sebelumnya di Flower + Guys - Part 3
Aku
berjalan lesu melalui lorong rumahku, tak menyangka hari ini berakhir seperti
ini. Kuharap Kyuhyun dan Sungmin dapat membantuku setelah kuceritakan apa yang
sebenarnya terjadi.
“Gwansim~a!” kulihat Donghae
menunggu di tepi, kutarik napasku panjang,
“Apa yang dipikirkan oleh pacarmu
itu? Apa dia tidak menyadari kalau perbuatannya membahayakanmu? Bisa saja Siwon
membunuh kita! Apa dia tidak takut kehilanganmu?” tanyaku dengan nada kesal.
“Atas namanya, aku minta maaf,”
lirihnya.
“Saat ini maaf tidak berguna, yang
kita perlukan hanyalah membuat Siwon percaya kalau apa yang dia lihat tidak
seperti yang dia bayangkan!” balasku. “Argh… apa sih maunya Jessica itu? Aku
tidak pernah menganggunya semenjak kau memutuskan aku dan berpacaran dengannya.
Aku tidak pernah menaruh dendam dan berkata kasar padanya tapi kenapa dia
begitu jahat padaku? Apa salahku padanya?”
“Maaf!!!” lirihnya lagi,
“Untuk apa minta maaf? Yang salah
bukan kamu tapi pacarmu!”
“Akulah yang salah…”
Flash back
“Kau
gila ya? Dari mana kau dapat rekaman itu? Kau menguntit kami?”
“Iya…
aku benci karena kau selalu membelanya, akulah pacarmu bukan dia!”
“Aku
membelanya karena dia benar!”
“Tidak…
kau membelanya bukan karena dia benar tapi karena kau masih memiliki perasaan
padanya, kau masih mencintainya! Cih… kau bermain perasaan denganku, kau tahu
aku bukan gadis lugu yang gampang kau bodohi, kau memutuskannya karena tidak
tahan aku terus mengganggunya, iya kan? Kau berpacaran denganku untuk
melindunginya, kini kau harus membayar semua perbuatanmu itu, aku tidak akan
membiarkanmu dan gadis itu hidup tenang.”
“Kenapa
kau sangat membencinya? Apa salahnya padamu?”
“Dia
bukan siapa-siapa, dia gadis yang tidak menarik dan juga tidak dapat
dibanggakan namun kenapa seorang ketua klub tari sepertimu malah jatuh hati
padanya. Aku yang lebih baik segala-galanya tentu tidak rela dia
mengalahkanku!”
Flash back end
Aku hanya dapat menangis setelah
Donghae menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Sulit sekali memutuskan apa
yang harus kulakukan sekarang, Siwon? Donghae? Hiks… aku harus bagaimana?
Jantungku cukup berdebar saat
memasuki gerbang sekolahku, apa yang harus kulakukan bila bertemu Siwon? Apa
Kyuhyun dan Sungmin sudah menjelaskan semua padanya? Ya ampun… serasa seperti
aku menunggu hari pemakamanku saja. Plukkkk… kurasakan sesuatu mengenai
kepalaku, cairan kuning menetes sangat kental, telur?
“Masih berani ke sekolah setelah
mengkhianati Siwon Oppa?” tanya Eunjeong sambil berkacak pinggang.
“Kau tidak tahu malu ya! Bukannya
berterima kasih karena Oppa sudah menolongmu kau malah menusuknya dari
belakang!” sambung Jaekyeong. Di tengah mereka Jessica tersenyum penuh
kemenangan, plukk… sebutir telur sekali lagi mendarat di seragamku. Kulihat
para siswa mulai berkumpul dengan wajah sangar mereka, byurr… kali ini aku
dilempar bola air.
“Itu pelajaran buatmu agar kau tidak
besar kepala, baru dijadikan pacar sudah sok sekali pakai acara selingkuh!”
seru salah satu dari mereka. Aku hanya dapat menunduk, aku memang salah namun
apakah harus seperti ini hukuman yang mereka berikan? Plukk… kudengar suara
telur pecah sekali lagi namun aku tak merasakan apa-apa, saat kuangkat
kepalaku, kulihat Donghae sedang melindungiku.
“Ayo pergi, kalau kau terus di sini
kau akan menjadi bahan mainan mereka!” dia menarik tanganku. Sekantong tepung
tiba-tiba mendarat di wajah Donghae, akupun terkena percikannya.
“Kau sama saja! Pengkhianat harus
dimusnahkan!” mereka berteriak pada Donghae.
