Sunday 3 January 2016

FF - When We'll be Together (Part 3)



Sebelumnya di When We'll be Together (Part 2)

“Aku tanya kenapa kau tidak menjengukku? kemarin kau ‘kan hampir membunuhku!”
“Untuk apa? bukankah banyak temanmu yang datang menjengukmu?” balasku. Aku berjalan ke arah belakang untuk membuang sampah. Tak kusangka dia malah mengikutiku.
“Kenapa kau mengekoriku?” aku mulai kesal
“Aku ingin mengatakan sesuatu …” jawabnya
“Apa?!”
“Sepertinya … aku mulai menyukaimu!apa …? aku terkejut. Aku mendekatinya dan meraba dahinya,
“Oh … wajar, kau masih demam. Lebih baik kau beristirahat di rumah untuk beberapa hari lagi daripada bicaramu ngelantur seperti itu.” ejekku
“Tapi aku benar-benar menyukaimu.”
“Jebakan apa lagi ini?”
“Ini bukan jebakan, aku benar-benar menyukaimu.”
“Dengar, aku mulai bosan melihat wajahmu, jadi jangan membuatku semakin benci padamu. jangan mengucapkan kata-kata memalukan seperti itu.”
“Hei … aku menembakmu, kenapa kau tidak mengerti?”
“In Gook semua ini tidak lucu, pergilah dari hadapanku”
“Harus bagaimana agar kau percaya kalau aku serius. Aku sungguh menyukaimu, aku tahu kau juga sama ‘kan?”
“Apa …? kau gila ya. Apa cermin di rumahmu retak semua? berpikirlah apa kau pantas aku sukai. Lagipula buaya kelas kakap sepertimu butuh alasan apa untuk menyukai anak ikan sepertiku?” ucapku sambil menekan pada kata ‘anak ikan’
“Karena … kau menciumku” aku tersentak dan segera menutup mulutnya
“Kau gila ya, bagaimana kalau ada yang mendengar?”
“Biar saja, aku tidak peduli!”
“Aku yang peduli … lagipula apa kau tidak bisa membedakan antara napas buatan dan ciuman? Bukankah kau yang paling tahu itu, kau ‘kan banyak pacar jadi tahu dong ciuman itu seperti apa dan napas buatan itu seperti apa? Kemarin aku memberimu napas buatan karena kalau tidak kau bisa mati.”
“Itu berarti kau mengkhawatirkan aku, kau tidak mau aku mati ‘kan?”
“Iya … aku memang tidak mau kau mati karena aku tidak mau masuk penjara. Sudahlah … ayo pergi, masuklah ke kelasmu, aku tidak punya waktu meladenimu.” Aku meninggalkannya seorang diri.
“Jongsuk  … aku benar-benar menyukaimu!” teriaknya,
“Kau gila ya … kalau kau masih demam lebih baik beristirahat di rumah saja, lihat kau sampai berbicara yang ngelantur begitu,” aku menghampirinya dan menutup mulutnya. 
Kau pikir aku akan percaya pada semua kata-katamu setelah apa yang kau lakukan padaku? Dulu kau berpura-pura menjadi penyelamat saat aku dikerjai di toilet, kau juga sengaja meminta maaf saat aku dihukum kepala sekolah karena dituduh merusak taman mawarnya padahal kau yang menyusun rencana itu bersama temanmu, sekarang kau malah datang dan tiba-tiba bilang suka padaku? Ayolah In Gook, aku tahu kamu memang bodoh dalam pelajaran namun dalam urusan mengerjaiku kau tidak akan bodoh seperti ini ‘kan? Sekarang berhenti menggangguku karena aku juga punya kesabaran, jangan buat aku semakin muak dengan tampangmu yang sangat menyebalkan itu.ucapku.
Berapa hari berlalu dengan damai, aku masih belum percaya kalau mereka berhenti hanya sampai di sini mengerjaiku. Pasti mereka sedang menyusun rencana untuk menjebakku lagi. Suatu pagi aku sangat terkejut saat memasuki kelasku, aku melihat setangkai mawar di atas mejaku. Siapa yang mengirim mawar ini ya? Romantis sekali … apa ada yang diam-diam suka padaku di sekolah ini namun tidak berani mengatakannya? Ini pertama kalinya aku mendapatkan mawar misterius seperti ini, aku tersenyum bahagai, ternyata kehidupan SMUku tidak seburuk yang aku bayangkan.
