Sebelumnya di ff-flower-guys-part-8.
“Sepertinya memang Siwon cemburu melihatmu
bersama Donghae!” ucap Kyuhyun sambil manggut-manggut seperti detektif yang
berhasil menemukan petunjuk. “Kau bilang, setiap kali kau janjian dengan
Donghae dan sampai ketahuan Siwon Hyung, dia pasti akan mencari berbagai macam
alasan sehingga janjianmu itu batal!”
“Apa
memang seperti itu? Kalau memang dia punya perasaan padaku, seharusnya dia
tidak menjahatiku dan bersikap dingin!” keluhku. Ya… aku menceritakan semuanya
pada si magnae tampan ini. Sayang ketampanannya digunakan untuk mempermainkan
kaumku.
“Kau
seperti tidak tahu bagaimana Siwon Hyung! Dia itu berharga diri tinggi, mana
mau dia bersikap manis pada gadis yang telah dicampakkannya!” pllleeetakkk,
jitakanku mendarat di kepalanya, aku tidak suka pada kalimat terakhirnya, dia
meringis, “Lalu aku harus bilang apa?!” tanyanya sambil mengusap-usap
kepalanya. Dari arah belakang, Donghae datang menghampiri kami. Wajahnya
lumayan murung,
“Kau
pasti kecewa karena sekali lagi aku membatalkan janji denganmu!” sesalku.
“Sudahlah…
bisa lain kali lagi ‘kan?”
“Tapi
aku merasa tidak enak, setiap kali harus membatalkan janji denganmu!”
“Aku
tahu kalau semua ini bukan maumu, tenanglah… aku tidak akan marah!” meski dia
berkata begitu, aku tahu Donghae sangat kecewa. Kurasa aku harus membayar utang
janjiku padanya lain waktu dan Siwon tidak perlu tahu.
Memasuki
pertengahan Oktober, udara di Seoul sudah mulai tidak bersahabat, dingin. Malam
ini ada acara kembang api di tepi Sungai Cheonggyecheon, kebetulan sekali sebab
hari ini Donghae berulang tahun, kurasa inilah saatnya membayar janji pada
Donghae. Dia terlihat begitu senang saat aku mengajaknya jalan, siiip… selama
Siwon tidak tahu apa-apa, keadaan akan aman terkendali.
“Oh
ya nanti malam kau ada acara? Semua keluargaku tidak ada di rumah dan aku tidak
mau sendiri. Bagaimana kalau kita jalan?” ajak Siwon saat kami dalam perjalan
pulang dari sekolah. Waduh, gawat…
“Uhm…
mainhe, ini kan malam minggu, biasanya restaurant ibuku ramai pengunjung dan
aku harus membantu…”
“Oh…
ya sudah kalau begitu, memang akhir-akhir ini aku membuatmu jarang tinggal di
rumah. Tolong sampaikan permintaan maafku pada ibumu ya!”
“Tidak
perlu berlebihan seperti itu, ibuku mengerti akan keadaanmu!” sejujurnya aku
tidak enak hati telah berbohong padanya namun mau bagaimana lagi. Aku sudah
sering kali membatalkan janji dengan Donghae, kasihan dia yang selalu berharap
padaku.
Malam ini tepat pukul tujuh Donghae
datang menjemputku dan kami pun ke tepi Sungai Cheonggyecheon. Ramai sekali di
sini, kebanyakan pengunjung datang secara berpasangan dan kami pun kebetulan
sekali datang berpasangan.
“Aku jadi teringat kembali pada
kencan pertama kita!” seru Donghae,
“Uhm… di tepi Sungai Cheonggyecheon juga!”
aku membalas dengan antusias. “Hm… tapi itu dulu dan sekarang semua sudah
berubah…” lirihku,
“Hanya kau yang berubah… sementara
aku masih seperti yang dulu…” lirihnya dengan suara berbisik. Aku jadi kikuk
meski berpura-pura tidak mendengar perkataannya barusan.
