Thursday 10 April 2014

FF Love You with Sincere - Part 1




            “Pokoknya kami tidak setuju kalau anak ini sekelas dengan kami!” seru teman-temanku saat di ruang kepala sekolah.
            “Lalu dia akan ditempatkan di mana kalau kalian menolaknya?” tanya kepala sekolahku.
            “Di mana saja asal bukan di kelas kami!” semua menolakku, mereka membenciku, dan aku hanya dapat menunduk sambil menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar. Hyo Ri … bahkan dia tak sedikitpun mau menatapku.   
Love You Sincerely
            Setahun yang lalu nenek menitipkan aku di panti asuhan di Seoul dengan alasan tidak sanggup lagi membiayai kehidupanku, meski aku tahu kalau itu hanya alasan untuk menyingkirkan aku dari hidupnya. Aku bersekolah di salah satu SMU yang terpandang berkat beasiswa yang aku dapatkan. Di sekolah itu aku kurang dapat beradaptasi, semua murid sibuk mengerjakan urusan mereka masing-masing. Persahabatan pun terjalan hanya jika mereka memiliki taraf ekonomi sama sehingga aku yang memang berasal dari panti asuhan tidak akan mungkin dapat bergaul dengan mereka.
            Aku terduduk lesu di pojok kelas sambil memandang teman-teman yang sedang asik berceloteh,
            “Kau kenapa? ada masalah?” tanya Min Hyo Ri, entah kenapa dia selalu baik padaku. Hanya dia yang memperlakukan aku selayaknya seorang teman, dia tidak memandang status sosial yang kumiliki. Aku bahagia Tuhan masih memberiku oase di tengah gurun pasir yang tandus di sekolah ini.
            “Ehm … Eun Hee, apa boleh aku minta tolong padamu? hari ini aku ada kencan buta dengan seseorang. Aku benar-benar gugup, kuharap kau mau menemaniku bertemu dengannya.”
            “Kencan buta ya?” tanyaku
            “Iya … kami belum pernah bertemu sebelumnya, kami berkenalan lewat internet dan dia meminta untuk bertemu. Aku gugup … aku takut bicaraku kacau di hadapannya, jadi aku butuh teman.”
            “Jadi hari ini ada kencan buta ya Hyo Ri? kusarankan jangan meminta bantuan Eun Hee, di sekolah terdahulu dia terkenal sebagai perebut kekasih orang!” tiba-tiba Min Young menimpali obrolanku dengan Hyo Ri
            “Kau ini bicara apa? jangan sembarang menghina orang ya!” balas Hyo Ri.
            “Aku tidak menghinanya, memang begitu kok. Dia kan pindahan dari SMU di Gwangju, aku punya seorang teman yang pernah sekelas dengannya dan sekaligus pernah menjadi salah satu korbannya.” sambung Min Young.
            “Jangan memfitnah orang seperti itu!” kata Hyo Ri
            “Aku tidak memfitnahnya, terserah kamu lah … mau percaya atau tidak itu bukan urusanku. Oh ya, satu hal lagi, dia itu anak wanita yang dijadikan istri kedua, jadi sudah jelas kan dia itu turunan perebut milik orang.”
            Blam … aku memukul meja sebagai ungkapan tidak terima atas penghinaannya. Dia sangat keterlaluan menghina mendiang ibuku.
            “Kenapa? apa kau keberatan Nona Lee?” tanya Min Young
            “Tolong jangan menghina ibuku!” ucapku
            “Sudahlah … jangan diperpanjang lagi!” lerai Hyo Ri untuk mencairkan ketegangan kami.
Love You Sincerely
            Aku dapat menerima penghinaan dan penindasan yang dilakukan murid SMU di Gwangju dulu tapi ketika seseorang menghina ibuku, aku tidak akan dapat memaafkannya. Aku memukul teman sekelasku yang mengatai aku anak pelacur, namun kepala sekolah malah menyalahkan sikapku, aku bahkan diharuskan meminta maaf pada orang itu. Sakit … apa hanya karena aku anak dari ‘wanita kedua’ maka aku harus disalahkan saat aku mencoba untuk membela ibuku? Aku dikeluarkan dari sekolah karena menolak meminta maaf, di saat itu pula nenek memasukkan aku ke panti asuhan.