“Ayo cepat pergi!” Donghae menarik
tanganku dan berlari menjauhi kumpulan siswa bengis yang siap menerkam kami.
Tak pelak lagi, terjadi kejar-kejaran antara kami dan mereka.
Kami bersembunyi di gudang dan entah
sampai kapan kami akan bermain petak umpet dengan mereka. Donghae membantu
membersihkan rambutku yang mengeras terkena telur dan tepung.
“Mianhe… semua salahku!” lirih
Donghae padaku, aku menggeleng,
“Ini bukan salah siapa-siapa, kita
hanya tidak beruntung karena mendapat masalah dengan penguasa sekolah.”
“Kemungkinan terburuk adalah kita
akan keluar dari sekolah, mereka akan memaksa kita untuk mengundurkan diri
sendiri dengan melakukan penyiksaan seperti ini,” ucap Donghae,
“Bagaimana ini? Apa yang akan
kukatakan pada orang tuaku nanti? Kasihan mereka yang sudah bekerja keras untuk
menyekolahkan aku di sini. Aku harus bertahan, sekeras apapun mereka
menyiksaku, aku akan tetap bertahan. Aku tak mau keluar dari sekolah ini dan
membuat orang tuaku kecewa!” tegasku.
“Bagaimana pun kita tetap akan keluar,
siapa yang berani menentang Choi Siwon? Bahkan kepala sekolah pun tak dapat
berbuat banyak bila Siwon yang meminta!” aku meringis mendengar penuturan
Donghae, benar apa yang dikatakannya. Sudah berapa siswa yang keluar dari
sekolah ini karena membuat masalah dengan Siwon dan kepala sekolah tidak dapat
berbuat apa-apa.
“Greom… ottoekhe?” lalu bagaimana?
Aku jadi lesu.
“Gwansim… Gwansim~a…!” kudengar
suara Sungyeon yang berbisik memanggilku sebab takut ketahuan.
“Yeon~a… aku di dalam gudang!”
balasku. Tadi dia mengirim pesan padaku dan menanyakan keberadaanku. Sahabatku
itu menangis melihat keadaanku yang kacau, di belakangnya ternyata mengekor
Kyuhyun dan Sungmin.
“Gwencanayeo???” kau baik-baik saja?
Tanya Sungmin padaku.
“Baik apanya? Kau lihat sendiri
keadaannya seperti ini!” Sungyeon malah membentak Sungmin, “Ommo… jahat sekali
mereka memperlakukanmu seperti ini!” Sungyeon menghapus air matanya. Sejenak
dia melirik Donghae, “Semua salahmu! Kenapa sih kau selalu mengganggu Gwansim?
Saat masih menjadi pacarnya maupun sudah putus, kau selalu menyusahkannya!”
“Yeon~a… dia juga menjadi korban!”
aku mencoba membela Donghae.
“Itu karena kesalahannya sendiri!”
balas Sungyeon.
“Mianhe…” Donghae hanya dapat
menunduk.
“Apa kau sudah bicara dengan Siwon?”
aku bertanya pada Kyuhyun, dia menggeleng,
“Dia masih belum dapat diajak
bicara, saat ini dia labil, sedikit saja membuat dia tidak nyaman maka dia
langsung memukul!”
“Awh… kenapa ada orang yang begitu
menakutkan seperti Siwon?!” gerutu Sungyeon.
“Lalu aku harus bagaimana?” tanyaku cemas,
“Bersabarlah… kita tunggu keadaan
menjadi tenang!” jawab Kyuhyun.
“Bagaimana bisa sabar kalau
antek-antek Siwon menyiksanya seperti ini?! Lihat keadaannya, sudah seperti
ayam yang siap digoreng! Kapan keadaan bisa tenang kalau mereka sangat
beringas? Sejauh pengamatanku pada kasus-kasus sebelumnya, keadaan baru akan
tenang bila si target keluar dari sekolah! Ommo… aku tak mau Gwansim pergi
dariku!”
Hari berlalu terasa begitu lama, aku
dan Donghae berubah menjadi badut sekolah kami. Setiap hari para siswa
menjadikan kami bahan mainan mereka, entahlah… bukannya lelah tapi mereka
sepertinya semakin bersemangat menghajar kami sampai babak belur. Aku harus
bertahan, apapun yang terjadi, akan kuperlihatkan pada mereka bahwa aku bukan
gadis lemah yang dapat mereka siksa begitu saja.