“Oh ya, kalau lulus SMU nanti, kau
akan melanjutkan sekolahmu di mana?” kucoba mengalihkan pembicaraan.
“Aku ingin ke Seoul Art University,
aku ingin memperdalam kemampuan actingku! Kau sendiri akan ke mana?”
“Sebenarnya aku ingin ke Univeristas
Korea dan mengambil jurusan kedokteran seperti Yesung Oppa namun aku tidak
ingin menyusahkan orang tuaku, kuliah di sana akan menambah beban saja. Jadi
kuputuskan untuk masuk universitas yang dapat memberiku beasiswa!”
“Kau selalu seperti ini, tidak mau
menyusahkan orang lain.”
“Aku sudah sangat bersyukur Omma dan
Appa mau merawatku, aku tidak mau menambah beban mereka dengan biaya
pendidikanku.”
“Omma dan Appamu di surga sana pasti
bangga melihatmu!” ucap Donghae sambil menepuk bahuku.
“Oh
ya, seangil chukkae!!! Seruku sambil menyodorkan sekotak kado,
“Kau
tak perlu sungkan begini, mau menemaniku saja, aku sudah senang!”
“Aku
senang kalau kau juga senang, jadi apa salahnya kalau aku menambah rasa
senangmu dengan kado ini!” seruku riang. “Semoga kau selalu bahagia dan panjang
umur!" Drrttt…drrrt… ponselku bergetar, mataku membulat saat melihat siapa
yang memanggilku.
“Nde Siwon~ssi…”
“Aku ingin kau segera menemuiku!”
“Mwo? Tapi…”
“Aku menunggumu sekarang! Cepat
datang!”
“Siwon~ssi… aku sedang sibuk di
restaurant, bagaimana mungkin aku…” cklek, Siwon memutuskan panggilannya.
“Dari Siwon?” Tanya Donghae, aku
mengangguk. “Dia bilang apa?”
“Dia memintaku datang menemuinya!”
“Lalu…” Tanya Donghae cemas.
“Aku tidak akan datang, aku sudah
berjanji akan menemanimu malam ini dan aku harus menepatinya.” Keputusanku
membuatnya tersenyum, segera kumasukkan ponselku ke dalam tas. Aku melanjutkan
perjalananku bersama Donghae di sepanjang aliran Sungai Cheonggyecheon sambil
menikmati kembang kapas bersama. Sesekali kami singgah di stand-stand melihat
barang-barang, kalau-kalau ada yang menarik hati.
Sekali lagi kurasakan ponselku
bergetar, kulihat ternyata panggilan dari Siwon, diangkat tidak ya? Aku jadi
pusing sendiri,
“Yaak, kau di mana? Kenapa kau belum
datang?” bentaknya,
“Siwon~ssi aku tidak bisa datang!”
“Wae?”
“Aku sedang sibuk membantu ibu!”
“Aku tidak peduli! Kau harus datang
sekarang juga!” cklekkk, dia memutuskan panggilannya.
“Masih menyuruhmu datang?” tanya
Donghae, aku mengangguk.
“Matikan saja ponselmu!”
“Kalau ibuku yang menelpon
bagaimana?”
“Kalau begitu abaikan saja semua
panggilan dari Siwon!” kurasa memang itu satu-satunya jalan. Kembali aku
bercengkrama dengan Donghae sambil menunggu letusan kembang api. Beberapa kali
kurasakan ponselku bergetar dan kuyakin itu panggilan Siwon, seperti saran dari
Donghae, akupun mengabaikannya.
Fuih… akhirnya pesta kembang api itu
berakhir juga, Donghae terlihat begitu bahagia malam ini. Paling tidak aku
sudah melunasi utangku padanya. Dia mengantarku sampai di rumah sesuai dengan
jam pulang yang diajukan Appa-ku.
“Oh ya Gwansim…” tegur ibu saat kami
berpapasan di depan toilet, “…temanmu yang bernama Siwon tadi datang ke
restaurant!”