            Nenek sangat membenciku karena aku adalah anak dari wanita yang dianggapnya sebagai penghancur rumah tangga ayahku dan Bibi Han, menantu kesayangannya. Seandainya bukan karena permintaan ayah sebelum meninggal kepada nenek untuk merawatku, pasti sudah sejak dulu nenek membuangku di jalan. Ayah dan ibuku telah tiada, nenek menolakku, bahkan teman-teman di kelas memusuhiku karena aku adalah anak dari penghancur rumah tangga orang namun itu semua tidak akan pernah membuatku menyesal terlahir dari rahim ibuku.
            “Aku berharap perkataan Min Young tidak kau masukkkan ke hati.” kata Hyo Ri saat kami berjalan menuju tengah kota, tempat dia dan orang yang dia kenal lewat internet itu janjian bertemu.
            “Aku hanya berharap agar dia tidak menghina ibuku. Aku tidak mau memukulnya seperti yang pernah aku lakukan di Gwangju, aku pasti tidak akan bisa menahan emosi. Aku juga tidak mau membuat panti asuhan yang menampungku kecewa akan sikapku!”  
            “Bersemangatlah …!” timpal Hyo Ri.
            “Uhm …oh ya, kenapa kau tidak ikut membenciku seperti teman-teman di kelas? padahal aku ini penuh dengan imej buruk di mata mereka.”
            “Aku yakin kau adalah anak yang baik, aku hanya melihat kau sebagai gadis kesepian dan membutuhkan kasih sayang. Aku melihat ketulusan dari sorot matamu, aku yakin ibumu pasti wanita yang baik karena telah melahirkan gadis yang tegar dan polos seperti kamu.” Tiba-tiba langkah Hyo Ri terhenti, aku mengikuti arah pandangan matanya, tertuju pada seorang pria berjaket merah yang sedang berdiri dan bersandar di dinding café menunggu seseorang.        
            “Itu dia orangnya, Kim Jun Su!”
            “Dari mana kau tahu?”
            “Dia bilang dia akan menungguku di depan café dan akan menggunakan jaket merah!”
            “Oh … kalau begitu cepatlah temui dia, sepertinya dia sudah lama menunggumu.”
            “Aku tidak berani, kamu saja ya!”
            “Apa?” aku tak mengerti.
            “Aku gugup, lihatlah kakiku gemetaran. Pasti akan terlihat konyol di hadapannya.” Akhirnya aku yang menemui pria itu.
            “Maaf … permisi, apa kau yang bernama Kim Jun Su?” tanyaku saat aku telah berada di hadapannya.
            “Apa kau yang bernama Min Hyo Ri?” tanyanya ulang.
            “Bukan… aku temannya, Lee Eun Hee. Hyo Ri berada di sana, dia sangat gugup berhadapan denganmu jadi dia meminta bantuanku.” Kami pun menghampiri Hyo Ri yang tengah gemetaran di ujung jalan.
            “Selamat kabar?! eh … salah, apa kabar! aku Min Hyo Ri!”
            “Apa kabar, aku Kim Jun Su.” Begitulah obrolan mereka dimulai sampai akhirnya Hyo Ri yang tadinya gugup sekarang lebih santai. Sepanjang sore aku mengikuti mereka yang asyik berkencan dari belakang. Bodoh … kenapa aku malah jadi obat nyamuk mereka?
Love You Sincerely
            Beberapa minggu telah berlalu saat pertemuan pertama Hyo Ri dan Jun Su, semakin lama hubungan mereka mengalami kemajuan yang pesat. Setiap hari Hyo Ri menceritakan pengalaman pendekatannya dengan Jun Su, dia sangat antusias. Aku berharap mereka segera berpacaran. Suatu sore aku pergi ke swalayan untuk membeli perlengkapan dapur di panti asuhan, tak disangka aku bertemu dengan Jun Su. Ternyata dia anak pemilik swalayan langganan panti asuhanku. Setelah berbelanja dia membantu mengangkut belanjaanku ke panti.
            “Ternyata kau anak panti asuhan ya?!”
            “Iya, sudah setahun aku berada di sini. Oh ya … bagaimana hubunganmu dengan      Hyo Ri?”
            “Begitulah … masih datar-datar saja!”
            “Kenapa kalian tidak berpacaran saja? bukankah sudah sering kali kalian kencan, kau tidak akan menyesal, dia gadis yang baik, cantik, dan pintar.”
