Ah ya... satu lagi, jangan berprasangka buruk padaku hanya karena aku diam dan baik-baik saja. Kau tak pernah tahu berapa banyak rindu yang kutampung seorang diri selama kau jauh dariku,” Ah Ra melangkah mundur dan berbalik arah meninggalkan Seo Joon yang bungkam.
Baginya tak ada lagi yang dapat dimulai dengan cinta pertamanya itu. Oleh sebab itu dia memutuskan untuk mengakhiri semuanya dengan cara baik-baik. Kebencian yang dirasakan oleh Seo Joon sudah teramat dalam, mustahil merubahnya kembali menjadi rasa sayang. Ponselnya berdering, dia menatap layarnya, dari ibu. Ah Ra meringis...
“Iya Ibu...”
“Yaaaak Cho Ah Ra!!! Kau kabur lagi!!!” ibu mengoceh. Ah Ra menjauhkan telinganya dari ponsel.
“Kenapa ibu menelpon di saat tidak tepat begini?” keluh gadis itu.
“Yaaak, jangan jauhkan teleponmu, dengarkan Ibu!!” perintah ibu yang sepertinya sudah hapal sekali kebiasaan putrinya. “Sampai kapan kau akan membuat ibu malu seperti ini? Park Hyun Sik... apa kurangnya dia? Kau meninggalkannya begitu saja...”
“Ah ya... Park Hyun Sik, aku lupa. Aku berjanji aku akan meminta maaf padanya begitu aku tiba di Seoul nanti. Aku benar-benar harus pergi Bu, ada urusan mendadak yang harus kuselesaikan,”
“Memangnya kau di mana sekarang?”
“Aku sekarang di Namwon...”
“Apa yang kau lakukan di sana? Urusan penting apa lagi di sana? Anak ini... ibu hanya ingin melihatmu segera menikah apa susahnya bagimu? Memangnya pria seperti apa yang kau cari? Pengusaha, guru, dan yang terakhir dokter... tapi kau meninggalkan mereka semua dan kabur. Yaaak... katakan pada ibu pria seperti apa yang kau inginkan agar ibu bisa mencarikannya untukmu!”
“Ibu kumohon hentikanlah, sampai kapan ibu akan mengatur kencan buta untukku,”
“Sampai kau menemukan pria yang kau inginkan! Ibu yang seharusnya memohon padamu, sampai kapan kau mau kabur di setiap kencan buta yang ibu atur untukmu?
“Hiks....” gadis itu menangis,
“Yaak... Cho Ah Ra kenapa kau menangis?”
“Pria seperti apa yang kuinginkan? Ibu tak perlu bersusah payah, toh dia telah menolakku,” jerit gadis itu dalam hati.
“Ibu maaf... ibu sudah bersusah payah mengatur kencan itu untukku tapi yang ada aku malah selalu merusaknya, aku janji... aku tidak akan membuat ibu malu lagi. Ini yang terakhir kalinya aku kabur, aku janji. Aku akan menemui Park Hyun Sik dan meminta maaf secara resmi padanya. Ibu terima kasih untuk...” pembicaraan Ah Ra terputus saat ada yang merebut ponselnya. Park Seo Joon, pria itu merebut ponsel Ah Ra dan langsung menyambung obrolan mereka.
Anyeong haseyeo Ommoni[3]... Saya Park Seo Joon, temannya Ah Ra saat di SMU Namwon dulu, apa anda masih ingat?”
“Seo Joon... apa yang kau lakukan? Kembalikan ponselku!” perintah Ah Ra. Gadis itu mencoba merebut ponselnya kembali namun Seo Joon menggenggam tangannya seraya menghalangi usaha gadis itu.
“Maaf sebelumnya bila saya lancang tapi bolehkah anda berhenti mengatur kencan buta lagi untuk Ah Ra? Saya mencintai putri anda sejak SMU dulu dan itu tidak berubah sampai sekarang. Saya seorang polisi, Ibu tidak masalah ‘kan dengan menantu seorang polisi?”
