Friday 7 March 2014

FF One shot - Turn Come Turn Go



            Syuuuuuunggggggg… suara air mendidih membuatku menghentikan aktifitasku di ruang tamu. Buru-buru aku ke dapur menyedu secangkir teh hijau. Kebetulan nasi juga sudah matang, begitupun sup yang kumasak sudah mendidih, kini tinggal membuat telur goreng. Hanya butuh beberapa menit dan semua pekerjaan dapurku sudah beres. Setelah menata sarapan di atas meja, buru-buru aku kembali ke ruang tamu. Kuamati dengan seksama dan aku sampai pada kesimpulan, semua sudah bersih, giliran kamar tuan rumah.
            “Tuan muda tidak suka bila barang-barangnya disentuh orang sehingga kau harus berhati-hati saat membersihkan kamarnya. Jangan mengganti letak barangnya tanpa seizinnya…” terngiang lagi pesan Jang ahjumma padaku. Seperti pesannya, tak satupun barang berpindah tempat dan semua harus kurapikan kalau bisa tanpa menyentuh satupun benda dalam kamar itu. Hm… aku jadi penasaran orang seperti apa majikan ahjumma itu, pasti orang itu sangatlah menyukai hal-hal yang sempurna. Sebelum jarum jam menapaki angka delapan, semua tugasku telah selesai. Buru-buru aku merapikan peralatan kerjaku dan menyimpannya di tempat semula. Kini giliranku pulang dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.
Oh ya, karena hari ini adalah hari pertamaku bekerja, kurasa aku harus mengucap salam pada majikan ahjumma. “Tuan muda biasa pulang dari lari pagi sekitar jam delapan sebab jam sembilan dia sudah berangkat kerja…” kurasa aku tidak punya waktu untuk menunggunya pulang. Tapi rasanya tidak sopan bila aku tidak memberi salam. Akhirnya kutinggalkan sepucuk pesan untuknya:
“Anyeong haseyeo… aku menggantikan Jang ahjumma untuk sementara waktu sebab ajumma sedang sakit. Kuharap anda tidak keberatan dan puas dengan pekerjaanku…”

Aku pun bergegas keluar dari rumah itu dan kembali berburu dengan waktu agar aku tidak dapat marah karena datang terlambat. Aku bekerja sebagai pramuniaga di Lotte Depertment Store, salah satu mall termegah di Korea yang terletak di kawasan Gangnam. Jang ahjumma, tetanggaku sedang sakit, kakinya terkilir saat dia tidak sengaja tergelincir oleh salju di jalan. Dokter mengimbaunya untuk beristirahat beberapa hari, awalnya dia menolak dengan alasan masih dapat menahan rasa sakitnya, namun lama kelamaan kakinya bengkak dan semakin parah. Akhirnya Jang ahjumma tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah dokter.
Aku paham kenapa ahjumma bekerja sekeras itu, suaminya telah tiada dan dia memiliki seorang putra. Selain dirinya, tak ada lagi yang dapat dia harapkan untuk memberi mereka makan. Aku kasihan pada ahjumma kalau sampai harus kehilangan pekerjaannya hanya karena absen seminggu, apa lagi menurut ceritanya, majikannya itu sangat baik, susah mendapatkan majikan yang pengertian seperti majikannya itu di saat seperti ini. Selama ini ahjumma sudah sangat baik padaku, aku yang hidup sebatang kara merasa bahwa ahjumma lah satu-satunya keluarga yang aku punya. Sebab itu aku tergelitik untuk membantunya, meski aku sadari aku pasti akan sangat kelelahan dengan pekerjaan doubleku nanti, namun kurasa aku masih dapat melaluinya. Seminggu saja ‘kan? Aku pasti bisa.