“Haaaa?” pekikku,
“Kenapa
kau kaget?”
“Dia mencariku Bu?”
“Awalnya dia datang untuk makan
malam katanya dia suntuk di rumah sendirian makanya mengunjungi restaurant
kita, setelah itu dia mencarimu!”
“Ibu bilang apa?”
“Ibu bilang kau keluar bersama
Donghae untuk nonton pesta kembang api!” kutepuk jidatku, ampun… ya Tuhan… apa
yang akan terjadi besok??? Pantas tadi dia ngotot memintaku untuk datang
menemuinya.
Sekali lagi jantungku berpacu kuat
saat berdiri di depan gerbang sekolah, ini seperti perasaan takut saat aku
mendapat memo merah waktu itu. Apa kali ini aku juga akan mendapat memo merah
lagi? Aku jadi ragu untuk memasuki gerbang ini…
“Gwansim!!!” tiba-tiba Sungyeon
menghampiriku, “Siwon masuk rumah sakit! Apa kau tidak tahu?”
“Ha????” aku kaget,
“Semalam Sungmin menelponku dan
memberitahukan berita ini, dia bilang dia mencoba menghubungimu namun ponselmu
tidak aktif!” astaga… karena kesal melihat Siwon yang tak berhenti memanggilku,
terpaksa kumatikan ponselku.
“Dia kenapa? Kenapa bisa masuk rumah
sakit lagi?”
“Sudahlah… aku tidak tahu. Lebih
baik sekarang kita menyusul ke rumah sakit, biar di sana Sungmin yang
menjelaskan!”
Setelah bertanya pada suster, aku
dan Sungyeon akhirnya menemukan ruang inap Siwon. Di sana sudah ada Kyuhyun dan
Sungmin, mereka mengenakan seragam sekolah.
“Huh… kau dari mana? Apa yang kau
lakukan semalam sampai ponselmu tidak aktif?” keluh Sungmin begitu melihatku
datang.
“Mianhe, aku…”
“Dia ada di dalam!!” Kyuhyun
langsung menimpali perkataanku yang tidak berpangkal. “Semalam aku menemukannya
di taman kota, sepertinya dia tegelincir dan tidak bisa berdiri kembali.”
“Sedang apa dia di taman kota?”
Tanya Sungyeon,
“Entahlah… hanya dia yang tahu
jawabannya!” balas Sungmin.
“Masuklah lalu kita kembali ke
sekolah bersama-sama!” perintah Kyuhyun. Perlahan kugeser pintu itu dan masuk
ke ruangannya. Kulihat dia terbaring dengan kaki yang kembali digips.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyaku
pelan.
“Mau apa kau datang ke sini?”
tanyanya dingin, aku cukup shock namun aku dapat mengerti kenapa dia harus
mengatakan itu.
“Kejadian semalam itu…” kutarik napasku
dalam-dalam, aku tidak boleh bohong lagi. “Aku dan Donghae…”
“Pergi!!!” perintahnya,
“Siwon~ssi…” pelasku,
“Pergi kau!!! Aku tidak ingin
melihatmu!”
“Dengarkan dulu penjelasanku!”
“Pergi!!!” teriakan Siwon membuat
Kyuhyun masuk,
“Hyung… ada apa?”
“Siapa yang menyuruhnya datang?!”
“Em… itu…” Kyuhyun yang tidak tahu
permasalahan jadi bingung sendiri.
“Bawa dia pergi!”
“Hyung…”
“Bawa dia pergi! Aku tidak mau
melihatnya!”
“Siwon~ssi beri aku kesempatan untuk
menjelaskan…” buru-buru Kyuhyun menarikku keluar saat Siwon melemparkan majalah
yang dibacanya ke arahku.
