Wednesday 17 June 2015

FF Flower + Guys - Part 4

inspirited from Manga Best Seller Hana Yori Dango


sebelumnya di Flower + Guys - Part 3

Aku berjalan lesu melalui lorong rumahku, tak menyangka hari ini berakhir seperti ini. Kuharap Kyuhyun dan Sungmin dapat membantuku setelah kuceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

            “Gwansim~a!” kulihat Donghae menunggu di tepi, kutarik napasku panjang,
            “Apa yang dipikirkan oleh pacarmu itu? Apa dia tidak menyadari kalau perbuatannya membahayakanmu? Bisa saja Siwon membunuh kita! Apa dia tidak takut kehilanganmu?” tanyaku dengan nada kesal.
            “Atas namanya, aku minta maaf,” lirihnya.
            “Saat ini maaf tidak berguna, yang kita perlukan hanyalah membuat Siwon percaya kalau apa yang dia lihat tidak seperti yang dia bayangkan!” balasku. “Argh… apa sih maunya Jessica itu? Aku tidak pernah menganggunya semenjak kau memutuskan aku dan berpacaran dengannya. Aku tidak pernah menaruh dendam dan berkata kasar padanya tapi kenapa dia begitu jahat padaku? Apa salahku padanya?”
            “Maaf!!!” lirihnya lagi,
            “Untuk apa minta maaf? Yang salah bukan kamu tapi pacarmu!”
            “Akulah yang salah…”

Flash back
            “Kau gila ya? Dari mana kau dapat rekaman itu? Kau menguntit kami?”
            “Iya… aku benci karena kau selalu membelanya, akulah pacarmu bukan dia!”
            “Aku membelanya karena dia benar!”
            “Tidak… kau membelanya bukan karena dia benar tapi karena kau masih memiliki perasaan padanya, kau masih mencintainya! Cih… kau bermain perasaan denganku, kau tahu aku bukan gadis lugu yang gampang kau bodohi, kau memutuskannya karena tidak tahan aku terus mengganggunya, iya kan? Kau berpacaran denganku untuk melindunginya, kini kau harus membayar semua perbuatanmu itu, aku tidak akan membiarkanmu dan gadis itu hidup tenang.”
            “Kenapa kau sangat membencinya? Apa salahnya padamu?”
            “Dia bukan siapa-siapa, dia gadis yang tidak menarik dan juga tidak dapat dibanggakan namun kenapa seorang ketua klub tari sepertimu malah jatuh hati padanya. Aku yang lebih baik segala-galanya tentu tidak rela dia mengalahkanku!”
Flash back end

