Wednesday 17 June 2015

FF Flower + Guys - Part 5

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango

sebelumnya di Flower + Guys (Part 4)

             “Apa????!!!” Sungyeon histeris saat aku menceritakan kejadian saat di ruang kepala sekolah. Kyuhyun dan Sungmin hanya dapat menarik napas panjang dan berat. “Sungmin… Kyuhyun… bagaimana ini?!” sahabatku jadi panik.

            “Hyung?!” Kyuhyun merajuk pada Sungmin,
            “Aku juga tidak tahu!” balas Sungmin. Donghae terlihat berpikir, dia meremas rambutnya sambil beberapa kali mendengus. Aku harus melakukan sesuatu, aku tidak boleh tinggal diam. Segera aku bangkit dan meninggalkan teman-temanku,
            “Gwansim~a kau mau ke mana?!” tak kuhiraukan panggilan Sungyeon. Saat ini di kepalaku hanyalah mencari Choi Siwon dan melakukan penawaran padanya.    

            Aku menemukannya di lapangan basket, dia sedang asik mendribel bola. Di masukkannya bola itu melalui keranjang dan setelahnya terpental ke arahku. Segera kuambil bola itu seiring dengan dia berjalan menghampiriku. Baru saja dia ingin mengambilnya, aku segera menyembunyikan bola itu ke belakang. Dia berdecak kesal, dia berusaha mengambilnya sekali lagi dan terpaksa kubuang jauh bola itu.
            “Yaak…” dia menatapku tajam.
            “Kau tidak dapat seperti ini Siwon-ssi, kau boleh mengeluarkan kami dari sekolah ini namun kau tidak punya hak membuat kami putus sekolah!” ucapku, Siwon terlihat malas mendengar ocehanku. “Aku rasa ini tidak adil bagi kami, korban-korbanmu sebelumnya hanya perlu mengundurkan diri dan setelah itu urusan mereka selesai denganmu tapi kenapa kami malah keluarpun masih harus mendapat hukumanmu?!”

            “Karena perbuatan kalian sangat mempermalukanku!” balasnya dingin. “Baru kali ini aku dipermalukan oleh seorang gadis. Harga diriku sungguh rusak karena perbuatanmu!”
            “Aku bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!”
            “Tidak perlu, aku sudah tidak berminat mendengar penjelasanmu! Pergilah sebab aku tidak ingin melihatmu lagi!”
            “Saat itu sungguh tidak terjadi apa-apa antara aku dan Donghae, yang kau lihat hanya kesalahpahaman! Aku juga tidak tahu bagaimana Jessica merekam kejadian itu sehingga seakan aku dan Donghae sedang bermesraan!”
            “Aku sudah bilang aku tidak ingin mendengar penjelasanmu! Aku tidak peduli pada apa yang terjadi antara kalian!”
            “Kalau begitu kenapa menghukum kami sampai sekejam ini? Kalau kau tidak peduli, lepaskanlah kami, toh ini tidak akan membuatmu rugi!
            “…” dia bungkam, kulihat wajahnya cukup kaget.
            “Kau bilang kau tidak peduli pada apa yang terjadi antara aku dan Donghae, jadi kurasa kau tidak punya alasan untuk marah pada kami bukan?”
            “Se…sebab… saat itu kau masih dalam status pacarku!”
“Kita tidak pernah pacaran! Kau harus ingat itu! Di antara kita tidak pernah ada rasa saling suka, kau hanya datang dan tiba-tiba mengaku bahwa aku adalah pacarmu dan semua akhirnya berjalan seperti sekarang!”
            “Lantas kenapa kau tidak menolak?”
            “Menolak? Menolakmu berarti menggali kuburan sendiri!” mendengar penuturanku dia malah ketawa, ya… dia tertawa kecil.

            “Kau memang tidak dapat dikasihani!” ucapnya pelan. Apa? Aku tidak paham maksudnya, “Aku mengubahmu dari seekor bebek buruk rupa menjadi seekor angsa cantik jelita. Aku mengangkat harga dirimu setelah kau dipermalukan oleh mantan pacarmu. Gadis tidak menarik sepertimu akhirnya menjadi pasangan seorang Choi Siwon, bukannya kau harus berterima kasih?” dadaku sesak, jadi dia bersamaku karena kasihan?