            “Kau seperti mempromosikan temanmu itu!” candanya,
            “Benar … dia memang patut mendapat yang terbaik. Dia anak yang baik, hanya dia yang mau berteman denganku meski dia tahu aku ini orang miskin dan anak panti asuhan. Dia satu-satunya yang mau berteman denganku dengan tulus.” Jun Su tersenyum, sekilas aku melihatnya. Itu kah senyuman yang sering diceritakan Hyo Ri padaku? senyuman yang membuatnya tidak dapat  melupakan Jun Su.
            Esoknya aku dikejutkan oleh pelukan erat Hyo Ri padaku,
            “Kau kenapa? apa sedang senang?” tanyaku.
            “Jun Su … dia memintaku untuk jadi pacarnya!” dia kelihatan bahagia sekali, kuharap kau akan terus bahagia seperti ini. Seusai sekolah aku menemani Hyo Ri berbelanja di toko untuk menyambut first date-nya setelah resmi berpacaran dengan Jun Su. Senangnya … seperti Hyo Ri, seandainya saja aku seperti dia juga. Tapi mana mungkin, aku orang miskin tidak boleh berpikiran tinggi. Usai berbelanja tak sengaja aku dan Hyo Ri bertemu dengan ibunya.
            “Apa yang kau lakukan di sini? dari tadi ibu mencarimu, ayo pulang! kau lupa ya sekarang kita ada acara keluarga.” Kata ibunya sambil menarik ibunya ke mobil.
            “Tapi Bu … sekarang aku ada …”
            “Tidak ada tapi-tapian! ayo pulang!”
            “Bu … tunggu, biar aku bicara dengan temanku dulu.” Hyo Ri lalu menghampiriku dan meminta tolong untuk menemui Jun Su sekarang juga.
            “Tolong katakan padanya bahwa aku tidak dapat pergi dengannya, tiba-tiba aku ada urusan keluarga. Sampaikan maafku padanya, dia menunggu di tempat kami biasa janjian.” setelah itu Hyo Ri kembali ke mobil dan meninggalkan aku. Akhirnya akupun pergi menemui  Jun Su dan menyampaikan pesan Hyo Ri.
            “Apa … jadi Hyo Ri tidak bisa ikut? sayang sekali. Padahal aku … eh … apa boleh aku minta bantuanmu?” tanyanya.
            “Bantuan apa?”
            “Temani aku ke pesat ulang tahun temanku malam ini. Tadinya aku mau mengajak     Hyo Ri tapi dia ternyata tidak bisa. Kumohon … dia sahabat baikku, aku tidak enak kalau tidak memenuhi undangannya.”
            “Tapi kau bisa kan pergi sendiri?”
            “Masalahnya ada syarat kalau undangan harus datang bersama pasangannya. Apalagi ada undiannya, pemenangnya akan mendapat tiket gratis berlibur ke Hokkaido!”
            “Apa …? Hokkaido!”
            “Iya … ayo!” Jun Su menarik tanganku meski aku belum mengiyakan ajakannya. Aku takut nanti Hyo Ri salah paham, pesta itu mengharuskan undangannya datang berpasangan hal ini akan dengan mudah membuat Hyo Ri salah paham padaku.
            Aku berjalan bersama Jun Su memasuki ruang pesta sambil menggandeng tangannya. Aku sangat takut bertemu dengan orang yang mengenaliku di tempat ini. Bagaimana ya … apa aku beri tahu Hyo Ri saja supaya masalahnya tidak menjadi lebih rumit?.
            “Kau kenapa kelihatan gugup?”
            “Aku … aku takut Hyo Ri marah dan salah paham padaku.”
            “Tenanglah … aku yang akan bicara dengannya nanti. Kau di sini dulu, aku akan segera kembali ya …” Jun Su lalu meninggalkanku, aku pun menyendiri di tepi pesta. Aku benar-benar kahawatir dengan penafsiran Hyo Ri padaku, kalau dia benar-benar salah paham maka habislah aku.
            “Wah … kejutan! lihatlah siapa yang datang ke pesta ini, Nona Lee .. kenapa bisa ada di tempat ini? datang dengan siapa sih? aku jadi penasaran, pria seperti apa yang memilihmu untuk datang ke pesta ini?” seru Min Young, aduh … kenapa aku harus bertemu dengannya di saat seperti ini.
            “Eun Hee … maaf ya membuatmu lama menunggu, ini minuman buatmu.” tiba-tiba      Jun Su datang.
