Syuuuuuunggggggg… suara air mendidih
membuatku menghentikan aktifitasku di ruang tamu. Buru-buru aku ke dapur
menyedu secangkir teh hijau. Kebetulan nasi juga sudah matang, begitupun sup
yang kumasak sudah mendidih, kini tinggal membuat telur goreng. Hanya butuh
beberapa menit dan semua pekerjaan dapurku sudah beres. Setelah menata sarapan
di atas meja, buru-buru aku kembali ke ruang tamu. Kuamati dengan seksama dan
aku sampai pada kesimpulan, semua sudah bersih, giliran kamar tuan rumah.
“Tuan
muda tidak suka bila barang-barangnya disentuh orang sehingga kau harus
berhati-hati saat membersihkan kamarnya. Jangan mengganti letak barangnya tanpa
seizinnya…” terngiang lagi pesan Jang ahjumma padaku. Seperti pesannya, tak
satupun barang berpindah tempat dan semua harus kurapikan kalau bisa tanpa
menyentuh satupun benda dalam kamar itu. Hm… aku jadi penasaran orang seperti
apa majikan ahjumma itu, pasti orang itu sangatlah menyukai hal-hal yang
sempurna. Sebelum jarum jam menapaki angka delapan, semua tugasku telah
selesai. Buru-buru aku merapikan peralatan kerjaku dan menyimpannya di tempat
semula. Kini giliranku pulang dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.
Oh
ya, karena hari ini adalah hari pertamaku bekerja, kurasa aku harus mengucap
salam pada majikan ahjumma. “Tuan muda
biasa pulang dari lari pagi sekitar jam delapan sebab jam sembilan dia sudah
berangkat kerja…” kurasa aku tidak punya waktu untuk menunggunya pulang.
Tapi rasanya tidak sopan bila aku tidak memberi salam. Akhirnya kutinggalkan
sepucuk pesan untuknya:
“Anyeong haseyeo… aku
menggantikan Jang ahjumma untuk sementara waktu sebab ajumma sedang sakit. Kuharap
anda tidak keberatan dan puas dengan pekerjaanku…”
Aku
pun bergegas keluar dari rumah itu dan kembali berburu dengan waktu agar aku
tidak dapat marah karena datang terlambat. Aku bekerja sebagai pramuniaga di
Lotte Depertment Store, salah satu mall termegah di Korea yang terletak di
kawasan Gangnam. Jang ahjumma, tetanggaku sedang sakit, kakinya terkilir saat
dia tidak sengaja tergelincir oleh salju di jalan. Dokter mengimbaunya untuk
beristirahat beberapa hari, awalnya dia menolak dengan alasan masih dapat
menahan rasa sakitnya, namun lama kelamaan kakinya bengkak dan semakin parah.
Akhirnya Jang ahjumma tidak punya pilihan lain selain mengikuti perintah
dokter.
Aku
paham kenapa ahjumma bekerja sekeras itu, suaminya telah tiada dan dia memiliki
seorang putra. Selain dirinya, tak ada lagi yang dapat dia harapkan untuk
memberi mereka makan. Aku kasihan pada ahjumma kalau sampai harus kehilangan
pekerjaannya hanya karena absen seminggu, apa lagi menurut ceritanya,
majikannya itu sangat baik, susah mendapatkan majikan yang pengertian seperti
majikannya itu di saat seperti ini. Selama ini ahjumma sudah sangat baik
padaku, aku yang hidup sebatang kara merasa bahwa ahjumma lah satu-satunya keluarga
yang aku punya. Sebab itu aku tergelitik untuk membantunya, meski aku sadari
aku pasti akan sangat kelelahan dengan pekerjaan doubleku nanti, namun kurasa
aku masih dapat melaluinya. Seminggu saja ‘kan? Aku pasti bisa.
Segera
kurapikan seragamku sebelum memasuki mall. General Manager tempatku bekerja
adalah orang yang sangat perfeksionis, dia tak ingin para karyawannya tampil
mengecewakan di hadapan pelanggan meski hanya ketidaksengajaan kecil. Setelah
pukul 9, mall sudah mulai ramai, aku pun melaksanakan tugasku seperti biasa,
sebagai shop keeper di outlet pakaian pria. Dari jauh kulihat GM Kim sedang
melakukan pemeriksaan rutin, dia begitu tampan saat dia sedang serius bekerja.
Meski jarang melihatnya tersenyum, namun dia tetap menawan.