Aku terduduk lemas di bangku taman
sekolah, air mataku sudah hampir jatuh namun sekuat mungkin kutahan. Aku memang
salah, tapi aku hanya ingin membahagiakan Donghae. Kami bukan musuh meski kami
adalah mantan, jadi apa salahnya kalau aku menemaninya di malam ulang tahunnya?
“Huhhhmmm… kita hanya bisa menunggu
sampai marahnya reda, jadi kau bersabar saja!” ucap Sungmin. Aku telah
menceritakan kejadian semalam pada teman-temanku.
“Padahal keadaan sudah mulai tenang
akhir-akhir ini, sekarang kembali keruh!” gerutu si magnae.
“Semua gara-gara Donghae! Apa maunya
anak itu, dia kan sudah putus denganmu, kenapa dia masih mengganggumu?!!!” Sungyeon
mengomel.
“Bukan… ini bukan salahnya, kumohon
jangan salahkan dia. Aku tidak ingin mengecewakannya di malam ulang tahunnya
itu!”
“Gwansim~a…” teriakan Donghae menarik
perhatian kami, dia berlari cepat ke arah kami. “Katanya Siwon masuk rumah
sakit?!” tanyanya, Sungyeon manyun menatapnya, Sungmin dan Kyuhyun saling
pandang tak tahu mesti berekspresi apa, sementara aku hanya dapat menarik napas
lemah.
Tiga hari kemudian Siwon keluar dari
rumah sakit dan kembali bersekolah. Seperti yang telah kuprediksikan, sikapnya
lebih dingin dibanding saat di marah pertama kalinya. Sungyeon menyarankan agar
aku tidak muncul di hadapannya untuk beberapa lama, sebisa mungkin aku harus
menghindar. Saran itu diamini oleh Kyuhyun dan Sungmin, mereka khawatir Siwon
kembali mengeluarkan memo merah untukku.
Di sela-sela keresahanku akan
kemarahan Siwon, hasil olimpiade sains yang kuikuti akhirnya keluar. Aku
menempati posisi ke dua dalam olimpiade biologi sementara Kyuhyun berhasil
mengharumkan nama sekolah dengan menempati posisi pertama dalam olimpiade
mate-matika.
“Wahhh, hebat kau Kyu! Selamat ya!”
seru Sungmin saat kami sedang berkumpul dan tentu saja tanpa Siwon.
“Gwansim juga hebat!” Sungyeon tak
mau kalah dan ikut memujiku, “Hhhm… Kyuhyun dan Gwansim sekarang dapat bernapas
lega, kalian tidak perlu khawatir lagi mengenai ujian masuk perguruan tinggi
sebab kalian sudah mendapat beasiswa di Sung Gong Hoe University! Kalau aku…” Sungyeon
jadi manyun,
“Kau pasti bisa!” ucapku memberinya
semangat.
“Sepertinya Gwansim tidak bisa jauh
dari Siwon, Sung Gong Hoe adalah yayasan milik ayahnya Siwon!” tambah Kyuhyun.
Kutarik napasku dalam-dalam, mau bagaimana lagi, dari pada aku harus
memusingkan orang tuaku mengenai biaya kuliah, lebih baik aku menerima hadiah
bagi pemenang olimpiade itu.
“Apa kau akan menerimanya?” Donghae
bertanya, aku pun mengangguk.
“Universitas itu besar ‘kan? Jadi
masih ada kemungkinan aku tidak akan bertemu Siwon~ssi apalagi kalau kami beda
jurusan!”
“Bodoh sekali kalau kau menolak
beasiswa itu hanya karena kau takut pada Siwon!” timpal Sungyeon.
“Akan kuterima! Aku akan melanjutkan
pendidikanku di Sung Kang Hoe!” seruku. Semua tersenyum melihat semangatku.
“Oh ya… karena sebentar lagi tahun
baru, bagaimana kalau kita liburan sekalian untuk merayakan keberhasilan kami
memenangkan olimpiade?!” si magnae mengajukan usul.
