Sebelumnya di Flower + Guys (Part 9)
Aku
beserta Sungmin dan Kyuhyun sedang duduk bersantai saat salju mulai turun lagi,
mereka masih terlalu lelah dengan perjalanan tadi sehingga lebih memilih
beristirahat di café sambil minum coklat hangat. Sementara siswa lain asyik
bermain di luar bersama Oppa, Donghae, dan Sungyeon.
“Bukannya kalian ke Kanada? Kenapa
tiba-tiba ada di Mokpo?” tanyaku heran.
“Siwon langsung membatalkan
perjalanan kami sehari sebelum keberangkatan!” jawab Sungmin sambil terus
memperhatikan anak-anak yang bermain salju di luar. “Lagi pula kami sudah bosan
ke Kanada, jadi lebih baik menghabiskan liburan di tempat yang belum pernah
kami datangi!” sambungnya. Matanya berbinar-binar, sepertinya dia akan menyusul
yang lain untuk bermain di tengah hujan salju itu. “Wah… sepertinya seru!!!
Yesung Hyung… aku datang!” serunya lantas meninggalkan kami begitu saja.
“Alasannya membatalkan perjalanan…
yah karena itu!” sela Kyuhyun, aku tidak mengerti dan mengerutkan keningku.
“Saat kau memberitahukan bahwa kau akan berlibur bersama Donghae, Siwon Hyung
kaget.”
“Apa?
Dia akan berlibur bersama Donghae ke Mokpo? Hanya berdua?”
“Tidak,
dia bilang Sungyeon dan Yesung Hyung diajak!”
“Apa?
Yesung Hyung juga ikut? Jadi mereka berpasangan? Tidak boleh… Sungyeon pasti
akan menggoda Hyung-ku,”
“Wah…
aku jadi iri dengan mereka, di tengah dinginnya salju saling bercengkrama
dengan akrab sambil menikmati coklat panas, uh… romantis sekali! Donghae dan
Yesung Hyung benar-benar beruntung!”
“Wonnie…
bagaimana ini? Aku tidak rela Sungyeon mendekati Yesung Hyung!!!”
“Uh…
apa lagi kalau kamar mereka berdekatan, bisa saja kan Gwansim dan Sungyeon
minta Donghae dan Yesung Hyung menemani mereka tidur karena mereka takut kalau
badai datang!”
“Wonnie!!!!
Ini tidak boleh terjadi!!!”
“Kita
liburan ke Mokpo! Batalkan tiket ke Kanada besok!”
“Wah… kau seperti memprovokasi
mereka!” ucapku, Kyuhyun tersenyum,
“Aku terpaksa melakukannya, daripada
ke Kanada tanpa kalian, lebih baik tidak usah pergi!” ucapnya,
“Oh… jadi begitu ceritanya?!” Siwon
muncul dan langsung menjewer dongsaengnya.
“Aduh Hyung… sakit!” ringis Kyuhyun,
“Siapa bilang tidak sakit!” Siwon
sepertinya semakin antusias menarik telinga si magnae.
“Siwon-ssi… dia bisa kena gangguan
telinga!” cegatku, reflex aku menepis tangannya untuk menyelamatkan Kyuhyun.
Sejenak dia menatapku,
“Jangan salah paham, aku batal ke
Kanada karena aku sudah bosan berlibur di sana. Dan jangan pernah menyangka aku
ke resort ini untuk menyusulmu!” ucapnya tegas.
“Huh…jelas sekali kau ke sini untuk
menyusulnya…” bisik Kyuhyun, pletakkkk, si bungsu itu sekali lagi meringis saat
jemari Siwon dengan apik menimpa kepalanya.
“Lagi pula kau masih berutang padaku
sehingga kurasa aku perlu menagihnya!” keningku berkerut mendengar penuturan
sang Pangeran Hyundai ini.
“Utang apa?” Kyuhyun menyuarakan isi
hatiku,
“Kakiku belum sembuh total, bukannya
dulu kau bilang akan mengurus segala keperluanku sampai kakiku sembuh!” aku
bengong, Kyuhyun juga kelihatannya kehabisan kata-kata.
Sore ini aku dan Sungyeon sudah siap
dengan semua perlengkapan ski kami, ya… kami akan bermain ski, meski belum
mahir namun Donghae dan Oppa siap menjadi pembimbing kami. Aku dan Sungyeon
menyusul rombongan ke tempat star, namun pemandangan yang ada di depan mata
kami membuat Sungyeon naik darah.