“Yaaakkk!”
seseorang menegurku. Kutarik napasku dalam-dalam karena kaget, sejurus kemudian
wajahku manyun pada Jaekyoung, sahabatku. “Sedari tadi kau menatapnya, nanti
bola matamu jatuh!” omelnya.
“Huhh…
mana bisa ada bola mata jatuh hanya karena menatap seseorang!” gerutuku. “Yaaa,
hari ini dia sangat tampan ‘kan?” aku berbisik genit padanya.
“Setiap
hari kau selalu bilang begitu, pasti besok kau juga akan mengulang perkataan
yang sama!” omelnya.
“Memang
setiap hari dia terlihat tampan!” belaku.
“Yaak…
Shin Chaerin sadarlah! Kuberitahukan sekali lagi padamu, kau boleh kagum padanya
tapi jangan sampai kau jatuh cinta! Kenapa? Karena kau hanya akan menyakiti
dirimu sendiri…”
“Sebab
dia bukan dari golongan kita! Ibarat serial saeguk, dia dari kalangan bangsawan
dan kita hanya rakyat biasa! Sudah jadi kebiasaan nenek moyang sejak jaman
batu, orang kaya hanya akan menikah dengan orang yang selevel dengannya. Jadi
dari pada kau melukai perasaan sendiri, lebih baik jangan berharap banyak pada
orang yang tidak mungkin ditakdirkan untukmu! Singkat kata, kita orang biasa
dilarang keras jatuh cinta pada orang kaya!” aku melanjutkan ceramahnya yang
nyaris setiap saat dia lontarkan padaku. Wajah Jaekyoung manyun melihatku yang
menghapal setiap kata dari pesan-pesannya.
“Baguslah
kalau kau sudah hapal! Jangan lupa diaplikasikan!” tutupnya. Segera dia
meninggalkanku begitu ada pelanggan yang masuk.
Memang
benar apa yang dikatakan oleh Jaekyoung, lebih baik menghindari sakit dari pada
harus mengobatinya. Tapi aku sudah terlanjur suka padanya, kenapa harus ada
aturan orang biasa tidak boleh jatuh cinta pada orang kaya?! GM Kim… apa yang
harus kulakukan pada perasaanku ini?
L
~Flashback~
Plaaaakkkk…
suara tamparanku menggema sehingga mengundang perhatian banyak orang.
“Kau…
berani-beraninya kau memukulku!” bentak pelanggan itu padaku.
“Anda
sendiri yang memaksa saya melakukan itu Tuan. Apa maksud anda menyentuh saya
tadi?” protesku.
“Menyentuhmu?
Yaaak… kau telah memukulku dan sekarang memfitnahku? Kau sendiri yang duluan
memelukku!”
“Temanku
tadi hanya mengukur lingkar pinggang anda bukannya memeluk anda!” Jaekyoung
ikut membantuku.
“Kalian
bersekongkol ya?! Huh… kau pikir aku tidak tahu tabiat gadis-gadis seperti
kalian? Ya sudah, di mana Managermu, aku akan complain padanya. Kenapa dia
memperkerjakan karyawan sepertimu!”
“Tapi
memang anda yang tidak sopan Tuan!” protesku.
“Panggilkan
Managermu sekarang! Aku pastikan hari ini kalian akan dipecat!” ancam pelanggan
itu.
“Permisi…”
kudengar seseorang menengahi, aku begitu takut saat melihat sosoknya berdiri
tegap di hadapanku dengan wajah dinginnya. “Ada apa Tuan, kenapa saya mendengar
ada keributan di sini?” lanjutnya.
“Kau
siapa?” Tanya pelanggan itu.
“Saya
General Manager di sini! Apa ada yang dapat saya bantu?”
“Oh…
baguslah, kebetulan sekali. Lihatlah kelakuan karyawanmu, dia telah bertindak
tidak sopan padaku, dia sudah memukulku dan bahkan memfitnahku!” ucap pelanggan
itu. Seketika dia melirik ke arahku, tatapannya begitu menakutkan. Aku hanya
dapat menunduk,
“Benarkah?”
tanyanya padaku, aku mengangguk ketakutan. Saat berhadapan dengan GM yang
sangat menakutkan sepertinya, nyaliku untuk membela diri jadi kendur. GM yang
mendapat julukan pria berhati dingin.