“Memangnya kau mau ke mana?” Tanya
Sungmin,
“Bagaimana kalau kita ke Kanada?!”
tawar Kyuhyun.
“Wah… boleh juga! Bagaimana Gwansim?
Kau mau ikut?” tanya Sungmin antusias.
“Yaak, kalau mau liburan, jangan
pergi ke tempat yang tidak bisa kami datangi!” protes Sungyeon, aku mengangguk
setuju, Kanada? Sudah jauh, mahal pula.
“Memangnya kenapa dengan Kanada?”
Tanya Kyuhyun polos, aku dan Sungyeon hanya bisa nyengir, “Ah, mengenai biaya…
tidak perlu khawatir, aku yang tanggung!” akhirnya si magnae sadar sendiri.
“Kau serius?” Sungyeon kaget, aku
membelalak, Donghae bengong,
“Apa wajahku seperti orang yang
sedang bercanda?” Tanya Kyuhyun.
“Wah… senangnya, kita seperti
ketiban durian runtuh!” Sungyeon kegirangan,
“Memangnya kami mengajakmu? Apa tadi
kau dengar aku menyebut namamu?” Tanya Sungmin yang seketika membuat Sungyeon
terdiam,
“Yaaaaaak…” pekik sahabatku ke arah
Sungmin.
♥♥♥
Ini pertama kalinya aku ke luar
negeri, aku sampai tidak tahu harus membawa barang apa saja. Kata Kyuhyun, di
Kanada juga sedang musim dingin jadi aku harus membawa jaket dan syal. Alangkah
senangnya, aku bahkan tidak pernah berpikir akan liburan sampai ke luar negeri.
Barusan Sungyeon menelponku, dia juga kebingungan memilih barang bawaan. Dengan
perasaan riang aku menelusuri koridor sekolah. Di sana-sini kudengar siswa lain
berdiskusi tentang rencana liburan mereka. Di dalam hatiku, aku berteriak
bangga kalau aku juga akan liburan ke Kanada!
“Mwo??? Jadi kalian mengajak mereka
kemudian melupakan aku??” kudengar teriakan Siwon, ternyata aku tak sengaja
lewat di depan ruang privat Flower Guys.
“Bukannya melupakanmu Wonnie~a, kami
baru ingin memberitahukanmu!” kudengar Sungmin bicara.
“Oh… jadi kalian mengajak mereka
tanpa persetujuanku?”
“Hyung mengertilah, apa perlu kami
mendiskusikannya dulu denganmu?!” kali ini Kyuhyun yang bicara.
“Tentu saja! Villa yang akan kalian
datangi adalah villa-ku tentu kalian harus minta izin pemiliknya!”
“Kami tidak mendiskusikannya
denganmu karena kami pikir kau tidak mau ikut. Kakimu ‘kan belum sembuh total!”
tambah Sungmin.
“Siapa bilang aku tidak mau ikut?
Aku juga ingin liburan!”
“Ya sudah kalau begitu, habis
perkara ‘kan? Kalau Hyung ikut, untuk apa lagi minta izin?!”
“Tapi aku tidak mau Gwansim dan
teman-temannya ikut!” tegas Siwon. Aku kaget di balik tembok, Siwon-ssi… kenapa
kau kejam sekali?
“Wonnie jangan bercanda!” bujuk
Sungmin.
“Aku tidak bercanda! Kalian boleh
mengajak siapa saja tapi tidak Gwansim dan teman-temannya!” tutup Siwon.
Tiba-tiba pintu terbuka, untung Siwon berjalan ke arah berlawanan denganku
sehingga aku tidak ketahuan menguping. Segera aku meninggalkan tempat itu
sebelum ketahuan Kyuhyun dan Sungmin.
Kulihat Sungyeon dan Donghae ngobrol
di taman, mereka terlihat gembira, pasti sedang membahas liburan itu. Aku jadi
ingin menangis membayangkan bagaimana respon mereka saat mengetahui apa yang
baru kudengar.
