“Pokoknya kami
tidak setuju kalau anak ini sekelas dengan kami!” seru teman-temanku saat di
ruang kepala sekolah.
“Lalu dia akan ditempatkan di mana
kalau kalian menolaknya?” tanya kepala sekolahku.
“Di mana saja asal bukan di kelas
kami!” semua menolakku, mereka membenciku, dan aku hanya dapat menunduk sambil
menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar. Hyo Ri … bahkan dia tak
sedikitpun mau menatapku.
Love You Sincerely
Setahun yang lalu nenek menitipkan
aku di panti asuhan di Seoul dengan alasan tidak sanggup lagi membiayai
kehidupanku, meski aku tahu kalau itu hanya alasan untuk menyingkirkan aku dari
hidupnya. Aku bersekolah di salah satu SMU yang terpandang berkat beasiswa yang
aku dapatkan. Di sekolah itu aku kurang dapat beradaptasi, semua murid sibuk
mengerjakan urusan mereka masing-masing. Persahabatan pun terjalan hanya jika
mereka memiliki taraf ekonomi sama sehingga aku yang memang berasal dari panti
asuhan tidak akan mungkin dapat bergaul dengan mereka.
Aku terduduk lesu di pojok kelas
sambil memandang teman-teman yang sedang asik berceloteh,
“Kau kenapa? ada masalah?” tanya Min
Hyo Ri, entah kenapa dia selalu baik padaku. Hanya dia yang memperlakukan aku
selayaknya seorang teman, dia tidak memandang status sosial yang kumiliki. Aku
bahagia Tuhan masih memberiku oase di tengah gurun pasir yang tandus di sekolah
ini.
“Ehm … Eun Hee, apa boleh aku minta
tolong padamu? hari ini aku ada kencan buta dengan seseorang. Aku benar-benar
gugup, kuharap kau mau menemaniku bertemu dengannya.”
“Kencan buta ya?” tanyaku
“Iya … kami belum pernah bertemu
sebelumnya, kami berkenalan lewat internet dan dia meminta untuk bertemu. Aku
gugup … aku takut bicaraku kacau di hadapannya, jadi aku butuh teman.”
“Jadi hari ini ada kencan buta ya
Hyo Ri? kusarankan jangan meminta bantuan Eun Hee, di sekolah terdahulu dia
terkenal sebagai perebut kekasih orang!” tiba-tiba Min Young menimpali
obrolanku dengan Hyo Ri
“Kau ini bicara apa? jangan
sembarang menghina orang ya!” balas Hyo Ri.
“Aku tidak menghinanya, memang begitu
kok. Dia kan pindahan dari SMU di Gwangju, aku punya seorang teman yang pernah
sekelas dengannya dan sekaligus pernah menjadi salah satu korbannya.” sambung Min
Young.
“Jangan memfitnah orang seperti itu!”
kata Hyo Ri
“Aku tidak memfitnahnya, terserah
kamu lah … mau percaya atau tidak itu bukan urusanku. Oh ya, satu hal lagi, dia
itu anak wanita yang dijadikan istri kedua, jadi sudah jelas kan dia itu
turunan perebut milik orang.”
Blam … aku memukul meja sebagai
ungkapan tidak terima atas penghinaannya. Dia sangat keterlaluan menghina
mendiang ibuku.
“Kenapa? apa kau keberatan Nona Lee?”
tanya Min Young
“Tolong jangan menghina ibuku!”
ucapku
“Sudahlah … jangan diperpanjang lagi!”
lerai Hyo Ri untuk mencairkan ketegangan kami.
Love You Sincerely
Aku dapat menerima penghinaan dan
penindasan yang dilakukan murid SMU di Gwangju dulu tapi ketika seseorang
menghina ibuku, aku tidak akan dapat memaafkannya. Aku memukul teman sekelasku
yang mengatai aku anak pelacur, namun kepala sekolah malah menyalahkan sikapku,
aku bahkan diharuskan meminta maaf pada orang itu. Sakit … apa hanya karena aku
anak dari ‘wanita kedua’ maka aku harus disalahkan saat aku mencoba untuk
membela ibuku? Aku dikeluarkan dari sekolah karena menolak meminta maaf, di
saat itu pula nenek memasukkan aku ke panti asuhan.