“Eh … maaf, aku sepertinya salah meletakkan mawar itu, kupikir bangku ini milik Ji Won!tiba-tiba seorang siswa meminta kembali mawar itu yang ternyata bukan untukku. Rupanya mawar itu untuk tetangga bangkuku. Dengan senyum yang agak dipaksakan, aku mengembalikan mawar itu. Siswa itu lalu meletakkan mawar itu dibangku yan semestinya.” Hu … dasar, dia pikir dia siapa? memangnya di sekolah ini ada yang mau mengirimkan mawar pada gadis seperti dia?siswa itu bergumam kecil saat melaluiku, dia pikir aku tidak mendengarnya. Hei… kau pikir kau juga sangat tampan apa?
Aku berjalan menyusuri koridor sekolahku, aku ingin menuju lockerku untuk menyimpan barangku. Aku tak sengaja mendengar percakapan dua orang teman In Gook di kelas,
“Aku heran pada In Gook, kenapa dia melunak begitu. Padahal aku sudah mendapatkan banyak ide untuk mengerjai anak ikan itu!
“Iya… sudah berhari-hari tanganku gatal untuk mengerjai anak ikan itu. Kenapa In Gook melarang kita menyakiti anak itu ya? atau jangan-jangan In Gook mulai menyukai anak itu?
“Jangan bicara sembarangan, mana mungkin In Gook suka pada gadis seperti anak ikan itu. Memangnya sudah tidak ada gadis yang lebih baik? Dunia ini masih memiliki banyak pasokan gadis-gadis cantik dan In Gook tidak perlu repot-repot melirik pada gadis itu!
“Benar juga… kalau anak ikan itu dibandingkan dengan mantan-mantan In Gook selama ini, anak ikan itu tidak ada apa-apanya. Tapi kenapa In Gook seakan-akan melindungi anak itu ya… aku jadi heran!
“Kita harus cari tahu …
“Iya… tapi jangan sampai In Gook curiga!” Apa aku tidak salah dengar, mereka ingin memata-matai In Gook? Tidak… ini pasti jebakan, aku clingak-clinguk menyusuri setiap sudut di koridor sekolah dengan penglihatanku, aku yakin pasti ada seseorang yang sedang mengamatiku di suatu tempat untuk memastikan aku mendengar pembicaraan mereka sehingga aku salah paham dan mengira semua perkataan In Gook itu benar seperti yang dulu mereka lakukan saat menjebakku di toilet.
Aku melanjutkan perjalanan menuju lockerku, alangkah terkejutnya aku saat membuka lockerku. Beberapa bunga mawar menyembur karena berdesakan, ada sekeranjang besar bunga mawar di lockerku! Jangan-jangan salah kirim lagi seperti di kelas tadi,
“Wah … mawarnya banyak sekali, siapa yang mengirimkan mawar untuk anak itu ya? Aku penasaran orang bodoh macam apa yang mengirim mawar itu!beberapa orang berbisik di sampingku. Aku melihat ada kartu nama di keranjang mawar itu, In Gook…! Aku segera mencabut kartu nama itu supaya teman-temanku tidak tahu siapa pengirimnya.
Gemercik api mewarnai prosesi pembakaran mawar itu, ya… aku membakarnya. Memangnya orang itu pikir aku akan langsung tersentuh saat dikirimkan mawar.
