Sunday 21 June 2015

FF Flower + Guys (Part 8)

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango



Sebelumnya di Flower + Guys (Part 7)

Hari telah gelap dan entah kapan aku dan Oppa akan terus terikat seperti ini. Dari bawah kudengar suara gaduh, kuharap ini bukan pertanda buruk.
“Gwansim~a!!!!” suara Sungyeon terdengar di telingaku, aku jadi bersemangat. Kulihat teman-temanku di bawah menerobos penjagaan gadis gila itu.
“Yeon~a…!!” teriakku agar dia tahu di mana posisiku. Semua mendongak dan mereka pun mengetahui posisiku. Sekejap saja mereka menyusulku ke bagian atas kolam.
“Gwansim!!” kulihat Donghae muncul di sela-sela penjagaan dua bodyguard
“Donghae?” tanyaku, kenapa dia bisa ikut? Bukkk… suara pukulan menggema, seorang bodyguard jatuh, muncullah wajah Siwon yang kemudian memukul bodyguard yang satu lagi. Setelah itu barulah aku dapat melihat teman-temanku dengan jelas, mereka… mereka semua datang untung menolongku! Donghae, Siwon, Kyuhyun, Sungmin, dan Sungyeon.
“Carribian Bay… ternyata dia membawamu ke sini, sebenarnya sudah lama dia mengajakku ke tempat ini namun selalu kutolak…” seru Kyuhyun.
“Bukan saatnya bernostalgia dengan kenangan bodohmu itu!” bentak Siwon. Donghae dan Sungmin sudah lebih dulu maju membuka ikatanku dan Yesung Oppa. Byugggg… tiba-tiba terdengar suara tembakan, untung saja tidak mengenai Donghae, tembakannya meleset sepersekian centi. Di seberang kulihat Hara sedang memegang senapan dan bidikannya ke arah kami.
“Donghae, Hyung, cepat menyingkir!!” perintah Kyuhyun cepat. “Dia mahir menggunakan senapan, bisa-bisa kalian kena!” penjelasan Kyuhyun membuat kami bergidik. Dari seberang, Hara berjalan ke arah kami, matanya menyiratkan ketidaksukaan.
“Oppa, kau membawa beberapa temanmu untuk mengeroyokku?” bentaknya pada Kyuhyun saat dia tepat berada di depanku.
“Ehm… bukan begitu, mana berani aku mengeroyok gadis manis sepertimu! Sayang sekali kalau gadis cantik sepertimu…”
“Berhentilah menggodanya!” Siwon serta merta memotong pembicaraan Kyuhyun. “Yaa… kau! Apa yang kau inginkan? Kenapa sampai memperlakukan Gwansim seperti ini?”
“Dia telah merebut Oppa dariku dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi!” jawab gadis itu.
“Merebut? Dengar baik-baik, dia dan Kyuhyun tidak punya hubungan apa-apa jadi kurasa kau salah target! Cepat lepaskan dia!”
“Mwo?” gadis itu tidak percaya.
“Dengarkan aku baik-baik, kalau sikapmu terus begini maka kau tidak akan pernah punya teman apa lagi pacar! Mana ada orang yang tahan dengan gadis posesive seperti kamu!”
“Apa kau bilang?!” suara gadis itu naik satu oktaf
“Ya… kau tidak akan punya siapa-siapa dengan sikap tak mau mengalah seperti itu, tidak Kyuhyun atau siapa pun!” tambah Siwon.
“Hyung… apa yang kau lakukan? Kau bisa membuatnya naik darah!” bisik Kyuhyun pada Siwon.
“Biar dia tahu siapa yang membuatnya ditolak oleh orang lain, yang membuatnya seperti ini adalah dirinya sendiri.” Siwon tidak menggubris bujukan dongsaengnya. “Dengar Nona… kau tidak bisa memaksakan kehendak pada orang lain, tidak semua yang kau inginkan harus kau dapatkan. Kau hanya akan melukai dirimu sendiri dengan sikap arogan yang berlebihan seperti ini!”
