Monday 22 June 2015

FF Flower + Guys (Part 10)

Inspirited from Manga Best Seller Hanayori Dango



Sebelumnya di Flower + Guys (Part 9)


             Aku beserta Sungmin dan Kyuhyun sedang duduk bersantai saat salju mulai turun lagi, mereka masih terlalu lelah dengan perjalanan tadi sehingga lebih memilih beristirahat di café sambil minum coklat hangat. Sementara siswa lain asyik bermain di luar bersama Oppa, Donghae, dan Sungyeon.
            “Bukannya kalian ke Kanada? Kenapa tiba-tiba ada di Mokpo?” tanyaku heran.
            “Siwon langsung membatalkan perjalanan kami sehari sebelum keberangkatan!” jawab Sungmin sambil terus memperhatikan anak-anak yang bermain salju di luar. “Lagi pula kami sudah bosan ke Kanada, jadi lebih baik menghabiskan liburan di tempat yang belum pernah kami datangi!” sambungnya. Matanya berbinar-binar, sepertinya dia akan menyusul yang lain untuk bermain di tengah hujan salju itu. “Wah… sepertinya seru!!! Yesung Hyung… aku datang!” serunya lantas meninggalkan kami begitu saja.
            “Alasannya membatalkan perjalanan… yah karena itu!” sela Kyuhyun, aku tidak mengerti dan mengerutkan keningku. “Saat kau memberitahukan bahwa kau akan berlibur bersama Donghae, Siwon Hyung kaget.”
            “Apa? Dia akan berlibur bersama Donghae ke Mokpo? Hanya berdua?”
            “Tidak, dia bilang Sungyeon dan Yesung Hyung diajak!”
            “Apa? Yesung Hyung juga ikut? Jadi mereka berpasangan? Tidak boleh… Sungyeon pasti akan menggoda Hyung-ku,”
            “Wah… aku jadi iri dengan mereka, di tengah dinginnya salju saling bercengkrama dengan akrab sambil menikmati coklat panas, uh… romantis sekali! Donghae dan Yesung Hyung benar-benar beruntung!”
            “Wonnie… bagaimana ini? Aku tidak rela Sungyeon mendekati Yesung Hyung!!!”
            “Uh… apa lagi kalau kamar mereka berdekatan, bisa saja kan Gwansim dan Sungyeon minta Donghae dan Yesung Hyung menemani mereka tidur karena mereka takut kalau badai datang!”
            “Wonnie!!!! Ini tidak boleh terjadi!!!”
            “Kita liburan ke Mokpo! Batalkan tiket ke Kanada besok!”
            “Wah… kau seperti memprovokasi mereka!” ucapku, Kyuhyun tersenyum,
            “Aku terpaksa melakukannya, daripada ke Kanada tanpa kalian, lebih baik tidak usah pergi!” ucapnya,
            “Oh… jadi begitu ceritanya?!” Siwon muncul dan langsung menjewer dongsaengnya.
            “Aduh Hyung… sakit!” ringis Kyuhyun,
            “Siapa bilang tidak sakit!” Siwon sepertinya semakin antusias menarik telinga si magnae.
            “Siwon-ssi… dia bisa kena gangguan telinga!” cegatku, reflex aku menepis tangannya untuk menyelamatkan Kyuhyun. Sejenak dia menatapku,
            “Jangan salah paham, aku batal ke Kanada karena aku sudah bosan berlibur di sana. Dan jangan pernah menyangka aku ke resort ini untuk menyusulmu!” ucapnya tegas.
            “Huh…jelas sekali kau ke sini untuk menyusulnya…” bisik Kyuhyun, pletakkkk, si bungsu itu sekali lagi meringis saat jemari Siwon dengan apik menimpa kepalanya.
            “Lagi pula kau masih berutang padaku sehingga kurasa aku perlu menagihnya!” keningku berkerut mendengar penuturan sang Pangeran Hyundai ini.
            “Utang apa?” Kyuhyun menyuarakan isi hatiku,
            “Kakiku belum sembuh total, bukannya dulu kau bilang akan mengurus segala keperluanku sampai kakiku sembuh!” aku bengong, Kyuhyun juga kelihatannya kehabisan kata-kata.