“Ya, Gwansim~a!!!” Sungyeon
menyadari kehadiranku dan segera memanggilku. Dengan langkah berat aku
menghampiri mereka. “Bagaimana persiapanmu? Apa saja yang kau bawa?” tanya
sahabatku itu,
“Apa kau benar-benar ingin ke
Kanada?” tanyaku balik.
“Kenapa kau bertanya begitu? Tentu
saja iya!” jawabnya. Aku tertunduk lesu,
“Apa ada masalah?” tanya Donghae,
“Ternyata kalian di sini…” Sungmin
dan Kyuhyun akhirnya muncul dari belakang.
“Ada yang perlu kami sampaikan pada
kalian…” Sungmin mencoba bicara, kurasa sudah waktunya. “Mengenai rencana
liburan itu…” Sungmin terdengar sulit untuk bicara.
“Siwon Hyung tidak ingin kalian
ikut!” Kyuhyun menggantikan Hyung-nya bicara.
“Mwo??? Kenapa begitu?” Sungyeon
protes,
“Yeon~a…” kupegang tangannya, dia
pun memahami tatapan sedihku padanya.
“Karena Gwansim ‘kan? Dasar…”
sahabatku tersenyum sinis, “Baiklah, tak masalah, aku juga tidak ingin berlibur
dengannya. Lagi pula Kanada lumayan jauh apa lagi kami juga tidak tahu kondisi
di sana. Ayo Gwansim!” Sungyeon menarik tanganku, “Donghae… ayo pergi!” ajaknya
pada Donghae juga.
“Gwansim~a…” lirih Kyuhyun
“Mianhe Sungyeon~a!” ucap Sungmin.
“Kita juga bisa berlibur meski tidak
ke Kanada… dia pikir tempat liburan hanya Kanada?” Sungyeon menggerutu
sepanjang jalan.
Yap, beginilah akhir tragis dari
kebahagiaan kami, kami pikir kami dapat bersenang-senang di Kanada, tau-tau
Siwon yang notabene sangat membenciku menghancurkan semua harapan kami. Liburan
semakin dekat dan aku hanya bisa tersenyum melihat kawan-kawanku berdiskusi
tentang rencana mereka. Aku duduk termangu di dalam kelas menghadap ke jendela,
kutatap awan putih yang berarak tertiup angin.
“Jangan menghayal!” tiba-tiba
Donghae menegurku.
“O’ kau!” ucapku.
“Mau ikut liburan denganku?” tawarnya,
aku bengong menatapnya. “Tapi bukan ke luar negeri! Aku hanya bisa mengajakmu ke
Mokpo. Di sana bibiku membuka penginapan dan kita bisa menghabiskan liburan di
sana!”
“Jincayeo?” tanyaku meyakinkan.
“Uhm… Kita ajak juga Sungyeon dan
kau juga bisa mengajak Oppamu!”
“Kau serius?” aku semakin antusias.
“Uhm… tentu! Aku merasa terlalu
banyak menyusahkanmu, kau dimusuhi Siwon karena diriku. Aku hanya ingin
memberimu sedikit kejutan untuk menebus rasa bersalahku.”
“Aku tidak suka kau berkata begitu,
kau tidak pernah salah padaku. Kau adalah temanku dan memang sudah sewajarnya
teman saling membahagiakan! Tapi… terima kasih atas ajakanmu itu, nanti aku
akan memberitahukan Sungyeon. Kuharap rasa kecewanya dapat terobati.”
Fuih… untung ada Donghae sang
penyelamat, Sungyeon akhirnya bisa tersenyum setelah beberapa hari bermuram
durja karena tidak jadi liburan. Aku juga mengajak Yesung Oppa dan senangnya
dia bersedia menemani. Hanya saja Jongjin Oppa tidak bisa ikut, dia harus
menyelesaikan laporan hasil magangnya. Oh ya, tak lupa aku juga menyampaikan
kabar ini pada Sungmin dan Kyuhyun agar mereka tidak diliputi perasaan bersalah
terus-menerus.