“Kenapa kau membakar mawar-mawar pemberianku?” In Gook tiba-tiba muncul dari belakangku dan mengagetkan aku,
“Oh… jadi ini mawar-mawar pemberianmu ya, maaf… kupikir ini sampah soalnya mengotori lockerku jadi aku bakar!aku menjawab dengan setengah mengejek. In Gook lalu mencengkram lenganku dengan kasar,
“Apa? sampah? kau bilang mawar pemberianku sampah! Dengar… aku tidak pernah memberikan sampah pada orang yang kuhargai!ancamnya. Dia lalu memadamkan api itu dan memungut beberapa mawarnya yang belum sempat terbakar.” Tadi pagi aku melihat kau tersenyum memegangi mawar yang ternyata hanya salah dikirim ke bangkumu. Jadi aku memesankan sekeranjang untukmu dengan harapan kau tidak hanya akan tersenyum namun juga tertawa, tapi apa…?” Dengan wajah judes dia berlalu meninggalkan aku. Aku tercengang, baru kali ini aku melihat ekspresinya yang seperti itu.
    
Hari ini tetanggaku mengadakan sebuah pesta kecil untuk merayakan kelulusan anaknya di universitas. Kami di sini sudah seperti keluarga besar, jadi sudah sewajarnya bila saling membantu. Aku sibuk menyusun kursi dan meja untuk jamuan makan nanti serta merapikan piring dan gelas. Aku membantu paman untuk mengangkat meja dan memasang lampu.
“Jongsuk … kau tidak perlu kerja nak, nanti kamu sakit lagi!” tegur tetanggaku
“Bibi, aku sudah sembuh jadi tidak perlu khawatir!bibi memandang iba padaku. Terima kasih… sungguh akau sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahkan ayah dan para tetangga yang sangat menyayangiku. Mereka menyayangiku seperti anak mereka sendiri.
“Jongsuk… ada teman sekolahmu yang mencarimu!” teriak paman. Aku heran, teman yang mana? Perasaanku tak ada teman yang mau datang ke rumahku apalagi aku memang tidak punya teman di sekolah karena mereka semua memusuhiku. Aku segera menemuinya, huh… ternyata In Gook.
“Mau apa kau kemari?
“Sepertinya kau sedang sibuk?
“Iya, aku memang sedang sibuk,”
“Aku ke sini hanya ingin memperjelas kepadamu kalau aku serius menyayangimu.
“Aku tidak punya waktu, jadi lebih baik kau pulang saja!” aku berbalik ingin meninggalkannya
“Jongsuk … tunggu!dia menarik tanganku.
“pa lagi…! dengar ya kalau kau pikir kali ini kau bisa menipuku maka kau salah besar, aku bukan orang bodoh. Kau pikir dengan mawar itu kau bisa menggodaku?” dari kejauhan paman memanggilku
“Jongsuk… pestanya sudah dimulai. Ayo segeralah bergabung!”
“Iya paman, aku akan menyusul.”
“Sekalian ajak juga temanmu!
“Maaf… sepertinya dia tidak bisa bergabung karena dia harus pergi sekarang juga, dia sangat sibuk. Lagipula dia tidak terbiasa ikut dalam pesta seperti ini” jawabku, paman mengangguk tanda mengerti kalau In Gook adalah orang kaya dan pasti tidak akan mau bergabung dengan kami. Sudah… ayo pulang! Kau tenang saja, aku tidak akan melaporkan pada teman-temanmu kalau aku sudah menghusirmu karena aku yakin seumur hidupmu kau tidak pernah dipermalukan oleh orang miskin sepertiku,” aku meninggalkannya dan bergabung dengan yang lainnya di pesta itu.
Aku menikmati alunan musik lembut bersama para tetanggaku, aku semakin sebal saat mengetahui In Gook belum pergi juga bahkan dia menghampiriku. 
“Aku benar-benar menyukaimu, percayalah!” ucapnya memelas. Aku bosan mendengar kata-kata yang sama darinya.
“Baik … aku percaya, sekarang pergilah!”
“Kenapa kau sulit sekali mengerti?!”
“Siapa suruh kau penipu, sekarang kau pikirkan saja cara agar aku bisa percaya,” tantangku. Aku kembali menikmati alunan musik. Tiba-tiba In Gook menarikku dan menciumku! Bruk… tiba-tiba ayahku muncul dan memukul In Gook sampai terjatuh.
“Kurang ajar… apa yang kau lakukan pada putriku,” bentak ayahku.