“Seo Joon~a apa yang kau lakukan?!” Ah Ra bergidik.
“. . . .” entah apa yang dikatakan ibu, Ah Ra tak dapat mendengar.
“Uhm... maaf sudah membuat anda kaget, secepatnya saya akan menemui Ibu di Seoul untuk membicarakan semua ini,”
“. . . .”
“Kenapa Ah Ra tidak cerita? Entahlah! Tapi terima kasih Ibu atas pengertiannya, aku akan menutup teleponnya lebih dulu. Selamat malam!” Seo Joon memutuskan sambungan teleponnya dan mengembalikan ponselnya pada Ah Ra.
“Mulai saat ini jangan lagi menghadiri kencan buta itu sebab sudah ada aku untukmu!” perintah Seo Joon. Ah Ra kaget terdiam dan hanya bisa menatap takjub pada pria yang saat ini sedang menggenggam tangannya.
♥♥♥
“Apa kau yakin akan pulang malam ini? Bermalam saja!” bujuk Seo Joon pada gadis yang sedang berjalan di sebelahnya.
“Tidak... ibu akan benar-benar marah bila aku tidak kembali malam ini juga. Bus terakhir akan berangkat satu jam lagi, tak masalah bila aku tiba tengah malam di Seoul,” jelas Ah Ra. Langkah mereka terhenti saat tiba di bukit kelinci. Ah Ra meminta pada Seo Joon untuk dibawa ke bukit itu sebelum kembali ke Seoul. “Aku selalu rindu dengan pemandangan malam di bukit ini. Bintangnya bertabur seperti berlian,”
“Aku juga sering ke tempat ini bila kesepian dan merindukanmu...”
“Mulai saat ini, telepon aku bila kau rindu padaku. Jangan biarkan dirimu kesepian!”
“Ah Ra~ya... mulai saat ini kau berjanjilah padaku, tak akan ada lagi rahasia yang kau sembunyikan sebab aku pria yang mudah salah paham,”
“Hi hi hi... aku janji. Dan kau ‘pria yang mudah salah paham’ juga harus berjanji bila ada yang membuatmu gelisah dan bertanya-tanya... maka kau harus menyampaikannya padaku. Sebab aku adalah wanita yang tidak sensitif,” ucap Ah Ra. Mereka berdua tertawa cekikikan.
“Kalau begitu... izinkan aku mengaku padamu, hal ini telah kusembunyikan selama sepuluh tahun dan jujur membuatku gelisah selama ini,” Seo Joon serius menatap Ah Ra.
“Apa?”Ah Ra pun jadi tegang menanti pengakuan Seo Joon.
“Sore itu... saat pertama kali kau membawaku ke bukit ini, di saat kau tertidur, aku... aku....” Seo Joon jadi gagap, ucapannya jadi terbata-bata.
“Kau menciumku?” Ah Ra menebak sendiri.
“Bagaimana kau tahu?”
“Hehehee... Park Seo Joon, bagaimana aku bisa tertidur di samping orang yang kusukai, yang ada aku malah gugup. Aku hanya berpura-pura memejamkan mataku,”
“Jadi...”
“Uhm... itu artinya kegelisahanmu selama sepuluh tahun ini jadi sia-sia...” tawa Ah Ra. Tiba-tiba saja sebuah bintang jatuh terlihat jelas di langit malam. Ah Ra terkejut,
“Kau lihat? Kau lihat bintang yang jatuh? Kenapa tidak ada pemberitahuan di berita?” Ah Ra jadi heboh sendiri. “Wuah... akhirnya aku bisa melihat bintang jatuh bersamamu, ini seperti mimpi. Aku sudah mengharapkan ini sejak sepuluh tahun yang lalu dan sekarang menjadi kenyataan,” gadis itu berceloteh sendiri. Seo Joon hanya dapat memandang takjub pada gadis itu, dia juga tidak menyangka bahwa hari ini akhirnya tiba, hari di mana Ah Ra dapat membalas perasaannya.

The End




[1] Nama Restaurant Hotel
[2] Jahat
[3] Apa kabar Ibu, 

No comments:

Post a Comment