            “Oh… jadi ini alasanmu mengapa kau bersamaku? Karena kasihan?” air mataku menggumpal. Kulihat teman-temanku berkumpul menyaksikan kejadian ini.

“Huh…” aku tersenyum perih. “Lalu setelah menolongku, apa kau menganggap dirimu telah menjadi dewa? Apa kau tidak merasa kalau kau dan Donghae sama saja? Untuk apa aku berterima kasih pada seseorang yang mempermalukan aku?!” lirihku, “Baiklah… kali ini aku tidak akan sungkan! Tak akan kubiarkan kau mengeluarkan aku dari sekolah ini, akan kuperlihatkan padamu bahwa aku bukan gadis yang pantas kau kasihani. Kita taruhan… kalau kau menang, aku akan keluar dari sekolah ini. Namun bila aku menang aku dan Donghae akan tetap bersekolah di tempat ini.”
“Konyol sekali!” balasnya cuek, bergegas dia membereskan barang-barangnya,

“Kenapa? Apa kau takut? Apa kau takut dikalahkan oleh gadis yang kau kasihani?”
“Mwo???!!!” dia berhenti melangkah, sepertinya aku telah melukai harga dirinya sekali lagi.
Akhirnya kami sepakat taruhan bermain basket, aku dan Donghae vs Siwon dan entahlah siapa pasangan yang akan ditunjuknya. Pertandingannya besok lusa sehingga aku dan Donghae punya waktu untuk berlatih.
***

Aku menghampiri Donghae yang sedang serius berlatih lapangan belakang, dia terlihat lincah mendribel bola dan bahkan memasukkannya di keranjang.

“Oh… kau sudah datang?!” serunya begitu menyadari aku memperhatikannya, aku tersenyum dan mengangguk. Kusimpan tasku di bangku dan segera bergabung dengannya. “Sudah potong rambut!!” tegurnya saat melihat rambutku yang kini hanya sepunggung.

“Aku hanya meratakannya sendiri, soalnya belum sempat ke salon. Kau tahu sendiri kan kita tidak punya waktu untuk bersenang-senang!”
“Tapi kelihatan aneh!”
“Ah sudahlah, aku tidak peduli! Lebih baik sekarang kau melatihku soalnya aku tidak tahu mengenai basket sama sekali, aturan mainnya pun aku buta!” seruku. Donghae hanya tersenyum, segera dia melempar bola padaku.
“Coba dribel bolanya!” perintahnya, aku pun menurut. Pertama kali memukul, bolanya terpantul lumayan tinggi, namun pukulan berikutnya pantulan bola malah semakin lemah.
“Wah… parah! Men-dribel saja aku tidak tahu!” seruku lemas.
“Jangan pesimis, kalau kau berusaha, pasti kau bisa!” Donghae mendekat dan menjelaskan tehnik men-dribel yang tepat. Kuperhatikan penjelasannya dengan sekasama, sesekali dia juga memperagakan caranya. Saat kucoba pertama kali memang agak sulit dan aku selalu gagal namun setelah berulang-ulang kali kucoba akhirnya aku bisa menggiring bola juga.

Tak terasa sudah dua jam aku dan Donghae berlatih, kini haus menginggap di tenggorokanku. Untung tadi aku sempat beli air mineral sebelum latihan, aku segera menghampiri tasku yang kusimpan di bangku. Entah mengapa aku merasa ada seseorang yang sedang mengamatiku, kuedarkan pandanganku ke segala arah. Kulihat seseorang yang langsung pergi dari balik jendela lantai dua, seperti Siwon!! Ah… tapi tak mungkin dia sedang memperhatikanku.

“Donghae~a!!!” kupanggil Donghae dan mengoporkannya sebotol air. “Kira-kira Siwon akan berpasangan dengan siapa dalam pertandingan nanti?” tanyaku pada Donghae sambil duduk beristirahat di sampingnya.
“Dia akan bermain dengan Jessica!” tiba-tiba Sungyeon muncul dari belakang.
“Dari mana kau tahu?”
“Jessica baru saja mengumumkannya dengan bangga di depan teman-teman.”
“Tenanglah… kita pasti bisa mengalahkan mereka!” hibur Donghae.
“Gwansim… kau harus berjuang!!!” Sungyeon memelukku manja, aku hanya tersenyum. Setidaknya aku masih punya dia yang bersamaku dengan tulus.