“Huh… apa maunya anak itu?” gerutu
sahabatku, bagaimana mungkin dia tidak marah, Sungmin begitu manja pada Oppaku,
dia minta diajarkan bermain ski. “Yaak… lepaskan tanganmu!” teriak Sungyeon
saat Sungmin terpeleset dan memeluk Oppaku agar tidak jatuh. Akhirnya
pertengkaran tak dapat dielakkan, Sungmin dan Sungyeon beradu sementara Oppaku
kebingungan.
“Sudah siap?” tanya Donghae yang
mendekat ke arahku.
“Oh… nde!” aku tersenyum. Diapun
mulai menjelaskan cara bermain ski, dia menegakkan bahuku dan mencontohkan
posisi kaki yang benar.
“Bagaimana bila kita berseluncur
bersama, kulihat sepertinya kau masih canggung pada permainan ini. Aku
menyetujui tawarannya, diapun mengganti papan pengalas kaki untuk dua orang.
Aku berdiri di depan dan dia menjagaku di belakang, dia memegang tanganku yang
juga memegang stik. “Kau siap? Jangan takut, kalau kau dapat menjaga
keseimbangan, kita akan berhasil!” bisiknya di dekat telingaku. Aku mengangguk,
setelah hitungan ke tiga kami pun berseluncur.
“Waaaaaahhhhhh!!!!!!!!” aku
berteriak keras, hebat sekali, seperti sedang di roller coaster saja. Sayangnya
aku tidak dapat menjaga keseimbanganku karena kecepatan, aku dan Donghae pun
jatuh dan berguling di salju. “Mianhe… aku tidak sengaja!” ucapku saat kami
berdiri dan membersihkan pakaian kami dari tempelan salju.
“Untuk apa minta maaf, memang orang
yang baru belajar seperti ini!” ucapnya, dia mendekat dan membantu
menyingkirkan salju di rambutku. “Ayo…!” ajaknya sekali lagi sambil menyiapkan
perlengkapan ski. Setelah sampai ke bawah bukit, kami naik lagi dengan kereta
gantung ke puncak.
“Yaak… kau kan pria jadi belajar
sendiri!” bentak Sungyeon pada Sungmin, “Oppa tidak perlu memperdulikannya!”
serunya pada Oppaku.
“Bagaimana mau belajar kalau aku
tidak diajar?!” Sungmin tak mau kalah, kasihan Oppaku yang kebingungan.
“Ayo!” ajak Donghae, aku pun segera
bersiap. Greb… ada yang menarik syalku dari belakang, aku menoleh dan kulihat
wajah dingin Siwon.
“Mau ke mana? Berani sekali kau
bersenang-senang dan melupakan aku di sini!”
“Hyung… apa kau ingin bermain ski
juga? Kakimu ‘kan masih sakit!” tanya Kyuhyun yang bersamanya,
“Karena itu, dia tak boleh ke
mana-mana, dia harus tetap di sini bersamaku, siapa tahu aku butuh sesuatu dan
di harus membantuku!”
“Siwon-ssi!!!” Donghae mencoba
membelaku,
“Wae??” tantang Siwon,
“Ah… tidak usah panas begini, Hyung…
biar aku yang menemanimu. Gwansim kan ingin belajar bermain ski, jadi biarkan
dia…” kata-kata Kyuhyun terhenti saat mata Siwon menatap tajam padanya. Seakan
berkata ‘diam saja kau!’
“Oh… aku lupa kalau aku ada janji
dengan gadis Jepang yang baru berkenalan denganku tadi pagi, maaf Hyung aku
tidak bisa menemanimu!!” Kyuhyun pamit dengan senyumannya. Aduh… anak itu
seharusnya membantuku.
Aku menelusuri jalan setapak yang
ditutupi salju, kali ini aku benar-benar kesal pada pemuda yang bernama Choi
Siwon itu. Apa sih maunya? Apa salahnya memberiku waktu sedikit menikmati
liburanku, dia sudah menolakku berlibur ke Kanada dan sekarang dia malah
menggangguku di Mokpo! Kenapa sih aku bisa suka pada pria seperti dia? Apa aku
memang sudah gila? Bagaimana caranya agar aku berhenti menyukainya?!
