Thursday 10 April 2014

FF Love You with Sincere - Part 2



            Jujur kuakui, aku tak mau membantunya membujuk Jun Su, aku takut kejadian itu berulang lagi, aku tak mau kehilangan teman sekali lagi. kenapa …? Kenapa hal seperti ini harus terulang ? hiks … aku harus bagaimana? aku juga tidak tega melihat Hyo Ri seperti ini.
            “Baik aku akan membantumu!” ucapku. Tuhan semoga kejadian nanti tidak seperti dulu lagi.
            Setelah kejadian itu, tak sekalipun Jun Su mau mengankat telepon dari Hyo Ri, di sekolah, Hyo Ri tak henti-hentinya curhat padaku. Dia takut Jun Su tidak mau memaafkannya sehingga dia meminta bantuanku. Sesuai sekolah aku mengajak Jun Su bertemu di café untuk membicarakan masalah mengenai Hyo Ri.
            “Maaf …” ucapku
            “Kenapa kamu minta maaf, kamu kan tidak salah.”
            “Aku minta maaf atas nama Hyo Ri.”
            “Oh .. begitu, kenapa bukan dia sendiri yang minta maaf padaku?” tanya Jun Su sinis.
            “Dia takut kalau kau tidak mau memaafkannya.”
            “Aku malah akan lebih sulit memaafkannya kalau begini saja dia minta bantuanmu juga.”
            “Kumohon Jun Su, dia merasa sangat sangat bersalah padamu.”
            “Kalau begitu suruh dia sendiri yang minta maaf! dulu dia juga begini, waktu pertama bertemu dia juga minta bantuanmu kan? apa dia tidak bis berusaha sendiri?”
            “Hyo Ri … “ aku sudah tidak tahu bicara apa lagi
            “Aku benar-benar tidak suka pada sikapnya, aku tidak terima dia menghina keluargaku.”
            “Dia tidak bermaksud begitu!”
            Tidak bermaksud bagaimana? jelas-jelas aku mendengar dia menghina keluargaku.”
            “Kalau begitu tolong maafkanlah dia!”
            “Semakin lama kau semakin menjengkelkan juga, kenapa kau selalu membelanya?”
            “Karena dia adalah temanku.” Jun Su sepertinya semakin kesal,  dia pun pergi meninggalkan aku. Aku mengejarnya dan menjelaskan semuanya namun dia tidak menggubrisku.
Di sekolah aku juga tak tega melihat Hyo Ri  selalu murubg, dia bahkan menangis tersedu-sedu karena perasaan bersalahnya pada Jun Su. Berhari-hari aku berkunjung ke tempat Jun Su dan berusaha membujuknya. Hampir seminggu aku selalu ke rumahnya dan membujuknya agar dia mau memaafkan Hyo Ri.
            “Jangan datang lagi ke rumahku kalau hanya untuk membujukku. Aku sangat benci pada orang yang menghina keluargaku.” Ucap Jun Su saat aku menemuinya di rumahnya.
            “Hyo Ri sangat sedih kau diamkan seperti ini, dia merasa sangat menderita.”
            “Aku tidak peduli … awalnya aku sangat senang mengajaknya ke rumahku, namun saat aku tahu responnya terhadap keluargaku seperti itu, aku jadi kecewa.”
            “Jun Su … aku tahu kau bukan orang jahat, kau pasti mau memaafkannya.”
            “Pergi … tinggalkan aku!” perintah Jun Su, dia tidak mempedulikan aku yang berusaha mendamaikan mereka. Akhirnya aku berlutut di hadapannya dan memohon agar dia mau memaafkan Hyo Ri. Dia kelihatan terkejut,
            “Apa yang kau lakukan? kenapa kau berlutut seperti ini? ayo bangun!”
