sebelumnya di Flower + Guys (Part 4)
“Apa????!!!”
Sungyeon histeris saat aku menceritakan kejadian saat di ruang kepala sekolah.
Kyuhyun dan Sungmin hanya dapat menarik napas panjang dan berat. “Sungmin…
Kyuhyun… bagaimana ini?!” sahabatku jadi panik.
“Hyung?!” Kyuhyun merajuk pada
Sungmin,
“Aku juga tidak tahu!” balas
Sungmin. Donghae terlihat berpikir, dia meremas rambutnya sambil beberapa kali
mendengus. Aku harus melakukan sesuatu, aku tidak boleh tinggal diam. Segera
aku bangkit dan meninggalkan teman-temanku,
“Gwansim~a kau mau ke mana?!” tak
kuhiraukan panggilan Sungyeon. Saat ini di kepalaku hanyalah mencari Choi Siwon
dan melakukan penawaran padanya.
Aku menemukannya di lapangan basket,
dia sedang asik mendribel bola. Di masukkannya bola itu melalui keranjang dan
setelahnya terpental ke arahku. Segera kuambil bola itu seiring dengan dia
berjalan menghampiriku. Baru saja dia ingin mengambilnya, aku segera menyembunyikan
bola itu ke belakang. Dia berdecak kesal, dia berusaha mengambilnya sekali lagi
dan terpaksa kubuang jauh bola itu.
“Yaak…” dia menatapku tajam.
“Kau tidak dapat seperti ini
Siwon-ssi, kau boleh mengeluarkan kami dari sekolah ini namun kau tidak punya
hak membuat kami putus sekolah!” ucapku, Siwon terlihat malas mendengar
ocehanku. “Aku rasa ini tidak adil bagi kami, korban-korbanmu sebelumnya hanya
perlu mengundurkan diri dan setelah itu urusan mereka selesai denganmu tapi
kenapa kami malah keluarpun masih harus mendapat hukumanmu?!”
“Karena perbuatan kalian sangat mempermalukanku!”
balasnya dingin. “Baru kali ini aku dipermalukan oleh seorang gadis. Harga
diriku sungguh rusak karena perbuatanmu!”
“Aku bisa menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi!”
“Tidak perlu, aku sudah tidak
berminat mendengar penjelasanmu! Pergilah sebab aku tidak ingin melihatmu
lagi!”
“Saat itu sungguh tidak terjadi
apa-apa antara aku dan Donghae, yang kau lihat hanya kesalahpahaman! Aku juga
tidak tahu bagaimana Jessica merekam kejadian itu sehingga seakan aku dan
Donghae sedang bermesraan!”
“Aku sudah bilang aku tidak ingin
mendengar penjelasanmu! Aku tidak peduli pada apa yang terjadi antara kalian!”
“Kalau begitu kenapa menghukum kami
sampai sekejam ini? Kalau kau tidak peduli, lepaskanlah kami, toh ini tidak
akan membuatmu rugi!
“…” dia bungkam, kulihat wajahnya
cukup kaget.
“Kau bilang kau tidak peduli pada
apa yang terjadi antara aku dan Donghae, jadi kurasa kau tidak punya alasan
untuk marah pada kami bukan?”
“Se…sebab… saat itu kau masih dalam
status pacarku!”
“Kita
tidak pernah pacaran! Kau harus ingat itu! Di antara kita tidak pernah ada rasa
saling suka, kau hanya datang dan tiba-tiba mengaku bahwa aku adalah pacarmu
dan semua akhirnya berjalan seperti sekarang!”
“Lantas kenapa kau tidak menolak?”
“Menolak? Menolakmu berarti menggali
kuburan sendiri!” mendengar penuturanku dia malah ketawa, ya… dia tertawa
kecil.
“Kau memang tidak dapat dikasihani!”
ucapnya pelan. Apa? Aku tidak paham maksudnya, “Aku mengubahmu dari seekor
bebek buruk rupa menjadi seekor angsa cantik jelita. Aku mengangkat harga
dirimu setelah kau dipermalukan oleh mantan pacarmu. Gadis tidak menarik
sepertimu akhirnya menjadi pasangan seorang Choi Siwon, bukannya kau harus berterima
kasih?” dadaku sesak, jadi dia bersamaku karena kasihan?
