Sebelumnya di Flower + Guys (Part 7)
Hari
telah gelap dan entah kapan aku dan Oppa akan terus terikat seperti ini. Dari
bawah kudengar suara gaduh, kuharap ini bukan pertanda buruk.
“Gwansim~a!!!!”
suara Sungyeon terdengar di telingaku, aku jadi bersemangat. Kulihat
teman-temanku di bawah menerobos penjagaan gadis gila itu.
“Yeon~a…!!”
teriakku agar dia tahu di mana posisiku. Semua mendongak dan mereka pun
mengetahui posisiku. Sekejap saja mereka menyusulku ke bagian atas kolam.
“Gwansim!!”
kulihat Donghae muncul di sela-sela penjagaan dua bodyguard
“Donghae?”
tanyaku, kenapa dia bisa ikut? Bukkk… suara pukulan menggema, seorang bodyguard
jatuh, muncullah wajah Siwon yang kemudian memukul bodyguard yang satu lagi.
Setelah itu barulah aku dapat melihat teman-temanku dengan jelas, mereka…
mereka semua datang untung menolongku! Donghae, Siwon, Kyuhyun, Sungmin, dan Sungyeon.
“Carribian
Bay… ternyata dia membawamu ke sini, sebenarnya sudah lama dia mengajakku ke
tempat ini namun selalu kutolak…” seru Kyuhyun.
“Bukan
saatnya bernostalgia dengan kenangan bodohmu itu!” bentak Siwon. Donghae dan
Sungmin sudah lebih dulu maju membuka ikatanku dan Yesung Oppa. Byugggg…
tiba-tiba terdengar suara tembakan, untung saja tidak mengenai Donghae,
tembakannya meleset sepersekian centi. Di seberang kulihat Hara sedang memegang
senapan dan bidikannya ke arah kami.
“Donghae,
Hyung, cepat menyingkir!!” perintah Kyuhyun cepat. “Dia mahir menggunakan
senapan, bisa-bisa kalian kena!” penjelasan Kyuhyun membuat kami bergidik. Dari
seberang, Hara berjalan ke arah kami, matanya menyiratkan ketidaksukaan.
“Oppa,
kau membawa beberapa temanmu untuk mengeroyokku?” bentaknya pada Kyuhyun saat
dia tepat berada di depanku.
“Ehm…
bukan begitu, mana berani aku mengeroyok gadis manis sepertimu! Sayang sekali
kalau gadis cantik sepertimu…”
“Berhentilah
menggodanya!” Siwon serta merta memotong pembicaraan Kyuhyun. “Yaa… kau! Apa
yang kau inginkan? Kenapa sampai memperlakukan Gwansim seperti ini?”
“Dia
telah merebut Oppa dariku dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi!” jawab
gadis itu.
“Merebut?
Dengar baik-baik, dia dan Kyuhyun tidak punya hubungan apa-apa jadi kurasa kau
salah target! Cepat lepaskan dia!”
“Mwo?”
gadis itu tidak percaya.
“Dengarkan
aku baik-baik, kalau sikapmu terus begini maka kau tidak akan pernah punya
teman apa lagi pacar! Mana ada orang yang tahan dengan gadis posesive seperti
kamu!”
“Apa
kau bilang?!” suara gadis itu naik satu oktaf
“Ya…
kau tidak akan punya siapa-siapa dengan sikap tak mau mengalah seperti itu,
tidak Kyuhyun atau siapa pun!” tambah Siwon.
“Hyung…
apa yang kau lakukan? Kau bisa membuatnya naik darah!” bisik Kyuhyun pada
Siwon.
“Biar
dia tahu siapa yang membuatnya ditolak oleh orang lain, yang membuatnya seperti
ini adalah dirinya sendiri.” Siwon tidak menggubris bujukan dongsaengnya.
“Dengar Nona… kau tidak bisa memaksakan kehendak pada orang lain, tidak semua
yang kau inginkan harus kau dapatkan. Kau hanya akan melukai dirimu sendiri
dengan sikap arogan yang berlebihan seperti ini!”
“Diam
kau! Tahu apa kau tentang diriku?!”