Aku, Donghae, Sungyeon, dan Yesung
Oppa menumpangi bus ke Mokpo. Sepanjang jalan kami bercengkrama dengan gembira,
aku menerawang ke langit, kulihat sebuah pesawat yang terbang gagah. Hm, semoga
liburanmu menyenangkan Siwon, Sungmin, dan Kyuhyun. Setelah beberapa jam, kami
akhirnya tiba di resort sederhana milik paman dan bibinya Donghae, Paman Lee.
Kami telah disediakan kamar double bed yang letaknya menghadap ke pegunungan
yang telah diliputi salju.
“Bagaimana? Apa kau senang?” tanyaku
pada Sungyeon begitu kami menyusun barang di lemari.
“Uhm… tempat ini juga bagus,
setidaknya aku berlibur bersama orang-orang yang tidak akan menyebalkan seperti
Choi Siwon!” jawab temanku itu. Sepertinya dia masih sakit hati pada liburan ke
Kanada itu. Ponselku bergetar, ada pesan dari Donghae, dia memanggil kami untuk
makan siang.
Malam menjelang dan resort Paman Lee
semakin ramai, maklum karena resortnya memang berada dalam kompleks arena ski.
Paman Lee juga membuka sebuah kedai ramyeon sederhana yang malam ini kedatangan
banyak tamu. Aku jadi tidak enak kalau harus menagih janji Donghae sekarang,
dia mengajak kami ke pemandian air panas di seberang jalan.
“Paman, Bibi, terima kasih karena
sudah menyambut kami dengan hangat!” tak sengaja kudengar percakapan mereka.
“Sudahlah, kau ini tidak perlu
terlalu formal seperti ini. Lagi pula kau bersedia membantu di sini tanpa minta
bayaran, jadi paman rasa semua ini sudah impas…”
“Untung Paman dan Bibi mau memberi
tumpangan sehingga kami dapat berlibur!”
“Ya sudah, lebih baik kau selesaikan
tugasmu, bukannya kau sudah mengajak teman-temanmu ke pemandian air panas?”
“Iya Bibi!!!”
Aku termangu, jadi Donghae bersedia
tidak dibayar saat bekerja part time di resort ini demi mengajak kami liburan?
“Gwansim?” Donghae mengagetkan aku
yang masih termangu di depan dapur.
“Kenapa harus berlebihan begini
Donghae~a, aku tidak pernah mengira kau mengajak kami berlibur dan bersedia
tidak dibayar…”
“Bukan… bukan begitu, kau jangan
salah paham!”
“Salah paham apa lagi? Aku mendengar
semuanya, aku tidak mau menyusahkanmu, kenapa kau tidak terus terang saja
padaku. Sebenarnya tanpa liburan pun, aku dan Sungyeon tidak akan bermasalah
jadi kau tidak perlu seperti ini.”
“Gwansim… aku hanya ingin membantu
kalian, tolong beri aku kesempatan untuk membuat kalian senang sepanjang
liburan kali ini. Jangan merasa tidak enak hanya karena keadaan ini,
nikmatilah, bersenang-senanglah.”
“Donghae~a…”
“Sebenarnya pembatalan liburan
kalian ke Kanada sedikit banyak disebabkan olehku juga. Seandainya aku tidak
memaksamu menemaniku di malam ulang tahunku maka kau dan Siwon tidak akan
bertengkar.”
“Itu tidak ada hubungannya…”
“Dengar! Kau cukup menikmati liburan
ini, jangan pikirkan keadaanku. Kalau kau masih merasa tidak enak, anggap saja
liburan ini adalah ucapan terima kasihku kepadamu karena kau mau menemaniku di
saat malam ulang tahunku. Atau anggap saja ini sebagai hadiah dariku atas
keberhasilanmu dalam olimpiade sains! Arachi?”