“Oh… jadi ini alasanmu mengapa kau
bersamaku? Karena kasihan?” air mataku menggumpal. Kulihat teman-temanku
berkumpul menyaksikan kejadian ini.
“Huh…”
aku tersenyum perih. “Lalu setelah menolongku, apa kau menganggap dirimu telah
menjadi dewa? Apa kau tidak merasa kalau kau dan Donghae sama saja? Untuk apa
aku berterima kasih pada seseorang yang mempermalukan aku?!” lirihku, “Baiklah…
kali ini aku tidak akan sungkan! Tak akan kubiarkan kau mengeluarkan aku dari
sekolah ini, akan kuperlihatkan padamu bahwa aku bukan gadis yang pantas kau
kasihani. Kita taruhan… kalau kau menang, aku akan keluar dari sekolah ini.
Namun bila aku menang aku dan Donghae akan tetap bersekolah di tempat ini.”
“Konyol
sekali!” balasnya cuek, bergegas dia membereskan barang-barangnya,
“Kenapa?
Apa kau takut? Apa kau takut dikalahkan oleh gadis yang kau kasihani?”
“Mwo???!!!”
dia berhenti melangkah, sepertinya aku telah melukai harga dirinya sekali lagi.
Akhirnya
kami sepakat taruhan bermain basket, aku dan Donghae vs Siwon dan entahlah
siapa pasangan yang akan ditunjuknya. Pertandingannya besok lusa sehingga aku
dan Donghae punya waktu untuk berlatih.
***
Aku
menghampiri Donghae yang sedang serius berlatih lapangan belakang, dia terlihat
lincah mendribel bola dan bahkan memasukkannya di keranjang.
“Oh…
kau sudah datang?!” serunya begitu menyadari aku memperhatikannya, aku
tersenyum dan mengangguk. Kusimpan tasku di bangku dan segera bergabung
dengannya. “Sudah potong rambut!!” tegurnya saat melihat rambutku yang kini
hanya sepunggung.
“Aku
hanya meratakannya sendiri, soalnya belum sempat ke salon. Kau tahu sendiri kan
kita tidak punya waktu untuk bersenang-senang!”
“Tapi
kelihatan aneh!”
“Ah
sudahlah, aku tidak peduli! Lebih baik sekarang kau melatihku soalnya aku tidak
tahu mengenai basket sama sekali, aturan mainnya pun aku buta!” seruku. Donghae
hanya tersenyum, segera dia melempar bola padaku.
“Coba
dribel bolanya!” perintahnya, aku pun menurut. Pertama kali memukul, bolanya
terpantul lumayan tinggi, namun pukulan berikutnya pantulan bola malah semakin
lemah.
“Wah… parah! Men-dribel saja aku tidak tahu!” seruku lemas.
“Wah… parah! Men-dribel saja aku tidak tahu!” seruku lemas.
“Jangan
pesimis, kalau kau berusaha, pasti kau bisa!” Donghae mendekat dan menjelaskan
tehnik men-dribel yang tepat. Kuperhatikan penjelasannya dengan sekasama,
sesekali dia juga memperagakan caranya. Saat kucoba pertama kali memang agak
sulit dan aku selalu gagal namun setelah berulang-ulang kali kucoba akhirnya
aku bisa menggiring bola juga.
Tak
terasa sudah dua jam aku dan Donghae berlatih, kini haus menginggap di tenggorokanku.
Untung tadi aku sempat beli air mineral sebelum latihan, aku segera menghampiri
tasku yang kusimpan di bangku. Entah mengapa aku merasa ada seseorang yang
sedang mengamatiku, kuedarkan pandanganku ke segala arah. Kulihat seseorang
yang langsung pergi dari balik jendela lantai dua, seperti Siwon!! Ah… tapi tak
mungkin dia sedang memperhatikanku.
“Donghae~a!!!”
kupanggil Donghae dan mengoporkannya sebotol air. “Kira-kira Siwon akan
berpasangan dengan siapa dalam pertandingan nanti?” tanyaku pada Donghae sambil
duduk beristirahat di sampingnya.
“Dia
akan bermain dengan Jessica!” tiba-tiba Sungyeon muncul dari belakang.
“Dari
mana kau tahu?”
“Jessica
baru saja mengumumkannya dengan bangga di depan teman-teman.”
“Tenanglah…
kita pasti bisa mengalahkan mereka!” hibur Donghae.