“Diam kau! Tahu apa kau tentang diriku?!”
“Aku memang tidak tahu banyak tentangnmu, namun dari sikapmu yang terlihat olehku, aku dapat menarik kesimpulan bahwa kau memang orang yang tidak pantas mendapat teman atau didekati orang lain!”
“Diam! Siapa bilang aku tidak boleh punya teman?”
“Kau sendiri yang bilang melalui sikap dan perilakumu!”
“Jangan banyak bicara! Kau tidak berhak menilaiku!”
“Aku berhak melakukan apapun yang aku mau termasuk menilai gadis minus sepertimu!”
“Diaaaaaam atau kubunuh dia!” tunjuk Hara padaku. Aku jadi merinding melihat wajahnya yang seperti terbakar.
“Wonnie jangan bicara lagi!” bujuk Sungmin.
“Gadis seperti dia harus disadarkan Hyung, bukan oleh rayuan atau bujukan. Dia harus disadarkan dengan kenyataan kalau sebenarnya dia orang tertolak!”
“Kau!!!!” gadis itu berang, dengan satu dorongannya, dia berhasil membuatku meluncur ke kolam yang kuperkirakan dalamnya sekitar lima meter.
“Aaaaaaaaa!!!!!!!!” teriakanku menggema, dengan tangan dan kaki terikat aku sukses memasuki kolam yang besar itu. Aku tak dapat melakukan apa-apa, hanya berusaha mengatur sisa oksigen dalam paru-paruku agar aku dapat bertahan lebih lama dalam air ini. Namun aku memang tidak pernah sekata dengan air, napasku mulai putus, aku terengah engah dengan tubuh yang tak dapat bergoyang. Pandanganku mulai kabur, aku sudah kehilangan sebagian keasadaranku. Ayah, Ibu, apakah sekaranglah saatnya aku menyusul kalian?
Byurrrrrrrr, kurasakan ada sesuatu yang memasuki air, kulihat ada sebuah bayangan hitam mendekat ke arahku. Malaikat sudah datang, malaikat itulah yang akan membawaku pergi. Mataku pun terpejam, inikah akhirnya?
Flower + Guys
“Gwansim… Gwansim…” suara seseorang yang khawatir membuatku tersadar bahwa aku masih hidup. Saat kubuka mata, kulihat wajah cemas Sungyeon, Oppaku, juga Donghae.
“Aku di mana?” tanyaku lemah.
“Kau ada di rumah sakit, paru-parumu baru saja dibersihkan karena kemasukan banyak air. Syukurlah kau baik-baik saja!” Sungyeon memelukku,
“Bagaimana perasaanmu sekarang?” wajah teduh Donghae membuatku merasa lebih nyaman. Aku mengangguk tersenyum memberi isyarat bahwa aku sudah membaik.
“Tenang saja, aku sudah memberikan pelajaran pada gadis sinting itu. setelah dia mendorongmu, kujambak dia sampai sebagian rambutnya lepas. Kalau saja Sungmin tidak memisahkan kami, aku pasti berhasil membuatnya gundul!” cerocos Sungyeon.
“Kau seperti singa habis beranak saja saat itu!” ejek Donghae,
“Bagaimana aku tidak kesal, teganya dia mendorong Gwansim dalam keadaan tangan dan kaki terikat!” bela sahabatku itu.
“Lalu bagaimana dengan gadis itu? maksudku hubungannya dengan Kyuhyun,” tanyaku.
“Kyuhyun sudah menyelesaikannya, kuharap kejadian ini tidak akan terluang lagi!” jawab Donghae.
“Ehm… Ayah dan ibu sebentar lagi datang,” sela Oppaku.
“Oppa mianhe… gara-gara aku kau jadi…”
“Jangan berkata apa-apa lagi, kau tidak pernah bersalah pada Oppa! Sekarang kau istirahat saja tidak usah banyak bicara!” Oppaku mengajak teman-temanku keluar dari ruanganku. Hmm… syukurlah aku masih dapat hidup, tapi siapa yang telah menyelamatkan aku? Aku ingat… saat kesadaranku akan hilang, kulihat ada sebuah bayangan yang datang menolongku, yah… itu pasti malaikatku!

Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya aku bisa pulang dan kembali beraktivitas seperti bisa. Aku kembali ke sekolah, di pintu utama, Sungyeon menyambutku dengan gembira. Aku pun ikut tersenyum melihat wajah cerah sahabatku itu. Kami bersama-sama ke kelas sambil bercanda sepanjang koridor.
“Kim Gwansim!” tiba-tiba Jessica menghardikku, di belakangnya mengekor Jaekyeong dan Eunjeong. Plakkkk…
“Yaak… apa yang kau lakukan! Kenapa kau menamparnya?!” Sungyeon berang melihat Jessica yang menamparku tanpa alasan.
“Kenapa aku menamparnya? Kau masih bertanya alasannya?” Jessica malah balik menghardik Sungyeon. “Gara-gara dia… Siwon Sunbae hampir kehilangan kaki kirinya!” penuturan Jessica membuatku bagai disambar petir. Kulihat wajah Sungyeon yang tadinya penuh amarah malah menjadi ciut dan kikuk.
“Yeon~a apakah itu benar?” tanyaku dengan suara serak.
“Gwansim~a, itu… itu…” Sungyeon tidak bisa bicara,
“Apa-apaan kalian, main borongan lagi?!” tiba-tiba Donghae datang menghadapi ketiga gadis di hadapanku itu.
“Jiah… pahlawan datang, kenapa? Apa kau ingin membelanya lagi?” balas Jessica.
“Sampai kapan kau akan berbuat seperti ini pada Gwansim? Kenapa kau selalu menyakitinya padahal dia sendiri tidak pernah melakukan apa-apa padamu?!”
“Berhentilah mengoceh Lee Donghae! Apa kau memang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Seluruh sekolah membencinya karena dia lah penyebab Siwon Sunbae berjalan dengan bantuan kruk! Padahal dia akan mengikuti pertandingan basket, semuanya jadi batal karena gadis itu!” timpal Yuna.
“Kejadian itu hanya kecelakaan, tidak ada yang dapat disalahkan dalam sebuah kecelakaan. Siapa pun tidak ingin Choi Siwon mengalami hal itu!” balas Donghae. Jadi benar ya kalau Siwon…
Aku berdiri dengan tatapan nanar pada seorang Choi Siwon yang tengah duduk di bangku penonton menyaksikan teman-temannya bermain basket. Sesekali senyum mewarnai wajahnya melihat aksi teman-temannya yang kocak di lapangan. Kembali terngiang di kepalaku, Sungyeon bercerita mengenai kejadian saat itu.

“Aaaaaaaaa!!!!!”kau berteriak kencang,
“Gwansim……!!!”teman-teman serempak berteriak.
“Jangan melompat, kau akan kehilangan nyawamu bila melompat menolongnya! Di bawah ada kincir air yang besar, bila kau melompat dan mengenainya maka kau tidak akan selamat!”Hara menghadang Siwon yang akan melompat untuk memperkecil jarak tempuh menyelamatkanmu
“Gwansim~aaaaa!”aku mulai bergetar, Donghae segera menuruni anak tangga berharap saat sampai di mulut kolam dia belum terlambat menyelamatkanku. Byuuurrrr… suara dentuman benda memasuki air membuat semua yang melihat napasnya tercekat. Siwon nekat melompat meski dia tahu resikonya sangat besar. Dia berhasil menyelamatkanmu meski saat terjun kakinya terhantam kincir…