            Aku hanya dapat menangis setelah Donghae menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Sulit sekali memutuskan apa yang harus kulakukan sekarang, Siwon? Donghae? Hiks… aku harus bagaimana?
            Jantungku cukup berdebar saat memasuki gerbang sekolahku, apa yang harus kulakukan bila bertemu Siwon? Apa Kyuhyun dan Sungmin sudah menjelaskan semua padanya? Ya ampun… serasa seperti aku menunggu hari pemakamanku saja. Plukkkk… kurasakan sesuatu mengenai kepalaku, cairan kuning menetes sangat kental, telur?
            “Masih berani ke sekolah setelah mengkhianati Siwon Oppa?” tanya Eunjeong sambil berkacak pinggang.
            “Kau tidak tahu malu ya! Bukannya berterima kasih karena Oppa sudah menolongmu kau malah menusuknya dari belakang!” sambung Jaekyeong. Di tengah mereka Jessica tersenyum penuh kemenangan, plukk… sebutir telur sekali lagi mendarat di seragamku. Kulihat para siswa mulai berkumpul dengan wajah sangar mereka, byurr… kali ini aku dilempar bola air.
            “Itu pelajaran buatmu agar kau tidak besar kepala, baru dijadikan pacar sudah sok sekali pakai acara selingkuh!” seru salah satu dari mereka. Aku hanya dapat menunduk, aku memang salah namun apakah harus seperti ini hukuman yang mereka berikan? Plukk… kudengar suara telur pecah sekali lagi namun aku tak merasakan apa-apa, saat kuangkat kepalaku, kulihat Donghae sedang melindungiku.
            “Ayo pergi, kalau kau terus di sini kau akan menjadi bahan mainan mereka!” dia menarik tanganku. Sekantong tepung tiba-tiba mendarat di wajah Donghae, akupun terkena percikannya.
            “Kau sama saja! Pengkhianat harus dimusnahkan!” mereka berteriak pada Donghae.
            “Ayo cepat pergi!” Donghae menarik tanganku dan berlari menjauhi kumpulan siswa bengis yang siap menerkam kami. Tak pelak lagi, terjadi kejar-kejaran antara kami dan mereka.   
            Kami bersembunyi di gudang dan entah sampai kapan kami akan bermain petak umpet dengan mereka. Donghae membantu membersihkan rambutku yang mengeras terkena telur dan tepung.
            “Mianhe… semua salahku!” lirih Donghae padaku, aku menggeleng,
            “Ini bukan salah siapa-siapa, kita hanya tidak beruntung karena mendapat masalah dengan penguasa sekolah.”
            “Kemungkinan terburuk adalah kita akan keluar dari sekolah, mereka akan memaksa kita untuk mengundurkan diri sendiri dengan melakukan penyiksaan seperti ini,” ucap Donghae,
            “Bagaimana ini? Apa yang akan kukatakan pada orang tuaku nanti? Kasihan mereka yang sudah bekerja keras untuk menyekolahkan aku di sini. Aku harus bertahan, sekeras apapun mereka menyiksaku, aku akan tetap bertahan. Aku tak mau keluar dari sekolah ini dan membuat orang tuaku kecewa!” tegasku.
            “Bagaimana pun kita tetap akan keluar, siapa yang berani menentang Choi Siwon? Bahkan kepala sekolah pun tak dapat berbuat banyak bila Siwon yang meminta!” aku meringis mendengar penuturan Donghae, benar apa yang dikatakannya. Sudah berapa siswa yang keluar dari sekolah ini karena membuat masalah dengan Siwon dan kepala sekolah tidak dapat berbuat apa-apa.
            “Greom… ottoekhe?” lalu bagaimana? Aku jadi lesu.
            “Gwansim… Gwansim~a…!” kudengar suara Sungyeon yang berbisik memanggilku sebab takut ketahuan.
            “Yeon~a… aku di dalam gudang!” balasku. Tadi dia mengirim pesan padaku dan menanyakan keberadaanku. Sahabatku itu menangis melihat keadaanku yang kacau, di belakangnya ternyata mengekor Kyuhyun dan Sungmin.
            “Gwencanayeo???” kau baik-baik saja? Tanya Sungmin padaku.
            “Baik apanya? Kau lihat sendiri keadaannya seperti ini!” Sungyeon malah membentak Sungmin, “Ommo… jahat sekali mereka memperlakukanmu seperti ini!” Sungyeon menghapus air matanya. Sejenak dia melirik Donghae, “Semua salahmu! Kenapa sih kau selalu mengganggu Gwansim? Saat masih menjadi pacarnya maupun sudah putus, kau selalu menyusahkannya!”
            “Yeon~a… dia juga menjadi korban!” aku mencoba membela Donghae.
            “Itu karena kesalahannya sendiri!” balas Sungyeon.
            “Mianhe…” Donghae hanya dapat menunduk.
            “Apa kau sudah bicara dengan Siwon?” aku bertanya pada Kyuhyun, dia menggeleng,
            “Dia masih belum dapat diajak bicara, saat ini dia labil, sedikit saja membuat dia tidak nyaman maka dia langsung memukul!”
            “Awh… kenapa ada orang yang begitu menakutkan seperti Siwon?!” gerutu Sungyeon.
            “Lalu aku harus bagaimana?” tanyaku cemas,
            “Bersabarlah… kita tunggu keadaan menjadi tenang!” jawab Kyuhyun.
            “Bagaimana bisa sabar kalau antek-antek Siwon menyiksanya seperti ini?! Lihat keadaannya, sudah seperti ayam yang siap digoreng! Kapan keadaan bisa tenang kalau mereka sangat beringas? Sejauh pengamatanku pada kasus-kasus sebelumnya, keadaan baru akan tenang bila si target keluar dari sekolah! Ommo… aku tak mau Gwansim pergi dariku!”

            Hari berlalu terasa begitu lama, aku dan Donghae berubah menjadi badut sekolah kami. Setiap hari para siswa menjadikan kami bahan mainan mereka, entahlah… bukannya lelah tapi mereka sepertinya semakin bersemangat menghajar kami sampai babak belur. Aku harus bertahan, apapun yang terjadi, akan kuperlihatkan pada mereka bahwa aku bukan gadis lemah yang dapat mereka siksa begitu saja.