“Gwansim…
kau harus berjuang!!!” Sungyeon memelukku manja, aku hanya tersenyum.
Setidaknya aku masih punya dia yang bersamaku dengan tulus.
Aku
berlatih sampai malam di lapangan belakang sekolah bersama Donghae. Kami sudah
tidak punya banyak waktu sebab besok adalah pertandingannya.
“Huh…
dari tadi belajar men-shoot tapi tidak bisa-bisa juga!!!” aku menggerutu
sendiri saat bola lemparanku tidak masuk untuk kesekian kalinya ke dalam
keranjang. Tiba-tiba Donghae berdiri di belakangku dan meraih kedua tanganku.
“Posisikan
tanganmu tepat di hadapan keranjang, pandanganmu harus fokus. Lebarkan sedikit
langkahmu, tekuk lututmu kecil kemudian berusahalah melompat sambil mengayunkan
tanganmu dan lepaskan bolanya, mengerti?” aku mengangguk.
“Wah…
mesra sekali kalian!” suara itu sontak mengalihkan fokus kami. Jessica
tersenyum sinis sambil melipat tangannya. Kulihat Donghae yang setengah
memelukku, buru-buru kami memisahkan diri. “Yah… selamat berjuang saja, aku
hanya ingin mengatakan itu sebab besok kalian akan menulis surat pengunduran
diri kalian. Ops… atau kusarankan agar kalian menulisnya malam ini juga sebab
besok kalian akan menghabiskan waktu untuk menangis memikirkan ke mana kalian
akan melanjutkan sekolah,”
“Kajja…!”
Siwon muncul sambil menjinjing tasnya, sepertinya mereka sudah selesai.
“Nde
sunbae…!” dengan manja Jessica bergelayut di lengan Siwon. Mereka pergi
meninggalkan kami. Aku menghela napas, sesak rasanya dia digandeng wanita lain.
“Kajja…!”
kulihat Donghae juga tengah berkemas.
“Tapi
latihan kita belum selesai, aku masih belum bisa melempar bola!” tolakku.
“Ini
sudah malam, nanti orang tuamu khawatir! Besok saja dilanjutkan, jadi datanglah
lebih awal sebelum pertandingan dimulai,” selorohnya. Aku tak punya pilihan
lain, apalagi saat kulihat jam, ternyata sudah jam 10 malam. “Kita juga butuh
istirahat untuk pertandingan esok, jangan menghabiskan tenagamu malam ini!”
Di
parkiran kulihat Jessica menahan taksi sementara Siwon entah ke mana, kenapa
mereka tidak berbarengan? Kasihan sekali Jessica malah pulang sendirian. Aku
dan Donghae sama-sama ke halte bus, katanya dia akan menemaniku sampai di
rumah.
>.<
Pagi
ini jantungku berdegup lebih cepat dari bisaanya, tanganku sampai gemetaran. Ya
Tuhan… lindungilah aku. Yesung Oppa mengantarku ke sekolah, dengan senyum
khasnya dia melambai padaku usai menurunkan aku. Yah… aku harus semangat, yang
tadi tidak boleh menjadi kali terakhirnya Oppaku mengantarku ke Neul Paran,
masih ada hari-hari berikut di mana Oppa akan mengantarku.
Dengan
langkah semangat kumasuki gerbang sekolah, aku harus cepat ke lapangan
belakang, di sana Donghae pasti telah menungguku.
“Gwansim~a!!!”
seseorang memanggilku, aku menoleh…
“Hee
Chul Oppa!!!” seruku, senyumku mengembang melihat namja cantik itu. “Ada perlu
apa Oppa ke sekolah?” tanyaku setelah menghampirinya.
“Aku
hanya ingin memberi undangan, besok lusa pacarku berulang tahun dan kuharap kau
mau datang!”
“Benarkah?
Wah… senangnya Oppa masih mengingatku!” aku sumringah saat dia menyodorkan
sepucuk undangan padaku.
“Mmmm…
di mana Siwon, apa dia belum datang?” senyumanku langsung pudar, aku baru ingat
kalau terakhir kali aku bertemu dengannya, statusku masih sebagai pacar Choi
Siwon. “Kalau begitu kau saja yang menyampaikan undangan itu padanya soalnya
aku buru-buru. Undangan itu untuk satu pasangan, jadi kalian harus datang
berdua. Entah kenapa pacarku membuat format pesta seperti itu, setiap
undangannya harus datang berpasangan. Oh, sekalian berikan ini untuk Kyuhyun
dan Sungmin. Sampai jumpa!” dia melambai dan bergegas memasuki mobil sport
kuning-nya. Aku blank, kutatap undangan itu, berpasangan? Ah… mana bisa?!