Segera kurapikan seragamku sebelum memasuki mall. General Manager tempatku bekerja adalah orang yang sangat perfeksionis, dia tak ingin para karyawannya tampil mengecewakan di hadapan pelanggan meski hanya ketidaksengajaan kecil. Setelah pukul 9, mall sudah mulai ramai, aku pun melaksanakan tugasku seperti biasa, sebagai shop keeper di outlet pakaian pria. Dari jauh kulihat GM Kim sedang melakukan pemeriksaan rutin, dia begitu tampan saat dia sedang serius bekerja. Meski jarang melihatnya tersenyum, namun dia tetap menawan.
“Yaaakkk!” seseorang menegurku. Kutarik napasku dalam-dalam karena kaget, sejurus kemudian wajahku manyun pada Jaekyoung, sahabatku. “Sedari tadi kau menatapnya, nanti bola matamu jatuh!” omelnya.
“Huhh… mana bisa ada bola mata jatuh hanya karena menatap seseorang!” gerutuku. “Yaaa, hari ini dia sangat tampan ‘kan?” aku berbisik genit padanya.
“Setiap hari kau selalu bilang begitu, pasti besok kau juga akan mengulang perkataan yang sama!” omelnya.
“Memang setiap hari dia terlihat tampan!” belaku.
“Yaak… Shin Chaerin sadarlah! Kuberitahukan sekali lagi padamu, kau boleh kagum padanya tapi jangan sampai kau jatuh cinta! Kenapa? Karena kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri…”
“Sebab dia bukan dari golongan kita! Ibarat serial saeguk, dia dari kalangan bangsawan dan kita hanya rakyat biasa! Sudah jadi kebiasaan nenek moyang sejak jaman batu, orang kaya hanya akan menikah dengan orang yang selevel dengannya. Jadi dari pada kau melukai perasaan sendiri, lebih baik jangan berharap banyak pada orang yang tidak mungkin ditakdirkan untukmu! Singkat kata, kita orang biasa dilarang keras jatuh cinta pada orang kaya!” aku melanjutkan ceramahnya yang nyaris setiap saat dia lontarkan padaku. Wajah Jaekyoung manyun melihatku yang menghapal setiap kata dari pesan-pesannya.
“Baguslah kalau kau sudah hapal! Jangan lupa diaplikasikan!” tutupnya. Segera dia meninggalkanku begitu ada pelanggan yang masuk.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Jaekyoung, lebih baik menghindari sakit dari pada harus mengobatinya. Tapi aku sudah terlanjur suka padanya, kenapa harus ada aturan orang biasa tidak boleh jatuh cinta pada orang kaya?! GM Kim… apa yang harus kulakukan pada perasaanku ini? 
L
~Flashback~
Plaaaakkkk… suara tamparanku menggema sehingga mengundang perhatian banyak orang.
“Kau… berani-beraninya kau memukulku!” bentak pelanggan itu padaku.
“Anda sendiri yang memaksa saya melakukan itu Tuan. Apa maksud anda menyentuh saya tadi?” protesku.
“Menyentuhmu? Yaaak… kau telah memukulku dan sekarang memfitnahku? Kau sendiri yang duluan memelukku!”
“Temanku tadi hanya mengukur lingkar pinggang anda bukannya memeluk anda!” Jaekyoung ikut membantuku.
“Kalian bersekongkol ya?! Huh… kau pikir aku tidak tahu tabiat gadis-gadis seperti kalian? Ya sudah, di mana Managermu, aku akan complain padanya. Kenapa dia memperkerjakan karyawan sepertimu!”
“Tapi memang anda yang tidak sopan Tuan!” protesku.
“Panggilkan Managermu sekarang! Aku pastikan hari ini kalian akan dipecat!” ancam pelanggan itu.
“Permisi…” kudengar seseorang menengahi, aku begitu takut saat melihat sosoknya berdiri tegap di hadapanku dengan wajah dinginnya. “Ada apa Tuan, kenapa saya mendengar ada keributan di sini?” lanjutnya.
“Kau siapa?” Tanya pelanggan itu.
“Saya General Manager di sini! Apa ada yang dapat saya bantu?”
“Oh… baguslah, kebetulan sekali. Lihatlah kelakuan karyawanmu, dia telah bertindak tidak sopan padaku, dia sudah memukulku dan bahkan memfitnahku!” ucap pelanggan itu. Seketika dia melirik ke arahku, tatapannya begitu menakutkan. Aku hanya dapat menunduk,
“Benarkah?” tanyanya padaku, aku mengangguk ketakutan. Saat berhadapan dengan GM yang sangat menakutkan sepertinya, nyaliku untuk membela diri jadi kendur. GM yang mendapat julukan pria berhati dingin.
“Pokoknya kau harus memecatnya, untuk apa memperkerjakan karyawan yang bermoral rusak seperti dia!” desak pelanggan itu. Aku semakin ketakutan, ya Tuhan… tolonglah aku, aku sangat membutuhkan pekerjaan ini.
“Anda benar, pipi anda merah!” ucap GM Kim sambil mengamati pipi pelanggan itu. Sejurus kemudian dia menatapku, aku semakin ciut. “Boleh kulihat tanganmu?” tanyanya. Aku sebenarnya bingung namun kuturuti saja permintaannya. Kusodorkan tanganku, dipandanginya telapakku yang merah. “Anda telah membuat telapaknya merah!” ucapnya pada pelanggan itu.
“Mwo?” pelanggan itu kebingungan.
“Seharusnya kau tidak menamparnya karena itu hanya membuat pipinya merah. Paling tidak kau harus mematahkan hidungnya seperti ini…” Bugggggg… suara pukulan menggema dan seketika pelanggan itu roboh. Aku kaget saat menyadari GM lah yang memukulnya. “Maaf… karyawanku bukanlah gadis bar yang dapat anda sentuh seenaknya!” dia mencemooh pelanggan itu. Semua tertegun menyaksikan kejadian itu, si pelanggan hanya dapat mengerang kesakitan sambil memegang hidungnya yang berdarah.
“Kau???” si pelanggan nampak shock.
“Panggilkan security untuk mengantar Tuan ini keluar!” perintahnya. Jaekyoung yang masih kaget, bergegas memanggil security.
“Kalian akan kutuntut!!!” ancam pelanggan itu.
~Flashback end~