            Sudah jadi kebisaaan baruku setiap pagi, mengendap-endap seperti pencuri yang takut ketahuan hanya sekedar untuk sampai ke kelas dengan selamat. Aduh… mana bangkuku? Aku sepertinya mendapat pekerjaan tambahan pagi ini, aku harus mencari kemana bangku dan mejaku mereka sembunyikan. Sungyeon benar-benar sedih melihat kondisiku, dia sangat ingin membantu namun kularang sebab dia bisa saja ikut menjadi korban. Aku berpapasan dengan Donghae, dia juga kehilangan bangku dan meja.

            “Huft… sampai kapan akan begini?!” keluhku saat kami beristirahat di atap sekolah,
            “Sampai kita keluar dari sekolah ini…” lirihnya,
            “Mati pun aku tak akan keluar, aku pasti akan bertahan!” seruku meski lesu,
            “Semua karena salahku…”
            “Ssssttt, aku tidak ingin mendengar kata-kata itu lagi, dalam hal ini kita tidak salah apa-apa, arasso?! Kita hanya sedang diuji sampai di mana kesabaran kita menerima tindakan semena-mena mereka.” Sepertinya jam pelajaran ini kami harus bolos sebab tak menemukan bangku kami. “Mereka mungkin sudah membakarnya atau menghancurkan bangku kita, bagaimana ini?!” keluhku.
            “Bagaimana kalau kita cari di gudang? Mungkin ada bangku cadangan!” ajaknya. Yah… kenapa tidak terpikir olehku? Aku dan dia bersama-sama ke gudang dan sukurlah kami menemukan bangku cadangan. Hanya saja lusuh dan kotor sehingga perlu dibersihkan.

            Untunglah saat masuk jam pelajaran yang kedua kami bisa ikut belajar sebab bangku kami sudah ada. Beberapa teman sekelasku hanya tersenyum sinis saat Donghae membantu mengangkatkan meja dan kursiku. Lihatlah… apapun yang kalian lakukan aku tidak akan menyerah, umpatku dalam hati.
            “Kenapa wajahmu lesu seperti itu?” tanya Yesung Oppa saat menjemputku,
            “Aniya… gwencana Oppa!”
            “Apa ada masalah dengan pelajaranmu?” Oppa sepertinya tidak mau mengalah,
            “Semua baik-baik saja, ayo Oppa kita pergi!” buru-buru aku meminta Oppa untuk menjalankan mobilnya, aku takut kedapatan teman-temanku yang beringas itu. Apa yang akan kukatakan pada Oppaku bila di depan matanya sendiri melihatku dikeroyok siswa lain?
            “Kalau ada masalah, bicaralah pada Oppa. Jangan disembunyikan sendiri!” bujuk Oppa saat kami dalam perjalanan,
            “Jeongmal gwencana… sungguh tak ada apa-apa Oppa!” aku terus mengelak namun entah sampai kapan. Kusembunyikan luka di lututku agar kebohonganku menjadi semakin sempurna, sungguh aku tidak pernah membayangkan akan menjadi pembohong bagi kakakku sendiri.
            “Apa kau dan Siwon baik-baik saja?!” pertanyaan Oppa membuatku tersedak, kenapa sampai bertanya soal itu? “Selama ini kau selalu diantar olehnya namun belakangan ini tidak lagi!”
            “Oh… dia sedang sibuk, sebentar lagi ada turnamen basket makanya dia harus latihan total,” kusembunyikan wajahku yang saat ini memohon pengampunanan pada Tuhan karena telah berbohong pada Oppaku.
            “Apa kau bahagia bersamanya?”
            “Ke…ke…kenapa Oppa bertanya seperti itu?!”
            “Kulihat dia sangat berbeda dengan keluarga kita, dia seorang tuan muda yang hidup penuh kemewahan sementara kita besar dalam kesederhanaan. Tentu ada perbedaan dalam bersikap antara kalian berdua!”
            “Ah… itu bukan masalah. Kami telah melaluinya, sebenarnya Oppa tidak tahu, dia adalah pemuda yang cukup bijaksana menghadapi perbedaan dengan orang-orang di sekitarnya. Hanya saja dia… sangat membenci orang-orang yang menyakitinya…” lirihku.

