Friday 7 March 2014

FF One Shot - Seven Years of Love



Seven Years of Love
            “Yeoboseo…?” tanyamu,  
            “Hyena~a… sekarang aku ada di Jeju!” 
            “Jeongmal? Kapan kau tiba?”
            “Baru saja! Sekarang aku dalam perjalanan ke hotel.”
            “Oh… baguslah, kebetulan ada yang ingin kukatakan padamu, untung kau sendiri yang datang soalnya aku tidak sempat ke Seoul!”
“Apa itu?”
“Rahasia!!!” tolakmu, kau membuatku penasaran. “Nanti malam aku akan menemuimu!”
“Kebetulan aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu!” ucapku.
“Kalau begitu sampai ketemu nanti malam!” klikkk, kau pun memutuskan telepon. Aku tersenyum, apakah kau tahu bahwa aku sangat merindukanmu? Bagaimana keadaanmu setelah tiga tahun kita berpisah? Kalau aku… aku merasa kosong.

Kuakui, aku memang jahat. Kuakhiri semua yang telah kita lalui selama tujuh tahun itu dengan sangat mudah. Alasannya sepele, hanya karena aku lelah, aku ingin sendiri dulu, dan aku ingin terlepas sejenak darimu. Aku maupun kau tak pernah menyangka kalau semua akan berakhir seperti itu. Bahkan aku sendiri masih belum percaya semudah itu aku mengucapkan selamat tinggal.
Bagaimana kita bertemu, bagaimana kita berkenalan, bagaimana kita saling jatuh cinta aku bahkan sudah tak ingat lagi. Ya… aku melupakannya dengan begitu mudah.

“Maafkan aku…” ucapku,
“Apa ada yang lain di hatimu?” tanyamu
“Tak ada, percayalah aku tidak pernah menduakanmu!”
“Lalu…” tatapmu nanar padaku
“Aku hanya lelah… aku tak tahu kenapa tiba-tiba ingin sendiri dulu!” ucapanku terputus saat kulihat tetes demi tetes air matamu mengalir dan membuat jejak di wajahmu yang indah.
“Kita bisa tetap menjadi teman!” tandasku untuk membuatmu tenang meski sebenarnya untuk menyelamatkan posisiku agar tidak dicap sebagai pria jahat.
“Berawal dari teman kemudian menjadi kekasih lalu apa salahnya bila kembali berteman?” uraiku. Aku bahkan tak punya waktu untuk merasakan rasa itu, rasa yang orang-orang bilang sangat menyakitkan, yaitu rasa yang muncul saat mengucapkan selamat tinggal. Aku hanya merasa bahwa inilah jalan yang terbaik bagi kita berdua saat itu, perpisahan!

Aku menangis, ya… aku menangis saat aku merasa sendiri. Waktu yang berlalu membuatku sadar, aku masih membutuhkanmu. Aku merindukanmu, aku merindukan saat- saat kita masih bersama. Cintamu yang tulus menyadarkanku bahwa kau tak akan tergantikan. Selama tiga tahun ini kehidupanku pincang tanpamu. Meski aku bertemu banyak penggantimu bahkan di saat aku merasa telah jatuh cinta lagi, bayangmu masih terus bermain di pikiran dan hatiku. Kaulah satu-satunya!
Maukah kau memaafkan kesalahku? Kesalahan yang telah menghancurkan hatimu, memintamu berpisah tanpa sedikitpun salah yang kau lakukan. Maukah kau kembali padaku? Kita rajut kembali cinta yang telah hilang itu, tanpa ada kata perpisahan lagi.