“Bagaimana, sekarang kau bisa percaya kalau aku suka padamu?” tanya In Gook
“Anak kurang ajar…” ayahku kembali memukulnya, In Gook benar-benar babak belur namun dia hanya diam saja menerima pukulan ayahku tanpa berhenti menatapku. Dia adalah orang yang sangat memperhatikan penampilannya, mana mungkin dia rela dipukuli kalau hanya untuk berpura-pura suka padaku. Air mataku sepertinya akan mengalir karena bimbang antara harus percaya atau tidak.
“Ayah … jangan dipukul lagi. Dia orang gila, jadi percuma menasihatinya,” aku menarik tangan ayahku dan membawanya ke rumah.
Sebelum ke sekolah, ayah mengingatkan agar cepat pulang untuk sembahyang karena hari ini hari peringatan meninggalnya ibuku. Aku benar-benar malas ke sekolah, aku tidak mau bertemu In Gook. Apa yang akan aku katakan kalau bertemu dengannya nanti? Saat melalui koridor aku melihat beberapa siswa berbincang-bincang,
“Selama akau pacaran dengan In Gook, tak sekalipun dia menciumku,” keluh seorang siswi.
“Benarkah…? kupikir In Gook pacaran hanya untuk hal itu!”  balas temannya.
“Kudengar-dengar In Gook memang seperti itu, mantan-mantannya yang terdahulu pun tidak pernah dia cium.tambah yang lain
“Wah… sepertinya selama ini aku salah paham, kupikir In Gook sama seperti laki-laki yang lain kalau diberi kesempatan pasti akan dia ambil. Padahal waktu malam itu aku sendiri yang berniat menciumnya namun dia menolak,” ucap siswi yang sepertinya salah satu dari banyak koleksi In Gook.
“Jangan-jangan In Gook hanya akan mencium wanita yang benar-benar dia sayangi. Dia berpacaran dengan banyak gadis namun tidak akan menyentuhnya bila maksudnya memang hanya untuk bermain-main dengan gadis itu.” sambung temannya
“Ternyata, meski dia seorang playboy tapi dia masih punya sopan santun juga.sambung yang lain
“Aku jadi penasaran siapa gadis yang akan mendapatkan ciuman pertamanya In Gook, pasti dia sangat beruntung. Aku jadi iri …ucap mantannya In Gook.
Aku jadi semakin bimbang, apa benar In Gook seperti itu? Tapi ini seperti mimpi, dia salah menyukaiku. Aku mempercepat langkahku, karena jalan ke kelasku harus melalui kelasnya. Buk… aku bertabrakan dengan seseorang, In Gook…! aku mencoba menghindar namun dia berhasil mencegatku.
“Aku tidak punya perasaan apa-apa padamu, itu jawabanku. Jadi… jangan menggangguku lagi,” ucapku.
“Aku tidak percaya!”
“Kenapa kau sulit sekali diberi pengertian?”
“Karena aku tahu kau juga punya perasaan yang sama denganku.”
“Kau tahu dari mana, asal-asalan saja. Kau pikir aku bisa suka padamu padahal selama ini kau selalu mengerjaiku.”
“Aku bisa melihat dari matamu,”
“Baiklah terserah apa maumu. Kau orang kaya dan aku orang miskin, apa kau pikir kita bisa bersatu?
“Asal kita saling mencintai maka jarak lapisan sosial itu dapat kita lalui. Kita pasti bahagia.
Bahagia? Ha ha ha...” aku tertawa kecil,” Apa kau lupa, aku pernah mengutukmu di pesta ulang tahunmu bahwa kau tidak akan pernah bahagia!” aku mencoba mengingatkannya.” Kutukanku itu masih berlaku Seo In Gook Hee Chul!” ancamku.” Lagi pula... jangan ucapkan kata ‘bahagia’ di depanku karena aku terlahir di bawah naungan bintang kematian, tidak ada kata bahagai dalam kamus hidupku.
“Kau ini bicara apa?
“Sebelum kau menderita lebih jauh, kusarankan kau menghapus cintamu padaku,”
“Aku tidak peduli kau ini orang miskin atau bukan, ayahmu nelayan atau bukan. Yang kusuka adalah jiwamu, bukan statusmu. Aku mau hidup susah seperti hidupmu dan aku yakin kita hidup bahagia selamanya!”