“Aku
memang tidak tahu banyak tentangnmu, namun dari sikapmu yang terlihat olehku,
aku dapat menarik kesimpulan bahwa kau memang orang yang tidak pantas mendapat
teman atau didekati orang lain!”
“Diam!
Siapa bilang aku tidak boleh punya teman?”
“Kau
sendiri yang bilang melalui sikap dan perilakumu!”
“Jangan
banyak bicara! Kau tidak berhak menilaiku!”
“Aku
berhak melakukan apapun yang aku mau termasuk menilai gadis minus sepertimu!”
“Diaaaaaam
atau kubunuh dia!” tunjuk Hara padaku. Aku jadi merinding melihat wajahnya yang
seperti terbakar.
“Wonnie
jangan bicara lagi!” bujuk Sungmin.
“Gadis
seperti dia harus disadarkan Hyung, bukan oleh rayuan atau bujukan. Dia harus
disadarkan dengan kenyataan kalau sebenarnya dia orang tertolak!”
“Kau!!!!”
gadis itu berang, dengan satu dorongannya, dia berhasil membuatku meluncur ke
kolam yang kuperkirakan dalamnya sekitar lima meter.
“Aaaaaaaaa!!!!!!!!”
teriakanku menggema, dengan tangan dan kaki terikat aku sukses memasuki kolam
yang besar itu. Aku tak dapat melakukan apa-apa, hanya berusaha mengatur sisa
oksigen dalam paru-paruku agar aku dapat bertahan lebih lama dalam air ini.
Namun aku memang tidak pernah sekata dengan air, napasku mulai putus, aku
terengah engah dengan tubuh yang tak dapat bergoyang. Pandanganku mulai kabur,
aku sudah kehilangan sebagian keasadaranku. Ayah, Ibu, apakah sekaranglah
saatnya aku menyusul kalian?
Byurrrrrrrr,
kurasakan ada sesuatu yang memasuki air, kulihat ada sebuah bayangan hitam
mendekat ke arahku. Malaikat sudah datang, malaikat itulah yang akan membawaku
pergi. Mataku pun terpejam, inikah akhirnya?
Flower + Guys
“Gwansim…
Gwansim…” suara seseorang yang khawatir membuatku tersadar bahwa aku masih
hidup. Saat kubuka mata, kulihat wajah cemas Sungyeon, Oppaku, juga Donghae.
“Aku
di mana?” tanyaku lemah.
“Kau
ada di rumah sakit, paru-parumu baru saja dibersihkan karena kemasukan banyak
air. Syukurlah kau baik-baik saja!” Sungyeon memelukku,
“Bagaimana
perasaanmu sekarang?” wajah teduh Donghae membuatku merasa lebih nyaman. Aku
mengangguk tersenyum memberi isyarat bahwa aku sudah membaik.
“Tenang
saja, aku sudah memberikan pelajaran pada gadis sinting itu. setelah dia
mendorongmu, kujambak dia sampai sebagian rambutnya lepas. Kalau saja Sungmin
tidak memisahkan kami, aku pasti berhasil membuatnya gundul!” cerocos Sungyeon.
“Kau
seperti singa habis beranak saja saat itu!” ejek Donghae,
“Bagaimana
aku tidak kesal, teganya dia mendorong Gwansim dalam keadaan tangan dan kaki
terikat!” bela sahabatku itu.
“Lalu
bagaimana dengan gadis itu? maksudku hubungannya dengan Kyuhyun,” tanyaku.
“Kyuhyun
sudah menyelesaikannya, kuharap kejadian ini tidak akan terluang lagi!” jawab
Donghae.
“Ehm…
Ayah dan ibu sebentar lagi datang,” sela Oppaku.
“Oppa
mianhe… gara-gara aku kau jadi…”
“Jangan
berkata apa-apa lagi, kau tidak pernah bersalah pada Oppa! Sekarang kau
istirahat saja tidak usah banyak bicara!” Oppaku mengajak teman-temanku keluar
dari ruanganku. Hmm… syukurlah aku masih dapat hidup, tapi siapa yang telah
menyelamatkan aku? Aku ingat… saat kesadaranku akan hilang, kulihat ada sebuah
bayangan yang datang menolongku, yah… itu pasti malaikatku!