“Pokoknya
kau harus memecatnya, untuk apa memperkerjakan karyawan yang bermoral rusak
seperti dia!” desak pelanggan itu. Aku semakin ketakutan, ya Tuhan… tolonglah
aku, aku sangat membutuhkan pekerjaan ini.
“Anda
benar, pipi anda merah!” ucap GM Kim sambil mengamati pipi pelanggan itu.
Sejurus kemudian dia menatapku, aku semakin ciut. “Boleh kulihat tanganmu?”
tanyanya. Aku sebenarnya bingung namun kuturuti saja permintaannya. Kusodorkan
tanganku, dipandanginya telapakku yang merah. “Anda telah membuat telapaknya
merah!” ucapnya pada pelanggan itu.
“Mwo?”
pelanggan itu kebingungan.
“Seharusnya
kau tidak menamparnya karena itu hanya membuat pipinya merah. Paling tidak kau
harus mematahkan hidungnya seperti ini…” Bugggggg… suara pukulan menggema dan
seketika pelanggan itu roboh. Aku kaget saat menyadari GM lah yang memukulnya.
“Maaf… karyawanku bukanlah gadis bar yang dapat anda sentuh seenaknya!” dia
mencemooh pelanggan itu. Semua tertegun menyaksikan kejadian itu, si pelanggan
hanya dapat mengerang kesakitan sambil memegang hidungnya yang berdarah.
“Kau???”
si pelanggan nampak shock.
“Panggilkan
security untuk mengantar Tuan ini keluar!” perintahnya. Jaekyoung yang masih
kaget, bergegas memanggil security.
“Kalian
akan kutuntut!!!” ancam pelanggan itu.
~Flashback
end~
Malam
ini aku kembali pada pekerjaan keduaku, menggantikan Jang ahjumma di rumah
mewah itu. Seperti pesannya sebelum berangkat, Tuan rumah suka makan malam
dengan nasi yang lembut. Setiap malam dia tidur larut untuk mengerjakan
tugasnya dan dia butuh secangkir teh. Begitu sampai, aku segera merapikan piring
bekas makannya tadi pagi. Ada sepucuk kertas di meja makan, “Salam kenal… masakanmu enak. Oh ya, Bibi
Jang sakit apa?” tulisnya. Aku tersenyum, aku tak menyangka dia akan
membalasnya. Aku bergegas mencuci beras dan memasaknya, Tuan rumah paling tidak
suka kalau makan malamnya terlambat. Dia pulang sebelum jam 8 malam dan semua
harus sudah siap. Malam ini aku membuatkan sup ginseng untuknya, kuharap dia
suka. Menjelang jam 8 malam, kudengar deru mesin mobil di parkiran, wah… tuan
rumah sudah datang. Ponselku berdering, ternyata Jaekyoung yang menelponku,
“Yaakk…
kau di mana?” semprotnya begitu aku menjawab panggilannya.
“Iya,
iya, aku baru mau berangkat!” bohongku. Malam ini kami janjian untuk menjenguk
kawan kami yang baru saja melahirkan.
“Cepatlah…
aku sudah membeku menunggumu!”
“Iya,
sebentar lagi aku sampai!” ucapku. Huh… sepertinya aku tidak dapat bertegur
sapa dengan pemilik rumah lagi. Segera aku keluar lewat jalan belakang untuk
menyusul Jaekyoung. Terpaksa sekali lagi aku menyelipkan sepucuk kertas untuk
majikanku itu. “Selamat menikmati Tuan,
aku sengaja membuatkan sup ginseng agar anda tidak cepat lelah. Jang ahjumma
terkilir kakinya dan diharuskan dokter untuk beristirahat selama seminggu.”
Kasihan
Jaekyoung, wajahnya sampai putih pucat karena kelamaan menungguku di halte. Hm…
tuan rumah itu pasti sedang menikmati makan malamnya yang hangat.
Aku
sampai tepat setengah tujuh, kulihat rumah itu sudah kosong, memang selalu
kosong ‘kan? Tuan rumah pasti sudah keluar ke gym. Kulihat ada sepucuk kertas
lagi di atas meja, balasan dari memoku semalam. “Rasa teh yang kau buat aneh, tapi aku merasa lebih segar setelah
meminumnya, terima kasih. Berikan alamat Jang ahjumma, biar pulang kantor nanti
aku bisa menjenguknya!”