Aku berlatih sampai malam di lapangan belakang sekolah bersama Donghae. Kami sudah tidak punya banyak waktu sebab besok adalah pertandingannya.
“Huh… dari tadi belajar men-shoot tapi tidak bisa-bisa juga!!!” aku menggerutu sendiri saat bola lemparanku tidak masuk untuk kesekian kalinya ke dalam keranjang. Tiba-tiba Donghae berdiri di belakangku dan meraih kedua tanganku.
“Posisikan tanganmu tepat di hadapan keranjang, pandanganmu harus fokus. Lebarkan sedikit langkahmu, tekuk lututmu kecil kemudian berusahalah melompat sambil mengayunkan tanganmu dan lepaskan bolanya, mengerti?” aku mengangguk.
“Wah… mesra sekali kalian!” suara itu sontak mengalihkan fokus kami. Jessica tersenyum sinis sambil melipat tangannya. Kulihat Donghae yang setengah memelukku, buru-buru kami memisahkan diri. “Yah… selamat berjuang saja, aku hanya ingin mengatakan itu sebab besok kalian akan menulis surat pengunduran diri kalian. Ops… atau kusarankan agar kalian menulisnya malam ini juga sebab besok kalian akan menghabiskan waktu untuk menangis memikirkan ke mana kalian akan melanjutkan sekolah,”
“Kajja…!” Siwon muncul sambil menjinjing tasnya, sepertinya mereka sudah selesai.
“Nde sunbae…!” dengan manja Jessica bergelayut di lengan Siwon. Mereka pergi meninggalkan kami. Aku menghela napas, sesak rasanya dia digandeng wanita lain.
“Kajja…!” kulihat Donghae juga tengah berkemas.
“Tapi latihan kita belum selesai, aku masih belum bisa melempar bola!” tolakku.
“Ini sudah malam, nanti orang tuamu khawatir! Besok saja dilanjutkan, jadi datanglah lebih awal sebelum pertandingan dimulai,” selorohnya. Aku tak punya pilihan lain, apalagi saat kulihat jam, ternyata sudah jam 10 malam. “Kita juga butuh istirahat untuk pertandingan esok, jangan menghabiskan tenagamu malam ini!”

Di parkiran kulihat Jessica menahan taksi sementara Siwon entah ke mana, kenapa mereka tidak berbarengan? Kasihan sekali Jessica malah pulang sendirian. Aku dan Donghae sama-sama ke halte bus, katanya dia akan menemaniku sampai di rumah.
>.<

Pagi ini jantungku berdegup lebih cepat dari bisaanya, tanganku sampai gemetaran. Ya Tuhan… lindungilah aku. Yesung Oppa mengantarku ke sekolah, dengan senyum khasnya dia melambai padaku usai menurunkan aku. Yah… aku harus semangat, yang tadi tidak boleh menjadi kali terakhirnya Oppaku mengantarku ke Neul Paran, masih ada hari-hari berikut di mana Oppa akan mengantarku.

Dengan langkah semangat kumasuki gerbang sekolah, aku harus cepat ke lapangan belakang, di sana Donghae pasti telah menungguku.

“Gwansim~a!!!” seseorang memanggilku, aku menoleh…
“Hee Chul Oppa!!!” seruku, senyumku mengembang melihat namja cantik itu. “Ada perlu apa Oppa ke sekolah?” tanyaku setelah menghampirinya.
“Aku hanya ingin memberi undangan, besok lusa pacarku berulang tahun dan kuharap kau mau datang!”
“Benarkah? Wah… senangnya Oppa masih mengingatku!” aku sumringah saat dia menyodorkan sepucuk undangan padaku.