            “Aku akan terus berlutut sampai kau mau memaafkan Hyo Ri. Dia sangat menyesal, kumohon …” tak terasa aku menangis di hadapannya. “Hyo Ri adalah sahabatku dia sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Melihat dia menangis, aku pun ikut terluka. Aku akan melakukan apapun asal dia bisa tersenyum karena dia adalah sahabatku. Kumohon Jun Su, maafkanlah dia!” aku menar-benar minta tolong.
            “Baiklah … aku akan memaafkannya asal dia mau datang dan mengakui kesalahannya padaku.” aku tersenyum mendengar keputusan Jun Su, syukurlah dia mau berubah pikiran. Dia lalu mengambil selembar tissue dan mengusap air mataku,
            “Hyo Ri pasti sangat bahagia memiliki sahabat seperti kamu, aku jadi iri.” Jun Su tersenyum memandangku yang mungkin nampak kacau dengan air mata di pipiku. Akhirnya hubungan Hyo Ri dan Jun Su kembali seperti semula, aku senang dapat membantu mereka rujuk kembali.      
Love You Sincerely
            Hari ini awal bulan oktober, aku datang ke pantai dan meletakkan seikat verbena putih di tepi pantai yang nantinya akan dihanyutkan oleh ombak. Lima tahu lalu … dia awal bulan oktober, ibu meninggal dalam kecelakaan tragis. Pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan dan diperkirakan jatuh ke laut. Sampai sekarang bangkai pesawatnya belum ditemukan sehingga setiap tahun bila ingin mengunjungi makam ibu … aku akan ke laut.
            Entah di mana pesawat itu jatuh, namun aku yakin … di manapun aku meletakkan seikat bunga, ombak pasti akan membantuku membawanya ke tempat ibuku. Ibu … aku sayang padamu, meski orang-orang memandang rendah padamu namun aku tetap bersyukur dapat lahir dari rahimmu.
            “Eun Hee …?” tegur seseorang, aku menoleh ke arah sumber suara, Jun Su?
            “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Jun Su
            “Mengunjungi makam ibuku.” jawabku,
            “Di laut …?” tanyanya heran, aku pun mengangguk. Kami duduk di tepi pantai sambil memandangi matahari yang hampir terbenam.
            “Aku hanya sekedar jalan-jalan di pantai untuk menghilangkan penat, tahu-tahu bertemu denganmu di sini.” sambung Jun Su.
            “Hari ini aku datang untuk mengucapkan salam pada ibu, hari ini peringatan meninggalnya ibu. Pesawat yang ditumpanginya jatuh ke laut dan sampai sekarang bangkainya belum ditemukan sehingga aku menganggap setiap laut adalah makam ibuku.”
            “Kau harus kuat!” bujuk Jun Su
            “”Ya … aku harus kuat, itu adalah pesan ayah sebelum beliau meninggal karena sakit tiga tahun yang lalu.”
            “Malang sekali nasibmu. Jadi … selama itu kau tinggal dip anti asuhan?”
            “Iya, nenek yang menitipkan aku dip anti asuhan. Dari dulu nenek tidak pernah menyukai aku dan ibuku. Saat ibu kecelakaan, nenek malah bilang itu hukuman dari Tuhan atas perbuatan ibu merebut suami orang. Bahkan dengan taganya nenek mengatakan seandianya aku ikut dalam kecelakaan itu maka ikan-ikan di laut akan semakin kenyang!” tak terasa tetes demi tetes air mataku berjatuhan. Aku tak berani memandang Jun Su, aku merasa malu …
            “Hidup dip anti setidaknya masih lebih baik disbanding hiduup bersama nenek. Sayang nasib sial masih terus mengikutiku meski aku telah jauh dari Gwangju. Di sekolah semua anak memusuhiku karena statusku sebagai perebut suami orang. Tapi Hyo Ri … dengan senyuman yang tulus mengulurkan tangan untuk berjabat denganku di saat semua teman malah membuang muka saat melihatku. Karena itulah aku sangat menyayangi Hyo Ri, dia sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri.”