Nenek sangat membenciku karena aku
adalah anak dari wanita yang dianggapnya sebagai penghancur rumah tangga ayahku
dan Bibi Han, menantu kesayangannya. Seandainya bukan karena permintaan ayah
sebelum meninggal kepada nenek untuk merawatku, pasti sudah sejak dulu nenek
membuangku di jalan. Ayah dan ibuku telah tiada, nenek menolakku, bahkan
teman-teman di kelas memusuhiku karena aku adalah anak dari penghancur rumah
tangga orang namun itu semua tidak akan pernah membuatku menyesal terlahir dari
rahim ibuku.
“Aku berharap perkataan Min Young
tidak kau masukkkan ke hati.” kata Hyo Ri saat kami berjalan menuju tengah
kota, tempat dia dan orang yang dia kenal lewat internet itu janjian bertemu.
“Aku hanya berharap agar dia tidak
menghina ibuku. Aku tidak mau memukulnya seperti yang pernah aku lakukan di
Gwangju, aku pasti tidak akan bisa menahan emosi. Aku juga tidak mau membuat
panti asuhan yang menampungku kecewa akan sikapku!”
“Bersemangatlah …!” timpal Hyo Ri.
“Uhm …oh ya, kenapa kau tidak ikut
membenciku seperti teman-teman di kelas? padahal aku ini penuh dengan imej
buruk di mata mereka.”
“Aku yakin kau adalah anak yang
baik, aku hanya melihat kau sebagai gadis kesepian dan membutuhkan kasih
sayang. Aku melihat ketulusan dari sorot matamu, aku yakin ibumu pasti wanita
yang baik karena telah melahirkan gadis yang tegar dan polos seperti kamu.”
Tiba-tiba langkah Hyo Ri terhenti, aku mengikuti arah pandangan matanya,
tertuju pada seorang pria berjaket merah yang sedang berdiri dan bersandar di
dinding café menunggu seseorang.
“Itu dia orangnya, Kim Jun Su!”
“Dari mana kau tahu?”
“Dia bilang dia akan menungguku di
depan café dan akan menggunakan jaket merah!”
“Oh … kalau begitu cepatlah temui
dia, sepertinya dia sudah lama menunggumu.”
“Aku tidak berani, kamu saja ya!”
“Apa?” aku tak mengerti.
“Aku gugup, lihatlah kakiku gemetaran.
Pasti akan terlihat konyol di hadapannya.” Akhirnya aku yang menemui pria itu.
“Maaf … permisi, apa kau yang
bernama Kim Jun Su?” tanyaku saat aku telah berada di hadapannya.
“Apa kau yang bernama Min Hyo Ri?”
tanyanya ulang.
“Bukan… aku temannya, Lee Eun Hee.
Hyo Ri berada di sana, dia sangat gugup berhadapan denganmu jadi dia meminta
bantuanku.” Kami pun menghampiri Hyo Ri yang tengah gemetaran di ujung jalan.
“Selamat kabar?! eh … salah, apa
kabar! aku Min Hyo Ri!”
“Apa kabar, aku Kim Jun Su.”
Begitulah obrolan mereka dimulai sampai akhirnya Hyo Ri yang tadinya gugup
sekarang lebih santai. Sepanjang sore aku mengikuti mereka yang asyik berkencan
dari belakang. Bodoh … kenapa aku malah jadi obat nyamuk mereka?
Love You Sincerely
Beberapa minggu telah berlalu saat
pertemuan pertama Hyo Ri dan Jun Su, semakin lama hubungan mereka mengalami
kemajuan yang pesat. Setiap hari Hyo Ri menceritakan pengalaman pendekatannya
dengan Jun Su, dia sangat antusias. Aku berharap mereka segera berpacaran.
Suatu sore aku pergi ke swalayan untuk membeli perlengkapan dapur di panti
asuhan, tak disangka aku bertemu dengan Jun Su. Ternyata dia anak pemilik
swalayan langganan panti asuhanku. Setelah berbelanja dia membantu mengangkut
belanjaanku ke panti.
“Ternyata kau anak panti asuhan ya?!”
“Iya, sudah setahun aku berada di
sini. Oh ya … bagaimana hubunganmu dengan
Hyo Ri?”
“Begitulah … masih datar-datar saja!”
“Kenapa kalian tidak berpacaran saja?
bukankah sudah sering kali kalian kencan, kau tidak akan menyesal, dia gadis
yang baik, cantik, dan pintar.”