Kupandangi sekali lagi penampilanku di cermin, aku harus tampil sesempurna mungkin di hadapanmu. Kemeja dan celana putih kurasa senada dengan jaket coklat susu ini. Aku mantap menemuimu Hyena, izinkan aku menjadi bagian dari hidupmu lagi. Ops… jangan sampai aku melupakan hal terpenting ini, cincin. Ya… aku akan melamarmu, tak akan kubiarkan kau pergi lagi dariku.
“Kyuhyun~a…!” panggilmu. Aku menoleh, kulihat sosokmu yang selama tiga tahun ini menghilang dari penglihatanku. Kau cantik, ah…tidak, kau sangat cantik. Mengenakan gaun terusan putih berenda, kau berhasil menawan hatiku untuk kesekian kalinya.
“Sudah lama menunggu?” tanyamu.
“Tidak juga…” jawabku. Aku terus menatapmu, aku sama sekali tak dapat mengalihkan pandanganku, sekalipun untuk berkedip.
“Waeyeo?” tanyamu heran melihat sikapku.
“Ah… aniyeo, hanya saja kau sangat cantik!” pujiku dan itu berhasil membuat semburat merah di pipimu.
Tiga tahun berlalu dan ternyata membuatmu semakin terlihat berharga. Kau secantik hatimu, secantik jiwamu. Kau yang telah kusakiti ternyata masih bersedia menerimaku menjadi teman. Kau masih bersedia menjadi tempatku mengadu dan menangis di saat aku sedih. Kau langsung mengangkat teleponku di saat aku menghubungimu. Tak sekalipun kau membuatku kecewa dengan membuatku menunggu.
“Kyuhyun~a…” kau menyebut namaku,
“Uhm…?” responku menunggu kau mengatakan apa yang ingin kau katakan.
“Aku akan menikah!” ucapmu. Untuk beberapa saat aku tak dapat bicara, pengakuanmu membuatku kehilangan kata-kata. Tanganku yang tadinya bergerak mengambil cincin untukmu terhenti seketika.
“Be…benarkah?” tanyaku bergetar.
“Uhm…!” kau mengangguk mantap. “Orang tuaku menjodohkan aku dengan anak dari sahabat mereka. Sudah tiga bulan kami berkenalan dan kurasa Yesung Oppa pria yang baik.”
“Tiga bulan?” tanyaku,
“Uhm…!” sekali lagi kau mengangguk. Tapi aku bersamamu selama tujuh tahun!
“Maaf… aku tak pernah cerita padamu. Aku hanya merasa ini tak pantas kuceritakan lewat telepon. Apa lagi aku dan Yesung Oppa masih dalam masa perkenalan. Aku tak mau langsung heboh sendiri sebab belum tentu Oppa juga menyukaiku…”
“Jadi… apa kau juga menyukainya?”
“Kurasa iya!” jawabmu malu. “Dia baik dan sangat lembut, dia juga tahu bagaimana membuatku tertawa. Dia melamarku… awalnya kedua orang tuanya lah yang akan melamarku untuknya namun dia melakukannya lebih dulu. Dia bilang, dia melamarku karena dia mencintaiku dan bukan karena perjodohan kami.”
“Benarkah…” lirihku. “Kau memang harus bertemu dengan pria yang baik. Selamat atas rencana pernikahanmu, kuharap kau bahagia bersamanya.”
“Gomawo…” kau tersenyum di hadapanku dan itu benar-benar membuatku terluka.
“Oh ya, kau sendiri dalam rangka apa datang ke Jeju? Apa karena kunjugan kerja?” tanyamu. Aku tak bisa menjawab, aku tak tahu harus menjawab dengan apa. Apakah harus kukatakan kalau aku datang karena merindukanmu dan memintamu kembali padaku?
“Aku…” suaraku menghilang, bahkan suaraku pun tenggelam oleh kesedihan.
Drrrt…drrrt…drrrt… ponselmu bergetar, kau melihat layarnya sejenak kemudian senyummu mengembang.
“Oppa…!” serumu dengan pipi yang merona, “… aku di café bersama temanku!” sambungmu. Teman? Apa maksudmu adalah aku? Ya… kau benar, kita teman, saat kita berpisah tiga tahun yang lalu, hubungan menjadi teman. Kita hanya akan menjadi teman mulai sekarang sampai seterusnya.
“Nde…” kau pun mengakhiri percakapanmu. “Mianhe Kyuhyun~a… aku harus pergi. Yesung Oppa memintaku datang untuk memilih model undangan,” wajahmu semakin membuatku tak ingin melepasmu. Wajah yang merasa berat membuat orang kecewa.
“Uhm… pergilah, aku tak masalah,” izinku. Kenapa lidahku justru membiarkanmu pergi? Padahal hati dan pikiranku memintamu untuk tetap di sini. Hanya di depanmu lah aku dapat menjadi orang bodoh seperti ini, hanya kau lah yang dapat membuat lidah dan pikiranku tidak kompak.
“Lain kali percakapan ini kita sambung, kau telepon saja, aku janji akan menjawabnya!” kau pun bergegas pergi, kau bahkan tak memberiku kesempatan menjelaskan alasanku datang ke Jeju. Kulihat punggungmu, aku teringat kejadian itu… saat aku melepasmu pergi, punggungmu sedikit bergetar karena menahan tangis. Kini sekali lagi aku melepasmu pergi, sekali lagi aku melakukan kesalahan yang sama. Namun kali ini berbeda, aku harus melepasmu pergi untuk selamanya.
               
Aku belum beranjak dari tempatku, aku menangis, aku telah kehilanganmu. Kenangan yang kita bangun selama tujuh tahun itu harus pergi, aku harus membuangnya. Padahal aku berharap kau mengatakan bahwa kau masih mencintaiku, kau ingin kembali padaku.

Back then we thought that kind of love
Couldn’t be done again
We save it in out memories
Often I feel a cold feeling from you
But now I know you can't ask anything
I am getting married is what you say to me
After that for a long time I was speechless
Then I cry,
They were your last words to me
For the only word I wanted
To hear was that you loved me…  

(7 Years of Love by Kyuhyun)
           


No comments:

Post a Comment