            Seperti hari-hari sebelumnya, jantungku pasti berdebar kencang setiap memasuki gerbang sekolah. Hari ini apa lagi yang akan mereka lakukan? Semoga saja mereka tidak membuang kursi dan mejaku lagi.
            “Gwansim…!” seseorang memanggilku dengan berhati-hati, saat aku menoleh kulihat donghae sedang bersembunyi di balik pohon. Aku segera merapat ke arahnya, “Jangan lewat pintu utama, di sana mereka telah berkumpul,”
            “Mwo??? Lalu bagaimana caranya kita ke kelas?” aku jadi panik. Akhirnya Donghae dan aku lewat jalan belakang, setidaknya ini lebih aman meski harus berputar lebih jauh dari bisanya.
“Kau ada jam olahraga ya?” tanyanya saat kami berjalan di koridor,
“Biar kutemani kau sampai berganti kostum, aku takut mereka mengerjaimu saat kau berpakaian!”
“Gomawo…” ucapku. Aku langsung membuka lockerku untuk mengambil kostum olahragaku dan… “Aaaaaawwwwwww!!!!!!!!” teriakakku kencang saat segerombolan tikus berhamburan dari dalam lockerku. Donghae hanya bisa memelukku yang begitu shock, aku menangis… sepatu pemberian Oppaku rusak karena binatang pengerat itu.

“Hyung… sampai kapan kau membiarkan ini terjadi? Kasihan Gwansim…” dari ujung koridor kulihat tiga orang siswa mendekat.
“Wonnie, apa kau serius ingin mengeluarkan mereka? Cobalah berfikir lebih jernih, tak ada untungnya kalau kau mengeluarkan mereka!” ya, mereka flower guys, sang penguasa sekolah. Mereka sempat berhenti saat melihatku bersama Donghae di ruang locker, kuhapus air mataku segera sementara Donghae memungut sepatuku yang sudah rusak. Siwon kembali melanjutkan jalannya, dia sungguh tidak peduli padaku lagi.

Aku duduk sendiri di bawah pohon menunggu kedatangan Sungyeon yang berusaha mencarikan sepatu pinjaman untukku. Harapanku musnah saat sahabatku itu datang dengan tangan kosong. Huh… kenapa aku masih berharap padahal aku sudah tahu tak akan ada yang mau meminjamkan sepatu untukku. Siapa sih yang mau mati konyol hanya untuk menolongku? Akhirnya aku ikut pelajaran olahraga tanpa bersepatu, teman sekelasku yang lain mendesak songsaenim untuk mengikutkan aku meski kostum olah ragaku tidak lengkap.

Kulit kakiku melepuh karena berlari di tengah panas lapangan, kali ini kelasku mengadakan latihan basket. Jadilah aku bulan-bulanan siswi yang lain, mereka sengaja menginjak kakiku saat kami memperebutkan bola di lapangan.

“Yaah… kau gila ya?! Kenapa kau kejam sekali?!” bentak Sungyeon pada teman sekelas kami yang menginjakku,
“Dia yang salah karena tidak bersepatu!” balasnya cuek
“Tapi kau sengaja menginjaknya! Mau kuinjak juga?!” Sungyeon jadi panas,
“Yeon~a… sudahlah!” aku menengahi,
“Apanya yang sudah, lihat kakimu sampai lecet begitu!” Sungyeon malah marah padaku.
“Kenapa kau yang sewot sih? Ini kan permainan, injak-menginjak, sikut-menyikut, tabrak-menabrak adalah hal yang lumrah! Kau sengaja cari perkara, akan kami laporkan pada Songsaenim!” mereka membela rekannya,
“Kalian yang cari perkara!” segera kutarik Sungyeon dan membawanya menjauh.
“Aku baik-baik saja, kau tidak perlu resah!”
“Lihat kakimu! Kau masih berani bilang kalau kau baik-baik saja?!” kulihat kakiku yang lecet bahkan ada luka yang berdarah. Aku jadi sedih sendiri, aku sudah memutuskan untuk bertahan namun sepertinya sulit kalau mereka menyiksaku seperti ini.
“Jangan membelaku, jangan membantuku Yeaon~a, bukannya aku tidak tahu berterima kasih tapi aku takut kau akan mendapat masalah karena semua bantuanmu itu!” hiks… aku terisak. Kurasakan pelukan hangat Sungyeon, diapun ikut terisak untukku.