“Mmmm… di mana Siwon, apa dia belum datang?” senyumanku langsung pudar, aku baru ingat kalau terakhir kali aku bertemu dengannya, statusku masih sebagai pacar Choi Siwon. “Kalau begitu kau saja yang menyampaikan undangan itu padanya soalnya aku buru-buru. Undangan itu untuk satu pasangan, jadi kalian harus datang berdua. Entah kenapa pacarku membuat format pesta seperti itu, setiap undangannya harus datang berpasangan. Oh, sekalian berikan ini untuk Kyuhyun dan Sungmin. Sampai jumpa!” dia melambai dan bergegas memasuki mobil sport kuning-nya. Aku blank, kutatap undangan itu, berpasangan? Ah… mana bisa?!

“Gwansim!!!” Sungyeon mengagetkan aku dari belakang, “Dia Kim Hee Chul kan?” tanyanya seperti tidak percaya.
“Dari mana kau tahu?!” tanyaku, pletak… “Aww… sakit!!!” seruku setelah dia menjitak kepalaku.
“Dia pemilik Amor Beauty Salon ‘kan? Make up stylist artis-artis terkenal bahkan pernah bekerja sama dengan beberapa artis Hollywood!”
“Benarkah?!” kali ini aku yang terperangah,
“Kau sungguh tidak tahu? Lalu bagaimana kau bisa ngobrol dengannya?”
“Dia datang memberiku undangan ulang tahun pacarnya!” kuperlihatkan undangan itu pada sahabatku, matanya melotot seperti akan melompat dari tempatnya.
“Kenapa kau sangat beruntung?!!!!!!!” pekiknya.
“Benarkah kau mendapat undangan darinya?!” beberapa siswi mengerumuniku, mereka berebut melihat undangan yang kupegang.

Huh… gara-gara undangan itu aku sampai terlambat menemui Donghae di lapangan. Kami masih punya kesempatan satu jam untuk berlatih sebelum pertandingan mulai. Dan waktu itu tidak kami sia-siakan, aku berlatih keras untuk dapat memasukkan bola. Sejam berlalu tanpa terasa, dan sungguh aku tidak dapat menyembunyikan rasa kagetku.
“Gwansim… sudah saatnya!” Donghae memberikan aba-aba untuk segera ke lapangan basket utama. Langkahku begitu lemas menyusul Donghae dari belakang. Kami segera memasuki lapangan basket, begitu banyak siswa yang datang. Mereka sepertinya antusias sekali melihat hari pembantainku dengan Donghae.
“Bagaimana keadaanmu?!” Kyuhyun dan Sungmin menghampiriku,
“Tulang-tulangku seperti dilucuti satu-persatu! Aku sangat gugup.”
“Kami berharap kau akan menang!” ucap Sungmin. Riuh suara penonton saat Siwon datang bersama Jessica.
“Jangan gugup!” Donghae menggenggam tanganku, “Ayo!” ajaknya, kamipun memasuki arena.
“Pertandingan akan berlangsung selama satu jam, bagi tim yang mengumpulkan nilai terbanyak maka merekalah pemenangnya!” seru Kyuhyun yang bertindak sebagai wasit. Siwon dan Donghae berdiri di garis depan untuk memperebutkan bola yang akan dilempar Kyuhyun.

“Kalian siap?!” aba-aba dari Kyuhyun membuat mereka memasang kuda-kuda, begitu bola dilempar, mereka langsung melompat untuk berebut. Siwon mendapatkannya, segera dia mengopor ke Jessica, gadis itu mendribel sampai di depan gawangku. Aku menghadang, karena posisnya sulit, gadis itu mengopernya pada Siwon. Syut… Siwon melempar dari jarak jauh dan masuk, tiga angka untuknya. Semua penonton berteriak semangat, mereka bersorak untuk Siwon dan Jessica. Huft… tak adakah suara untukku dan Donghae?

“Gwansim! Hwaiting!” Sungyeon memberi semangat di sudut lapangan, ya… aku masih punya pendukung, dialah sahabatku. Jessica kini mendribel bola, Donghae mengejar dari belakang bahkan berhasil merampasnya. Siwon tak mau kalah, segera dia membayangi Donghae. Bola itu lantas dioper padaku, kini aku pegang kendali. Segera kubawa bola itu ke ring lawan namun Jessica mencegatku. Bukkk… dia menabrakku dan merampas bola itu dari tanganku,