Setelah
beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya aku bisa pulang dan kembali
beraktivitas seperti bisa. Aku kembali ke sekolah, di pintu utama, Sungyeon
menyambutku dengan gembira. Aku pun ikut tersenyum melihat wajah cerah
sahabatku itu. Kami bersama-sama ke kelas sambil bercanda sepanjang koridor.
“Kim
Gwansim!” tiba-tiba Jessica menghardikku, di belakangnya mengekor Jaekyeong dan Eunjeong. Plakkkk…
“Yaak…
apa yang kau lakukan! Kenapa kau menamparnya?!” Sungyeon berang melihat Jessica
yang menamparku tanpa alasan.
“Kenapa
aku menamparnya? Kau masih bertanya alasannya?” Jessica malah balik menghardik Sungyeon.
“Gara-gara dia… Siwon Sunbae hampir kehilangan kaki kirinya!” penuturan Jessica
membuatku bagai disambar petir. Kulihat wajah Sungyeon yang tadinya penuh
amarah malah menjadi ciut dan kikuk.
“Yeon~a
apakah itu benar?” tanyaku dengan suara serak.
“Gwansim~a,
itu… itu…” Sungyeon tidak bisa bicara,
“Apa-apaan
kalian, main borongan lagi?!” tiba-tiba Donghae datang menghadapi ketiga gadis
di hadapanku itu.
“Jiah…
pahlawan datang, kenapa? Apa kau ingin membelanya lagi?” balas Jessica.
“Sampai
kapan kau akan berbuat seperti ini pada Gwansim? Kenapa kau selalu menyakitinya
padahal dia sendiri tidak pernah melakukan apa-apa padamu?!”
“Berhentilah
mengoceh Lee Donghae! Apa kau memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Seluruh
sekolah membencinya karena dia lah penyebab Siwon Sunbae berjalan dengan
bantuan kruk! Padahal dia akan mengikuti pertandingan basket, semuanya jadi
batal karena gadis itu!” timpal Yuna.
“Kejadian
itu hanya kecelakaan, tidak ada yang dapat disalahkan dalam sebuah kecelakaan.
Siapa pun tidak ingin Choi Siwon mengalami hal itu!” balas Donghae. Jadi benar
ya kalau Siwon…
Aku
berdiri dengan tatapan nanar pada seorang Choi Siwon yang tengah duduk di
bangku penonton menyaksikan teman-temannya bermain basket. Sesekali senyum
mewarnai wajahnya melihat aksi teman-temannya yang kocak di lapangan. Kembali
terngiang di kepalaku, Sungyeon bercerita mengenai kejadian saat itu.
“Aaaaaaaaa!!!!!”kau berteriak
kencang,
“Gwansim……!!!”teman-teman
serempak berteriak.
“Jangan melompat, kau akan
kehilangan nyawamu bila melompat menolongnya! Di bawah ada kincir air yang
besar, bila kau melompat dan mengenainya maka kau tidak akan selamat!”Hara
menghadang Siwon yang akan melompat untuk memperkecil jarak tempuh
menyelamatkanmu
“Gwansim~aaaaa!”aku mulai
bergetar, Donghae segera menuruni anak tangga berharap saat sampai di mulut
kolam dia belum terlambat menyelamatkanku. Byuuurrrr… suara dentuman benda
memasuki air membuat semua yang melihat napasnya tercekat. Siwon nekat melompat
meski dia tahu resikonya sangat besar. Dia berhasil menyelamatkanmu meski saat
terjun kakinya terhantam kincir…
“Dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir!”
tiba-tiba Kyuhyun muncul dari arah belakangku sambil menepuk bahuku. Baik-baik
apanya? Kakinya digips seperti itu, siapa pun yang melihat pasti akan miris.
“Sebenarnya
selama kau dirawat di rumah sakit, kalian bersebelahan kamar. Maaf… kami tidak
menceritakan hal ini sebab kami tidak mau membuatmu sedih apalagi merasa
bersalah atas hal yang menimpa Hyung…” lanjutnya.
“Tapi
bagaimana pun akhirnya aku juga tahu, dan rasanya sangat sakit. Dia menolong
namun terluka…” balasku sedih.