            “Karena itu kau sampai berlutut di hadapanku demi memohon maaf untuk Hyo Ri?” tanya Jun Su, aku pun mengangguk.
            “Bodoh … aku ini bicara apa sih? kenapa malah menceritakan semua padamu. pokoknya aku harus kaut! aku selalu ingat pada pesan ayah, bahwa kemarin tak ada yang lain selain mimpi, esok … hanya untuk tujuan, kecuali hari ini … untuk hidup bahagia. Buatlah setiap hari kemarin adalah mimpi dari kebahagiaan, dan satiap hari esok adalah tujuan dari harapan, namun berpandangan optimislah … karena itu untuk hari ini!” aku mencoba tersenyum ke arah Jun Su dan tiba-tiba …
            “Apa yang kau lakukan? kenapa kau …”
            “Tidak bisa, tidak terus begini. Ternyata … ternyata aku tak bisa berbohong lagi.” kata Jun Su sambil menunduk dan tersenyum pahit. Dia … dia barusan menciumku!
            “Cinta … aku mencintaimu. Ternyata kaulah orangnya, kaulah orang yang diinginkan hatiku bukan sahabatmu!” ucap Jun Su, bohong … ini pasti bohong. Kenapa dia menciumku? kenapa semau harus berakhir begini? aku berlari meninggalkan Jun Su di tengah keheningan senja itu. Kenapa Jun Su melakukan hal itu? apa dia tidak memikirkan perasaan Hyo Ri sebelumnya?.
            Saat bertemu Hyo Ri di kelas, aku menjadi kaku. Apalagi kalau mengingat kejadian saat Jun Su menciumku. Aku semakin merasa bersalah, apa yang harus kulakukan?. Seusai sekolah, aku  diantar Hyo Ri menunggu bus di halte. Tiba-tiba Jun Su datang, ternyata mereka janjian ke bioskop.
            “Apa kabar Eun Hee?” sapanya,
            “Baik …” jawabku,  aku hanya bisa menunduk karena tak berani memandangnya.
            “Kau sakit ya? wajahmu terlihat pucat.” sambungnya.
            “Dia sedang ada masalah tapi dia tidak mau menceritakannya padaku.” keluh Hyo Ri, aku tidak mungkin menceritakan masalahku ini padamu Hyo Ri … kalau Jun Su telah menciumku. Mungkin memang benar kalau aku ini perusak! sejak saat itu aku berusaha keras untuk menghindar dari setiap pertemuanku dengan Jun Su. Berbagai alasan kukemukakan setiap Hyo Ri mengajakku bertemu Jun Su.    

            “Apa kau menghindar dariku?” tanya Jun Su tiba-tiba saat aku akan berangkat ke sekolah. Dia menungguku di ujung jalan dekat panti asuhanku.
            “Tolong jangan menggangguku!” pintaku
            “Maaf kalau aku mengganggumu, tapi aku hanya khawaitr padamu. Hyo Ri bilang kalau di sekolah kau sering murung dan tidak bersemangat, apa semua itu karena aku?”
            “Jun Su! apa kau pikir aku begini karena siapa? di Gangju aku dimusuhi karena kejadian seperti ini, aku diejek sebagai perebut pacar orang padahal bukan mauku kalau siswa-siswa itu menyukaiku. Dan sekarang kaupun sama, apa kau mau sekali lagi aku dihusir?”
            “Aku mengerti kenapa siswa-siswa itu menyukaimu. Sosok gadis yang tegar sekuat batu karang, selalu tersenyum dan membantu dengan ikhlas dan tulus, semua itu akan sangat sulit untuk membuat seseorang tidak jatuh cinta padamu, dan itupun yang terjadi padaku.”
            “Tapi Hyo Ri juga seperti itu, dia gadis yang baik!”
            “Tapi kau masih bisa tersenyum di saat semua kebahagiaanmu terenggut dengan tragis!”