            Sore ini aku dan Sungyeon sudah siap dengan semua perlengkapan ski kami, ya… kami akan bermain ski, meski belum mahir namun Donghae dan Oppa siap menjadi pembimbing kami. Aku dan Sungyeon menyusul rombongan ke tempat star, namun pemandangan yang ada di depan mata kami membuat Sungyeon naik darah.
            “Huh… apa maunya anak itu?” gerutu sahabatku, bagaimana mungkin dia tidak marah, Sungmin begitu manja pada Oppaku, dia minta diajarkan bermain ski. “Yaak… lepaskan tanganmu!” teriak Sungyeon saat Sungmin terpeleset dan memeluk Oppaku agar tidak jatuh. Akhirnya pertengkaran tak dapat dielakkan, Sungmin dan Sungyeon beradu sementara Oppaku kebingungan.
            “Sudah siap?” tanya Donghae yang mendekat ke arahku.
            “Oh… nde!” aku tersenyum. Diapun mulai menjelaskan cara bermain ski, dia menegakkan bahuku dan mencontohkan posisi kaki yang benar.
            “Bagaimana bila kita berseluncur bersama, kulihat sepertinya kau masih canggung pada permainan ini. Aku menyetujui tawarannya, diapun mengganti papan pengalas kaki untuk dua orang. Aku berdiri di depan dan dia menjagaku di belakang, dia memegang tanganku yang juga memegang stik. “Kau siap? Jangan takut, kalau kau dapat menjaga keseimbangan, kita akan berhasil!” bisiknya di dekat telingaku. Aku mengangguk, setelah hitungan ke tiga kami pun berseluncur.
            “Waaaaaahhhhhh!!!!!!!!” aku berteriak keras, hebat sekali, seperti sedang di roller coaster saja. Sayangnya aku tidak dapat menjaga keseimbanganku karena kecepatan, aku dan Donghae pun jatuh dan berguling di salju. “Mianhe… aku tidak sengaja!” ucapku saat kami berdiri dan membersihkan pakaian kami dari tempelan salju.
            “Untuk apa minta maaf, memang orang yang baru belajar seperti ini!” ucapnya, dia mendekat dan membantu menyingkirkan salju di rambutku. “Ayo…!” ajaknya sekali lagi sambil menyiapkan perlengkapan ski. Setelah sampai ke bawah bukit, kami naik lagi dengan kereta gantung ke puncak.
            “Yaak… kau kan pria jadi belajar sendiri!” bentak Sungyeon pada Sungmin, “Oppa tidak perlu memperdulikannya!” serunya pada Oppaku.
            “Bagaimana mau belajar kalau aku tidak diajar?!” Sungmin tak mau kalah, kasihan Oppaku yang kebingungan.
            “Ayo!” ajak Donghae, aku pun segera bersiap. Greb… ada yang menarik syalku dari belakang, aku menoleh dan kulihat wajah dingin Siwon.
            “Mau ke mana? Berani sekali kau bersenang-senang dan melupakan aku di sini!”
            “Hyung… apa kau ingin bermain ski juga? Kakimu ‘kan masih sakit!” tanya Kyuhyun yang bersamanya,
            “Karena itu, dia tak boleh ke mana-mana, dia harus tetap di sini bersamaku, siapa tahu aku butuh sesuatu dan di harus membantuku!”
            “Siwon-ssi!!!” Donghae mencoba membelaku,
            “Wae??” tantang Siwon,
            “Ah… tidak usah panas begini, Hyung… biar aku yang menemanimu. Gwansim kan ingin belajar bermain ski, jadi biarkan dia…” kata-kata Kyuhyun terhenti saat mata Siwon menatap tajam padanya. Seakan berkata ‘diam saja kau!’
            “Oh… aku lupa kalau aku ada janji dengan gadis Jepang yang baru berkenalan denganku tadi pagi, maaf Hyung aku tidak bisa menemanimu!!” Kyuhyun pamit dengan senyumannya. Aduh… anak itu seharusnya membantuku.