Sudah jadi kebisaaan baruku setiap
pagi, mengendap-endap seperti pencuri yang takut ketahuan hanya sekedar untuk
sampai ke kelas dengan selamat. Aduh… mana bangkuku? Aku sepertinya mendapat
pekerjaan tambahan pagi ini, aku harus mencari kemana bangku dan mejaku mereka
sembunyikan. Sungyeon benar-benar sedih melihat kondisiku, dia sangat ingin
membantu namun kularang sebab dia bisa saja ikut menjadi korban. Aku berpapasan
dengan Donghae, dia juga kehilangan bangku dan meja.
“Huft… sampai kapan akan begini?!”
keluhku saat kami beristirahat di atap sekolah,
“Sampai kita keluar dari sekolah
ini…” lirihnya,
“Mati pun aku tak akan keluar, aku
pasti akan bertahan!” seruku meski lesu,
“Semua karena salahku…”
“Ssssttt, aku tidak ingin mendengar
kata-kata itu lagi, dalam hal ini kita tidak salah apa-apa, arasso?! Kita hanya
sedang diuji sampai di mana kesabaran kita menerima tindakan semena-mena
mereka.” Sepertinya jam pelajaran ini kami harus bolos sebab tak menemukan
bangku kami. “Mereka mungkin sudah membakarnya atau menghancurkan bangku kita,
bagaimana ini?!” keluhku.
“Bagaimana kalau kita cari di
gudang? Mungkin ada bangku cadangan!” ajaknya. Yah… kenapa tidak terpikir
olehku? Aku dan dia bersama-sama ke gudang dan sukurlah kami menemukan bangku
cadangan. Hanya saja lusuh dan kotor sehingga perlu dibersihkan.
Untunglah saat masuk jam pelajaran
yang kedua kami bisa ikut belajar sebab bangku kami sudah ada. Beberapa teman
sekelasku hanya tersenyum sinis saat Donghae membantu mengangkatkan meja dan
kursiku. Lihatlah… apapun yang kalian lakukan aku tidak akan menyerah, umpatku
dalam hati.
“Kenapa wajahmu lesu seperti itu?”
tanya Yesung Oppa saat menjemputku,
“Aniya… gwencana Oppa!”
“Apa ada masalah dengan
pelajaranmu?” Oppa sepertinya tidak mau mengalah,
“Semua baik-baik saja, ayo Oppa kita
pergi!” buru-buru aku meminta Oppa untuk menjalankan mobilnya, aku takut
kedapatan teman-temanku yang beringas itu. Apa yang akan kukatakan pada Oppaku
bila di depan matanya sendiri melihatku dikeroyok siswa lain?
“Kalau ada masalah, bicaralah pada
Oppa. Jangan disembunyikan sendiri!” bujuk Oppa saat kami dalam perjalanan,
“Jeongmal gwencana… sungguh tak ada
apa-apa Oppa!” aku terus mengelak namun entah sampai kapan. Kusembunyikan luka
di lututku agar kebohonganku menjadi semakin sempurna, sungguh aku tidak pernah
membayangkan akan menjadi pembohong bagi kakakku sendiri.
“Apa kau dan Siwon baik-baik saja?!”
pertanyaan Oppa membuatku tersedak, kenapa sampai bertanya soal itu? “Selama
ini kau selalu diantar olehnya namun belakangan ini tidak lagi!”
“Oh… dia sedang sibuk, sebentar lagi
ada turnamen basket makanya dia harus latihan total,” kusembunyikan wajahku
yang saat ini memohon pengampunanan pada Tuhan karena telah berbohong pada
Oppaku.
“Apa kau bahagia bersamanya?”
“Ke…ke…kenapa Oppa bertanya seperti
itu?!”
“Kulihat dia sangat berbeda dengan
keluarga kita, dia seorang tuan muda yang hidup penuh kemewahan sementara kita
besar dalam kesederhanaan. Tentu ada perbedaan dalam bersikap antara kalian
berdua!”
“Ah… itu bukan masalah. Kami telah
melaluinya, sebenarnya Oppa tidak tahu, dia adalah pemuda yang cukup bijaksana
menghadapi perbedaan dengan orang-orang di sekitarnya. Hanya saja dia… sangat
membenci orang-orang yang menyakitinya…” lirihku.
Seperti hari-hari sebelumnya,
jantungku pasti berdebar kencang setiap memasuki gerbang sekolah. Hari ini apa
lagi yang akan mereka lakukan? Semoga saja mereka tidak membuang kursi dan
mejaku lagi.