“Gwansim!!!”
Sungyeon mengagetkan aku dari belakang, “Dia Kim Hee Chul kan?” tanyanya
seperti tidak percaya.
“Dari
mana kau tahu?!” tanyaku, pletak… “Aww… sakit!!!” seruku setelah dia menjitak
kepalaku.
“Dia
pemilik Amor Beauty Salon ‘kan? Make up stylist artis-artis terkenal bahkan
pernah bekerja sama dengan beberapa artis Hollywood!”
“Benarkah?!”
kali ini aku yang terperangah,
“Kau
sungguh tidak tahu? Lalu bagaimana kau bisa ngobrol dengannya?”
“Dia
datang memberiku undangan ulang tahun pacarnya!” kuperlihatkan undangan itu
pada sahabatku, matanya melotot seperti akan melompat dari tempatnya.
“Kenapa
kau sangat beruntung?!!!!!!!” pekiknya.
“Benarkah
kau mendapat undangan darinya?!” beberapa siswi mengerumuniku, mereka berebut
melihat undangan yang kupegang.
Huh…
gara-gara undangan itu aku sampai terlambat menemui Donghae di lapangan. Kami
masih punya kesempatan satu jam untuk berlatih sebelum pertandingan mulai. Dan
waktu itu tidak kami sia-siakan, aku berlatih keras untuk dapat memasukkan
bola. Sejam berlalu tanpa terasa, dan sungguh aku tidak dapat menyembunyikan
rasa kagetku.
“Gwansim…
sudah saatnya!” Donghae memberikan aba-aba untuk segera ke lapangan basket
utama. Langkahku begitu lemas menyusul Donghae dari belakang. Kami segera
memasuki lapangan basket, begitu banyak siswa yang datang. Mereka sepertinya
antusias sekali melihat hari pembantainku dengan Donghae.
“Bagaimana
keadaanmu?!” Kyuhyun dan Sungmin menghampiriku,
“Tulang-tulangku
seperti dilucuti satu-persatu! Aku sangat gugup.”
“Kami
berharap kau akan menang!” ucap Sungmin. Riuh suara penonton saat Siwon datang
bersama Jessica.
“Jangan
gugup!” Donghae menggenggam tanganku, “Ayo!” ajaknya, kamipun memasuki arena.
“Pertandingan
akan berlangsung selama satu jam, bagi tim yang mengumpulkan nilai terbanyak
maka merekalah pemenangnya!” seru Kyuhyun yang bertindak sebagai wasit. Siwon
dan Donghae berdiri di garis depan untuk memperebutkan bola yang akan dilempar
Kyuhyun.
“Kalian
siap?!” aba-aba dari Kyuhyun membuat mereka memasang kuda-kuda, begitu bola
dilempar, mereka langsung melompat untuk berebut. Siwon mendapatkannya, segera dia
mengopor ke Jessica, gadis itu mendribel sampai di depan gawangku. Aku
menghadang, karena posisnya sulit, gadis itu mengopernya pada Siwon. Syut…
Siwon melempar dari jarak jauh dan masuk, tiga angka untuknya. Semua penonton
berteriak semangat, mereka bersorak untuk Siwon dan Jessica. Huft… tak adakah
suara untukku dan Donghae?
“Gwansim!
Hwaiting!” Sungyeon memberi semangat di sudut lapangan, ya… aku masih punya
pendukung, dialah sahabatku. Jessica kini mendribel bola, Donghae mengejar dari
belakang bahkan berhasil merampasnya. Siwon tak mau kalah, segera dia
membayangi Donghae. Bola itu lantas dioper padaku, kini aku pegang kendali.
Segera kubawa bola itu ke ring lawan namun Jessica mencegatku. Bukkk… dia
menabrakku dan merampas bola itu dari tanganku,
“Awww…”
ringisku, syut… Jessica berhasil memasukkan bola dan mendapat dua angka.
“Gwencanayeo?”
apa kau baik-baik saja, tanya Donghae. Dia memeriksa pundakku.
“Mmmm!”
aku mengangguk meski sedikit nyeri di pundakku namun aku rasa bisa menahannya.