            Aku menelusuri jalan setapak yang ditutupi salju, kali ini aku benar-benar kesal pada pemuda yang bernama Choi Siwon itu. Apa sih maunya? Apa salahnya memberiku waktu sedikit menikmati liburanku, dia sudah menolakku berlibur ke Kanada dan sekarang dia malah menggangguku di Mokpo! Kenapa sih aku bisa suka pada pria seperti dia? Apa aku memang sudah gila? Bagaimana caranya agar aku berhenti menyukainya?!
            “Yaak… kita mau ke mana?” pertanyaannya membuatku berhenti memakinya, kubalik badanku yang berjalan di depannya. Hatiku langsung luluh saat melihatnya yang bertumpu pada sebuah tongkat di tangannya. Kalau bukan karena aku, pasti saat ini dia tidak butuh tongkat itu, dia pasti bisa berjalan normal.
            “Aku juga tidak tahu…” jawabku lemas, aku tidak bisa marah padamu, ya… karena kau sangat berarti bagiku. Meski kau menolakku berulang-ulang, aku tidak akan berhenti mengharapkanmu.
            “Mwo? Jadi kau berjalan tanpa arah?!” dia melotot padaku. “Baiklah… sekarang kita ada di mana?” tanyanya. Aku melihat sekelilingku, semua tertutup salju.
            “Aku juga tidak tahu!” jawabku.
            “Yaak, jangan bercanda! Kita berada di tengah pegunungan sekarang, lebih baik kita pulang sebab kelihatannya akan ada badai!” cerocos Siwon.
            “Aku sungguh tidak tahu kita berada di mana Siwon-ssi! Aku tadi hanya jalan dan tidak memperhatikan sekitarku!” ucapku mulai takut. Siwon kembali memperhatikan sekeliling kami, tak ada tanda-tanda kehidupan selain pepohonan yang membeku karena salju. “Bagaimana ini? Apa kita hilang, apa kita tersesat?” tanyaku. Siwon melihat ke bawah, keningnya berkerut,
            “Bahkan jejak kaki kita telah hilang tertutup salju yang turun, padahal kita bisa pulang mengikuti jejak itu,” ucapnya. Siwon kemudian merogoh sakunya, diambilnya ponselnya, “Sial… tak ada sinyal!” umpatnya.
            “Jadi bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan?” tanyaku panik saat melihat ponselku juga tak menemukan sinyal.

            Hari sudah mulai gelap dan aku masih berputar-putar bersama Siwon mencari jalan pulang. Cuaca sudah semakin dingin, belum lagi perutku yang mulai kelaparan, aku rasa tidak sanggup lagi untuk berjalan.
            “Gwansim… bertahanlah!” kurasakan Siwon menepuk-nepuk pipiku. Dengan sekuat tenaga kukembalikan kesadaranku, “Aku melihat sebuah gubuk, kau masih kuat berjalan kan?” tanyanya. Kuarahkan pandanganku ke arah telunjuknya, benar, kurang dari 200 meter ada sebuah gubuk. Dia pun membantuku berjalan, setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami sampai. Siwon membuka gubuk itu, gelap sekali, untung masih ada cahaya bulan yang membantu penglihatan kami.
            Sepertinya ini pos jaga, meski berukuran kecil, peralatan dalam gubuk ini lengkap, bahkan ada perapiannya. Siwon segera mencari korek dan menyalakan perapian untuk menerangi ruangan sekaligus untuk menghangatkan badan kami. 
            “Buka jaket dan bajumu!” perintah Siwon yang sedang melakukan hal yang sama. Aku kaget, apa yang dia pikirkan?
            “Uuuuuntuk apa? Lalu kau sendiri kenapa buka baju?”
            “Udara di luar sangat dingin,dan membuat pakaian yang kau kenakan juga sangat dingin, kau sekarang kena hypothermia, kalau tidak melepas pakaianmu kau bisa mati kedinginan!” kini Siwon telah melepas bajunya, dia… dia… topless. Dia mengambil selimut yang terbentang di atas kursi, “Apa lagi yang kau tunggu?!” bentaknya,
            “Tapi…tapi… tapi…” aku jadi takut,
            “Kau pikir aku akan macam-macam? Yaak… Kim Gwansim! Kita sekarang berada dalam situasi sulit, entah besok kita masih hidup atau tidak aku juga tidak tahu. Bagaimana mungkin aku akan berpikiran buruk seperti itu di saat nyawaku saja terancam!” nadanya meninggi.
            “Justru karena besok akan mati maka kau harus melakukan apa yang tidak pernah kau lakukan sebelumnya kan?” bisikku takut.
            “Baiklah… terserah, kau mau mati kedinginan… itu adalah pilihanmu!” Siwon cemberut dan segera membelakangiku. Dia mendekat ke perapian untuk menghangatkan tubuhnya yang telah berbalut selimut. Aku merasa hawa semakin dingin, tubuhku bergetar hebat. Apa aku harus melepas pakaian sepertinya? Tidak… tidak boleh, bagaimanapun dia adalah pria dan aku wanita. Meski kami teman namun tidak menutup kemungkinan dia akan berubah menjadi serigala dan menerkamku.
            Beberapa menit berlalu dan kurasakan hawa dingin ini menyerap semua tenagaku. Kepalaku benar-benar pusing, aku bahkan mual. Grebbb… kurasakan Siwon memegangku, pandanganku kabur namun kurasakan Siwon perlahan membuka pakaianku.
            “Aku tidak akan membiarkan kau mati meski kau sendiri ingin mati!” ucapnya.
            “Jangan… jangan buka semua, sisakan sehelai untuk menutupiku!” ucapku lemah. Dia lalu memelukku, aku kaget, namun aku paham apa maksudnya.
            “Hanya ada satu selimut, kurasa kita harus berbagi!” ucapnya. Perlahan hangat tubuh Siwon mengalir ke tubuhku. Perasaanku pun mulai membaik, Omma… Appa… maafkan aku, jangan marah padaku ya sebab aku melakukan hal yang memalukan seperti ini.