 “Dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir!” tiba-tiba Kyuhyun muncul dari arah belakangku sambil menepuk bahuku. Baik-baik apanya? Kakinya digips seperti itu, siapa pun yang melihat pasti akan miris.
“Sebenarnya selama kau dirawat di rumah sakit, kalian bersebelahan kamar. Maaf… kami tidak menceritakan hal ini sebab kami tidak mau membuatmu sedih apalagi merasa bersalah atas hal yang menimpa Hyung…” lanjutnya.
“Tapi bagaimana pun akhirnya aku juga tahu, dan rasanya sangat sakit. Dia menolong namun terluka…” balasku sedih.
“Yaa… Kyuhyun, kenapa kau berdiri saja di situ? Cepat masuk!” teriakan Sungmin membuat pembicaraan kami terpotong. Bukan hanya itu, teriakannya juga membuat sebagian siswa menoleh ke arah kami, termasuk Siwon. Kami pun bertemu pandang,
“Aku bermain dulu!” pamit si magnae padaku.
“Sunbae… aku bawakan jus untukmu!” beberapa siswi kelas dua datang menghampiri Siwon hingga pandangannya teralihkan dariku. Dari belakang kurasakan seseorang datang dan memegang pundakku,
“Ayo kita ke kelas!” ajaknya, dia merangkulku, rangkulan hangat seorang sahabat, Sungyeon.
Saat pulang sekolah, tak sengaja aku berpapasan dengan Siwon di koridor. Keadaan canggung menguasaiku, aku jadi kaku di depannya. Berbanding terbalik dengan keadaannya, dia terlihat santai berjalan dengan menopang pada kruk di kedua tangannya. Dia melaluiku tanpa sejenak pun menoleh padaku, seakan dia hanya berjalan sendiri tanpa ada aku yang berpapasan dengannya. Tiba-tiba tas yang dirangkulnya terjatuh, keadaanya tidak memungkinkan dia berjongkok atau sekedar menunduk untuk mengambilnya.
“Ini…” ucapku sambil menyerahkan tasnya, ya… aku memberanikan diri membantu. Dia tidak langsung mengambil, matanya menyapu setiap sudut koridor, entah dia sedang mencari siapa.
“Yaa… kau, ke sini!” panggilnya pada seorang siswi. Eunjeong? “Bantu aku membawakan tasku!” perintahnya pada Eunjeong setelah dia merapat ke arah kami.
“Nde Sunbae!” jawab Eunjeong dengan wajah sumringah, dia lalu merampas tas itu dari tanganku dan setengah mendorongku seakan aku tidak boleh dekat-dekat dengan Pangeran Boryeong itu.
Aku tertegun melihat mereka meninggalkanku, tatapanku kosong. Kenapa dia sangat membenciku? Kalau dia benci lalu kenapa dia menolongku? Tap… tap…tap… aku berlari menyusul mereka. Kuhadang langkah Choi Siwon,
“Gomawoyeo… jeongmal gomawo. Kau sudah mau menolongku, bagaimana pun aku harus berterima kasih atas pertolonganmu…” seruku sambil beberapa kali menunduk sebagai isyarat ketulusanku. “…sejujurnya aku tidak berharap kau melakukan hal ini, aku tidak mau seseorang menolongku namun malah membahayakan keadaannya sendiri. Aku bukannya tidak tahu berterima kasih namun… aku tidak mau seseorang terluka karena aku.”
“Ayo pergi!” perintah Siwon pada Eunjeong, aku sama sekali tidak direspon. Aku kembali mengejar mereka,
“Sebagai ucapan terima kasihku padamu, aku akan melakukan apa pun yang kau minta. Kalau kau butuh orang untuk membantumu selama kakimu sakit, aku bersedia melakukan semuanya untukmu!” ucapku tanpa jeda.
“Cih…” Eunjeong tersenyum remeh.
“Ayo pergi!” sekali lagi aku tidak digubris, Siwon kembali mengajak Eunjeong pergi. Baru saja aku akan mengejar, Eunjeong berbalik dan melotot dan mengancam – jangan menghadang kami lagi.
Kupandangi kepergian Siwon begitu saja, hump… apa sulit untuk menerimaku menjadi temanmu? Aku kan hanya ingin berterima kasih padamu. Dari seberang kulihat Yesung Oppa menjemput, aku berusaha tersenyum agar dia tidak tahu permasalahanku.
“Aku lihat semua!!!” ucap Oppa, aku memandangnya, apa maksudnya melihat kejadian saat aku memohon pada Siwon?
“Oppa… mianhe!” ucapku,
“Kenapa minta maaf? Apa yang kau lakukan sudah benar, memang seharusnya kau membantunya di saat kakinya cidera.” Aku menatap tidak percaya pada Oppaku. Apa Oppa baik-baik saja? Dia kan sangat tidak suka pada Siwon. “Dia… berani mengambil resiko demi menyelamatkanmu, kurasa itu sudah cukup membuktikan dia peduli padamu…” suara Oppa melirih,
“Oppa…” ucapku,
“Sungyeon sudah menceritakan semuanya, masalah perpisahanmu dengan Siwon, masalah perjuanganmu untuk terus bersekolah di sini dan… ah, semuanya!” kami membisu, “Jangan marah pada Sungyeon, aku yang memaksanya untuk cerita…” aku hanya dapat menunduk. “Apa kau mencintai Siwon?” pertanyaan Oppa membuatku terperanjat. “Kalau kau mencintainya dan merasa berhak bersamanya, perjuangkanlah cintamu!” tutup Oppa sambil membukakan pintu mobil untukku.
♥♥♥