“Yaa…
bukan waktunya untuk bermesraan!” sindir Jessica.
Permainan
kembali dimulai, kali ini aku menggiring bola ke ring lawan, Siwon
menghadangku, tatapannya yang penuh kebencian membuatku takut. Kurasa dia
seperti ingin memangsaku, sheettt… dia merebut bola itu dariku. Dia segera
dihadang Donghae namun bola itu segera dioper ke Jessica. Aku kembali
menghalang gadis itu, bukkk… sekali lagi dia menabrakku. Jessica menembak tapi
untung ada Donghae menghadang bolanya, dia berhasil merebutnya. Kesempatan ini
digunakan untuk mencuri angka, digiringnya bola itu ke ring lawan dan
syuuutttt…
“Prrrttttt…”
Kyuhyun meniup peluit bertanda angka masuk. Aku tersenyum begitu pula Donghae.
Waktu terus berjalan dan tak terasa pertandingan telah berjalan tiga puluh
menit. Kyuhyun meniup peluit untuk memberi waktu istirahat pada kami. Kulihat
papan angka, 27-18. Kami kalah sembilan angka.
“Bagaimana
dengan bahumu?” tanya Donghae, aku menggeleng tanda tidak apa-apa, namun
sepertinya Donghae tidak dapat dikelabui. Dia meremas bahuku sehingga serta
merta aku meringis.
“Boleh
kulihat? Sepertinya memar!” pintanya, aku pun mengangguk. Kubuka dua kancing
atas kaos olahragaku, perlahan Donghae menyingkap bagian kaos yang menutupi
bahuku, hah…? Aku terperanjat sendiri, memarnya besar sekali!
“Keterlaluan!!
Apa kau masih bisa bermain? Kita berhenti saja!” ucapnya.
“Shirreo…
kita bisa kalah kalau berhenti di sini!” tidak mau, tolakku.
“Tapi
kalau kau bermain dengan lengan begitu, kau bisa cacat!”
“Shirreo…! Apapun yang terjadi aku tidak akan mundur!” Donghae menatap iba padaku, dia sadar kalau aku tidak akan bisa dibujuk lagi.
“Shirreo…! Apapun yang terjadi aku tidak akan mundur!” Donghae menatap iba padaku, dia sadar kalau aku tidak akan bisa dibujuk lagi.
“Ulurkan
tanganmu!” pintanya, keningku mengernyit, namun kuikuti saja. Perlahan dia
memijat tanganku, sesekali aku meringis, sakit sekali…
“Prrrrttttt!”
Kyuhyun meniup peluit tanda waktu istirahat habis. Pijatan Donghae membuat
lenganku terasa lebih nyaman. Kami pun segera bersiap-siap,
“Gwansim!!!”
Donghae menegurku, dia langsung mengancing bajuku yang belum sempat kukancing.
“Oh…
mianhe, aku lupa!” aku cengengesan sendiri sambil mengancingnya.
“Kalian
membuatku muak!!!” ucap Siwon saat kami memasuki arena. Muak kenapa? Apa yang
kami perbuat sehingga dia marah pada kami? Aku jadi bingung sendiri.
“Dia
cemburu!” bisik Donghae, mwo???
Selama
pertandingan babak kedua ini permainan Siwon begitu kasar, beberapa kali dia
menabrak Donghae bahkan tak segan pula menabrakku. Hal ini membuat Kyuhyun
sering meniup peluit tanda pelanggaran. Kuakui kami banyak mengambil angka dari
lemparan bebas karena pelanggaran yang dilakukan Siwon. Babak kedua ini kami
saling mengejar angka, dan waktu tiga puluh menit itu pun perlahan mengikis.
Kami ketinggalan lima angka, aku jadi semakin khawatir.
“Gwansim!!!!”
Donghae mengoperkan bola padaku, segera kutangkap namun Jessica menghalangiku,
dia juga ikut melompat untuk merampas bola. Dukkk… kurasakan ada benturan keras
di kepalaku, seketika aku oleng dan jatuh. Gadis itu ternyata menyikutku.