“Itu…”
“Sudahlah… aku sedang sibuk, tunggu
aku bersama yang lain di kamar kemudian kita akan ke pemandian air panas.
Khaja! Kha!!!” dia mendorongku dan memintaku pergi. Aku sungguh tidak enak hati
padanya. Aku tidak menuruti perintahnya, kuamati dia dari dekat jendela yang
sedang sibuk melayani tamu. Dia begitu kewalahan, meski sudah ada beberapa
pelayan namun pengunjung masih lebih banyak.
“Donghae ini ramyeonnya!!! Teriak
paman dari jendela dapur. Donghae tidak mendengar karena sedang menyambut tamu,
“Paman, ini untuk meja nomor berapa?”
tanyaku, kuputuskan untuk ikut membantu.
“Kenapa kau…” Paman Lee terkejut
melihatku,
“Aku akan membantu, ayo cepat katakan
sebelum mie-nya mengembang!” desakku.
“Meja nomor 10!”
“Nde!” dengan riang aku mengantarkan
pesanan ke meja pelanggan. Donghae juga tak luput dari keterkejutan melihatku,
kukerlipkan mata kepadanya dan memberi isyarat, “Hwaiting!!!”
Keceritakan semua pada Tayeon dan
Yesung Oppa mengenai keadaan yang sebenarnya, mereka bereaksi sama denganku,
tidak setuju. Untung mereka juga mengerti dengan keadaan ini sehingga bersedia
membantu, dan akhirnya kami berempat menjadi tenaga sukarela di resort Paman
Lee. Jam sibuk resort hanya di saat makan siang dan makan malam, sehingga
selain dari jam itu kami bisa keluar bersenang-senang.
Pagi tadi Paman Lee mendapat telepon
pemesanan kamar untung rombongan siswa SMU. Beberapa pelayan sudah bersiap
sedari tadi menyediakan kamar, dan para koki kelihatan sibuk menyiapkan makan
siang.
“Maaf… seharusnya kalian datang
untuk berlibur bukannya untuk bekerja seperti ini!” lirih Donghae saat kami
berdiri di mulut pintu untuk menyambut tamu.
“Aku tidak suka kalau kau bicara
seperti itu, kita sudah sepakat kan tidak akan mengungkit hal itu. Lagi pula
kita masih bisa bersenang senang jadi kau tidak perlu resah. Menginap di resort
bagus seperti ini, bukannya kami yang harus berterima kasih kepadamu?” seru
Yesung Oppa sambil merangkul bahu Donghae.
“Nde… kau tidak perlu berkecil hati,
Yesung Oppa benar, justru kami yang harus berterima kasih!”
“Kalau kau masih terus merasa tidak
enak pada kami, kami akan segera pulang!” ancamku. Donghae tersenyum, sesaat
kemudian sebuah bus tiba. Kurasa merekalah rombongan itu, kamipun bersiap-siap
menyambut mereka.
“Selamat datang!!!” seru kami
bersamaan sambil setengah membungkuk.
“Terima kasih Gwansim!” jawab salah
satu dari rombongan, seperti suara Kyuhyun. Segera kuangkat kepalaku, aku
bengong…
“Hallo Gwansim!!!” seru Sungmin,
“Oooo Yesung Hyung! Senangnya dapat bertemu denganmu di sini!” dia langsung
memegang tangan Oppa-ku.
“Lepaskan!!!” Sungyeon buru-buru
menepis tangan Sungmin yang bergelayut di lengan Oppa-ku. Rombongan Siswa Neul Paran High School begitulah yang tertulis di
badan bus saat kubaca, bukannya Flower Guys ke Kanada?
“Di mana kamarnya? Aku ingin
beristirahat!” ucap Siwon dengan angkuhnya.
“Ba..baik!” ucapku sedikit bergetar.
Segera kuantarkan rombongan itu ke kamar mereka masing-masing sementara yang
lain membantu mengangkat barang.
to be continued ...
No comments:
Post a Comment