“Bagaimana bisa kau hidup bahagia selamanya kalau aku akan mati! Seo In Gook In Gook… kau benar-benar salah jatuh cinta pada calon mayat sepertiku.”
“Aku juga calon mayat, ayahku, ibuku, teman-temanku, semuanya …
“Aku sakit… sakit parah, sebentar lagi pasti mati dan kau bilang mau hidup bahagia bersamaku? kau bercanda?! Sudahlah, berhenti mengejarku… murid-murid sudah mulai berdatangan, nanti dia melihat kita. Kau tidak takut harga dirimu jatuh karena ngobrol denganku?” aku tertawa geli di hadapannya. Aku tidak habis pikir dia mau bahagia pakai apa kalau aku mati. Akupun pergi meninggalkannya yang masih kebingungan.

Aku bersenandung kecil di bawah pepohonan saat pulang sekolah. Aku sangat menikmati hangatnya musim panas. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di dekatku, In Gook keluar dan tersenyum.
“Hari ini … kita resmi bepacaran, naiklah ke mobilku. Aku akan mengantarmu pulang.” ucapnya, aku segera menghampirinya,
“Jadi kau menerimaku? kau tidak takut kalau aku mati?tanyaku heran,
“Tidak…!”
“Hei… aku serius! aku sakit!”
“Aku juga serius, kalau kau sakit, aku akan mengobatimu. Aku ‘kan punya banyak uang.” aku pun naik ke mobilnya, apa dia pikir aku bercanda?
“In Gook… aku pacarmu yang ke berapa? trus waktu bersamamu maksimal lima hari ‘kan?”
“Kau pacar yang ke-218 tapi waktu untuk bersamaku adalah selamanya!”
“In Gook kalau kali ini kau menipuku, aku bersumpah akan membunuhmu!”
“Aku tidak akan menipu orang yang sangat aku sayangi, yang susah payah aku dapatkan,” dia tersenyum, secuil lesung pipi muncul di pipinya, membuatnya terlihat semakin imut.

Ternyata ayah sudah lama menungguku untuk melakukan sembahyang. Aku sampai lupa pada pesannya sebelum ke sekolah tadi, kalau menyangkut ibu entah mengapa aku sangat tidak peduli. Aku bersama ayah bersembahyang. Aku mendengar bisikan doa ayah, dan tanpa kusadari aku malah tertawa. Setelah bersembahyang ayah bertanya padaku,
“Kenapa kau tertawa saat sembahyang tadi?”
“Doa ayah asal-asalan saja!” jawabku
“Apa maksudmu? ayah ‘kan mendoakan ibumu agar damai di syurga sana!”
“Yang benar saja, orang seperti dia tidak akan masuk surga.
“Jong Suk!ayah membentakku, Maaf… seharusnya hari ini aku tidak memarahimu karena hari ini adalah ulang tahunmu. Ayah sudah memasakkan makan untukmu.” ayah kemudian menyiapkan seluruh masakannya di atas meja. Kami duduk berhadapan dan mulai memejamkan mata untuk berdoa.
“Semoga anakku bahagia dan panjang umur,”
“Ayah tidak perlu berlebihan seperti itu, aku mana mungkin panjang umur. Ini saja mungkin terakhir kalinya kita bersembahyang untuk ibu dan merayakan ulang tahunku bersama,”
“Jongsuk … jangan buat ayah marah, sekarang kau juga berdoalah!”
“Untuk apa berdoa, toh… semua sia-sia saja. Ayah sudah banyak berdoa untukku tapi apa hasilnya? Tuhan sudah mengutukku jadi…
“Ayo berdoa!” bentak ayah.
“Semoga selepas aku pergi, ayah akan tabah dan mendapatkan seorang istri yang benar-benar menyayanginya!” ayah tiba-tiba pergi dariku dan bersembunyi, saat aku mengikutinya, ternyata dia menangis. Ayah… maafkan aku!” ucapku sambil memeluknya.
Di sekolah aku merasa aneh, semua orang memandangiku bahkan mereka Nampak ramah padaku. Dari arah belakang In Gook tiba-tiba datang dan merangkulku.