“Aww…”
aku hanya bisa meringis menahan sakit,
“Gwencanayeo?!”
donghae menghampiriku dan segera memeriksa kepalaku, “Yaak… kau ini kasar
sekali mainnya! Apa kau sengaja?” Donghae membentak Jessica,
“Dia
sendiri tidak tahu main!” balas gadis itu,
“Dia
kalah berebut bola lalu kenapa kau menyalahkan Jessica?!” Siwon ikut membela
“Dia
sengaja memukul Gwansim hingga Gwansim jatuh, sejak awal permainan Jessica
memang sudah bermain kasar! Bahu Gwansim sampai memar karena hantamannya!”
terjadi adu mulut antara mereka, penonton ikut berteriak menyalahkan Donghae.
“Donghae…
cukup!” kupegang lengannya dan membujuknya. Kyuhyun segera merapat untuk
menghentikan perseteruan kami.
“Waktu
yang tersisa tinggal 10 menit, apa kalian akan menghabiskannya dengan adu mulut
begini?” tanya Kyuhyun.
“Tapi
mereka curang!” sengit Donghae. Kyuhyun langsung menarik tangan Donghae untuk
menjauh, aku ikut di belakang.
“Jessica
memang bermain kasar menghadapi Gwansim namun dia tak akan disalahkan sebab
memang begitulah permainan. Dia sangat lihai menyembunyikan kekasarannya
sehingga kita tidak bisa menghukumnya. Kusarankan kau bertahanlah, kalian masih
ketinggalan lima angka, semua tidak akan selesai dengan marah seperti ini!”
bujuk Kyuhyun.
“Tapi…”
“Donghae~a…
kita tidak punya pilihan, kita akan tamat bila tidak menerima saja perlakuan
mereka!” aku memotong protes Donghae.
“Gwansim…
apa kau masih dapat bertahan?” tanya Kyuhyun, aku mengangguk, “Baiklah…
kembalilah bermain, lebih baik kau menghindari Jessica menjauhlah bila dia
mendekat ke arahmu!”
“Nde!!”
jawabku.
Kami
kembali bermain, ketinggalan lima angka itu harus kami dapat di sisa waktu
sepuluh menit ini. Seperti perkataan Kyuhyun, sebisa mungkin kuhindari Jessica
yang sepertinya hanya memata-matai aku. Syuuutttt… Donghae berhasil menambah
angka kami, kini hanya terpaut tiga.
“Donghae~a…
hwaiting!!” ucapku bersemangat ke arahnya. Dia tersenyum, tapi kulihat wajah
Siwon malah begitu menyeramkan. Kini bola ada di tanganku, aku mendribel menuju
ring lawan, kulihat Jessica berlari ke arahku, buru-buru bola itu kulempar ke
arah Donghae. Sssslap… Siwon berhasil merebutnya, dia melempar dari jarak jauh
dan masuk, yah ampun… tiga angka untuknya. Aku jadi lemas, Siwon lantas
memandang sinis padaku.
“Tidak
apa-apa! kita akan mengejar!” Donghae memberi semangat padaku, kulirik jam,
tinggal tiga menit. Kini Jessica yang memegang bola, Donghae mendekat dan
berhasil merampasnya, dia menggiring sampai di tengah lapangan dan Siwon
menghadang. Buru-buru dia mengoperkannya padaku. Aku barhasil menangkapnya dan
segera ku-dribel sampai di depan ring mereka. Syuuuttt… akh… gagal, bola itu
terpantul kembali dan Siwon berhasil menangkapnya. Dia tersenyum meremehkanku,
kemudian mendribel bola itu ke ring. Dia melempar dan…
“Prriiiiiiiiittttttt,”
bersamaan dengan bola itu masuk ke ring, peluit tanda waktu usai ditiup oleh
Kyuhyun. Aku tertegun melihat hasil akhir, kami terpaut tujuh poin.
“Yeah…
kita menang!!!” Jessica melompat kegirangan ke arah Siwon.
Sorak
sorai penonton membahana di seluruh ruang memberikan semangat dan mengejekku,
perlahan air mataku menggumpal. Benarkah ini akhir dari perjuanganku selama
hampir tiga tahun di sini? Donghae menghampiriku, kulihat wajahnya yang hampir
serupa denganku, lelah dan sedih. Dia mengusap air mataku dan memelukku.
“Jangan
menangis, setidaknya kita sudah berusaha…” ucapnya. Aku malah semakin terisak,
benarkah aku dan dia harus putus sekolah?
“Gwansim~a…”
Sungyeon menghampiriku dengan mata yang berkaca-kaca. Dia memelukku dan juga
terisak bersamaku.