            “Itu bukan alasan …” aku meninggalkan Jun Su.
            “Karena ketulusanmu, karena ketulusanmu aku jatuh cinta!” ucap Jun Su namun aku tidak begitu menghiraukannya. “Aku akan menunggumu di depan stasiun sepulang sekolah. Aku akan menunggumu sampai kau datang sebagai jawaban atas perasaanku padamu.” aku pura-pura tidak dengar dan pergi meninggalkannya. Kuharap begini saja dia sudah mengerti perasaanku.

            Saat sedang asyik membaca buku di dalam kamarku, tiba-tiba adikku memanggil, katanya ada telepon untukku,
            “Halo …?” tanyaku,
            “Halo Eun Hee, ini ibunya Jun Su. Apa sekarang Jun Su bersamamu Nak?”
            “Tidak, memangnya kenapa bibi?”
            “Jun Su belum pulang-pulang juga, padahal sudah malam begini. Bibi sudah menelpon Hyo Ri tapi dia juga tidak tahu Jun Su di mana. Ponsel Jun Su sulit dihubungi, bibi takut terjadi sesuatu padanya.” Aku melirik ke jam dinding, ha … sudah jam 12 malam! ke mana dia? tiba-tiba aku teringat pada percakapanku dengan Jun Su tadi pagi. Jangan-jangan dia ada di …
            “Bibi … kurasa aku tahu di mana dia sekarang!” ucapku, aku pun segera ke stasiun tempat Jun Su mengatakan akan meungguku. Kuharap dia tidak akan sebodoh itu menungguku sampai larut bagini. Saat sampai di stasiu, aku melihatnya, dengan sabar dia menungguku.
            “Jun Su!” tegurku, diapun segera berdiri dan menghampiriku. Dia tersenyum, plaaak … aku menamparnya.
            “Dasar bodoh …! Apa yang kau lakukan sampai malam begini di sini? apa kau tidak tahu kalau ibumu menghawatirkanmu, kau selalu saja menyusahkan orang, kenapa menungguku sampai larut begini?”
            “Karena aku yakin kau akan datang!” ucapnya. Bodoh … bodoh sekali kau, aku lalu memeluknya. Dari kejadian ini aku dapat merasakan ketulusannya dalam mencintaiku. Hyo Ri … maafkan aku.
            “Lalu … bagaimana kalau aku tidak datang?”
            “Aku akan terus menunggumu!” jawabnya mantap. Aku tersenyum melihat keteguhannya, aku memang tidak dapat bohong pada diriku sediri. Aku akui aku mulai tertarik padanya saat aku menyerahkan kepercayaanku padanya, saat itu dia berjanji tidak akan pernah menyusahkanku.
            Aku tidak tahu sampai kapan aku dan Jun Su akan menyembunyikan hubungan kami pada Hyo Ri, namun aku yakin … hari di saat dia mengetahui hubungan kami pasti akan datang. Di saat itu pasti tak akan ada yang lain selain air mata dan sakit hati, namun … sampai hari itu datang, biarlah aku dan Jun Su menjalani ini dengan cara kami sendiri.
Love You Sincerely
            Suatu saat entah mengapa Hyo Ri terlihat murung. Dia sama sekali tidak mau bicara padaku.Apakah dia sedang ada masalah dengan Jun Su? aku segera menelpon Jun Su dan menyuruhnya bicara dengan Hyo Ri. Syukurlah setelah bicara sejenak dengan Jun Su, dia agak baikan. Sesusia sekolah Hyo Ri mengajakku untuk makan es krim di toko depan sekolah. Aku yakin ada yang ingin dibicarakan,
            “Kau sahabatku kan Eun Hee?” tanyanya tiba-tiba
            “Tentu saja!” jawabku,
            “Jadi kau tidak akan merebut Jun Su dariku kan?” tanyanya lagi, aku sangat terkejut mendengarnya. “Kemarin aku melihat Jun Su menggandeng tangan seorang gadis saat berjalan-jalan di Gangnam. Aku melihat gadis itu seperti kamu tapi aku yakin aku pasti cuma salah lihat. Bodoh … aku ini bicara apa, mana mungkin kau dan Jun Su menghianatiku. Apalagi saat aku menelpon Jun Su, dia bilang saat itu dia berada di rumah temannya, jadi dia tidak mungkin ada di Gangnam. Maaf ya … aku pencemburu sekali nih!” ucap Hyo Ri, aku hanya bisa menunduk,
            “Maaf … “ kata-kataku tercekat, aku tidak berani mengakuinya.