“Yaak… kita mau ke mana?”
pertanyaannya membuatku berhenti memakinya, kubalik badanku yang berjalan di
depannya. Hatiku langsung luluh saat melihatnya yang bertumpu pada sebuah
tongkat di tangannya. Kalau bukan karena aku, pasti saat ini dia tidak butuh
tongkat itu, dia pasti bisa berjalan normal.
“Aku juga tidak tahu…” jawabku
lemas, aku tidak bisa marah padamu, ya… karena kau sangat berarti bagiku. Meski
kau menolakku berulang-ulang, aku tidak akan berhenti mengharapkanmu.
“Mwo? Jadi kau berjalan tanpa
arah?!” dia melotot padaku. “Baiklah… sekarang kita ada di mana?” tanyanya. Aku
melihat sekelilingku, semua tertutup salju.
“Aku juga tidak tahu!” jawabku.
“Yaak, jangan bercanda! Kita berada
di tengah pegunungan sekarang, lebih baik kita pulang sebab kelihatannya akan
ada badai!” cerocos Siwon.
“Aku sungguh tidak tahu kita berada
di mana Siwon-ssi! Aku tadi hanya jalan dan tidak memperhatikan sekitarku!”
ucapku mulai takut. Siwon kembali memperhatikan sekeliling kami, tak ada
tanda-tanda kehidupan selain pepohonan yang membeku karena salju. “Bagaimana
ini? Apa kita hilang, apa kita tersesat?” tanyaku. Siwon melihat ke bawah,
keningnya berkerut,
“Bahkan jejak kaki kita telah hilang
tertutup salju yang turun, padahal kita bisa pulang mengikuti jejak itu,”
ucapnya. Siwon kemudian merogoh sakunya, diambilnya ponselnya, “Sial… tak ada
sinyal!” umpatnya.
“Jadi bagaimana ini? Apa yang harus
kita lakukan?” tanyaku panik saat melihat ponselku juga tak menemukan sinyal.
Hari sudah mulai gelap dan aku masih
berputar-putar bersama Siwon mencari jalan pulang. Cuaca sudah semakin dingin,
belum lagi perutku yang mulai kelaparan, aku rasa tidak sanggup lagi untuk
berjalan.
“Gwansim… bertahanlah!” kurasakan
Siwon menepuk-nepuk pipiku. Dengan sekuat tenaga kukembalikan kesadaranku, “Aku
melihat sebuah gubuk, kau masih kuat berjalan kan?” tanyanya. Kuarahkan
pandanganku ke arah telunjuknya, benar, kurang dari 200 meter ada sebuah gubuk.
Dia pun membantuku berjalan, setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami
sampai. Siwon membuka gubuk itu, gelap sekali, untung masih ada cahaya bulan
yang membantu penglihatan kami.
Sepertinya ini pos jaga, meski
berukuran kecil, peralatan dalam gubuk ini lengkap, bahkan ada perapiannya.
Siwon segera mencari korek dan menyalakan perapian untuk menerangi ruangan
sekaligus untuk menghangatkan badan kami.
“Buka jaket dan bajumu!” perintah
Siwon yang sedang melakukan hal yang sama. Aku kaget, apa yang dia pikirkan?
“Uuuuuntuk apa? Lalu kau sendiri
kenapa buka baju?”
“Udara di luar sangat dingin,dan
membuat pakaian yang kau kenakan juga sangat dingin, kau sekarang kena
hypothermia, kalau tidak melepas pakaianmu kau bisa mati kedinginan!” kini
Siwon telah melepas bajunya, dia… dia… topless.
Dia mengambil selimut yang terbentang di atas kursi, “Apa lagi yang kau
tunggu?!” bentaknya,
“Tapi…tapi… tapi…” aku jadi takut,
“Kau pikir aku akan macam-macam?
Yaak… Kim Gwansim! Kita sekarang berada dalam situasi sulit, entah besok kita
masih hidup atau tidak aku juga tidak tahu. Bagaimana mungkin aku akan
berpikiran buruk seperti itu di saat nyawaku saja terancam!” nadanya meninggi.
“Justru karena besok akan mati maka
kau harus melakukan apa yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya kan?” bisikku
takut.
“Baiklah… terserah, kau mau mati
kedinginan… itu adalah pilihanmu!” Siwon cemberut dan segera membelakangiku.