Malam ini aku kembali pada pekerjaan keduaku, menggantikan Jang ahjumma di rumah mewah itu. Seperti pesannya sebelum berangkat, Tuan rumah suka makan malam dengan nasi yang lembut. Setiap malam dia tidur larut untuk mengerjakan tugasnya dan dia butuh secangkir teh. Begitu sampai, aku segera merapikan piring bekas makannya tadi pagi. Ada sepucuk kertas di meja makan, “Salam kenal… masakanmu enak. Oh ya, Bibi Jang sakit apa?” tulisnya. Aku tersenyum, aku tak menyangka dia akan membalasnya. Aku bergegas mencuci beras dan memasaknya, Tuan rumah paling tidak suka kalau makan malamnya terlambat. Dia pulang sebelum jam 8 malam dan semua harus sudah siap. Malam ini aku membuatkan sup ginseng untuknya, kuharap dia suka. Menjelang jam 8 malam, kudengar deru mesin mobil di parkiran, wah… tuan rumah sudah datang. Ponselku berdering, ternyata Jaekyoung yang menelponku,
“Yaakk… kau di mana?” semprotnya begitu aku menjawab panggilannya.
“Iya, iya, aku baru mau berangkat!” bohongku. Malam ini kami janjian untuk menjenguk kawan kami yang baru saja melahirkan.
“Cepatlah… aku sudah membeku menunggumu!”
“Iya, sebentar lagi aku sampai!” ucapku. Huh… sepertinya aku tidak dapat bertegur sapa dengan pemilik rumah lagi. Segera aku keluar lewat jalan belakang untuk menyusul Jaekyoung. Terpaksa sekali lagi aku menyelipkan sepucuk kertas untuk majikanku itu. “Selamat menikmati Tuan, aku sengaja membuatkan sup ginseng agar anda tidak cepat lelah. Jang ahjumma terkilir kakinya dan diharuskan dokter untuk beristirahat selama seminggu.”
Kasihan Jaekyoung, wajahnya sampai putih pucat karena kelamaan menungguku di halte. Hm… tuan rumah itu pasti sedang menikmati makan malamnya yang hangat.

Aku sampai tepat setengah tujuh, kulihat rumah itu sudah kosong, memang selalu kosong ‘kan? Tuan rumah pasti sudah keluar ke gym. Kulihat ada sepucuk kertas lagi di atas meja, balasan dari memoku semalam. “Rasa teh yang kau buat aneh, tapi aku merasa lebih segar setelah meminumnya, terima kasih. Berikan alamat Jang ahjumma, biar pulang kantor nanti aku bisa menjenguknya!”
“Hm… teh jahe, tentu masih asing bagi anda. Tapi kalau sudah terbiasa, anda pasti akan menyukainya. Oh ya, ini alamat Jang ahjumma…” begitulah, kami selalu membalas pesan dengan sepucuk kertas sebagai ganti ketidakdapatan kami untuk bertemu secara langsung. Setiap pagi aku meninggalkan kediaman tuan rumah sebelum jam 8 sedangkan dia sendiri baru pulang jam 8. Begitu pun saat malam, aku sudah lebih dulu pulang sebelum dia datang.    