“Selamat
Hyung, kau menang!” ucap Kyuhyun dengan sinisnya pada Siwon.
“Kau
senang?! Selamat ya!” ucap Sungmin lagi.
Flower + Guys
“Gwansim…” hiks, Sungyeon tak henti-hentinya
menangis saat membantuku merapikan barang-barangku di ruang locker. Hari ini
aku harus keluar dari sekolah sesuai perjanjianku dengan Siwon sebelumnya. “Aku
tidak akan punya teman lagi!!” lirihnya.
“Keumane
Yeon~a… uljima!” berhentilah, jangan menangis lagi bujukku pada sahabatku itu.
“Kau
sudah selesai?!” Donghae menghampiri kami, sepertinya dia juga sudah selesai
membereskan barang-barangnya. Aku mengangguk,
“Kami
ke ruang kepala sekolah dulu, kau masuklah… nanti kau terlambat!” bujukku pada
gadis manis yang tengah terisak melepas kepergianku. Semalam Sungyeon
menemaniku, tak henti-hentinya dia menangis, Yesung Oppa sampai hampir curiga
pada kami.
Sepanjang
koridor, banyak murid yang menertawai kami. Mereka sepertinya senang sekali
kami terhusir dari sekolah ini. Donghae menguatkanku, di tepuknya pundakku dan
sedikit tersenyum padaku. Terima kasih kau mau menemaniku di saat sulitku ini.
Sebelumnya kupikir kau adalah anak jahat dan tidak tahu menjaga perasaan orang.
“Cholgi…”
permisi, seseorang sepertinya menegur kami. Kami berbalik, di depanku berdiri
seorang ahjumma cantik dan sangat berwibawa.
“Nde
ahjumma[1],
apa ada yang bisa kami bantu?” tanya Donghae, ahjumma itu tersenyum, dia nampak
begitu menawan.
“Aku
mencari ruang kepala sekolah, sepertinya anakku membuat masalah lagi!” ucapnya.
“Anda
adalah orang tua murid? Ikut kami saja sebab kami juga akan ke kantor kepala
sekolah,” ucapku. Kamipun beriringan ke kantor kepala sekolah.
Kuketuk
pintu sebuah ruangan perlahan, dari dalam ruangan terdengar perintah menyuruh
kami untuk masuk. Aku, Donghae, dan ahjumma itu masuk satu-persatu.
“Songsaenim…
ada tamu yang mencari anda!” ucap Donghae yang membuat pak kepala menghentikan
aktivitas mengetiknya.
“Orenmaniya…Pak
Lee!” sapa ahjumma itu pada pak kepala.
“Nyonya
Choi?!!” Pak kepala jadi panik, beliau serta merta mempersilahkan ahjumma itu
untuk duduk.
“Pak…
kami datang hanya untuk menyerahkan surat pengunduran diri kami,” ucap Donghae
sambil menyerahkan sepucuk surat dan akupun mengikut.
“Jadi
kalian kalah dalam pertandingan itu?!” tanya pak kepala, kami mengangguk. Pak
kepala menghela napas panjang dan terlihat benar ada raut kesedihan di
wajahnya.
“Surat
pengunduran diri? Maksudnya kalian mengundurkan diri dari sekolah ini?” ahjumma
itu angkat pertanyaan. Pak kepala lantas menjadi kikuk, “Kenapa kalian
mengundurkan diri, apa ada masalah?”
“Em…
itu…, ah… ada perlu apa anda datang Nyonya?” jelas sekali pak kepala
mengalihkan topik pembahasan. Sang ahjumma berdiri dan mengambil surat
pengunduran diri kami,
“Kim
Gwansim dan Lee Donghae? Bukannya Kim Gwansim peserta olimpiade biologi sekolah
ini? Lalu Lee Donghae actor drama musikal kalian baru-baru ini kan? Siswa
berprestasi seperti kalian kenapa sampai mengundurkan diri?” pertanyaan ahjumma
itu suskes membuat pak kepala tak berkutik. Lama tak ada jawaban dari pak
kepala namun anehnya sang ahjumma malah manggut-manggut seakan mengerti
permasalahan.
“Panggilkan
Choi Siwon sekarang!!” ucap ahjumma lantang. Aku dan Donghae hanya bisa saling
tatap tidak mengerti.
No comments:
Post a Comment