Hari ini aku dan Kyuhyun beserta murid-murid lain yang menjadi delegasi olimpiade pelajaran berangkat ke Incheon. Aku lumayan gugup namun untung saja Kyuhyun sering mengajakku bercanda, sehingga aku dapat melupakan sejenak rasa gugupku itu. Seharian aku bersama siswa lain mengikuti tes tertulis maupun lisan. Kuharap aku dapat memperoleh juara agar tidak mempermalukan sekolahku dan diriku sendiri.
“Bagaimana tesmu?” Tanya Kyuhyun saat perjalanan pulang.
“Hm… lumayan membuat rambutku rontok, apa lagi saat aku harus menjelaskan secara lisan proses kerja jantung. Kau sendiri?”
“Sama, soal-soalnya lumayan membuatku mual!” kami tertawa bersama. Kyuhyun memberikan sekaleng soda lemon untukku.
“Wah… kebetulan sekali, aku sangat suka soda ini!” aku kegirangan sendiri.
“Tentu saja, Siwon yang titip kok!” bisik Kyuhyun.
“Kau bilang apa?” tanyaku, aku tidak begitu mendengar dengan jelas perkataan si magnae itu.
“Ah, tidak kok, aku tidak bilang apa-apa!” elaknya. Hm… jelas-jelas dia tadi menyebut nama Siwon.

Siang ini aku dan Donghae mengerjakan tugas bersama di dekat lapangan basket. Dia kesulitan mengerjakan soal biologi yang menjadi pekerjaan rumahnya. Sesekali kami bercanda bila merasa lelah, tiba-tiba ada sebuah tas terjatuh di hadapanku. Kulihat Siwon berdiri dengan wajah angkuhnya setelah membuang tasnya di hadapanku.
“Kau bilang kau bersedia melakukan apapun yang kuminta…”
Sebagai ucapan terima kasihku padamu, aku akan melakukan apa pun yang kau minta. Kalau kau butuh orang untuk membantumu selama kakimu sakit, aku bersedia melakukan semuanya untukmu.” Dia mengulang kembali kata-kataku kemarin.
“…dan sekarang, bawakan tasku sampai ke kelasku!” perintahnya. Aku melongo,
“Yaak, kau pikir Gwansim pembantumu?!” Donghae protes.
“Dia sendiri yang mengajukan diri untuk menjadi…” ucapannya terputus, sejenak dia memandang ke arahku, “…pembantuku!” lanjutnya.