“Hm… teh jahe, tentu masih asing
bagi anda. Tapi kalau sudah terbiasa, anda pasti akan menyukainya. Oh ya, ini
alamat Jang ahjumma…”
begitulah, kami selalu membalas pesan dengan sepucuk kertas sebagai ganti
ketidakdapatan kami untuk bertemu secara langsung. Setiap pagi aku meninggalkan
kediaman tuan rumah sebelum jam 8 sedangkan dia sendiri baru pulang jam 8.
Begitu pun saat malam, aku sudah lebih dulu pulang sebelum dia datang.
Siang
ini aku sedang menikmati makan siangku di kantin bersama Jaekyoung, seperti
tersengat listrik saat tiba-tiba GM Kim menghampiri meja kami dan duduk di
depanku.
“Tidak
ada meja yang kosong, tidak apa-apa kan aku duduk di sini?” tanyanya.
“Tentu
saja GM!” ucap Jaekyoung. Aku sungguh tak dapat bicara, bibirku kaku. Benar
kata Jaekyoung, aku ini pengecut, aku hanya berani memandangnya di saat dia
jauh sementara di saat dekat begini, aku seperti kura-kura yang diketok
kepalanya.
“GM
minum teh?” pertanyaan Jaekyoung membuatku sedikit mendongak yang tadinya
tertunduk. Kulihat sebotol teh di nampan makanannya.
“Benar…”
jawabnya.
“Biasanya
pria suka kopi, tapi GM berbeda…” lanjut Jaekyoung.
“Cafein
dalam kopi tidak cocok dengan perutku!” balas GM Kim. “Kenapa temanmu sedari
tadi hanya diam menunduk?” tanyanya. Aku yang ditegur sontak mengangkat
kepalaku, sumpit yang kupegang pun terjatuh.
“Maaf…”
ucapku gugup. Aku membungkuk mengambil sumpitku, sayangnya saat aku berdiri,
kepalaku terbentur meja sehingga air minumku tumpah. “Maaf…maaf…” sekali lagi
aku meminta maaf. Sialku belum lepas, saat mengambil gelasku, tanganku
menyenggol mangkuk sup dan ia pun tertumpah. Aku menatap horror pada kebodohan
yang telah kubuat di atas meja, semua benar-benar berantakan. “Aku sungguh
minta maaf GM!!!” sesalku.
“Tunggu…”
cegat Jaekyoung saat aku akan memungut mangkuk sup, “Biar aku yang beresi,
kalau kau yang memberesi, nanti semua semakin parah…” benar, aku gugup dan
kehilangan keseimbanganku. Aku tidak dapat bekerja dengan baik di saat seperti
ini.
“Kau
tak perlu takut padaku…” ucap GM Kim,
“Bu..bukan
begitu GM!!” potongku cepat.
“Lalu?”
“Dia
hanya gugup!” balas Jaekyoung.
“Huh… tadi siang aku membuat
masalah di hadapan bosku. Aku seperti tidak punya muka lagi berhadapan
dengannya…L”
tulisku di memo itu lagi.
“Bersemangatlah…” Tak kusangka majikanku membalas
keluhanku. Setiap kali aku berkeluh mengenai tindakanku yang seperti pengecut,
dia selalu membalas memoku dengan kata-kata semangatnya. Meski dia majikan tapi
ternyata dia sangat ramah pada orang-orang yang berada di bawahnya.
“Sepertinya kau sangat menyukai
atasanmu itu, mau kauajarkan trik jitu menarik perhatian pria?” tulisnya suatu ketika. Aku cukup
kaget saat membacanya,
“Aku memang sangat mengaguminya
bahkan menyukainya namun aku tidak berani menarik perhatiannya. Aku hanya
pegawai biasa, terlalu lancang bila aku mencoba menarik perhatiannya.”
“Apa ada aturan yang melarang
bawahan menyukai atasannya?”
“Memang tidak ada, tapi aku harus
sadar diri…”
“Kau tidak akan pernah tahu apa
yang akan terjadi bila kau tidak pernah mencoba. Siapa tahu dia adalah jodohmu…”
“Ha…ha… bermimpi pun aku tidak
berani menjadikan dia jodohku.”
“Bermimpi adalah pijakan awal
dalam kehidupan, tanpa mimpi kau tidak tahu harus berbuat apa. Sebab mimpi
adalah cita-cita, maka jangan pernah takut untuk bermimpi.”
“Anda sangat baik, terima kasih
telah membantuku,”
“Aku tidak melakukan apa-apa
untukmu…”
“Anda telah melakukan banyak
untukku. Nasihat anda adalah bantuan yang tak ternilai harganya. Ehm… bagaimana
dengan anda, apa saat ini anda sedang menyukai seseorang?”