            Aku dan Siwon terpaksa – sekali lagi kutegaskan kami terpaksa – berpelukan dalam satu selimut dan duduk di dekat perapian. Baju-baju kami pun di jemur dekat perapian agar secepatnya kami bisa menggunakannya. Perutku benar-benar membuatku malu di hadapan sang penguasa sekolah itu, kenapa harus bunyi di saat-saat seperti ini?
            “Maaf…” ucapku malu, dia tersenyum geli. “Cuaca begitu dingin seperti ini wajar saja kalau orang kelaparan!” tambahku membela diri.
            “Oh ya! Aku punya cokelat di saku bajuku!” serunya. Dia mengambilnya untukku, “Makanlah karena bunyi perutmu benar-benar menggangguku!” dia sungguh membuatku malu. Segera kubuka cokelat itu dan…
            “Bagaianmu mana? Apa hanya untukku?” tanyaku,
            “Hanya ada satu, itu untukmu saja. Lagipula aku sudah makan banyak saat di penginapan.” Meski dia bilang tidak ingin, aku yakin dia juga sebenarnya kelaparan. Aku lalu membagi dua cokelat itu dan sepotong kuberikan kepadanya, “Makan saja semuanya, cokelat sebatang ini saja tidak akan cukup membuatmu kenyang, untuk apa lagi membaginya denganku?”
            “Aku tidak ingin makan sendiri sedangkan kau kelaparan! Aku tahu pasti cuaca dingin seperti ini akan membuat orang-orang kelaparan,” kami berdebat dan akhirnya dia mengalah, kami makan bersama sebungkus cokelat yang tersisa di sakunya.
            Semakin larut malam cuaca semakin dingin, kudengar suara gemuruh begitu keras. Siwon semakin memperaerat pelukannya sebab aku gemetaran.
            “Jangan takut!” ucapnya,
            “Apa benar kita akan mati? Bagaimana kalau tak ada yang menemukan kita?”
            “Jangan berpikiran yang tidak-tidak seperti itu!” tegur Siwon.
            “Siwon-ssi…”
            “Uhm…?”
            “Maaf!”
            “Kenapa minta maaf?”
            “Mengenai kejadian malam itu, saat aku berbohong akan membantu ibu di restaurant padahal aku keluar bersama Donghae…”
            “Huh… untung saja saat itu aku tidak memegang senjata, kalau saja pegang, aku pasti akan langsung membunuh kalian berdua di tepi sungai itu!”
            “Jadi kau melihat kami? Kau juga datang?” tanyaku terkejut.
            “Aku merasa suntuk di rumah sendirian, ayah dan ibuku ke Jeju untuk menghadiri peresmian mall baru kami dan Jiwon ikut katanya sekalian liburan. Kutelpon Kyuhyun namun dia sibuk bersenang-senang di night club sedangkan Sungmin Hyung tidak mengaktifkan ponselnya. Kuputuskan untuk mengunjungimu di restaurant saja, namun akhirnya malah sakit hati saat ibumu memberitahu kalau kau keluar bersama Donghae.”
            “Aku menyusulmu ke tepi Sungai Cheonggyecheon dan kulihat kau dan Donghae sedang asyik bercengkrama. Aku menelponmu dan menyuruhmu menemuiku namun kau bilang sedang sibuk. Cih… beraninya kau berbohong sedang sibuk di restaurant padahal dengan mata kepalaku sendiri aku melihatmu berjalan berdampingan dengannya di tepi sungai,” aku tertunduk, teringat kembali kejadian malam itu. Siapapun akan marah bila dibohongi mentah-mentah seperti itu.
            “Lalu apa yang kau lakukan di taman kota? Kenapa Sungmin-ssi bilang dia menemukanmu di sana?”
            “Karena kecewa kau lebih memilih menemani Donghae daripada menemuiku, aku pun menyendiri ke taman kota. Saat akan pulang aku malah tergelincir di tangga, aku tak dapat berbuat banyak dengan keterbatasanku, selain dirimu aku tak berpikir menghubungi orang lain. Saat kau kuhubungi kau masih enggan mengangkat panggilanku bahkan malah me-nonaktif-kan ponselmu. Aku yang tadinya hanya kecewa akhirnya berubah marah. Untung saja Sungmin Hyung menelponku, langsung saja aku minta tolong padanya.”
            “Mianhe… aku sama sekali tidak tahu keadaanmu, seandainya saja aku tahu, aku pasti akan datang!”
            “Huh… semua sudah terjadi dan sudah terlambat untuk menyesalinya! Masih bagus kau masih ingat minta maaf!”
            “Siwon-ssi… aku sudah banyak menyusahkanmu, kuharap kau mau memaafkanku. Aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.”