“Gwansim…!” seseorang memanggilku
dengan berhati-hati, saat aku menoleh kulihat donghae sedang bersembunyi di
balik pohon. Aku segera merapat ke arahnya, “Jangan lewat pintu utama, di sana
mereka telah berkumpul,”
“Mwo??? Lalu bagaimana caranya kita
ke kelas?” aku jadi panik. Akhirnya Donghae dan aku lewat jalan belakang,
setidaknya ini lebih aman meski harus berputar lebih jauh dari bisanya.
“Kau
ada jam olahraga ya?” tanyanya saat kami berjalan di koridor,
“Biar
kutemani kau sampai berganti kostum, aku takut mereka mengerjaimu saat kau
berpakaian!”
“Gomawo…”
ucapku. Aku langsung membuka lockerku untuk mengambil kostum olahragaku dan…
“Aaaaaawwwwwww!!!!!!!!” teriakakku kencang saat segerombolan tikus berhamburan
dari dalam lockerku. Donghae hanya bisa memelukku yang begitu shock, aku
menangis… sepatu pemberian Oppaku rusak karena binatang pengerat itu.
“Hyung…
sampai kapan kau membiarkan ini terjadi? Kasihan Gwansim…” dari ujung koridor
kulihat tiga orang siswa mendekat.
“Wonnie,
apa kau serius ingin mengeluarkan mereka? Cobalah berfikir lebih jernih, tak
ada untungnya kalau kau mengeluarkan mereka!” ya, mereka flower guys, sang penguasa sekolah. Mereka sempat berhenti saat
melihatku bersama Donghae di ruang locker, kuhapus air mataku segera sementara
Donghae memungut sepatuku yang sudah rusak. Siwon kembali melanjutkan jalannya,
dia sungguh tidak peduli padaku lagi.
Aku
duduk sendiri di bawah pohon menunggu kedatangan Sungyeon yang berusaha
mencarikan sepatu pinjaman untukku. Harapanku musnah saat sahabatku itu datang
dengan tangan kosong. Huh… kenapa aku masih berharap padahal aku sudah tahu tak
akan ada yang mau meminjamkan sepatu untukku. Siapa sih yang mau mati konyol
hanya untuk menolongku? Akhirnya aku ikut pelajaran olahraga tanpa bersepatu,
teman sekelasku yang lain mendesak songsaenim untuk mengikutkan aku meski
kostum olah ragaku tidak lengkap.
Kulit
kakiku melepuh karena berlari di tengah panas lapangan, kali ini kelasku
mengadakan latihan basket. Jadilah aku bulan-bulanan siswi yang lain, mereka
sengaja menginjak kakiku saat kami memperebutkan bola di lapangan.
“Yaah…
kau gila ya?! Kenapa kau kejam sekali?!” bentak Sungyeon pada teman sekelas
kami yang menginjakku,
“Dia
yang salah karena tidak bersepatu!” balasnya cuek
“Tapi
kau sengaja menginjaknya! Mau kuinjak juga?!” Sungyeon jadi panas,
“Yeon~a…
sudahlah!” aku menengahi,
“Apanya
yang sudah, lihat kakimu sampai lecet begitu!” Sungyeon malah marah padaku.
“Kenapa
kau yang sewot sih? Ini kan permainan, injak-menginjak, sikut-menyikut,
tabrak-menabrak adalah hal yang lumrah! Kau sengaja cari perkara, akan kami
laporkan pada Songsaenim!” mereka membela rekannya,
“Kalian
yang cari perkara!” segera kutarik Sungyeon dan membawanya menjauh.
“Aku
baik-baik saja, kau tidak perlu resah!”
“Lihat
kakimu! Kau masih berani bilang kalau kau baik-baik saja?!” kulihat kakiku yang
lecet bahkan ada luka yang berdarah. Aku jadi sedih sendiri, aku sudah
memutuskan untuk bertahan namun sepertinya sulit kalau mereka menyiksaku
seperti ini.
“Jangan
membelaku, jangan membantuku Yeaon~a, bukannya aku tidak tahu berterima kasih
tapi aku takut kau akan mendapat masalah karena semua bantuanmu itu!” hiks… aku
terisak. Kurasakan pelukan hangat Sungyeon, diapun ikut terisak untukku.
Beberapa
kali aku meringis saat kubasuh kakiku untuk membersihkan debu yang menempel
sedangkan Sungyeon sedang ke UKS untuk mengambil obat merah.