Dia mendekat ke perapian untuk menghangatkan tubuhnya yang telah berbalut
selimut. Aku merasa hawa semakin dingin, tubuhku bergetar hebat. Apa aku harus
melepas pakaian sepertinya? Tidak… tidak boleh, bagaimanapun dia adalah pria
dan aku wanita. Meski kami teman namun tidak menutup kemungkinan dia akan
berubah menjadi serigala dan menerkamku.
Beberapa menit berlalu dan kurasakan
hawa dingin ini menyerap semua tenagaku. Kepalaku benar-benar pusing, aku
bahkan mual. Grebbb… kurasakan Siwon memegangku, pandanganku kabur namun
kurasakan Siwon perlahan membuka pakaianku.
“Aku tidak akan membiarkan kau mati
meski kau sendiri ingin mati!” ucapnya.
“Jangan… jangan buka semua, sisakan
sehelai untuk menutupiku!” ucapku lemah. Dia lalu memelukku, aku kaget, namun
aku paham apa maksudnya.
“Hanya ada satu selimut, kurasa kita
harus berbagi!” ucapnya. Perlahan hangat tubuh Siwon mengalir ke tubuhku.
Perasaanku pun mulai membaik, Omma… Appa… maafkan aku, jangan marah padaku ya
sebab aku melakukan hal yang memalukan seperti ini.
Aku dan Siwon terpaksa – sekali lagi
kutegaskan kami terpaksa – berpelukan dalam satu selimut dan duduk di dekat
perapian. Baju-baju kami pun di jemur dekat perapian agar secepatnya kami bisa
menggunakannya. Perutku benar-benar membuatku malu di hadapan sang penguasa
sekolah itu, kenapa harus bunyi di saat-saat seperti ini?
“Maaf…” ucapku malu, dia tersenyum
geli. “Cuaca begitu dingin seperti ini wajar saja kalau orang kelaparan!”
tambahku membela diri.
“Oh ya! Aku punya cokelat di saku
bajuku!” serunya. Dia mengambilnya untukku, “Makanlah karena bunyi perutmu
benar-benar menggangguku!” dia sungguh membuatku malu. Segera kubuka cokelat
itu dan…
“Bagaianmu mana? Apa hanya untukku?”
tanyaku,
“Hanya ada satu, itu untukmu saja.
Lagipula aku sudah makan banyak saat di penginapan.” Meski dia bilang tidak
ingin, aku yakin dia juga sebenarnya kelaparan. Aku lalu membagi dua cokelat
itu dan sepotong kuberikan kepadanya, “Makan saja semuanya, cokelat sebatang
ini saja tidak akan cukup membuatmu kenyang, untuk apa lagi membaginya denganku?”
“Aku tidak ingin makan sendiri
sedangkan kau kelaparan! Aku tahu pasti cuaca dingin seperti ini akan membuat
orang-orang kelaparan,” kami berdebat dan akhirnya dia mengalah, kami makan
bersama sebungkus cokelat yang tersisa di sakunya.
Semakin larut malam cuaca semakin
dingin, kudengar suara gemuruh begitu keras. Siwon semakin memperaerat
pelukannya sebab aku gemetaran.
“Jangan takut!” ucapnya,
“Apa benar kita akan mati? Bagaimana
kalau tak ada yang menemukan kita?”
“Jangan berpikiran yang tidak-tidak
seperti itu!” tegur Siwon.
“Siwon-ssi…”
“Uhm…?”
“Maaf!”
“Kenapa minta maaf?”
“Mengenai kejadian malam itu, saat
aku berbohong akan membantu ibu di restaurant padahal aku keluar bersama
Donghae…”
“Huh… untung saja saat itu aku tidak
memegang senjata, kalau saja pegang, aku pasti akan langsung membunuh kalian
berdua di tepi sungai itu!”
“Jadi kau melihat kami? Kau juga
datang?” tanyaku terkejut.
“Aku merasa suntuk di rumah
sendirian, ayah dan ibuku ke Jeju untuk menghadiri peresmian mall baru kami dan
Jiwon ikut katanya sekalian liburan. Kutelpon Kyuhyun namun dia sibuk
bersenang-senang di night club sedangkan Sungmin Hyung tidak mengaktifkan
ponselnya. Kuputuskan untuk mengunjungimu di restaurant saja, namun akhirnya
malah sakit hati saat ibumu memberitahu kalau kau keluar bersama Donghae.”