“Awww…” ringisku, syut… Jessica berhasil memasukkan bola dan mendapat dua angka.
“Gwencanayeo?” apa kau baik-baik saja, tanya Donghae. Dia memeriksa pundakku.
“Mmmm!” aku mengangguk meski sedikit nyeri di pundakku namun aku rasa bisa menahannya.
“Yaa… bukan waktunya untuk bermesraan!” sindir Jessica.
Permainan kembali dimulai, kali ini aku menggiring bola ke ring lawan, Siwon menghadangku, tatapannya yang penuh kebencian membuatku takut. Kurasa dia seperti ingin memangsaku, sheettt… dia merebut bola itu dariku. Dia segera dihadang Donghae namun bola itu segera dioper ke Jessica. Aku kembali menghalang gadis itu, bukkk… sekali lagi dia menabrakku. Jessica menembak tapi untung ada Donghae menghadang bolanya, dia berhasil merebutnya. Kesempatan ini digunakan untuk mencuri angka, digiringnya bola itu ke ring lawan dan syuuutttt…

“Prrrttttt…” Kyuhyun meniup peluit bertanda angka masuk. Aku tersenyum begitu pula Donghae. Waktu terus berjalan dan tak terasa pertandingan telah berjalan tiga puluh menit. Kyuhyun meniup peluit untuk memberi waktu istirahat pada kami. Kulihat papan angka, 27-18. Kami kalah sembilan angka.

“Bagaimana dengan bahumu?” tanya Donghae, aku menggeleng tanda tidak apa-apa, namun sepertinya Donghae tidak dapat dikelabui. Dia meremas bahuku sehingga serta merta aku meringis.
“Boleh kulihat? Sepertinya memar!” pintanya, aku pun mengangguk. Kubuka dua kancing atas kaos olahragaku, perlahan Donghae menyingkap bagian kaos yang menutupi bahuku, hah…? Aku terperanjat sendiri, memarnya besar sekali!

“Keterlaluan!! Apa kau masih bisa bermain? Kita berhenti saja!” ucapnya.
“Shirreo… kita bisa kalah kalau berhenti di sini!” tidak mau, tolakku.
“Tapi kalau kau bermain dengan lengan begitu, kau bisa cacat!”
“Shirreo…! Apapun yang terjadi aku tidak akan mundur!” Donghae menatap iba padaku, dia sadar kalau aku tidak akan bisa dibujuk lagi.
“Ulurkan tanganmu!” pintanya, keningku mengernyit, namun kuikuti saja. Perlahan dia memijat tanganku, sesekali aku meringis, sakit sekali…
“Prrrrttttt!” Kyuhyun meniup peluit tanda waktu istirahat habis. Pijatan Donghae membuat lenganku terasa lebih nyaman. Kami pun segera bersiap-siap,
“Gwansim!!!” Donghae menegurku, dia langsung mengancing bajuku yang belum sempat kukancing.
“Oh… mianhe, aku lupa!” aku cengengesan sendiri sambil mengancingnya.
“Kalian membuatku muak!!!” ucap Siwon saat kami memasuki arena. Muak kenapa? Apa yang kami perbuat sehingga dia marah pada kami? Aku jadi bingung sendiri.
“Dia cemburu!” bisik Donghae, mwo???

Selama pertandingan babak kedua ini permainan Siwon begitu kasar, beberapa kali dia menabrak Donghae bahkan tak segan pula menabrakku. Hal ini membuat Kyuhyun sering meniup peluit tanda pelanggaran. Kuakui kami banyak mengambil angka dari lemparan bebas karena pelanggaran yang dilakukan Siwon. Babak kedua ini kami saling mengejar angka, dan waktu tiga puluh menit itu pun perlahan mengikis. Kami ketinggalan lima angka, aku jadi semakin khawatir.