            “Eh … tunggu, sepertinya kau tidak asing di mataku. Oh ya … kau ini Jun Su, pacarnya Hyo Ri kan? aku pernah melihat fotomu dari Hyo Ri, tapi … kenapa kau berada di sini dengan orang ini?” Min Young menatap sinis padaku. Aku semakin gugup, dia pasti berpikiran yang tidak-tidak.
            “Oh … aku mengerti! Eun Hee, kau benar-benar memalukan! akhirnya kau menunjukkan belangmu juga, dasar ular!”
            “Min Young … kau salah paham!” aku mencoba membela diri,
            “Kau masih mau mengelak?! dasar … teman sendiri ingin kau terkam juga padahal       Hyo Ri sangat baik padamu tapi kau malah menusuknya dari belakang!” bentak Min Young. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, aku pun memilih meninggalkan pesta dan dari belakang Jun Su mengejarku.
            “Kau lihat kana pa yang terjadi barusan? temanku saja salah sangka padaku lalu bagaimana dengan Hyo Ri? dia pasti lebih salah paham lagi.” ucapku
            “Hyo Ri pasti tidak akan berpikiran sempit seperti itu, lagi pula kau temannya kan? jadi dia pasti percaya padamu.” balas Jun Su.
            “Kau tidak tahu siapa Min Young, dia pasti akan bicara yang tidak-tidak tentang kita pada Hyo Ri, dan Hyo Ri pasti akan membenciku. Kalau Hyo Ri ikut-ikutan membenciku pasti aku benar-benar akan sendiri, aku tidak akan punya teman lagi.” aku menangis di hadapan Jun Su. Dia harus bertanggung jawab, dia yang membuatku jadi begini, tiba-tiba dia memegang pipiku dan mulai mengusap air mataku,
            “Tenanglha, kau harus percaya padaku! aku pasti tidak akan membuatmu susah, percayalah!” dia meyakinkan aku dengan caranya sendiri, meski aku masih ragu namun ada sebuah dorongan hebat dari kata hatiku yang membuatku percaya pada kata-katanya.    
            Keesokan harinya, dengan mantap aku ke sekolah. Aku percaya dengan janji Jun Su padaku. Di kelas Min Young menatap sinis padaku, sayup-sayup kudengar dia menyebutku ular.
            “Eun Hee … jangan khawatir, Jun Su telah memberi tahuku kejadian semalam, kau tidak perlu khawatir karena aku tidak akan marah.” kata-kata Hyo Ri membuatku kembali bersemangat dan Jun Su pun menepati janjinya. Itulah pertama kalinya aku sangat percaya pada seorang pria.

Love You Sincerely
            Sekarang hujan sering turun pada saat yang tak terduga, tak terkecuali saat aku pulang berbelanja di toko. Aku berlindung di bawah pohon sambil menunggu bus yang lewat. Tiba-tiba ada sebuah mobil sport mini silver melintas dengan kencang dan meyemburkan air yang tergenang di jalan ke arahku. Aku jadi basah kuyub dan kotor, dasar … bukannya singgah untuk minta maaf, orang itu malah terus melaju.
            Wajah dan bajuku pun jadi penuh lumpur, pasti tidak akan ada angkutan yang mau memberi tumpangan untukku. Tiba-tiba mobil yang menyemburkan air padaku tadi berjalan mundur dan menghampiriku. Aku melihat Jun Su keluar sambil membawa payung.
            “Eun Hee …?” dia terkejut melihatku, “Aduh … maaf ya, aku tidak sengaja. Ayo masuklah ke mobilku, nanti kau masuk angin.” Aku pun menumpangi mobil Jun Su dan dia membawaku pulang ke rumahnya.
            “Dasar Jun Su … tega-teganya membuat temannya basah kuyub seperti ini!” keluh ibunya Jun Su saat membantuku mengeringkan rambut.
            “Bibi … dia tidak sengaja!” belaku,
            “Makanya kalau mengendarai mobil jangan asal-asalan.”
            “Ibu … sudahlah memarahiku seperti itu, malu kan dilihat Eun Hee!” bujuk Jun Su.
            Setelah mengganti pakaian, keluarga Jun Su mengajakku makan malam bersama. Ayah, ibu, nenek, dan adik laki-lakinya terlihat begitu harmonis. Sebuah keluarga yang utuh, pasti membahagiakan sekali dapat bergabung dengan mereka. Malam yang dingin seperti ini justru terasa hangat di tengah-tengah keluarga yang saling menyayangi. Seandainya aku juga memiliki keluarga seperti ini.
            “Kau sangat cabtik. Namamu siapa?” tanya neneknya Jun Su padaku.