“Yaa…
Kyuhyun, kenapa kau berdiri saja di situ? Cepat masuk!” teriakan Sungmin
membuat pembicaraan kami terpotong. Bukan hanya itu, teriakannya juga membuat
sebagian siswa menoleh ke arah kami, termasuk Siwon. Kami pun bertemu pandang,
“Aku
bermain dulu!” pamit si magnae padaku.
“Sunbae…
aku bawakan jus untukmu!” beberapa siswi kelas dua datang menghampiri Siwon
hingga pandangannya teralihkan dariku. Dari belakang kurasakan seseorang datang
dan memegang pundakku,
“Ayo
kita ke kelas!” ajaknya, dia merangkulku, rangkulan hangat seorang sahabat, Sungyeon.
Saat
pulang sekolah, tak sengaja aku berpapasan dengan Siwon di koridor. Keadaan
canggung menguasaiku, aku jadi kaku di depannya. Berbanding terbalik dengan keadaannya,
dia terlihat santai berjalan dengan menopang pada kruk di kedua tangannya. Dia
melaluiku tanpa sejenak pun menoleh padaku, seakan dia hanya berjalan sendiri
tanpa ada aku yang berpapasan dengannya. Tiba-tiba tas yang dirangkulnya
terjatuh, keadaanya tidak memungkinkan dia berjongkok atau sekedar menunduk
untuk mengambilnya.
“Ini…”
ucapku sambil menyerahkan tasnya, ya… aku memberanikan diri membantu. Dia tidak
langsung mengambil, matanya menyapu setiap sudut koridor, entah dia sedang
mencari siapa.
“Yaa…
kau, ke sini!” panggilnya pada seorang siswi. Eunjeong? “Bantu aku membawakan
tasku!” perintahnya pada Eunjeong setelah dia merapat ke arah kami.
“Nde
Sunbae!” jawab Eunjeong dengan wajah sumringah, dia lalu merampas tas itu dari
tanganku dan setengah mendorongku seakan aku tidak boleh dekat-dekat dengan
Pangeran Boryeong itu.
Aku
tertegun melihat mereka meninggalkanku, tatapanku kosong. Kenapa dia sangat
membenciku? Kalau dia benci lalu kenapa dia menolongku? Tap… tap…tap… aku
berlari menyusul mereka. Kuhadang langkah Choi Siwon,
“Gomawoyeo…
jeongmal gomawo. Kau sudah mau menolongku, bagaimana pun aku harus berterima
kasih atas pertolonganmu…” seruku sambil beberapa kali menunduk sebagai isyarat
ketulusanku. “…sejujurnya aku tidak berharap kau melakukan hal ini, aku tidak
mau seseorang menolongku namun malah membahayakan keadaannya sendiri. Aku
bukannya tidak tahu berterima kasih namun… aku tidak mau seseorang terluka
karena aku.”
“Ayo
pergi!” perintah Siwon pada Eunjeong, aku sama sekali tidak direspon. Aku
kembali mengejar mereka,
“Sebagai
ucapan terima kasihku padamu, aku akan melakukan apa pun yang kau minta. Kalau
kau butuh orang untuk membantumu selama kakimu sakit, aku bersedia melakukan
semuanya untukmu!” ucapku tanpa jeda.
“Cih…”
Eunjeong tersenyum remeh.
“Ayo
pergi!” sekali lagi aku tidak digubris, Siwon kembali mengajak Eunjeong pergi.
Baru saja aku akan mengejar, Eunjeong berbalik dan melotot dan mengancam –
jangan menghadang kami lagi.
Kupandangi
kepergian Siwon begitu saja, hump… apa sulit untuk menerimaku menjadi temanmu?
Aku kan hanya ingin berterima kasih padamu. Dari seberang kulihat Yesung Oppa
menjemput, aku berusaha tersenyum agar dia tidak tahu permasalahanku.
“Aku
lihat semua!!!” ucap Oppa, aku memandangnya, apa maksudnya melihat kejadian
saat aku memohon pada Siwon?