            “Kenapa Eun Hee minta maaf, padahal kan tidak salah!”
            “Tentu saja aku tidak akan menyakitimu …” ucapku dengan pasrah. Entah bagaimana aku berterus terang, cukup sampai di sini aku menyakiti Hyo Ri. Aku mengajak Jun Su bertemu di taman usai sekolah, apalagi kalau bukan membicarakan masalah Hyo Ri.
            “Kurasa cukup sampai di sni Jun Su, hubungan kita tak dapat diteruskan lagi.
            “Apa?”
            “Kalau diteruskan Hyo Ri akan tahu. Saat kita berada di Gangnam, dia sempat melihat kita bersama. Aku yakin, dengan jelas dia melihat kita namun dia berusaha membohongi perasaannya kalau yang dia lihat itu orang lain. Pasti karena dia sangat sayang dan percaya ada kita.”
            “Tapi …”
            “Tidak ada tapi-tapian, aku tidak mau menyakitinya lebih lanjut.” Aku lalu bangkit “Maafkan aku!” ucapku sekali lagi dan pergi meninggalkannya. Dia mengejarku dan meraih tanganku, tanpa kusangka … dia menciumku sekali lagi.
             “Untuk terakhir kalinya …” ucapnya lemah dan penuh kepasrahan. Aku hanya menunduk sedih, tiba-tiba aku merasa genggaman tangan Jun Su menjadi dingin, matanya memandang tajam ke arah belakangku, aku pun berbalik,
            “Hyo Ri …?” pekikku terkejut. Dia memandang kami dengan mata yang merah dan tetes demi tetes air matanya jatuh, dia diam terpaku di hadapanku dan Jun Su.
            “Hyo Ri … “ tegur Jun Su. Hyo Ri maju dan menamparku, dia mendorongku menjauhi Jun Su sampai aku tersungkur di rumput taman,
            “Keterlaluan! kau sudah janji padaku tidak akan merebut Jun Su dariku, dia milikku! aku yang mengenalnya lebih dulu!” bentaknya.
            “Maafkan aku … “ aku terisak,
            “ Tadinya aku mencoba percaya kalau yang kulihat waktu itu hanya orang lain yang mirip dengan kalian, namun setelah melihat yang barusan, aku baru sadar. Bagaimana pun aku berusaha bohong pada hatiku, yang kulihat memang benar-benar kalian!”
            “Hyo Ri … “Jun Su mencoba memberi penjelasan,
            “Kau juga …! kau tahu dia sahabatku, tapi kenapa? kalau kau berselingkuh dengan orang lain mungkin aku bisa terima meski akan sangat sakit, tapi kenapa harus Eun Hee? kenapa harus dia? sakitku semakin berlipa-lipat, kau tahu itu!” Hyo Ri menangis sedih, “Kau sangat jahat Jun Su, dia sahabatku. Kalian sama saja!” Hyo Ri berlari meninggalkan kami sambil menangis. Maafkan kami Hyo Ri …

            Di sekolah aku selalu mendekati Hyo Ri untuk minta maaf tapi sepertinya dia tidak akan memaafkan aku. Dia masih sakit hati bahkan Jun Su pun belum dapat berbicara langsung dengannya semenjak kejadian itu. Hyo Ri menjauhi aku, dia sama sekali tidak mau memandangku. Saat berjalan di koridor sekolah, sekelompok teman sekelasku mengapungku dan  Yun Su sebagai leadernya.