            “Lee Eun Hee, Nek!”
            “Kau teman sekelasnya Jun Su ya?”
            “Bukan …”
            “Oh … jadi kau pacarnya?” Jun Su tiba-tiba tersedak seiris kentang saat mendengar pertanyaan neneknya, ibunya buru-buru memberi segelas air.
            “Nenek ini bicara apa sih! jangan asal-asalan dong! sudah tua masih genit.” protes          Jun Su.
            “Bukankah selama ini kau tidak pernah membawa teman wanita ke rumah ini, jadi wajar kalau nenek mengira gadis ini adalah pacarmu kan?”          
            “Pacar kakak bernama Min Hyo Ri, Nek!” tiba-tiba adinya Jun Su angkat bicara,
            “Diam kau anak kecil!” Jun Su menyumpal mulut adiknya.
            “Sudah-sudah … jangan bertengkar, ayo makan! apa kalian tidak malu bertengkar di depan tamu?!” lerai ayahnya Jun Su. Aku tertawa melihat keluarga ini, Jun Su membuatku iri, tak terasa air mataku mengalir. Semua orang terkejut,
            “Paman, Bibi, Nenek, Jun Su, dan Jun Hyun, terima kasih banyak atas ini. Aku sangat bahagia dapat berkumpul di tengah-tengah kalian, berkat kalian aku bisa merasakan kehangatan keluarga. Ayah dan ibuku telah lama meninggal sehingga aku dititipkan di panti asuhan, kehangatan dan kebersamaan keluarga yang selama ini aku rindukan akhirnya dapat kurasakan kembali berkat kalian.” Jun Hyun menyerahkan selembar tissue untukku sementara ibunya mendekapku dengan penuh kehangatan.
            “Kami juga senang membantumu, kalau kau mau, kau boleh sering-sering berkunjung ke sini. Dengan tangan terbuka kami akan menyambutmu!” ucap ibunya Jun Su.
            Setelah hujan reda, Jun Su mengantarku pulang. Di jalan kami sempat berbincang-bincang.
            “Ibu sangat memanjakanmu! selama ini ibu memang sangat menyukai anak perempuan. Setiap saat ibu selalu memintaku membawa teman wanita ke rumah, bahkan teman-teman Jun Hyun pun diperlakukan sama. Maaf … mengenai kesalahpahaman nenekku tadi!”
            “Jadi … aku yang pertama  ya? kenapa kau tidak membawa Hyo Ri ke rumahmu juga?”
            “Aku baru mau mengajaknya.” ucap Jun Su, “Aku salut padamu, di tengah kebengisan hidup yang kau alami, kau masih dapat tersenyum tulus tanpa beban seperti saat pertama kali kita bertemu. Setiap orang pasti akan tertipu oleh senyuman itu, senyuman yang dibaliknya tersimpan luka dan air mata.” Sambung Jun Su.
            “Aku ucapkan banyak terima kasih, meski singkat tapi kau telah membantuku merasakan kehangatan keluarga.” Malam ini bintang-bintang terlihat indah, seandainya aku bisa memohon, aku ingin terus dalam kebahagiaan seperti ini.
Love You Sincerely
            Hari terus berlalu, tak terasa kami telah memasuki semester ke enam di SMU, itu berarti kelulusan berada di ambang mata. Hyo Ri sudah memutuskan untuk masuk universitas yang sama dengan Jun Su sedangkan aku tak dapat berharap banyak. Kalau aku berhasil mendapat beasiswa, aku akan lanjut, tapi kalau tidak …
            Semakin lama hubungan Hyo Rid an Jun Su mengalami banyak kemajuan. Saat pulang berbelanja, aku tak sengaja bertemu dengan mereka, ternyata mereka sedang kencan. Mereka lalu mengajakku makan es krim di kedai es.
            “Ibu selalu menanyakanmu, katanya kapan kau mau main ke rumah lagi? nenek juga sangat rindu padamu!”
            “Benarkah? maaf ya, tolong sampaikan pada bibi dan nenek kalau aku ada waktu, aku akan datang.” jawabku
            “Jadi … Eun Hee pernah ke rumah Jun Su?” tanya Hyo Ri kaget,
            “Iya …!” jawab Jun Su singkat.
            “Hebat ya … aku saja yang pacarnya Jun Su belum pernah ke rumahnya sedangkan     Eun Hee … bahkan dia kelihatan akrab dengan ibunya Jun Su.” sambung Hyo Ri sinis.