Siang ini aku sedang menikmati makan siangku di kantin bersama Jaekyoung, seperti tersengat listrik saat tiba-tiba GM Kim menghampiri meja kami dan duduk di depanku.
“Tidak ada meja yang kosong, tidak apa-apa kan aku duduk di sini?” tanyanya.
“Tentu saja GM!” ucap Jaekyoung. Aku sungguh tak dapat bicara, bibirku kaku. Benar kata Jaekyoung, aku ini pengecut, aku hanya berani memandangnya di saat dia jauh sementara di saat dekat begini, aku seperti kura-kura yang diketok kepalanya.
“GM minum teh?” pertanyaan Jaekyoung membuatku sedikit mendongak yang tadinya tertunduk. Kulihat sebotol teh di nampan makanannya.
“Benar…” jawabnya.
“Biasanya pria suka kopi, tapi GM berbeda…” lanjut Jaekyoung.
“Cafein dalam kopi tidak cocok dengan perutku!” balas GM Kim. “Kenapa temanmu sedari tadi hanya diam menunduk?” tanyanya. Aku yang ditegur sontak mengangkat kepalaku, sumpit yang kupegang pun terjatuh.
“Maaf…” ucapku gugup. Aku membungkuk mengambil sumpitku, sayangnya saat aku berdiri, kepalaku terbentur meja sehingga air minumku tumpah. “Maaf…maaf…” sekali lagi aku meminta maaf. Sialku belum lepas, saat mengambil gelasku, tanganku menyenggol mangkuk sup dan ia pun tertumpah. Aku menatap horror pada kebodohan yang telah kubuat di atas meja, semua benar-benar berantakan. “Aku sungguh minta maaf GM!!!” sesalku.
“Tunggu…” cegat Jaekyoung saat aku akan memungut mangkuk sup, “Biar aku yang beresi, kalau kau yang memberesi, nanti semua semakin parah…” benar, aku gugup dan kehilangan keseimbanganku. Aku tidak dapat bekerja dengan baik di saat seperti ini.
“Kau tak perlu takut padaku…” ucap GM Kim,
“Bu..bukan begitu GM!!” potongku cepat.
“Lalu?”
“Dia hanya gugup!” balas Jaekyoung.

“Huh… tadi siang aku membuat masalah di hadapan bosku. Aku seperti tidak punya muka lagi berhadapan dengannya…L” tulisku di memo itu lagi.
“Bersemangatlah…” Tak kusangka majikanku membalas keluhanku. Setiap kali aku berkeluh mengenai tindakanku yang seperti pengecut, dia selalu membalas memoku dengan kata-kata semangatnya. Meski dia majikan tapi ternyata dia sangat ramah pada orang-orang yang berada di bawahnya.
“Sepertinya kau sangat menyukai atasanmu itu, mau kauajarkan trik jitu menarik perhatian pria?” tulisnya suatu ketika. Aku cukup kaget saat membacanya,
“Aku memang sangat mengaguminya bahkan menyukainya namun aku tidak berani menarik perhatiannya. Aku hanya pegawai biasa, terlalu lancang bila aku mencoba menarik perhatiannya.”
“Apa ada aturan yang melarang bawahan menyukai atasannya?”
“Memang tidak ada, tapi aku harus sadar diri…”
“Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi bila kau tidak pernah mencoba. Siapa tahu dia adalah jodohmu…”
“Ha…ha… bermimpi pun aku tidak berani menjadikan dia jodohku.”
“Bermimpi adalah pijakan awal dalam kehidupan, tanpa mimpi kau tidak tahu harus berbuat apa. Sebab mimpi adalah cita-cita, maka jangan pernah takut untuk bermimpi.”
“Anda sangat baik, terima kasih telah membantuku,”
“Aku tidak melakukan apa-apa untukmu…”
“Anda telah melakukan banyak untukku. Nasihat anda adalah bantuan yang tak ternilai harganya. Ehm… bagaimana dengan anda, apa saat ini anda sedang menyukai seseorang?”
“Kurasa begitu…”
“Benarkah? Siapa dia?
“Seorang gadis pemalu…”
“Wah… sepertinya akan sulit mendekatinya.”
“Kau benar, untuk bicara saja tidak bisa sebab dia selalu menghindar.”
“Hm… sepertinya kita senasib.”