“Oppa…
mianhe!” ucapku,
“Kenapa
minta maaf? Apa yang kau lakukan sudah benar, memang seharusnya kau membantunya
di saat kakinya cidera.” Aku menatap tidak percaya pada Oppaku. Apa Oppa
baik-baik saja? Dia kan sangat tidak suka pada Siwon. “Dia… berani mengambil
resiko demi menyelamatkanmu, kurasa itu sudah cukup membuktikan dia peduli
padamu…” suara Oppa melirih,
“Oppa…”
ucapku,
“Sungyeon
sudah menceritakan semuanya, masalah perpisahanmu dengan Siwon, masalah
perjuanganmu untuk terus bersekolah di sini dan… ah, semuanya!” kami membisu,
“Jangan marah pada Sungyeon, aku yang memaksanya untuk cerita…” aku hanya dapat
menunduk. “Apa kau mencintai Siwon?” pertanyaan Oppa membuatku terperanjat.
“Kalau kau mencintainya dan merasa berhak bersamanya, perjuangkanlah cintamu!”
tutup Oppa sambil membukakan pintu mobil untukku.
♥♥♥
Hari
ini aku dan Kyuhyun beserta murid-murid lain yang menjadi delegasi olimpiade
pelajaran berangkat ke Incheon. Aku lumayan gugup namun untung saja Kyuhyun
sering mengajakku bercanda, sehingga aku dapat melupakan sejenak rasa gugupku
itu. Seharian aku bersama siswa lain mengikuti tes tertulis maupun lisan. Kuharap
aku dapat memperoleh juara agar tidak mempermalukan sekolahku dan diriku
sendiri.
“Bagaimana
tesmu?” Tanya Kyuhyun saat perjalanan pulang.
“Hm…
lumayan membuat rambutku rontok, apa lagi saat aku harus menjelaskan secara
lisan proses kerja jantung. Kau sendiri?”
“Sama,
soal-soalnya lumayan membuatku mual!” kami tertawa bersama. Kyuhyun memberikan
sekaleng soda lemon untukku.
“Wah…
kebetulan sekali, aku sangat suka soda ini!” aku kegirangan sendiri.
“Tentu
saja, Siwon yang titip kok!” bisik Kyuhyun.
“Kau
bilang apa?” tanyaku, aku tidak begitu mendengar dengan jelas perkataan si
magnae itu.
“Ah,
tidak kok, aku tidak bilang apa-apa!” elaknya. Hm… jelas-jelas dia tadi
menyebut nama Siwon.
Siang
ini aku dan Donghae mengerjakan tugas bersama di dekat lapangan basket. Dia
kesulitan mengerjakan soal biologi yang menjadi pekerjaan rumahnya. Sesekali
kami bercanda bila merasa lelah, tiba-tiba ada sebuah tas terjatuh di
hadapanku. Kulihat Siwon berdiri dengan wajah angkuhnya setelah membuang tasnya
di hadapanku.
“Kau
bilang kau bersedia melakukan apapun yang kuminta…”
“Sebagai ucapan terima kasihku padamu, aku
akan melakukan apa pun yang kau minta. Kalau kau butuh orang untuk membantumu
selama kakimu sakit, aku bersedia melakukan semuanya untukmu.” Dia
mengulang kembali kata-kataku kemarin.
“…dan
sekarang, bawakan tasku sampai ke kelasku!” perintahnya. Aku melongo,
“Yaak,
kau pikir Gwansim pembantumu?!” Donghae protes.
“Dia
sendiri yang mengajukan diri untuk menjadi…” ucapannya terputus, sejenak dia
memandang ke arahku, “…pembantuku!” lanjutnya.
Aku
tak tahu, apakah aku harus menyesal telah mengatakan hal itu pada Siwon dan
harus menariknya ataukah hanya diam saja menerima semuanya. Yang jelas aku
benar-benar dijadikan seperti budak. Aku harus mengikutinya ke sana ke mari dan
mengerjakan semua yang dia perintahkan.
“Kyuhyun~ah…
kumohon lakukan sesuatu, aku tidak tahan melihat Gwansim dijadikan budak oleh
Siwon!!!” bujuk Sungyeon pada Kyuhyun saat kami berkumpul di taman sekolah.
“Aku
sendiri bingung menentukan jalan! Hyung, seharusnya kau yang turun tangan!”
Kyuhyun malah mendesak Sungmin.
“Aku
juga tidak berdaya, kau tahu sendiri kan bagaimana Siwon!” lirih Sungmin.