“Aku menyusulmu ke tepi Sungai
Cheonggyecheon dan kulihat kau dan Donghae sedang asyik bercengkrama. Aku
menelponmu dan menyuruhmu menemuiku namun kau bilang sedang sibuk. Cih…
beraninya kau berbohong sedang sibuk di restaurant padahal dengan mata kepalaku
sendiri aku melihatmu berjalan berdampingan dengannya di tepi sungai,” aku
tertunduk, teringat kembali kejadian malam itu. Siapapun akan marah bila
dibohongi mentah-mentah seperti itu.
“Lalu apa yang kau lakukan di taman
kota? Kenapa Sungmin-ssi bilang dia menemukanmu di sana?”
“Karena kecewa kau lebih memilih
menemani Donghae daripada menemuiku, aku pun menyendiri ke taman kota. Saat
akan pulang aku malah tergelincir di tangga, aku tak dapat berbuat banyak
dengan keterbatasanku, selain dirimu aku tak berpikir menghubungi orang lain.
Saat kau kuhubungi kau masih enggan mengangkat panggilanku bahkan malah
me-nonaktif-kan ponselmu. Aku yang tadinya hanya kecewa akhirnya berubah marah.
Untung saja Sungmin Hyung menelponku, langsung saja aku minta tolong padanya.”
“Mianhe… aku sama sekali tidak tahu
keadaanmu, seandainya saja aku tahu, aku pasti akan datang!”
“Huh… semua sudah terjadi dan sudah
terlambat untuk menyesalinya! Masih bagus kau masih ingat minta maaf!”
“Siwon-ssi… aku sudah banyak
menyusahkanmu, kuharap kau mau memaafkanku. Aku sungguh-sungguh menyesali
perbuatanku.”
Saat kubuka mata, kusadari aku telah
tertidur dan bersandar di bahu Siwon. Dia sendiri ikut tidur sehingga kepala
kami bersentuhan. Tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang, ya ampun… aku
benar-benar menyukai pemuda ini meski selama ini aku menghadapi banyak
kesulitan karenanya.
“Siwon-ssi…” kubangunkan dia,
wajahku jadi panas karena terlalu dekat dengannya. “Sepertinya pakaian kita
sudah kering, lebih baik baik dipakai untuk mengurangi hawa dingin dari luar!”
saranku. Dia mengangguk, dia mengijinkan aku berpakaian duluan sementara dia
bersembunyi di dalam selimut agar tidak melihatku.
Hm…bajuku terasa hangat setelah
beberapa lama dijemur dekat perapian. Siwon pun sudah selesai memakai
pakaiannya dan menyusulku ke dekat jendela. Kami sama-sama menyaksikan badai
salju di luar, mengerikan sekali.
“Jam berapa sekarang?” tanyaku.
“Masih jam 4 pagi!” jawabnya,
“Apa
badai ini akan berlanjut sampai pagi nanti?” tanyaku,
“Entahlah…
kita hanya dapat berdoa semoga kita bisa keluar dari badai atau ada yang datang
menyelamatkan kita.”
“Oppa,
Sungyeon, Donghae, Kyuhyun-ssi, Sungmin-ssi dan yang lain pasti sangat
mengkhawatirkan kita…” lirihku.
“Sudahlah…
kembalilah tidur, kumpulkan tenagamu untuk perjalanan nanti pagi!” perintah
Siwon. Kuikuti perintah Siwon, kurebahkan tubuhku di sofa dan kembali tidur.
Berharap pagi nanti akan ada secercah cahaya untuk menuntun kami menemukan
jalan pulang.
Kurasakan
hangat mentari menyapaku yang sedang tertidur, seiring dengan itu perlahan
kurasakan belaian seseorang, terasa hangat dan nyaman. Apakah Siwon yang
melakukannya? Saat kubuka mata, aku lumayan tekejut. Wajahnya kini begitu dekat
dengan wajahku. Dia juga terkejut saat aku tiba-tiba membuka mata, apa…apa yang
akan kau lakukan? Syuttt… dia mengecup bibirku, mataku melotot dibuatnya.
Beberapa saat kemudian dia menjauhkan wajahnya, kami jadi kaku. Dia terlihat
salah tingkah terlebih lagi aku, aku malah seperti terbakar api karena malu.