Beberapa kali aku meringis saat kubasuh kakiku untuk membersihkan debu yang menempel sedangkan Sungyeon sedang ke UKS untuk mengambil obat merah.
“Wah… sang pengkhianat sedang duduk bersantai! Hm… bagusnya kita apakan?” tiba-tiba Jessica muncul dengan teman-temannya. Mereka melemparkan senyuman mengerikan ke arahku,
“Mau apa kalian?!” tanyaku mulai ketakutan.
“Kemarin aku belajar memotong rambut, bagaimana kalau kucobanya padamu?” Eunjeong terlihat begitu antusias saat mengeluarkan gunting dari sakunya. Dengan sisa tenaga aku melangkah mundur, mencoba untuk menghindari mereka.
“Yaah… kenapa kau takut? Ini tidak akan menyakitkan kok! Malah kau akan mendapat model rambut baru!” seru Jaekyeong, aku tak punya pilihan lain selain melarikan diri saat mereka semakin mendekat.
“Yaa… kau mau ke mana?!” salah satu dari mereka menarik rambutku, langkahku pun tertahan. Sleek… kudengar sabetan gunting dari arah belakang, kuraih tongkat di dekatku dan memukul mereka begitu saja dan akhirnya aku terlepas.   
            “Aduh… apa yang kalian lakukan?! Cepat tangkap dia!!!” Eunjeong mengumpat temannya yang lain saat mereka gagal mencegatku. Kakiku begitu perih berlari ke sana - ke mari untuk menyelamatkan diri. Aku menelusuri setiap celah yang dapat kulalui agar tidak tertangkap oleh mereka. Prang… aku terjatuh saat menabrak seseorang, makanan yang dibawanya terumpah ke arahku yang kini merayap di lantai. Ternyata aku masuk ke kantin.

            “Yaak… apa yang kau lakukan? Kau tahu berapa mahal harga makanan ini?!” bentak gadis itu, hiks… bukannya dia kasihan padaku yang teguyur makanannya, dia malah menangisi harga makanannya. Perlahan suasana menjadi hening, kulihat dari pantulan di lantai, kerumunan siswa itu menepi membentuk lorong kecil untuk memberikan jalan bagi seseorang. Dari bawah kulihat enam pasang kaki berhenti di depanku, perlahan aku menengadah dan tatapanku bertemu dengan tatapan dingin Siwon padaku. Di belakang ada Kyuhyun dan Sungmin yang memandangku dengan iba. Orang-orang Jessica yang mengejarku menghentikan langkahnya seketika,

            “Apa ini? Ini sudah seminggu dan kalian belum berhasil mengeluarkannya! Apa yang kalian lakukan selama ini? Apa perlu aku yang turun tangan?!” bentak Siwon pada mereka.
            “Hyung!” Kyuhyun terkejut mendengar penuturan Siwon.
            “Mianhe… kami akan berusaha lebih keras lagi!” ucap mereka. Siwon pun berlalu dari tempat itu, tinggallah aku menunggu eksekusi dari mereka.
            “Ayo seret dia!!!” seru mereka,
            “Jangan menyentuhnya!!!” Kyuhyun angkat bicara.
            “Tapi…” ucap salah satu dari mereka
            “Aku bilang jangan menyentuhnya!!” ulang Kyuhyun
            “Bukannya tadi Siwon…” ucapan mereka terpotong
            “Kau tidak bisa mendengar ya?! Pergi kalian dari sini!” Sungmin tanpa kusangka ikut marah dengan suara yang lantang. Sungmin berjongkok dan mulai membersihkan makanan yang tertumpah di badanku,
            “Naiklah ke punggungku! Aku akan membawamu ke UKS!” perintah Kyuhyun.
            “Jangan… nanti seragammu kotor,” tolakku
            “Lalu kau mau berjalan sampai ke UKS dengan kaki seperti itu?”
            “Biar aku yang menggendongnya!” tiba-tiba Donghae datang dengan penampilan yang tak kalah kusutnya denganku. Sepertinya dia juga mengalami hal yang sama denganku.
            “Ommo… Gwansim~a!!!” Sungyeon terkejut melihatku digendong Donghae saat dikoridor, “Aku kelamaan minta obat sampai tidak bisa menjagamu!” dia mulai terisak melihat keadaanku, aku hanya dapat tersenyum perih.
            “Jangan menangis, kau akan membuat Gwansim semakin sedih!” bujuk Sungmin. Buru-buru sahabatku itu menghapus air matanya dan mengekor di belakang kami.