“Selamat pagi …!” ucapnya
“Apa yang kau lakukan, nanti kalau ada orang yang melihat bagaimana?”
“Memangnya kenapa? Aku tidak peduli. Lagipula mereka semua sudah tahu jadi tidak ada yang perlu ditakutkan,”
“Apa…?” pekikku. Wajar… dia ‘kan orangnya tidak bisa diam, pasti dia sendiri yang menyebarkannya. Tapi tunggu, pantas teman-temanku jadi ramah begitu.
“Oh ya… ayahku dan nelayan lainnya mengadakan pesta kecil untuk merayakan tangkapan mereka yang lumayan banyak. Bagaimana kalau kau ikut bersamaku merayakannya?bujukku. Dia kemudian terdiam,” Kalau kau tidak mau ya… tidak apa-apa. Aku mengerti kamu tidak terbiasa di lingkungan kumuh seperti rumahku.tambahku.
“Aku mau datang kok!”
“Kau tidak perlu memaksakan diri hanya karena merasa tidak enak hati padaku.” balasku
“Aku justru penasaran dengan pesta kalian, aku bosan dengan pesta yang selama ini aku ikuti, terlalu formal dan kaku. Aku ingin berbicara bebas dan tertawa sepuasnya tanpa harus menjaga imej,” ucapnya. Kadang aku merasa kasihan padanya, apa dia bisa beradaptasi dengan duniaku yang sangat berbeda dengan dunianya.

“Kau anak kurang ajar yang mencium putriku di depan umum beberapa hari yang lalu ‘kan?” bentak ayahku pada In Gook.
“Ayah… jangan bicara seperti itu pada temanku!aku mencoba menenangkan ayah. Aku menariknya dan mengajaknya bicara,” Kali ini In Gook datang dengan niat baik, dia tidak akan macam-macam,” tambahku. Tiba-tiba seorang tetanggaku bertanya pada In Gook.
“Kau pacarnya Jongsuk ya?” In Gook tersenyum dan meangangguk. Ayah terbelalak mendengarnya, dia menatapku. Aku jadi takut,
“Benar kau pacarnya?” tanya ayah
“Iya…ucapku tertunduk. Ayah lalu pergi meninggalkan kami dan melanjutkan pekerjaannya menyusun lampu pesta. Dia tidak berkata apa-apa lagi.
“Ayahmu sepertinya marah,” bisik In Gook yang mendekatiku. Aku jadi tidak enak pada semua. Ayah tetap diam meski semua tetanggaku menyambut In Gook dengan hangat. Aku mencoba berbicara pada ayah yang sedari tadi berwajah masam meski pesta sudah dimulai.
“Ayah, apa ayah tidak suka pada In Gook? Maafkan aku …
“Apa benar dia menyukaimu? mungkin dia cuma mempermainkanmu.” Balas ayahku
“Dia sudah tahu kalau aku sakit namun dia tetap ingin bersamaku,” ucapku. Tiba-tiba aku melihatnya menitikkan air mata,
“Jongsuk… ayah baru sadar ternyata kau telah dewasa. Kau bukan lagi putriku yang berumur lima tahun yang masih ayah suapi bila makan. Kau sekarang sudah punya pacar, ayah tak menyangka ada pria yang tulus mencintaimu. Ayah pikir tak ada lagi pria yang mau mendekatimu karena kita orang miskin.semua orang terdiam melihat ayah, Dulu ayah sering bertanya kapan Jongsuk  akan membawa teman prianya dan memperkenalkannya pada ayah sebagai pacar, tapi jangankan pacar, teman biasa pun tak ada yang mau datang ke rumah karena ayah hanya seorang nelayan,” ayah menangis di pundakku, Tapi syukurlah sekarang, aku tidak perlu merasa bersalah lagi karena putriku sudah punya pacar, hiks…semua orang tertawa melihat ayahku. Mereka dan aku tak menyangka ayah akan berlebuhan seperti ini. In Gook lalu menghampiri kami, ayah berdiri dan memeluknya.

to be continued …

No comments:

Post a Comment