Aku tak tahu, apakah aku harus menyesal telah mengatakan hal itu pada Siwon dan harus menariknya ataukah hanya diam saja menerima semuanya. Yang jelas aku benar-benar dijadikan seperti budak. Aku harus mengikutinya ke sana ke mari dan mengerjakan semua yang dia perintahkan.
“Kyuhyun~ah… kumohon lakukan sesuatu, aku tidak tahan melihat Gwansim dijadikan budak oleh Siwon!!!” bujuk Sungyeon pada Kyuhyun saat kami berkumpul di taman sekolah.
“Aku sendiri bingung menentukan jalan! Hyung, seharusnya kau yang turun tangan!” Kyuhyun malah mendesak Sungmin.
“Aku juga tidak berdaya, kau tahu sendiri kan bagaimana Siwon!” lirih Sungmin.
“Jadi… Gwansim akan terus menjadi budak?” tanya Donghae.
“Kurasa tidak akan selamanya, bukankah Gwansim hanya berjanji akan membantu Siwon sampai kakinya sembuh. Jadi…”
“Kakinya Siwon patah!!! Minimal butuh waktu tiga bulan untuk kesembuhannya, jadi selama tiga bulan itu Gwansim akan mengikutinya terus????” Sungyeon memotong ucapan Kyuhyun dengan histeris. Biiip…biiip… ponselku berdering, kulihat layarnya, ternyata panggilan dari Siwon.
“Dari Siwon?” tanya Donghae, aku mengangguk, segera kuangkat dan seperti yang teman-teman prediksi, aku dipanggil lagi.
“Jangan khawatir berlebihan seperti itu, setidaknya Siwon tidak akan membunuhku!” bujukku pada teman-temanku. “Lagi pula semua ini adalah pilihanku. Aku sendiri yang mengatakan pada Siwon akan membantunya sebagai bentuk terima kasihku atas bantuannya jadi aku harus bertanggung jawab terhadap kata-kataku.”
Berita mengenai aku menjadi budak Choi Siwon dengan cepat menyebar ke setiap sudut sekolah, semua mencibirku dan mengejekku. Bagaimana tidak, dari seorang pacar kemudian menjadi mantan, dan akhirnya menjadi budak. Tak ada siswa yang mendapat gelar seperti itu di sekolah selain aku. Anehnya… aku malah merasa senang, ya… aku senang. Tanpa kusadari aku telah mencintainya, meski perangainya memberikan sinyal bahwa dia adalah musuhku, namun perbuatannya selama ini menunjukkan kalau dia adalah pelindung bagiku.
Aku mau menjadi pesuruhnya, setidaknya dengan begitu, aku bisa dekat dengannya. Aku bisa berada di sampingnya, menemaninya, dan membantunya. Kalau orang-orang tahu perasaanku yang sebenarnya selama menjadi budak Siwon, kurasa mereka pasti akan mengataiku gila. Aku tak akan menolak, kurasa aku memang telah kehilangan kewarasanku, Choi Siwon membuatku seperti orang gila.
“Ooo’ Gwansim Onni datang lagi?” sapa Jiwon saat aku baru turun dari mobil,
“Nde…” aku tersenyum. Kubantu Siwon keluar dan kuserahkan kruk padanya.
“Terima kasih untuk hari ini, segeralah pulang dan beristirahat!” perintah Siwon,
“Uhm!” aku mengangguk, “Aku juga harus cepat-cepat pulang menyediakan bekal untuk nanti sore!” seruku.
“Nanti sore?” tanya Siwon.
“Iya, aku dan Donghae janjian akan membawa anak anjing kami jalan-jalan di taman!”
“Donghae?!” suara Siwon naik satu oktav. “Andwae! Tidak boleh!” sergahnya.
“Kenapa?” tanyaku heran.
“Karena…karena… aku juga mau mengajak anak anjingku jalan-jalan!” jawab Siwon setelah berpikir. Jelas sekali dia sengaja mencari-cari alasan,
“Oppa… kau kan tidak punya anak anjing!” sela adiknya, Jiwon.
“Shht… anak kecil diam saja!” dia melotot ke arah adiknya. “Siapa bilang aku tidak punya anak anjing, aku baru saja memesan anak anjing impor dari Italia, namanya, namanya... Beckham! Makanya aku ingin mengajaknya jalan-jalan nanti sore!”
“Kapan Oppa memesannya? Lagi pula aneh sekali, anjingnya dari Italy tapi namanya Beckham!”
“Diam! Masuk sana!” desak Siwon pada adiknya. Jiwon pun tak dapat berbuat banyak. Dia masuk tanpa perlawanan.
“Siwon-ssi, tapi aku sudah janji dengan Donghae. Dia pasti kecewa kalau aku membatalkannya!”

“I don’t care, whatever you say, you just follow me and do anything what I want!” tutupnya. Kemudian dia menyuruh supirnya mengantarkanku pulang.

to be continued ...

No comments:

Post a Comment