            “Menyerahlah…” ucap Sungyeon memecah kesunyian kami di ruang UKS sesaat setelah aku dan Donghae mendapat pengobatan. “Aku tak tahan melihat mereka memperlakukan kalian seperti ini, mau sampai kapan kalian tersiksa?”
            “Yeon~a,” lirihku,
            “Buatlah surat pengunduran dirimu dan keluarlah dari tempat ini. Akupun akan menyusulmu, aku juga akan mengundurkan diri lalu kita bersama-sama mencari sekolah baru dan belajar dengan tenang di sana!”
            “Kau tak boleh berpikiran sampai akan keluar dari Neul Paran!” Sungmin protes.
            “Lalu Gwansim harus bagaimana? Sekarang kita sudah kelas tiga, sebentar lagi akan ujian masuk perguruan tinggi, kalau Gwansim tidak dapat belajar tenang, bagaimana dia bisa lulus?!”
            “Persoalan ini benar-benar rumit, Siwon tidak dapat diajak bicara lagi. Parahnya para guru bahkan kepala sekolah tidak dapat berbuat banyak.” Ucapan Kyuhyun membuatku semakin luluh untuk menyerah.
            “Ommo… Gwansim kenapa dengan rambutmu?!” tegur Sungyeon, kubuka segera ikatan rambutku dan… sebagian telah terpotong. Ini perbuatan Eunjeong, dia berhasil memotong sebagian rambutku. Sungyeon langsung mendekapku, “Menyerah saja Gwansim… kumohon!” isaknya.
                                                                       Flower + Guys

            Kutatap lekat-lekat keadaan sekolahku mungkin ini untuk terakhir kalinya. Di pintu utama Donghae telah menungguku. Ya… kami memang janjian menyerahkan surat pengunduran diri kami pada kepala sekolah. Dengan langkah mantap namun sedih, kami berjalan menuju ruang kepala sekolah.
            “Tak bisakah kau memaafkan Kim Gwansim? Sekolah kita saat ini sangat membutuhkannya untuk olimpiade sains bulan depan. Kita tidak punya wakil lagi selain dia, bila akan melatih wakil baru nanti waktunya tidak cukup!” sayup-sayup dari balik pintu kudengar percakapan bapak kepala sekolahku.
            “Apa selama ini anda pernah melihatku merubah pikiranku?” kurasa ini suara Siwon.
            “Pertimbangkanlah… tolong!”
            “Tidak perlu membujukku! Apa mereka sudah menyerahkan surat pengunduran diri itu?”
            “Belum, tapi kurasa sebentar lagi mereka akan datang, kemarin mereka sendiri yang bilang akan menyerahkannya hari ini!”
            “Bagus!! Em… tapi aku masih ada satu permintaan lagi!”
            “Apa?”
            “Anda harus memastikan begitu mereka keluar dari sekolah ini, tidak akan ada sekolah lain yang akan menerima mereka lagi!”
            “Apa???” kepala sekolahku kaget mendengar permintaan Siwon yang kelewatan itu.
            “Apa perlu kuulang lagi? apa anda tidak mendengarnya?”
            “Ma…maksudku… ini sangat kelewatan! Mengeluarkan mereka dari sekolah saja sudah kelewatan apalagi kalau meminta seluruh sekolah untuk tidak menerima mereka lagi!”
            “Anda tidak perlu banyak protes, anda cukup melakukan apa yang aku katakan dan selebihnya kupastikan posisi anda sebagai kepala sekolah tidak akan tergantikan sampai beberapa periode!”
            “Siwon-ssi, sayang sekali kalau seorang Lee Donghae apa lagi siswi seperti Kim Gwansim harus putus sekolah!”
            “Aku kan sudah bilang tidak perlu banyak protes, cukup lakukan apa yang kumau! Baiklah kalau begitu, aku permisi!”
            Aku shock mendengarnya, Choi Siwon… kau sangat jahat. Donghae menepuk pundakku sekedar ingin menenangkanku meski aku tahu dia juga kalut.
            “Pasti akan ada jalan keluarnya!” ucapnya diplomatis. Begitu Siwon keluar dari ruangan, kami langsung berpapasan. Pandangannya kepada kami penuh kebencian dan dendam, sungguh aku tidak pernah menyangka akan membuat masalah dengannya.
            “Choi Siwon-ssi… kau tak boleh begini terhadap kami!” aku mencoba melerai Siwon namun Donghae menahanku.

            “Dia tidak akan menggubrismu!” ucapnya padaku.


to be continued ...

No comments:

Post a Comment