            “Eh … bukan begitu …” aku jadi gugup,
            “Kau jangan salah paham dulu, Eun Hee ke rumahku waktu itu karena aku yang salah. Saat itu hujan lebat dan aku mengendarai mobil sangat kencang lalu air yang tergenang di jalan terlindas mobilku dan mengenai Eun Hee. Karena merasa bersalah, aku mengajaknya ke rumah untuk ganti baju. Aku takut kalau dia nanti akan masuk angin.” Kata Jun Su
            “Oh … begitu! maaf ya, aku tadi sempat salah paham.”
            “Kau ini … Uhn Da kan temanmu, kenapa kau tidak percaya padanya dan malah meragukannya?” tanya Jun Su.
            “Maaf ya Eun Hee. Tapi bagaimanapun aku tetap iri padamu karena kau telah pergi ke rumahnya Jun Su sedangkan aku belum pernah.” Keluh Hyo Ri.
            “Kalau bagitu … sepulang sekolah besok aku akan menjamputmu dan membawamu ke rumahku!” bujuk Jun Su.
            “Benarkah? wah senangnya!” Hyo Ri kegirangan mendapat tawaran itu dari Jun Su. Syukurlah dia tidak salah paham lebih jauh, sekali lagi Jun Su membantuku. Aku tersenyum padanya sebagai tanda terima kasihku.
            Beberapa hari kemudian, saat kami berada di café, Hyo Ri mengeluh padaku mengenai kunjungannya ke rumah Jun Su.
            “Bagaimana kunjunganmu ke rumah Jun Su kemarin?” tanyaku.
            “Uh … membosankan, kupikir keluarga Jun Su itu menyenangkan!”
            “Apa maksudmu?” tanyaku tidak mengerti.
            “Iya, adiknya nakal sekali! lagipula neneknya itu cerewet sekali, tanya ini lah … tanya itu lah … benar-benar menjengkelkan!” keluh Hyo Ri.
            “Masa iya sih? padahal waktu aku ke sana mereka sangat bersahabat. Memang sih neneknya agak banyak tanya tapi dia baik kok. Lagipula adiknya juga sangat sopan.”
            “Sopan apanya? dia sangat menjengkelkan! dia banyak bertanya mengenai hubunganku dengan Jun Su. Coba kau pikirkan anak sekecil itu bertanya seperti itu padaku.”
            “Ehm … Hyo Ri … itu … Jun Su …” ucapku terkejut.
            “Seandainya bukan karena Jun Su aku pasti sudah menjewer telinga anak itu. aku heran ... di mana letak kesopanan anak itu di matamu, kenapa kau malah menyukai anak itu?”
            “Hyo Ri … anu …” aku semakin gugup,
            “Kalau ayah dan ibunya sih baik, tapi nenek dan adiknya sungguh membosankan! lain kali kalau Jun Su mengajakku ke rumahnya akan kutolak, tapi … tentu saja dengan alasan yang tidak akan membuatnya kecewa. Kalau dipikir-pikir … aku jadi menyesal berkunjung ke rumahnya Jun Su. ” tambah Hyo Ri, dia tidak menyadari bahwa Jun Su sedari tadi ada di belakangnya.
            “Jun Su … selamat siang!” ucapku memberi salam padanya sekalian untuk menyadarkan Hyo Ri akan kehadiran Jun Su. Mata Hyo Ri membulat saat mengetahui aba-abaku, dia berbalik melihat Jun Su namun sayang, pacarnya itu terlanjur marah.
            “Aduh … bagaimana ini Eun Hee? apa dia dengar semuanya? kenapa kau tidak memberitahuku kalau dia ada di belakangku?” tanya Hyo Ri panik
            “Aku sudah memberi kode tapi kau tidak mengerti!”
            “Dia pasti marah, aduh bagaimana ini? apa dia akan memutuskan hubungan kami? tidak, aku tidak mau putus! hubungan kami masih terlalu muda, aku sangat menyukainya, bagaimana ini Eun Hee?” tanyanya.
            “Aku tidak tahu!”
            “Kau harus menolongku, aku tidak mau putus dengan Jun Su. Tolong bujuk dia agar dia mau memaafkanku!”
            “Tapi …”
            “Kumohon Eun Hee … kumohon!” Hyo Ri menangis sedih di hadapanku, dia terus memegang tanganku karena gugup. Kasihan dia … 

to be continued ...

No comments:

Post a Comment