“Kau seperti mempromosikan temanmu
itu!” candanya,
“Benar … dia memang patut mendapat
yang terbaik. Dia anak yang baik, hanya dia yang mau berteman denganku meski
dia tahu aku ini orang miskin dan anak panti asuhan. Dia satu-satunya yang mau
berteman denganku dengan tulus.” Jun Su tersenyum, sekilas aku melihatnya. Itu
kah senyuman yang sering diceritakan Hyo Ri padaku? senyuman yang membuatnya tidak
dapat melupakan Jun Su.
Esoknya aku dikejutkan oleh pelukan
erat Hyo Ri padaku,
“Kau kenapa? apa sedang senang?”
tanyaku.
“Jun Su … dia memintaku untuk jadi
pacarnya!” dia kelihatan bahagia sekali, kuharap kau akan terus bahagia seperti
ini. Seusai sekolah aku menemani Hyo Ri berbelanja di toko untuk menyambut first date-nya setelah resmi berpacaran
dengan Jun Su. Senangnya … seperti Hyo Ri, seandainya saja aku seperti dia
juga. Tapi mana mungkin, aku orang miskin tidak boleh berpikiran tinggi. Usai
berbelanja tak sengaja aku dan Hyo Ri bertemu dengan ibunya.
“Apa yang kau lakukan di sini? dari
tadi ibu mencarimu, ayo pulang! kau lupa ya sekarang kita ada acara keluarga.”
Kata ibunya sambil menarik ibunya ke mobil.
“Tapi Bu … sekarang aku ada …”
“Tidak ada tapi-tapian! ayo pulang!”
“Bu … tunggu, biar aku bicara dengan
temanku dulu.” Hyo Ri lalu menghampiriku dan meminta tolong untuk menemui Jun
Su sekarang juga.
“Tolong katakan padanya bahwa aku
tidak dapat pergi dengannya, tiba-tiba aku ada urusan keluarga. Sampaikan
maafku padanya, dia menunggu di tempat kami biasa janjian.” setelah itu Hyo Ri
kembali ke mobil dan meninggalkan aku. Akhirnya akupun pergi menemui Jun Su dan menyampaikan pesan Hyo Ri.
“Apa … jadi Hyo Ri tidak bisa ikut?
sayang sekali. Padahal aku … eh … apa boleh aku minta bantuanmu?” tanyanya.
“Bantuan apa?”
“Temani aku ke pesat ulang tahun
temanku malam ini. Tadinya aku mau mengajak
Hyo Ri tapi dia ternyata tidak bisa. Kumohon … dia sahabat baikku, aku
tidak enak kalau tidak memenuhi undangannya.”
“Tapi kau bisa kan pergi sendiri?”
“Masalahnya ada syarat kalau
undangan harus datang bersama pasangannya. Apalagi ada undiannya, pemenangnya
akan mendapat tiket gratis berlibur ke Hokkaido!”
“Apa …? Hokkaido!”
“Iya … ayo!” Jun Su menarik tanganku
meski aku belum mengiyakan ajakannya. Aku takut nanti Hyo Ri salah paham, pesta
itu mengharuskan undangannya datang berpasangan hal ini akan dengan mudah
membuat Hyo Ri salah paham padaku.
Aku berjalan bersama Jun Su memasuki
ruang pesta sambil menggandeng tangannya. Aku sangat takut bertemu dengan orang
yang mengenaliku di tempat ini. Bagaimana ya … apa aku beri tahu Hyo Ri saja
supaya masalahnya tidak menjadi lebih rumit?.
“Kau kenapa kelihatan gugup?”
“Aku … aku takut Hyo Ri marah dan
salah paham padaku.”
“Tenanglah … aku yang akan bicara
dengannya nanti. Kau di sini dulu, aku akan segera kembali ya …” Jun Su lalu
meninggalkanku, aku pun menyendiri di tepi pesta. Aku benar-benar kahawatir
dengan penafsiran Hyo Ri padaku, kalau dia benar-benar salah paham maka
habislah aku.
“Wah … kejutan! lihatlah siapa yang
datang ke pesta ini, Nona Lee .. kenapa bisa ada di tempat ini? datang dengan
siapa sih? aku jadi penasaran, pria seperti apa yang memilihmu untuk datang ke
pesta ini?” seru Min Young, aduh … kenapa aku harus bertemu dengannya di saat
seperti ini.
“Eun Hee … maaf ya membuatmu lama
menunggu, ini minuman buatmu.” tiba-tiba
Jun Su datang.
“Eh … tunggu, sepertinya kau tidak
asing di mataku. Oh ya … kau ini Jun Su, pacarnya Hyo Ri kan? aku pernah
melihat fotomu dari Hyo Ri, tapi … kenapa kau berada di sini dengan orang ini?”