“Gwansim!!!!” Donghae mengoperkan bola padaku, segera kutangkap namun Jessica menghalangiku, dia juga ikut melompat untuk merampas bola. Dukkk… kurasakan ada benturan keras di kepalaku, seketika aku oleng dan jatuh. Gadis itu ternyata menyikutku.
“Aww…” aku hanya bisa meringis menahan sakit,
“Gwencanayeo?!” donghae menghampiriku dan segera memeriksa kepalaku, “Yaak… kau ini kasar sekali mainnya! Apa kau sengaja?” Donghae membentak Jessica,
“Dia sendiri tidak tahu main!” balas gadis itu,
“Dia kalah berebut bola lalu kenapa kau menyalahkan Jessica?!” Siwon ikut membela
“Dia sengaja memukul Gwansim hingga Gwansim jatuh, sejak awal permainan Jessica memang sudah bermain kasar! Bahu Gwansim sampai memar karena hantamannya!” terjadi adu mulut antara mereka, penonton ikut berteriak menyalahkan Donghae.
“Donghae… cukup!” kupegang lengannya dan membujuknya. Kyuhyun segera merapat untuk menghentikan perseteruan kami.
“Waktu yang tersisa tinggal 10 menit, apa kalian akan menghabiskannya dengan adu mulut begini?” tanya Kyuhyun.
“Tapi mereka curang!” sengit Donghae. Kyuhyun langsung menarik tangan Donghae untuk menjauh, aku ikut di belakang.
“Jessica memang bermain kasar menghadapi Gwansim namun dia tak akan disalahkan sebab memang begitulah permainan. Dia sangat lihai menyembunyikan kekasarannya sehingga kita tidak bisa menghukumnya. Kusarankan kau bertahanlah, kalian masih ketinggalan lima angka, semua tidak akan selesai dengan marah seperti ini!” bujuk Kyuhyun.
“Tapi…”
“Donghae~a… kita tidak punya pilihan, kita akan tamat bila tidak menerima saja perlakuan mereka!” aku memotong protes Donghae.
“Gwansim… apa kau masih dapat bertahan?” tanya Kyuhyun, aku mengangguk, “Baiklah… kembalilah bermain, lebih baik kau menghindari Jessica menjauhlah bila dia mendekat ke arahmu!”
“Nde!!” jawabku.

Kami kembali bermain, ketinggalan lima angka itu harus kami dapat di sisa waktu sepuluh menit ini. Seperti perkataan Kyuhyun, sebisa mungkin kuhindari Jessica yang sepertinya hanya memata-matai aku. Syuuutttt… Donghae berhasil menambah angka kami, kini hanya terpaut tiga.
“Donghae~a… hwaiting!!” ucapku bersemangat ke arahnya. Dia tersenyum, tapi kulihat wajah Siwon malah begitu menyeramkan. Kini bola ada di tanganku, aku mendribel menuju ring lawan, kulihat Jessica berlari ke arahku, buru-buru bola itu kulempar ke arah Donghae. Sssslap… Siwon berhasil merebutnya, dia melempar dari jarak jauh dan masuk, yah ampun… tiga angka untuknya. Aku jadi lemas, Siwon lantas memandang sinis padaku.

“Tidak apa-apa! kita akan mengejar!” Donghae memberi semangat padaku, kulirik jam, tinggal tiga menit. Kini Jessica yang memegang bola, Donghae mendekat dan berhasil merampasnya, dia menggiring sampai di tengah lapangan dan Siwon menghadang. Buru-buru dia mengoperkannya padaku. Aku barhasil menangkapnya dan segera ku-dribel sampai di depan ring mereka. Syuuuttt… akh… gagal, bola itu terpantul kembali dan Siwon berhasil menangkapnya. Dia tersenyum meremehkanku, kemudian mendribel bola itu ke ring. Dia melempar dan…
“Prriiiiiiiiittttttt,” bersamaan dengan bola itu masuk ke ring, peluit tanda waktu usai ditiup oleh Kyuhyun. Aku tertegun melihat hasil akhir, kami terpaut tujuh poin.
“Yeah… kita menang!!!” Jessica melompat kegirangan ke arah Siwon.

Sorak sorai penonton membahana di seluruh ruang memberikan semangat dan mengejekku, perlahan air mataku menggumpal. Benarkah ini akhir dari perjuanganku selama hampir tiga tahun di sini? Donghae menghampiriku, kulihat wajahnya yang hampir serupa denganku, lelah dan sedih. Dia mengusap air mataku dan memelukku.
“Jangan menangis, setidaknya kita sudah berusaha…” ucapnya. Aku malah semakin terisak, benarkah aku dan dia harus putus sekolah?
“Gwansim~a…” Sungyeon menghampiriku dengan mata yang berkaca-kaca. Dia memelukku dan juga terisak bersamaku.
“Selamat Hyung, kau menang!” ucap Kyuhyun dengan sinisnya pada Siwon.
“Kau senang?! Selamat ya!” ucap Sungmin lagi. 
Flower + Guys