            Saat kubuka mata, kusadari aku telah tertidur dan bersandar di bahu Siwon. Dia sendiri ikut tidur sehingga kepala kami bersentuhan. Tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang, ya ampun… aku benar-benar menyukai pemuda ini meski selama ini aku menghadapi banyak kesulitan karenanya.
            “Siwon-ssi…” kubangunkan dia, wajahku jadi panas karena terlalu dekat dengannya. “Sepertinya pakaian kita sudah kering, lebih baik baik dipakai untuk mengurangi hawa dingin dari luar!” saranku. Dia mengangguk, dia mengijinkan aku berpakaian duluan sementara dia bersembunyi di dalam selimut agar tidak melihatku.
            Hm…bajuku terasa hangat setelah beberapa lama dijemur dekat perapian. Siwon pun sudah selesai memakai pakaiannya dan menyusulku ke dekat jendela. Kami sama-sama menyaksikan badai salju di luar, mengerikan sekali.
            “Jam berapa sekarang?” tanyaku.
            “Masih jam 4 pagi!” jawabnya,
“Apa badai ini akan berlanjut sampai pagi nanti?” tanyaku,
“Entahlah… kita hanya dapat berdoa semoga kita bisa keluar dari badai atau ada yang datang menyelamatkan kita.”
“Oppa, Sungyeon, Donghae, Kyuhyun-ssi, Sungmin-ssi dan yang lain pasti sangat mengkhawatirkan kita…” lirihku.
“Sudahlah… kembalilah tidur, kumpulkan tenagamu untuk perjalanan nanti pagi!” perintah Siwon. Kuikuti perintah Siwon, kurebahkan tubuhku di sofa dan kembali tidur. Berharap pagi nanti akan ada secercah cahaya untuk menuntun kami menemukan jalan pulang.
Kurasakan hangat mentari menyapaku yang sedang tertidur, seiring dengan itu perlahan kurasakan belaian seseorang, terasa hangat dan nyaman. Apakah Siwon yang melakukannya? Saat kubuka mata, aku lumayan tekejut. Wajahnya kini begitu dekat dengan wajahku. Dia juga terkejut saat aku tiba-tiba membuka mata, apa…apa yang akan kau lakukan? Syuttt… dia mengecup bibirku, mataku melotot dibuatnya. Beberapa saat kemudian dia menjauhkan wajahnya, kami jadi kaku. Dia terlihat salah tingkah terlebih lagi aku, aku malah seperti terbakar api karena malu.
“Apa… yang kau lakukan barusan?” tanyaku gugup, kuberanikan bertanya, tentu sangat konyol ‘kan bertanya di saat seperti ini?
“Itu…itu…” dia juga tak kalah gugup dariku, “Kalau kau tak suka, aku minta maaf!”
“Bukan begitu, tapi… apa maksudnya kau melakukannya?”
“Aku… aku…aku…” dia diam sejenak, “Apa perlu kujawab lagi? Kau tentu sudah tahu jawabannya!”
“Aku sungguh tidak tahu!”
“Kau bercanda ya? Hal seperti ini kau masih tidak tahu? Percuma kau memenangkan olimpiade sains kalau begini saja masih tidak dapat dicerna otakmu!”
“Dalam sains tidak ada teori kenapa seseorang mengecup orang lain…”