“Kurasa begitu…”
“Benarkah? Siapa dia?
“Seorang gadis pemalu…”
“Wah… sepertinya akan sulit
mendekatinya.”
“Kau benar, untuk bicara saja
tidak bisa sebab dia selalu menghindar.”
“Hm… sepertinya kita senasib.”
Hm…
tak terasa telah seminggu aku bekerja untuk majikan itu, keadaan kaki Bibi Jang
pun sudah mulai membaik. Malam ini adalah malam terakhir aku memasakkan makanan
untuknya.
“Tuan… malam ini adalah malam
terakhir, terima kasih anda telah menjadi teman yang baik selama aku bekerja di
sini. Kuharap anda puas dengan pelayananku dan maafkan aku bila ada kelakuanku
yang tidak berkenan di hati anda. Oh ya, seperti saran anda, kurasa tak ada
salahnya bila aku mencoba mencari perhatian atasanku. Karena aku akan mencoba
maka anda juga jangan mengalah pada gadis pemalu itu!! Berjuang!!!”
Huuuuaaaa…
salju turun lagi!! Hari ini aku harus berjuang, aku telah berjanji pada
majikanku untuk tidak menjadi pengecut. Bibi Jang sudah berangkat ke rumah
majikan itu, ia benar-benar beruntung mendapat majikan sebaik tuan itu.
“Aduh…
pagi ini cuacanya sangat dingin ya!” keluh Jaekyung saat kami sedang
beristirahat di kantin.
“Tentu
saja, di luar salju turun sangat lebat,” balasku dengan senyuman.
“Sepertinya
sepanjang hari ini kau bahagia sekali, ada apa? Coba berbagilah denganku!”
rengeknya.
“Entahlah…
aku juga tidak tahu kenapa sedari tadi aku hanya ingin tersenyum…” ucapanku
terputus saat melihat GM Kim sedang membawa nampan makan siangnya. “GM… kalau
anda tidak keberatan, silakan duduk di sini sebab tidak ada lagi tempat
kosong,” sapaku pada GM muda itu.
“Oh…
terima kasih!” balasnya sambil mengikuti ajakanku.
“Kau
kenapa?” bisik Jaekyung heran. Aku hanya tersenyum,
“Aku
akan mengambil minum, kau ingin pesan apa?” tanyaku pada sahabatku yang
memandangku dengan wajah herannya.
“Kopi…”
ucapnya cepat setelah beberapa saat bengong.
“GM…
apa anda juga ingin memesan sesuatu?”
“Aku
ingin teh!”
“Baiklah…” seruku bersemangat.
Aku kembali dengan membawa dua
gelas kopi untukku dan Jaekyung beserta segelas teh jahe untuk GM Kim. Reaksi
pertama saat GM meneguk teh buatanku membuatku tersenyum, seperti yang
kuprediksi.
“Bagaimana? Rasanya aneh ya GM?”
tanyaku. Wajahnya betul-betul terlihat lucu, dia sempat memandangku dengan
tatapan terkejut untuk sejenak. “Rasanya memang aneh, tapi lama-kelamaan anda
akan terbiasa.”
“Yaak… kau memberi teh jahe lagi?
Anak ini… belum tentu apa yang kau suka disukai oleh orang lain!” Jaekyung
menegurku.
“Tapi teh ini sangat cocok untuk
cuaca dingin begini,” belaku.
“Bagaimana kalau GM tidak suka!”
balasnya,
“Tapi…”
“Sudahlah… jangan berdebat, teh
ini tak masalah. Aku rasa aku menyukainya!” GM Kim menengahi perdebatan kami.
Aku tersenyum puas saat dia membelaku. Kulihat ada senyum terkulum di bibirnya
meski dia menyembunyikannya.
Malam ini aku terduduk di depan
jendela menatap salju yang turun dengan lebatnya. Aneh rasanya, meski saat ini
cuaca begitu dingin, perasaanku terasa hangat. Apa yang kulakukan siang tadi
sungguh memberikan energy yang tak kusangka rasanya senyaman ini. Benar kata
majikanku, di saat kita belum mencoba, kita tidak akan pernah tahu akan
memperoleh hasil seperti apa.
Tok…tok… kudengar pintuku diketuk
oleh seseorang, bergegas aku membukanya dan nampak Bibi Jang dengan mantel
tebalnya.