Min Young menatap sinis padaku. Aku semakin gugup, dia pasti berpikiran yang
tidak-tidak.
“Oh … aku mengerti! Eun Hee, kau benar-benar
memalukan! akhirnya kau menunjukkan belangmu juga, dasar ular!”
“Min Young … kau salah paham!” aku
mencoba membela diri,
“Kau masih mau mengelak?! dasar …
teman sendiri ingin kau terkam juga padahal Hyo Ri sangat baik padamu tapi kau malah
menusuknya dari belakang!” bentak Min Young. Aku tidak tahu harus berbuat apa
lagi, aku pun memilih meninggalkan pesta dan dari belakang Jun Su mengejarku.
“Kau lihat kana pa yang terjadi
barusan? temanku saja salah sangka padaku lalu bagaimana dengan Hyo Ri? dia
pasti lebih salah paham lagi.” ucapku
“Hyo Ri pasti tidak akan berpikiran
sempit seperti itu, lagi pula kau temannya kan? jadi dia pasti percaya padamu.”
balas Jun Su.
“Kau tidak tahu siapa Min Young, dia
pasti akan bicara yang tidak-tidak tentang kita pada Hyo Ri, dan Hyo Ri pasti
akan membenciku. Kalau Hyo Ri ikut-ikutan membenciku pasti aku benar-benar akan
sendiri, aku tidak akan punya teman lagi.” aku menangis di hadapan Jun Su. Dia
harus bertanggung jawab, dia yang membuatku jadi begini, tiba-tiba dia memegang
pipiku dan mulai mengusap air mataku,
“Tenanglha, kau harus percaya padaku!
aku pasti tidak akan membuatmu susah, percayalah!” dia meyakinkan aku dengan
caranya sendiri, meski aku masih ragu namun ada sebuah dorongan hebat dari kata
hatiku yang membuatku percaya pada kata-katanya.
Keesokan harinya, dengan mantap aku
ke sekolah. Aku percaya dengan janji Jun Su padaku. Di kelas Min Young menatap
sinis padaku, sayup-sayup kudengar dia menyebutku ular.
“Eun Hee … jangan khawatir, Jun Su
telah memberi tahuku kejadian semalam, kau tidak perlu khawatir karena aku
tidak akan marah.” kata-kata Hyo Ri membuatku kembali bersemangat dan Jun Su
pun menepati janjinya. Itulah pertama kalinya aku sangat percaya pada seorang
pria.
Love You Sincerely
Sekarang hujan sering turun pada
saat yang tak terduga, tak terkecuali saat aku pulang berbelanja di toko. Aku
berlindung di bawah pohon sambil menunggu bus yang lewat. Tiba-tiba ada sebuah
mobil sport mini silver melintas dengan kencang dan meyemburkan air yang tergenang
di jalan ke arahku. Aku jadi basah kuyub dan kotor, dasar … bukannya singgah
untuk minta maaf, orang itu malah terus melaju.
Wajah dan bajuku pun jadi penuh
lumpur, pasti tidak akan ada angkutan yang mau memberi tumpangan untukku.
Tiba-tiba mobil yang menyemburkan air padaku tadi berjalan mundur dan
menghampiriku. Aku melihat Jun Su keluar sambil membawa payung.
“Eun Hee …?” dia terkejut melihatku,
“Aduh … maaf ya, aku tidak sengaja. Ayo masuklah ke mobilku, nanti kau masuk
angin.” Aku pun menumpangi mobil Jun Su dan dia membawaku pulang ke rumahnya.
“Dasar Jun Su … tega-teganya membuat
temannya basah kuyub seperti ini!” keluh ibunya Jun Su saat membantuku
mengeringkan rambut.
“Bibi … dia tidak sengaja!” belaku,
“Makanya kalau mengendarai mobil
jangan asal-asalan.”
“Ibu … sudahlah memarahiku seperti
itu, malu kan dilihat Eun Hee!” bujuk Jun Su.
Setelah mengganti pakaian, keluarga
Jun Su mengajakku makan malam bersama. Ayah, ibu, nenek, dan adik laki-lakinya
terlihat begitu harmonis. Sebuah keluarga yang utuh, pasti membahagiakan sekali
dapat bergabung dengan mereka. Malam yang dingin seperti ini justru terasa
hangat di tengah-tengah keluarga yang saling menyayangi. Seandainya aku juga
memiliki keluarga seperti ini.
“Kau sangat cabtik. Namamu siapa?”
tanya neneknya Jun Su padaku.