“Wah…
sang pengkhianat sedang duduk bersantai! Hm… bagusnya kita apakan?” tiba-tiba
Jessica muncul dengan teman-temannya. Mereka melemparkan senyuman mengerikan ke
arahku,
“Mau
apa kalian?!” tanyaku mulai ketakutan.
“Kemarin
aku belajar memotong rambut, bagaimana kalau kucobanya padamu?” Eunjeong
terlihat begitu antusias saat mengeluarkan gunting dari sakunya. Dengan sisa
tenaga aku melangkah mundur, mencoba untuk menghindari mereka.
“Yaah…
kenapa kau takut? Ini tidak akan menyakitkan kok! Malah kau akan mendapat model
rambut baru!” seru Jaekyeong, aku tak punya pilihan lain selain melarikan diri
saat mereka semakin mendekat.
“Yaa…
kau mau ke mana?!” salah satu dari mereka menarik rambutku, langkahku pun
tertahan. Sleek… kudengar sabetan gunting dari arah belakang, kuraih tongkat di
dekatku dan memukul mereka begitu saja dan akhirnya aku terlepas.
“Aduh… apa yang kalian lakukan?!
Cepat tangkap dia!!!” Eunjeong mengumpat temannya yang lain saat mereka gagal
mencegatku. Kakiku begitu perih berlari ke sana - ke mari untuk menyelamatkan
diri. Aku menelusuri setiap celah yang dapat kulalui agar tidak tertangkap oleh
mereka. Prang… aku terjatuh saat menabrak seseorang, makanan yang dibawanya
terumpah ke arahku yang kini merayap di lantai. Ternyata aku masuk ke kantin.
“Yaak… apa yang kau lakukan? Kau
tahu berapa mahal harga makanan ini?!” bentak gadis itu, hiks… bukannya dia
kasihan padaku yang teguyur makanannya, dia malah menangisi harga makanannya.
Perlahan suasana menjadi hening, kulihat dari pantulan di lantai, kerumunan
siswa itu menepi membentuk lorong kecil untuk memberikan jalan bagi seseorang.
Dari bawah kulihat enam pasang kaki berhenti di depanku, perlahan aku
menengadah dan tatapanku bertemu dengan tatapan dingin Siwon padaku. Di
belakang ada Kyuhyun dan Sungmin yang memandangku dengan iba. Orang-orang
Jessica yang mengejarku menghentikan langkahnya seketika,
“Apa ini? Ini sudah seminggu dan
kalian belum berhasil mengeluarkannya! Apa yang kalian lakukan selama ini? Apa
perlu aku yang turun tangan?!” bentak Siwon pada mereka.
“Hyung!” Kyuhyun terkejut mendengar
penuturan Siwon.
“Mianhe… kami akan berusaha lebih
keras lagi!” ucap mereka. Siwon pun berlalu dari tempat itu, tinggallah aku menunggu
eksekusi dari mereka.
“Ayo seret dia!!!” seru mereka,
“Jangan menyentuhnya!!!” Kyuhyun
angkat bicara.
“Tapi…” ucap salah satu dari mereka
“Aku bilang jangan menyentuhnya!!”
ulang Kyuhyun
“Bukannya tadi Siwon…” ucapan mereka
terpotong
“Kau tidak bisa mendengar ya?! Pergi
kalian dari sini!” Sungmin tanpa kusangka ikut marah dengan suara yang lantang.
Sungmin berjongkok dan mulai membersihkan makanan yang tertumpah di badanku,
“Naiklah ke punggungku! Aku akan
membawamu ke UKS!” perintah Kyuhyun.
“Jangan… nanti seragammu kotor,”
tolakku
“Lalu kau mau berjalan sampai ke UKS
dengan kaki seperti itu?”
“Biar aku yang menggendongnya!”
tiba-tiba Donghae datang dengan penampilan yang tak kalah kusutnya denganku.
Sepertinya dia juga mengalami hal yang sama denganku.
“Ommo… Gwansim~a!!!” Sungyeon
terkejut melihatku digendong Donghae saat dikoridor, “Aku kelamaan minta obat
sampai tidak bisa menjagamu!” dia mulai terisak melihat keadaanku, aku hanya
dapat tersenyum perih.
“Jangan menangis, kau akan membuat
Gwansim semakin sedih!” bujuk Sungmin. Buru-buru sahabatku itu menghapus air
matanya dan mengekor di belakang kami.
“Menyerahlah…” ucap Sungyeon memecah
kesunyian kami di ruang UKS sesaat setelah aku dan Donghae mendapat pengobatan.