“Ada
titipan dari Tuan, dia minta kau membalasnya!” lapor Bibi sambil menyodorkan
sepucuk kertas untukku.
“Bagaimana harimu? Apa kau
berhasil mencuri perhatiannya? Kuharap kau melakukannya dengan baik. Aku juga
tak ingin mengalah pada ‘gadis pemalu’ itu. Doakanlah semoga usahaku berjalan
lancar ^^”
ucapnya, aku tersenyum.
Sebelum
Bibi Jang berangkat kerja, aku sudah terlebih dahulu menitipkan surat balasan
untuk majikan kami. “Kuharap kau berhasil
Tuan. Bersemangatlah!!” tulisku pada pesan balasanku.
Kliingg…
suara lift terbuka, aku buru-buru masuk. Tak lupa kurapikan stelan seragamku
dengan memanfaatkan cermin dalam lift. Huft… kuharap Jaekyung tidak mengomel
karena keterlambatanku ini. Sebagai bahan sogokan, aku sudah menyiapkan sekotak
kue coklat kesukaannya. Sebelum lift tertutup, tiba-tiba ada yang menerobos
masuk, jantungku berhenti sejenak saat kulihat GM Kim berdiri tegak di
hadapanku.
“Anyeonghasimnikka!”
sapaku. Dia hanya membalas dengan senyuman. Lift pun tertutup dan membawa kami
ke lantai tujuan. Beberapa saat kami hanya diam, aku tak tahu harus memulai
dengan apa untuk mengajaknya bercakap.
“Oh
ya, aku ada sesuatu untukmu!” ucapnya tiba-tiba, aku jadi kaget. Sesuatu? Apa
itu? Kenapa dia memberikan aku sesuatu? Sahutku dalam hati. Dia menyodorkan
sebuah bungkusan, aku mengambilnya dengan tangan yang bergetar. Saat kubuka
ternyata sebuah syal berwarna biru, warna kesukaanku.
“Apa
ini?” tanyaku heran,
“Itu
syal!”
“Eh…
iya, maksudku kenapa anda tiba-tiba memberikan syal untukku?”
“Bukannya
kau sendiri yang bilang agar aku tidak boleh menyerah?”
“Ya,
Maaf? Aku tidak mengerti,”
“Jangan
mengalah pada ‘gadis pemalu’ itu, bukannya begitu pesanmu?” balasnya. Untuk
beberapa saat aku terdiam mencerna kejadian sekarang ini. Lama kelamaan aku
baru sadar… aku kaget, seketika tubuhku terasa membeku. “Ow..ow… hati-hati!”
tegurnya saat aku hampir menjatuhkan semua barang di tanganku, kue coklat bakal
sogokan Jaekyung dan syal pemberian GM Kim.
Dia
tersenyum geli melihat ekspresiku, jadi dia kah majikan Bibi Jang yang beberapa
waktu ini kulayani dan menjadi tempatku mengadukan keluh kesahku? Ya ampun… apa
yang harus kulakukan? Aku sungguh tidak punya muka untuk berhadapan dengannya
saat ini. Ya Tuhan… tolonglah aku, bantulah aku. Pintu lift pun terbuka,
ternyata lantai yang kutuju sudah sampai. Bodohnya lagi aku masih berdiri kaku
di hadapannya padahal seharusnya aku keluar.
“Apa
kau ingin menemaniku sampai ke ruanganku?” candanya, aku refleks menggeleng.
Buru-buru aku keluar dari lift, aku membungkuk memberi hormat padanya. Dia
hanya tersenyum seiring dengan tertutupnya kembali pintu lift.
Untuk
beberapa lama aku tidak beranjak juga dari tempatku. Napasku masih terasa berat
saking kagetnya mengetahui apa yang telah terjadi padaku. Selama seminggu ini
aku mengeluhkan semua perasaanku, pada orang yang menjadi subjek ceritaku!
Astaga… apa dunia memang sekecil itu?
“Yaak…
apa yang kau lakukan berdiri bengong di situ?!” seseorang membawaku kembali ke
alam sadarku, di sisiku sudah ada Jaekyung dengan wajah masamnya melipat
tangan.
“Jaekuyung~a…
aku bahagia sekaliiii!!!!” tanpa dapat menahan lagi, aku memeluk sahabatku itu
sambil melompat-lompat bahagia.
“Yaak…
kau sudah gila ya?”
“Kurasa
aku memang sudah gila!!”
End
No comments:
Post a Comment