Hm… tak terasa telah seminggu aku bekerja untuk majikan itu, keadaan kaki Bibi Jang pun sudah mulai membaik. Malam ini adalah malam terakhir aku memasakkan makanan untuknya.
“Tuan… malam ini adalah malam terakhir, terima kasih anda telah menjadi teman yang baik selama aku bekerja di sini. Kuharap anda puas dengan pelayananku dan maafkan aku bila ada kelakuanku yang tidak berkenan di hati anda. Oh ya, seperti saran anda, kurasa tak ada salahnya bila aku mencoba mencari perhatian atasanku. Karena aku akan mencoba maka anda juga jangan mengalah pada gadis pemalu itu!! Berjuang!!!”
Huuuuaaaa… salju turun lagi!! Hari ini aku harus berjuang, aku telah berjanji pada majikanku untuk tidak menjadi pengecut. Bibi Jang sudah berangkat ke rumah majikan itu, ia benar-benar beruntung mendapat majikan sebaik tuan itu.
“Aduh… pagi ini cuacanya sangat dingin ya!” keluh Jaekyung saat kami sedang beristirahat di kantin.
“Tentu saja, di luar salju turun sangat lebat,” balasku dengan senyuman.
“Sepertinya sepanjang hari ini kau bahagia sekali, ada apa? Coba berbagilah denganku!” rengeknya.
“Entahlah… aku juga tidak tahu kenapa sedari tadi aku hanya ingin tersenyum…” ucapanku terputus saat melihat GM Kim sedang membawa nampan makan siangnya. “GM… kalau anda tidak keberatan, silakan duduk di sini sebab tidak ada lagi tempat kosong,” sapaku pada GM muda itu.
“Oh… terima kasih!” balasnya sambil mengikuti ajakanku.
“Kau kenapa?” bisik Jaekyung heran. Aku hanya tersenyum,
“Aku akan mengambil minum, kau ingin pesan apa?” tanyaku pada sahabatku yang memandangku dengan wajah herannya.
“Kopi…” ucapnya cepat setelah beberapa saat bengong.
“GM… apa anda juga ingin memesan sesuatu?”
“Aku ingin teh!”
“Baiklah…” seruku bersemangat.         
Aku kembali dengan membawa dua gelas kopi untukku dan Jaekyung beserta segelas teh jahe untuk GM Kim. Reaksi pertama saat GM meneguk teh buatanku membuatku tersenyum, seperti yang kuprediksi.
“Bagaimana? Rasanya aneh ya GM?” tanyaku. Wajahnya betul-betul terlihat lucu, dia sempat memandangku dengan tatapan terkejut untuk sejenak. “Rasanya memang aneh, tapi lama-kelamaan anda akan terbiasa.”
“Yaak… kau memberi teh jahe lagi? Anak ini… belum tentu apa yang kau suka disukai oleh orang lain!” Jaekyung menegurku.
“Tapi teh ini sangat cocok untuk cuaca dingin begini,” belaku.
“Bagaimana kalau GM tidak suka!” balasnya,
“Tapi…”
“Sudahlah… jangan berdebat, teh ini tak masalah. Aku rasa aku menyukainya!” GM Kim menengahi perdebatan kami. Aku tersenyum puas saat dia membelaku. Kulihat ada senyum terkulum di bibirnya meski dia menyembunyikannya. 