“Lee Eun Hee, Nek!”
“Kau teman sekelasnya Jun Su ya?”
“Bukan …”
“Oh … jadi kau pacarnya?” Jun Su
tiba-tiba tersedak seiris kentang saat mendengar pertanyaan neneknya, ibunya
buru-buru memberi segelas air.
“Nenek ini bicara apa sih! jangan
asal-asalan dong! sudah tua masih genit.” protes Jun Su.
“Bukankah selama ini kau tidak
pernah membawa teman wanita ke rumah ini, jadi wajar kalau nenek mengira gadis
ini adalah pacarmu kan?”
“Pacar kakak bernama Min Hyo Ri, Nek!”
tiba-tiba adinya Jun Su angkat bicara,
“Diam kau anak kecil!” Jun Su
menyumpal mulut adiknya.
“Sudah-sudah … jangan bertengkar,
ayo makan! apa kalian tidak malu bertengkar di depan tamu?!” lerai ayahnya Jun
Su. Aku tertawa melihat keluarga ini, Jun Su membuatku iri, tak terasa air
mataku mengalir. Semua orang terkejut,
“Paman, Bibi, Nenek, Jun Su, dan Jun
Hyun, terima kasih banyak atas ini. Aku sangat bahagia dapat berkumpul di
tengah-tengah kalian, berkat kalian aku bisa merasakan kehangatan keluarga.
Ayah dan ibuku telah lama meninggal sehingga aku dititipkan di panti asuhan,
kehangatan dan kebersamaan keluarga yang selama ini aku rindukan akhirnya dapat
kurasakan kembali berkat kalian.” Jun Hyun menyerahkan selembar tissue untukku
sementara ibunya mendekapku dengan penuh kehangatan.
“Kami juga senang membantumu, kalau
kau mau, kau boleh sering-sering berkunjung ke sini. Dengan tangan terbuka kami
akan menyambutmu!” ucap ibunya Jun Su.
Setelah hujan reda, Jun Su
mengantarku pulang. Di jalan kami sempat berbincang-bincang.
“Ibu sangat memanjakanmu! selama ini
ibu memang sangat menyukai anak perempuan. Setiap saat ibu selalu memintaku membawa
teman wanita ke rumah, bahkan teman-teman Jun Hyun pun diperlakukan sama. Maaf
… mengenai kesalahpahaman nenekku tadi!”
“Jadi … aku yang pertama ya? kenapa kau tidak membawa Hyo Ri ke
rumahmu juga?”
“Aku baru mau mengajaknya.” ucap Jun
Su, “Aku salut padamu, di tengah kebengisan hidup yang kau alami, kau masih
dapat tersenyum tulus tanpa beban seperti saat pertama kali kita bertemu.
Setiap orang pasti akan tertipu oleh senyuman itu, senyuman yang dibaliknya
tersimpan luka dan air mata.” Sambung Jun Su.
“Aku ucapkan banyak terima kasih,
meski singkat tapi kau telah membantuku merasakan kehangatan keluarga.” Malam
ini bintang-bintang terlihat indah, seandainya aku bisa memohon, aku ingin
terus dalam kebahagiaan seperti ini.
Love You Sincerely
Hari terus berlalu, tak terasa kami
telah memasuki semester ke enam di SMU, itu berarti kelulusan berada di ambang
mata. Hyo Ri sudah memutuskan untuk masuk universitas yang sama dengan Jun Su
sedangkan aku tak dapat berharap banyak. Kalau aku berhasil mendapat beasiswa,
aku akan lanjut, tapi kalau tidak …
Semakin lama hubungan Hyo Rid an Jun
Su mengalami banyak kemajuan. Saat pulang berbelanja, aku tak sengaja bertemu
dengan mereka, ternyata mereka sedang kencan. Mereka lalu mengajakku makan es
krim di kedai es.
“Ibu selalu menanyakanmu, katanya
kapan kau mau main ke rumah lagi? nenek juga sangat rindu padamu!”
“Benarkah? maaf ya, tolong sampaikan
pada bibi dan nenek kalau aku ada waktu, aku akan datang.” jawabku
“Jadi … Eun Hee pernah ke rumah Jun
Su?” tanya Hyo Ri kaget,
“Iya …!” jawab Jun Su singkat.
“Hebat ya … aku saja yang pacarnya
Jun Su belum pernah ke rumahnya sedangkan Eun Hee … bahkan dia kelihatan akrab dengan
ibunya Jun Su.” sambung Hyo Ri sinis.