“Aku tak tahan melihat mereka memperlakukan kalian seperti ini, mau sampai
kapan kalian tersiksa?”
“Yeon~a,” lirihku,
“Buatlah surat pengunduran dirimu
dan keluarlah dari tempat ini. Akupun akan menyusulmu, aku juga akan
mengundurkan diri lalu kita bersama-sama mencari sekolah baru dan belajar
dengan tenang di sana!”
“Kau tak boleh berpikiran sampai
akan keluar dari Neul Paran!” Sungmin protes.
“Lalu Gwansim harus bagaimana?
Sekarang kita sudah kelas tiga, sebentar lagi akan ujian masuk perguruan
tinggi, kalau Gwansim tidak dapat belajar tenang, bagaimana dia bisa lulus?!”
“Persoalan ini benar-benar rumit,
Siwon tidak dapat diajak bicara lagi. Parahnya para guru bahkan kepala sekolah
tidak dapat berbuat banyak.” Ucapan Kyuhyun membuatku semakin luluh untuk
menyerah.
“Ommo… Gwansim kenapa dengan
rambutmu?!” tegur Sungyeon, kubuka segera ikatan rambutku dan… sebagian telah
terpotong. Ini perbuatan Eunjeong, dia berhasil memotong sebagian rambutku. Sungyeon
langsung mendekapku, “Menyerah saja Gwansim… kumohon!” isaknya.
Flower + Guys
Flower + Guys
Kutatap lekat-lekat keadaan
sekolahku mungkin ini untuk terakhir kalinya. Di pintu utama Donghae telah
menungguku. Ya… kami memang janjian menyerahkan surat pengunduran diri kami
pada kepala sekolah. Dengan langkah mantap namun sedih, kami berjalan menuju
ruang kepala sekolah.
“Tak bisakah kau memaafkan Kim
Gwansim? Sekolah kita saat ini sangat membutuhkannya untuk olimpiade sains
bulan depan. Kita tidak punya wakil lagi selain dia, bila akan melatih wakil
baru nanti waktunya tidak cukup!” sayup-sayup dari balik pintu kudengar
percakapan bapak kepala sekolahku.
“Apa selama ini anda pernah
melihatku merubah pikiranku?” kurasa ini suara Siwon.
“Pertimbangkanlah… tolong!”
“Tidak perlu membujukku! Apa mereka
sudah menyerahkan surat pengunduran diri itu?”
“Belum, tapi kurasa sebentar lagi
mereka akan datang, kemarin mereka sendiri yang bilang akan menyerahkannya hari
ini!”
“Bagus!! Em… tapi aku masih ada satu
permintaan lagi!”
“Apa?”
“Anda harus memastikan begitu mereka
keluar dari sekolah ini, tidak akan ada sekolah lain yang akan menerima mereka
lagi!”
“Apa???” kepala sekolahku kaget
mendengar permintaan Siwon yang kelewatan itu.
“Apa perlu kuulang lagi? apa anda
tidak mendengarnya?”
“Ma…maksudku… ini sangat kelewatan!
Mengeluarkan mereka dari sekolah saja sudah kelewatan apalagi kalau meminta
seluruh sekolah untuk tidak menerima mereka lagi!”
“Anda tidak perlu banyak protes,
anda cukup melakukan apa yang aku katakan dan selebihnya kupastikan posisi anda
sebagai kepala sekolah tidak akan tergantikan sampai beberapa periode!”
“Siwon-ssi, sayang sekali kalau
seorang Lee Donghae apa lagi siswi seperti Kim Gwansim harus putus sekolah!”
“Aku kan sudah bilang tidak perlu banyak
protes, cukup lakukan apa yang kumau! Baiklah kalau begitu, aku permisi!”
Aku shock mendengarnya, Choi Siwon…
kau sangat jahat. Donghae menepuk pundakku sekedar ingin menenangkanku meski
aku tahu dia juga kalut.
“Pasti akan ada jalan keluarnya!” ucapnya
diplomatis. Begitu Siwon keluar dari ruangan, kami langsung berpapasan.
Pandangannya kepada kami penuh kebencian dan dendam, sungguh aku tidak pernah
menyangka akan membuat masalah dengannya.
“Choi Siwon-ssi… kau tak boleh
begini terhadap kami!” aku mencoba melerai Siwon namun Donghae menahanku.
“Dia tidak akan menggubrismu!”
ucapnya padaku.
to be continued ...
No comments:
Post a Comment