            “Kudengar Jun Su akhirnya selingkuh denganmu ya, wah … hebat! akhirnya kau menampakkan wujud aslimu juga?” ucapnya.
            “Apa mau kalian? maaf aku tidak punya urusan dengan kalian!” aku mencoba menerobos mereka. Bruk …, mereka mendorongku sampau terbentur di tembok.
            “Jelas kau punya urusan dengan kami. Jangan pikir Seoul sama dengan Gwangju, seenaknya saja kau mau berbuat apa saja pada murid-muridnya … “
            “Lalu kalian mau apa?” tanyaku. Tiba-tiba wali kelasku datang, beliau melihat kami berkumpul di koridor, sepertinya beliau tahu akan ada pertengkaran sehingga melerai kami.
            “Lee Eun Hee ikut bapak ke kantor, beasiswamu sudah datang jadi kau bisa mengambilnya sekarang “ ucap waliku dan akupun terbebas dari belenggu kebengisan teman-temanku. Berhari-hari Hyo Ri mendiamiku termasuk teman sekelasku, aku merasa sangat bersalah. Saat tiba di sekolah keesokan harinya, dua orang temanku menyeretku ke kantor kepala sekolah.
            “Pokoknya kami tidak setuju kalau anak ini sekelas dengan kami!” seru teman-temanku pada kepala sekolahku.
            “Lalu dia akan ditempatkan di mana kalau kalian menolaknya?” tanya Pak kepala
            “Di mana saja asal bukan di kelas kami!” semua menolakku, mereka membenciku, dan aku hanya dapat menunduk sambil menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar. Hyo Ri … bahkan dia tak sedikitpun mau menatapku. Mereka memperdebatkan aku, mereka bahkan mengancam akan mogok belajar bila aku tetap di kelas itu. Ke mana lagi aku akan pergi? apa yang akan kukatakan pada Ibu panti asuhanku?
            Sekolah telah sepi saat jam dinding di sekolah menunjukkan jam 4 sore, aku masih belum berani kembali ke panti asuhanku. Tiba-tiba datang sekelompok siswi yang ternyata teman sekelasku.
            “Ternyata kau di sini!” mereka mendekatiku.
            “Mau apa kalaian?” tanyaku.
            “Memberi pelajaran padamu!” mereka menarikku dari tempat duduk, mereka menamparku, menendang, memukul, dan menjambak rambatku. Tolong … seseorang tolonglah aku. Tidak … aku memang pantas mendapatkan ini. Aku orang jahat dan aku memang pantas diperlakukan seperti ini.
            “Minggir …!” tiba-tiba seseorang berteriak dan muncul dari balik teman-teman yang mengeroyokiku. Yun Su …, dia membawa sebuah pisau dan tersenyum licik di hadapanku. Ya … Tuhan apa yang akan dia lakukan?
            “Apa yang kalian lakukan? jangan merusak masa depan kalian dengan melakukan hal konyol seperti itu. Apa hanya karena gadis ini kalian mau masuk penjara?” tiba-tiba Hyo Ri muncul di antara mereka. “Dia tidak pantas membuat kita semua susah!” lanjutnya.
            “Benar juga, kalau begitu sampai di sini saja teman-teman!” ucap Yun Su, aku paham Hyo Ri melakukan ini untuk melindungiku. Meski sikapnya mengatakan membenciku namun hatinya sebenarnya masih menganggapku sebagai sahabat. Hanya aku yang jahat telah merampas kebahagiaannya, hiks …
            Aku berjalan lunglai sambil menahan sakit dari luka pukulan teman-temanku. Tanpa kusangka di jalan aku bertemu Jun Su.
            “Eun Hee …?” dia terkejut melihat penampilanku.