“Eh … bukan begitu …” aku jadi
gugup,
“Kau jangan salah paham dulu, Eun
Hee ke rumahku waktu itu karena aku yang salah. Saat itu hujan lebat dan aku
mengendarai mobil sangat kencang lalu air yang tergenang di jalan terlindas
mobilku dan mengenai Eun Hee. Karena merasa bersalah, aku mengajaknya ke rumah
untuk ganti baju. Aku takut kalau dia nanti akan masuk angin.” Kata Jun Su
“Oh … begitu! maaf ya, aku tadi
sempat salah paham.”
“Kau ini … Uhn Da kan temanmu,
kenapa kau tidak percaya padanya dan malah meragukannya?” tanya Jun Su.
“Maaf ya Eun Hee. Tapi bagaimanapun
aku tetap iri padamu karena kau telah pergi ke rumahnya Jun Su sedangkan aku
belum pernah.” Keluh Hyo Ri.
“Kalau bagitu … sepulang sekolah
besok aku akan menjamputmu dan membawamu ke rumahku!” bujuk Jun Su.
“Benarkah? wah senangnya!” Hyo Ri
kegirangan mendapat tawaran itu dari Jun Su. Syukurlah dia tidak salah paham
lebih jauh, sekali lagi Jun Su membantuku. Aku tersenyum padanya sebagai tanda
terima kasihku.
Beberapa hari kemudian, saat kami
berada di café, Hyo Ri mengeluh padaku mengenai kunjungannya ke rumah Jun Su.
“Bagaimana kunjunganmu ke rumah Jun
Su kemarin?” tanyaku.
“Uh … membosankan, kupikir keluarga
Jun Su itu menyenangkan!”
“Apa maksudmu?” tanyaku tidak
mengerti.
“Iya, adiknya nakal sekali! lagipula
neneknya itu cerewet sekali, tanya ini lah … tanya itu lah … benar-benar
menjengkelkan!” keluh Hyo Ri.
“Masa iya sih? padahal waktu aku ke
sana mereka sangat bersahabat. Memang sih neneknya agak banyak tanya tapi dia
baik kok. Lagipula adiknya juga sangat sopan.”
“Sopan apanya? dia sangat
menjengkelkan! dia banyak bertanya mengenai hubunganku dengan Jun Su. Coba kau
pikirkan anak sekecil itu bertanya seperti itu padaku.”
“Ehm … Hyo Ri … itu … Jun Su …”
ucapku terkejut.
“Seandainya bukan karena Jun Su aku
pasti sudah menjewer telinga anak itu. aku heran ... di mana letak kesopanan
anak itu di matamu, kenapa kau malah menyukai anak itu?”
“Hyo Ri … anu …” aku semakin gugup,
“Kalau ayah dan ibunya sih baik,
tapi nenek dan adiknya sungguh membosankan! lain kali kalau Jun Su mengajakku
ke rumahnya akan kutolak, tapi … tentu saja dengan alasan yang tidak akan
membuatnya kecewa. Kalau dipikir-pikir … aku jadi menyesal berkunjung ke
rumahnya Jun Su. ” tambah Hyo Ri, dia tidak menyadari bahwa Jun Su sedari tadi
ada di belakangnya.
“Jun Su … selamat siang!” ucapku
memberi salam padanya sekalian untuk menyadarkan Hyo Ri akan kehadiran Jun Su.
Mata Hyo Ri membulat saat mengetahui aba-abaku, dia berbalik melihat Jun Su
namun sayang, pacarnya itu terlanjur marah.
“Aduh … bagaimana ini Eun Hee? apa
dia dengar semuanya? kenapa kau tidak memberitahuku kalau dia ada di belakangku?”
tanya Hyo Ri panik
“Aku sudah memberi kode tapi kau
tidak mengerti!”
“Dia pasti marah, aduh bagaimana ini?
apa dia akan memutuskan hubungan kami? tidak, aku tidak mau putus! hubungan
kami masih terlalu muda, aku sangat menyukainya, bagaimana ini Eun Hee?”
tanyanya.
“Aku tidak tahu!”
“Kau harus menolongku, aku tidak mau
putus dengan Jun Su. Tolong bujuk dia agar dia mau memaafkanku!”
“Tapi …”
“Kumohon Eun Hee … kumohon!” Hyo Ri
menangis sedih di hadapanku, dia terus memegang tanganku karena gugup. Kasihan
dia …
to be continued ...
No comments:
Post a Comment