Malam ini aku terduduk di depan jendela menatap salju yang turun dengan lebatnya. Aneh rasanya, meski saat ini cuaca begitu dingin, perasaanku terasa hangat. Apa yang kulakukan siang tadi sungguh memberikan energy yang tak kusangka rasanya senyaman ini. Benar kata majikanku, di saat kita belum mencoba, kita tidak akan pernah tahu akan memperoleh hasil seperti apa.
Tok…tok… kudengar pintuku diketuk oleh seseorang, bergegas aku membukanya dan nampak Bibi Jang dengan mantel tebalnya.
“Ada titipan dari Tuan, dia minta kau membalasnya!” lapor Bibi sambil menyodorkan sepucuk kertas untukku.
“Bagaimana harimu? Apa kau berhasil mencuri perhatiannya? Kuharap kau melakukannya dengan baik. Aku juga tak ingin mengalah pada ‘gadis pemalu’ itu. Doakanlah semoga usahaku berjalan lancar ^^” ucapnya, aku tersenyum.
Sebelum Bibi Jang berangkat kerja, aku sudah terlebih dahulu menitipkan surat balasan untuk majikan kami. “Kuharap kau berhasil Tuan. Bersemangatlah!!” tulisku pada pesan balasanku.
     
Kliingg… suara lift terbuka, aku buru-buru masuk. Tak lupa kurapikan stelan seragamku dengan memanfaatkan cermin dalam lift. Huft… kuharap Jaekyung tidak mengomel karena keterlambatanku ini. Sebagai bahan sogokan, aku sudah menyiapkan sekotak kue coklat kesukaannya. Sebelum lift tertutup, tiba-tiba ada yang menerobos masuk, jantungku berhenti sejenak saat kulihat GM Kim berdiri tegak di hadapanku.
“Anyeonghasimnikka!” sapaku. Dia hanya membalas dengan senyuman. Lift pun tertutup dan membawa kami ke lantai tujuan. Beberapa saat kami hanya diam, aku tak tahu harus memulai dengan apa untuk mengajaknya bercakap.
“Oh ya, aku ada sesuatu untukmu!” ucapnya tiba-tiba, aku jadi kaget. Sesuatu? Apa itu? Kenapa dia memberikan aku sesuatu? Sahutku dalam hati. Dia menyodorkan sebuah bungkusan, aku mengambilnya dengan tangan yang bergetar. Saat kubuka ternyata sebuah syal berwarna biru, warna kesukaanku.
“Apa ini?” tanyaku heran,
“Itu syal!”
“Eh… iya, maksudku kenapa anda tiba-tiba memberikan syal untukku?”
“Bukannya kau sendiri yang bilang agar aku tidak boleh menyerah?”
“Ya, Maaf? Aku tidak mengerti,”
“Jangan mengalah pada ‘gadis pemalu’ itu, bukannya begitu pesanmu?” balasnya. Untuk beberapa saat aku terdiam mencerna kejadian sekarang ini. Lama kelamaan aku baru sadar… aku kaget, seketika tubuhku terasa membeku. “Ow..ow… hati-hati!” tegurnya saat aku hampir menjatuhkan semua barang di tanganku, kue coklat bakal sogokan Jaekyung dan syal pemberian GM Kim.
Dia tersenyum geli melihat ekspresiku, jadi dia kah majikan Bibi Jang yang beberapa waktu ini kulayani dan menjadi tempatku mengadukan keluh kesahku? Ya ampun… apa yang harus kulakukan? Aku sungguh tidak punya muka untuk berhadapan dengannya saat ini. Ya Tuhan… tolonglah aku, bantulah aku. Pintu lift pun terbuka, ternyata lantai yang kutuju sudah sampai. Bodohnya lagi aku masih berdiri kaku di hadapannya padahal seharusnya aku keluar.
“Apa kau ingin menemaniku sampai ke ruanganku?” candanya, aku refleks menggeleng. Buru-buru aku keluar dari lift, aku membungkuk memberi hormat padanya. Dia hanya tersenyum seiring dengan tertutupnya kembali pintu lift.
Untuk beberapa lama aku tidak beranjak juga dari tempatku. Napasku masih terasa berat saking kagetnya mengetahui apa yang telah terjadi padaku. Selama seminggu ini aku mengeluhkan semua perasaanku, pada orang yang menjadi subjek ceritaku! Astaga… apa dunia memang sekecil itu?
“Yaak… apa yang kau lakukan berdiri bengong di situ?!” seseorang membawaku kembali ke alam sadarku, di sisiku sudah ada Jaekyung dengan wajah masamnya melipat tangan.
“Jaekuyung~a… aku bahagia sekaliiii!!!!” tanpa dapat menahan lagi, aku memeluk sahabatku itu sambil melompat-lompat bahagia.
“Yaak… kau sudah gila ya?”
“Kurasa aku memang sudah gila!!”



End 

No comments:

Post a Comment