“Jadi…
Gwansim akan terus menjadi budak?” tanya Donghae.
“Kurasa
tidak akan selamanya, bukankah Gwansim hanya berjanji akan membantu Siwon
sampai kakinya sembuh. Jadi…”
“Kakinya
Siwon patah!!! Minimal butuh waktu tiga bulan untuk kesembuhannya, jadi selama
tiga bulan itu Gwansim akan mengikutinya terus????” Sungyeon memotong ucapan
Kyuhyun dengan histeris. Biiip…biiip… ponselku berdering, kulihat layarnya,
ternyata panggilan dari Siwon.
“Dari
Siwon?” tanya Donghae, aku mengangguk, segera kuangkat dan seperti yang
teman-teman prediksi, aku dipanggil lagi.
“Jangan
khawatir berlebihan seperti itu, setidaknya Siwon tidak akan membunuhku!”
bujukku pada teman-temanku. “Lagi pula semua ini adalah pilihanku. Aku sendiri
yang mengatakan pada Siwon akan membantunya sebagai bentuk terima kasihku atas
bantuannya jadi aku harus bertanggung jawab terhadap kata-kataku.”
Berita
mengenai aku menjadi budak Choi Siwon dengan cepat menyebar ke setiap sudut
sekolah, semua mencibirku dan mengejekku. Bagaimana tidak, dari seorang pacar
kemudian menjadi mantan, dan akhirnya menjadi budak. Tak ada siswa yang
mendapat gelar seperti itu di sekolah selain aku. Anehnya… aku malah merasa
senang, ya… aku senang. Tanpa kusadari aku telah mencintainya, meski
perangainya memberikan sinyal bahwa dia adalah musuhku, namun perbuatannya
selama ini menunjukkan kalau dia adalah pelindung bagiku.
Aku
mau menjadi pesuruhnya, setidaknya dengan begitu, aku bisa dekat dengannya. Aku
bisa berada di sampingnya, menemaninya, dan membantunya. Kalau orang-orang tahu
perasaanku yang sebenarnya selama menjadi budak Siwon, kurasa mereka pasti akan
mengataiku gila. Aku tak akan menolak, kurasa aku memang telah kehilangan
kewarasanku, Choi Siwon membuatku seperti orang gila.
“Ooo’
Gwansim Onni datang lagi?” sapa Jiwon saat aku baru turun dari mobil,
“Nde…”
aku tersenyum. Kubantu Siwon keluar dan kuserahkan kruk padanya.
“Terima
kasih untuk hari ini, segeralah pulang dan beristirahat!” perintah Siwon,
“Uhm!”
aku mengangguk, “Aku juga harus cepat-cepat pulang menyediakan bekal untuk
nanti sore!” seruku.
“Nanti
sore?” tanya Siwon.
“Iya,
aku dan Donghae janjian akan membawa anak anjing kami jalan-jalan di taman!”
“Donghae?!”
suara Siwon naik satu oktav. “Andwae! Tidak boleh!” sergahnya.
“Kenapa?”
tanyaku heran.
“Karena…karena…
aku juga mau mengajak anak anjingku jalan-jalan!” jawab Siwon setelah berpikir.
Jelas sekali dia sengaja mencari-cari alasan,
“Oppa…
kau kan tidak punya anak anjing!” sela adiknya, Jiwon.
“Shht…
anak kecil diam saja!” dia melotot ke arah adiknya. “Siapa bilang aku tidak
punya anak anjing, aku baru saja memesan anak anjing impor dari Italia,
namanya, namanya... Beckham! Makanya aku ingin mengajaknya jalan-jalan nanti
sore!”
“Kapan
Oppa memesannya? Lagi pula aneh sekali, anjingnya dari Italy tapi namanya
Beckham!”
“Diam!
Masuk sana!” desak Siwon pada adiknya. Jiwon pun tak dapat berbuat banyak. Dia
masuk tanpa perlawanan.
“Siwon-ssi,
tapi aku sudah janji dengan Donghae. Dia pasti kecewa kalau aku
membatalkannya!”
“I
don’t care, whatever you say, you just follow me and do anything what I want!”
tutupnya. Kemudian dia menyuruh supirnya mengantarkanku pulang.
to be continued ...
No comments:
Post a Comment