  “Gwansim…” hiks, Sungyeon tak henti-hentinya menangis saat membantuku merapikan barang-barangku di ruang locker. Hari ini aku harus keluar dari sekolah sesuai perjanjianku dengan Siwon sebelumnya. “Aku tidak akan punya teman lagi!!” lirihnya.
“Keumane Yeon~a… uljima!” berhentilah, jangan menangis lagi bujukku pada sahabatku itu.
“Kau sudah selesai?!” Donghae menghampiri kami, sepertinya dia juga sudah selesai membereskan barang-barangnya. Aku mengangguk,
“Kami ke ruang kepala sekolah dulu, kau masuklah… nanti kau terlambat!” bujukku pada gadis manis yang tengah terisak melepas kepergianku. Semalam Sungyeon menemaniku, tak henti-hentinya dia menangis, Yesung Oppa sampai hampir curiga pada kami.
Sepanjang koridor, banyak murid yang menertawai kami. Mereka sepertinya senang sekali kami terhusir dari sekolah ini. Donghae menguatkanku, di tepuknya pundakku dan sedikit tersenyum padaku. Terima kasih kau mau menemaniku di saat sulitku ini. Sebelumnya kupikir kau adalah anak jahat dan tidak tahu menjaga perasaan orang.
“Cholgi…” permisi, seseorang sepertinya menegur kami. Kami berbalik, di depanku berdiri seorang ahjumma cantik dan sangat berwibawa.
“Nde ahjumma[1], apa ada yang bisa kami bantu?” tanya Donghae, ahjumma itu tersenyum, dia nampak begitu menawan.
“Aku mencari ruang kepala sekolah, sepertinya anakku membuat masalah lagi!” ucapnya.
“Anda adalah orang tua murid? Ikut kami saja sebab kami juga akan ke kantor kepala sekolah,” ucapku. Kamipun beriringan ke kantor kepala sekolah.
Kuketuk pintu sebuah ruangan perlahan, dari dalam ruangan terdengar perintah menyuruh kami untuk masuk. Aku, Donghae, dan ahjumma itu masuk satu-persatu.
“Songsaenim… ada tamu yang mencari anda!” ucap Donghae yang membuat pak kepala menghentikan aktivitas mengetiknya.
“Orenmaniya…Pak Lee!” sapa ahjumma itu pada pak kepala.
“Nyonya Choi?!!” Pak kepala jadi panik, beliau serta merta mempersilahkan ahjumma itu untuk duduk.
“Pak… kami datang hanya untuk menyerahkan surat pengunduran diri kami,” ucap Donghae sambil menyerahkan sepucuk surat dan akupun mengikut.
“Jadi kalian kalah dalam pertandingan itu?!” tanya pak kepala, kami mengangguk. Pak kepala menghela napas panjang dan terlihat benar ada raut kesedihan di wajahnya.
“Surat pengunduran diri? Maksudnya kalian mengundurkan diri dari sekolah ini?” ahjumma itu angkat pertanyaan. Pak kepala lantas menjadi kikuk, “Kenapa kalian mengundurkan diri, apa ada masalah?”
“Em… itu…, ah… ada perlu apa anda datang Nyonya?” jelas sekali pak kepala mengalihkan topik pembahasan. Sang ahjumma berdiri dan mengambil surat pengunduran diri kami,
“Kim Gwansim dan Lee Donghae? Bukannya Kim Gwansim peserta olimpiade biologi sekolah ini? Lalu Lee Donghae actor drama musikal kalian baru-baru ini kan? Siswa berprestasi seperti kalian kenapa sampai mengundurkan diri?” pertanyaan ahjumma itu suskes membuat pak kepala tak berkutik. Lama tak ada jawaban dari pak kepala namun anehnya sang ahjumma malah manggut-manggut seakan mengerti permasalahan.
“Panggilkan Choi Siwon sekarang!!” ucap ahjumma lantang. Aku dan Donghae hanya bisa saling tatap tidak mengerti.




[1] Bibi


to be continued ...


No comments:

Post a Comment