“Yaak…!” Siwon jadi panas.
“Aku hanya tanya kenapa kau melakukannya sebab aku tidak punya rumus untuk mencari sendiri jawabannya. Bisa dibilang kau tidak punya perasaan apa-apa padaku, apa lagi selama ini aku selalu membuatmu kesal dan menyusahkanmu. Kurasa kau tak punya alasan untuk melakukan hal itu.” Aku tertunduk sedih,
“Itu karena aku mencintaimu!!!” sela Siwon. Segera kuangkat kepalaku, kutatap dia yang barusan mengatakan sesuatu yang berada di luar nalarku.
“Siwon-ssi kau bilang apa?”
“Kau tidak dengar ya?”
“Bukan tidak dengar, aku hanya ingin memastikan apa yang barusan kudengar!”
“Sudahlah…” Siwon bangkit dan menjauh dariku,
“Siwon-ssi apa benar aku tidak salah dengar? Barusan kau bilang apa?” aku juga bangkit dan menyusulnya.
“Sudahlah… lupakan saja!” tolaknya,
“Bagaimana mungkin aku harus melupakannya? Sekali saja kau ulangi, aku hanya ingin memastikan kalau aku tidak salah dengar!”
“Apa kau ingin mempermalukanku? Sudah… tak usah dipastikan kalau kau memang tidak dengar!” bentaknya. Aku termangu, kekecewaan menyergapku seketika.
“Apa mengatakan cinta pada orang yang kau sukai adalah hal yang memalukan?” lirihku. Kubalik badanku dan berjalan lemas menjauhinya. Greb… kurasakan seseorang memelukku dari belakang.
“Aku mencintaimu… aku mencintaimu… aku benar-benar mencintaimu… aku sangat mencintaimu…” bisiknya berulang-ulang di telingaku, aku tersenyum malu. “Bagaimana denganmu?” tanyanya. Aku yang tadinya melayang-layang karena pengakuannya jadi terkejut. Baru saja ingin menjawab…
“Gwansiiiiiiiiiim!” teriakan Sungyeon mengagetkan aku bersamaan dengan terbukanya pintu gubuk kami.
“Yaaaaa Sungyeon…, Oppa…!” pekikku senang saat melihat semua datang, aku segera berlari memeluk Sungyeon dan Oppaku.
“Gwencanayeo?” tanya sahabatku sambil memeriksa keadaanku, aku mengangguk bahagia. “Kau benar-benar membuatku kaget, semalaman aku tidak tidur memikirkan keadaanmu! Lingkar mataku jadi kelihatan jelas ‘kan?” sungutnya. Oppa mengusap kepalaku,
“Semalam kami tidak bisa melakukan pencarian karena tim sar tidak mengizinkan kami keluar di tengah badai.” ucapnya.
“Tidak apa-apa Oppa, aku dan Siwon mengerti. Lagipula kami baik-baik saja berlindung di gubuk ini…”
“Kelihatannya memang begitu!” sela Sungmin sambil melirik genit ke arahku. Aduh, wajahku langsung panas.

“Hyung… apa kami membuatmu kesal? Kenapa wajahmu kusut begitu?” goda Kyuhyun pada Siwon. Yang ditanya hanya cemberut dan tidak menjawab. Aku mengulurkan senyum pada Donghae yang juga datang, dia membalas dengan senyum yang lemah.

to be continued ...

No comments:

Post a Comment