            “Jun Su…!” tangisku meletus di pelukannya. Aku benar-benar sedih, dia lalu membawaku ke rumahnya dan mengobati semua lukaku.
            “Jahat sekali yang memperlakukanmu seperti ini!” umpat ibunya Jun Su, hiks … akulah yang jahat bibi, aku yang telah merebut kebahagiaan seseorang. Saat pagi menjelang, aku keluar dari rumah Jun Su. Aku hanya meninggalkan sepucuk surat berisi ungkapan terima kasih atas bantuan Jun Su dan keluarganya selama ini. Aku memutuskan  keluar dari kehidupan Jun Su untuk selamanya.
            Aku mengundurkan diri dari panti asuhan dan sekolahku. Aku memutuskan kembali ke Gwangju meski aku tidak tahu apakah nenek masih mau menerimaku atau tidak. Aku pergi ke sekolah untuk mengembalikan beasiswa yang sempat diberikan wali kelasku saat itu. Aku berpamitan pada kepala sekolah, wali kelas, dan beberapa guru.
            “Terima kasih atas kebaikan bapak dan ibu selam ini, aku pasti tidak akan melupakan semua kenangan selama aku bersekolah di sini.” ucapku. Aku juga menitipkan sepucuk surat utnuk Hyo Ri, aku harap dengan kepergianku ini teman-temanku tidak perlu mogok belajar.

            Dear Hyo Ri
          Maaf … aku telah membuatmu kecewa dengan perbuatanku ini. Jujur saja saat kau memintaku untuk membujuk Jun Su karena kau telah menyakiti perasaannya, aku sebenarnya ingin menolak. Di Gwangju dulu semua temanku selalu meminta bantuanku di saat mereka sedang bertengkar dengan pacarnya, katanya aku pandai membujuk orang. Namun … kenyataan pahit harus aku terima di saat pacar mereka malah balik menyukaiku, entah dari mana perasaan itu bisa muncul, namun itu pulalah yang tejadi pada Jun Su. Aku akui, aku memang salah telah jatuh cinta padanya. Untuk itu aku memutuskan pergi dari kehidupan kalian karena aku telah berjanji padamu bahwa aku tidak akan merebut dia darimu.
          Berbahagialah … meski sebenarnya sangat sulit meninggalkan kota ini karena aku harus meninggalkan seorang sahabat yang mau menerimaku apa adanya seperti dirimu.
                                                                Lee Eun Hee
  
            Pagi ini aku telah memesan tikat ke Gwangju, sebelum meninggalkan Seoul aku mendatangi pantai di mana Jun Su pertama kali mengutarakan perasaannya padaku. Selamat tinggal … Jun Su, kusimpan cintaku padamu di pantai ini.
            Kereta mulai berjalan perlahan, perasaanku pun hancur perlahan seiring tangisanku sedihku, inikah nasib yang harus kujalani?
            Tok … tok … tok … jendela di samping tempat dudukku berbunyi, Jun Su?! oh ya … aku memang belum berpamitan padanya. Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca dari balik jendela, aku berusaha sekuat mungkin untuk tersenyum manis di hadapannya, seperti katanya, aku masih bisa tersenyum meski beban yang kutanggung sangat berat. Aku melambaikan tangan sambil tersenyum penuh paksaan karena menahan tangis. Selamat tinggal … kuharap kita tidak akan bertemu lagi! dia berlari mengejar kereta meski itu sia-sia saja…

            Selamat tinggal, percayalah kau akan selalu hidup dalam hatiku. Dari kejauhan aku melihat Hyo Ri juga datang ke stasiun, senyumku semakin berkembang … kalian akan selalu kukenang, percayalah! sejujurnya … yang membuatku berat meninggalkan kota ini adalah meninggalkan sahabat yang mau menerimaku apa adanya dan meninggalkan … seorang pria yang mencintaiku dengan tulus. Hiks …

~The End~

No comments:

Post a Comment