“Apa…
yang kau lakukan barusan?” tanyaku gugup, kuberanikan bertanya, tentu sangat
konyol ‘kan bertanya di saat seperti ini?
“Itu…itu…”
dia juga tak kalah gugup dariku, “Kalau kau tak suka, aku minta maaf!”
“Bukan
begitu, tapi… apa maksudnya kau melakukannya?”
“Aku…
aku…aku…” dia diam sejenak, “Apa perlu kujawab lagi? Kau tentu sudah tahu
jawabannya!”
“Aku
sungguh tidak tahu!”
“Kau
bercanda ya? Hal seperti ini kau masih tidak tahu? Percuma kau memenangkan
olimpiade sains kalau begini saja masih tidak dapat dicerna otakmu!”
“Dalam
sains tidak ada teori kenapa seseorang mengecup orang lain…”
“Yaak…!”
Siwon jadi panas.
“Aku
hanya tanya kenapa kau melakukannya sebab aku tidak punya rumus untuk mencari
sendiri jawabannya. Bisa dibilang kau tidak punya perasaan apa-apa padaku, apa
lagi selama ini aku selalu membuatmu kesal dan menyusahkanmu. Kurasa kau tak
punya alasan untuk melakukan hal itu.” Aku tertunduk sedih,
“Itu
karena aku mencintaimu!!!” sela Siwon. Segera kuangkat kepalaku, kutatap dia
yang barusan mengatakan sesuatu yang berada di luar nalarku.
“Siwon-ssi
kau bilang apa?”
“Kau
tidak dengar ya?”
“Bukan
tidak dengar, aku hanya ingin memastikan apa yang barusan kudengar!”
“Sudahlah…”
Siwon bangkit dan menjauh dariku,
“Siwon-ssi
apa benar aku tidak salah dengar? Barusan kau bilang apa?” aku juga bangkit dan
menyusulnya.
“Sudahlah…
lupakan saja!” tolaknya,
“Bagaimana
mungkin aku harus melupakannya? Sekali saja kau ulangi, aku hanya ingin
memastikan kalau aku tidak salah dengar!”
“Apa
kau ingin mempermalukanku? Sudah… tak usah dipastikan kalau kau memang tidak
dengar!” bentaknya. Aku termangu, kekecewaan menyergapku seketika.
“Apa
mengatakan cinta pada orang yang kau sukai adalah hal yang memalukan?” lirihku.
Kubalik badanku dan berjalan lemas menjauhinya. Greb… kurasakan seseorang
memelukku dari belakang.
“Aku
mencintaimu… aku mencintaimu… aku benar-benar mencintaimu… aku sangat
mencintaimu…” bisiknya berulang-ulang di telingaku, aku tersenyum malu.
“Bagaimana denganmu?” tanyanya. Aku yang tadinya melayang-layang karena
pengakuannya jadi terkejut. Baru saja ingin menjawab…
“Gwansiiiiiiiiiim!”
teriakan Sungyeon mengagetkan aku bersamaan dengan terbukanya pintu gubuk kami.
“Yaaaaa
Sungyeon…, Oppa…!” pekikku senang saat melihat semua datang, aku segera berlari
memeluk Sungyeon dan Oppaku.
“Gwencanayeo?”
tanya sahabatku sambil memeriksa keadaanku, aku mengangguk bahagia. “Kau
benar-benar membuatku kaget, semalaman aku tidak tidur memikirkan keadaanmu!
Lingkar mataku jadi kelihatan
jelas ‘kan?” sungutnya. Oppa mengusap kepalaku,
“Semalam
kami tidak bisa melakukan pencarian karena tim sar tidak mengizinkan kami
keluar di tengah badai.” ucapnya.
“Tidak
apa-apa Oppa, aku dan Siwon mengerti. Lagipula kami baik-baik saja berlindung di
gubuk ini…”
“Kelihatannya
memang begitu!” sela Sungmin sambil melirik genit ke arahku. Aduh, wajahku
langsung panas.
“Hyung…
apa kami membuatmu kesal? Kenapa wajahmu kusut begitu?” goda Kyuhyun pada
Siwon. Yang ditanya hanya cemberut dan tidak menjawab. Aku mengulurkan senyum
pada Donghae yang juga datang, dia membalas dengan senyum yang lemah.
to be continued ...
to be continued ...
No comments:
Post a Comment